Anda di halaman 1dari 12

Javier Farizi Wibisono

032024253033

Politik Hukum Pertanahan – Kelas A

Perbandingan Pengaturan Investasi Tentang Tanah Sebelum dan


Setelah Adanya UU Cipta Kerja

I. Perbandingan Perolehan Hak Atas Tanah Antara PP No. 40 Tahun 1996 dengan
PP No. 18 Tahun 2021

Dalam PP No. 18 Tahun 2021 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna
Usaha meliputi:

Pasal 21

a. Tanah Negara; dan

b. Tanah Hak Pengelolaan.

Sedangkan dalam PP No. 40 Tahun 1996 tidak meliputi hak pengelolaan, yang berbunyi
pada pasal 4:

(1) Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah Negara.

(2) Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu adalah tanah
Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha dapat
dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan
hutan.

(3) Pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu
sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru
dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha itu terdapat
tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan alas hak
yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang
dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Jangka Waktu Hak Guna Usaha:

PP. No 40 Tahun 1996

Pasal 8

(2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan
Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

PP. No 18 Tahun 2021

Pasal 22

2) Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pernbaruan sebagaimana


dimaksud pada ayat (i) berakhir, Tanah hak guna usaha kembali menjadi Tanah yang
Dikuasai Langsung oleh Negara atau tanah Hak Pengelolaan.

Terjadinya Hak Guna Usaha

PP. No 40 Tahun 1996

Pasal 6

(1) Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hakoleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk. (2) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan
pemberian Hak Guna Usaha diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

PP. No 18 Tahun 2021


Pasal 23

(1) Hak guna usaha di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak
oleh Menteri.

(2) Hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan
pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.

3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clan ayat (2) dapat dibuat secara
elektronik.

Dalam PP No. 40 Tahun 1996 tidak ada ketentuan yang mengatur pemberian
hak guna usaha dengan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan karena dalam peraturan
tersebut tanah yang bisa diberikan hak guna usaha hanyalah tanah negara tidak meliputi
tanah Hak Pengelolaan.

Hapusnya Hak Guna Usaha

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 3

Hak guna usaha hapus karena: c. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

Ketentuan ini tidak ada pada PP No. 40 Tahun 1996.

Pasal 32

(3) Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 di atas Tanah Hak
Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak
Pengelolaan.

PP No. 40 Tahun 1996

Pasal 17

(2) Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan
tanahnya menjadi tanah Negara.
Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

PP No. 40 Tahun 1996

Pasal 27

(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan atau


pembaharuannya diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka
waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangannya.

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 41

(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan dapat diajukan setelah
tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya
atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan. (21
Permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah
berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.

Hapusnya Hak Guna Bangunan

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 46

Hak guna bangunan hapus karena:

c. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;

Ketentuan ini tidak ada pada peraturan yang lama. (PP No. 40 Tahun 1996)

Subjek Hak Pakai

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 49

(1) Hak pakai terdiri atas:


a. hak pakai dengan jangka waktu; dan

b. hak pakai selama dipergunakan.

Ketentuan ini tidak ada pada peraturan yang lama. (PP No. 40 Tahun 1996)

Jangka Waktu Hak Pakai

PP No. 40 Tahun 1996

Pasal 45

(1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk jangka waktu
paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama dua puluh tahun atau diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

(3) Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
dipergunakan untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
kepada:

a. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;

b. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;

c. Badan Keagamaan dan badan sosial.

Pasal 47 (1) Permohonan perpanjangan waktu Hak Pakai atau pembaharuan diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut.

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 52

(1) Hak pakai di atas Tanah Negara dan Tanah hak Pengelolaan dengan .jangka waktu
diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu
paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Hak pakai selama dipergunakan diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama
dipergunakan dan dimanfaatkan.

Pasal 56

(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak pakai dapat diajukan setelah tanahnya
suclah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling
lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak pakai.

(2) Permohonan pembaruan hak pakai diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah
berakhirnya jangka waktu hak pakai.

Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai

PP No. 40 Tahun 1996

Pasal 50

Pemegang Hak Pakai berkewajiban:

a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak Pengelolaan atau dalam
perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

Ketentuan ini tidak ada pada PP No. 18 Tahun 2021.

Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Pakai

PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 60

(3) Hak pakai selama dipergunakan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan, tidak dapat beralih, dialihkan kepada pihak lain, atau diubah
haknya.

Ketentuan ini tidak ada pada PP No. 40 Tahun 1996.

Hapusnya Hak Pakai


PP No. 18 Tahun 2021

Pasal 61

Hak pakai hapus karena:

c. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain.

Ketentuan ini tidak ada pada PP No. 40 Tahun 1996.

II. Peraturan Lama yang Diubah/Dicabut oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja

Pasal 29

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang


Perkebunan diubah sebagai berikut:

Pasal 15

Perusahaan perkebunan tanah usaha perkebunan dilarang memindahkan hak atas yang
mengakibatkan satuan terjadinya usaha yang kurang dari luas minimum yang dimaksud
dalam pasal 14.

Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

Perusahaan Perkebunan yang melakukan kegiatan kemitraan atau inti plasma dilarang
memindahkan hak atas tanah Usaha Perkebunan yang mengakibatkan terjadinya satuan
usaha yang kurang dari luas minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

Pasal 16

Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan Perkebunan:


a. paling lambat 3 (tiga) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan
perkebunan wajib mengusahakan Lahan perkebunan paling sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas hak atas tanah; dan

b. paling lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, perusahaan
perkebunan wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat
ditanami Tanaman perkebunan.

Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut;

Pasal 16

(1) Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan Perkebunan paling lambat 2


(dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah.

(2) Jika Lahan Perkebunan tidak diusahakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Lahan Perkebunan yang belum diusahakan diambil alih oleh
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 58

(1) Perusahaan Perkebunan yang memiliki izin Usaha Perkebunan atau izin Usaha
Perkebunan untuk budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar paling rendah seluas 20% (dua puluh perseratus) dari total luas areal kebun yang
diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

(2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang
disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak hak guna
usaha diberikan. (4) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya.
Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58

(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan perizinan Berusaha untuk budi daya
yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari:

a. area penggunaan lain yang berada di luar hak guna usaha; dan/atau

b. areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar seluas 20% (dua puluh persen) dari luas lahan tersebut.

(2) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, bentuk kemitraan lainnya, atau bentuk
pendanaan rain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundarrg_
undangan.

Dihapusnya pasal 68 UU Perkebunan.

Untuk mempermudah masyarakat terutama Pelaku Usaha dalam melakukan


investasi pada sektor tertentu yaitu penanarnan modal, UU Cipta Kerja ini mengubah,
menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

(1) Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanalnan modal, kecuali bidang usaha
yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat
dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

(2) Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:

a. budi daya dan industri narkotika golongan I;

b. segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino;


c. penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Conuention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (crrES);

d. pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari
alam yang digunakan untuk bahan bangunanlkapur lkalsium, akuarium, dan
souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death corat) dari alam;

e. industri pembuatan senjata kimia; dan

f. industri bahan kimia industri dan industri bahan per-usak lapisan ozon. (3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan penanarnan modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Presiden.

Pasal 25

(1) Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus dilakukan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(2) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perlrndang-undangan.

(3) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk
perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib
memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman diubah sebagai berikut:

Ketentuan-ketentuan yang diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 107
(1) Tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
huruf a yang digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan, dan/atau kawasan
permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang
melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman.

(2) Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
penetapan lokasi atau persetujuan kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdapat garapan masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku pembangunan
perumahan dan permukiman selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi
atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.

(4) Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 109

(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b dapat
dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.

(2) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/wali kota.

(3) Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi
tanah ditetapkan oleh gubernur.

(4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) tidak memerlukan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang.

Pasal 114

(1) Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
huruf c dilakukan setelah badan hukum memperoleh persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang.
(2) Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat di hadapan
pejabat pembuat akta tanah setelah tercapai kesepakatan bersama.

(3) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan
pejabat yang berwenang.

(4) Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.

Dan juga adanya peraturan yang mengatur badan bank tanah yang berfungsi
melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan
pendistribusian tanah dan kewenangan pemegang hak pengelolaan badan bank tanah
dalam rangka investasi yang ada pada UU Cipta Kerja Pasal 129.

Anda mungkin juga menyukai