Anda di halaman 1dari 9

Legal Opinion

Mengenai Sengketa Hak Atas Tanah PT. Indobuild.co

Latar Belakang

Polemik penguasaan tanah negara oleh pihak swasta ini bermula ketika
pemerintah Republik Indonesia melalui Pemerintah Daerah DKI Jakarta
membutuhkan hotel, convention hall dan galeri seni dengan standar internasional
demi persiapan konferensi internasional di Jakarta. Pada waktu itu, PT Indobuildco
yang turut dimiliki oleh Dirut Pertamina, Ibnu Sutowo menyanggupi semua
persyaratan dari pemerintah daerah yang dituangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta
Nomor 1744 sehingga terbitlah suatu izin untuk menggunakan tanah negara guna
didirikan Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan) demi memenuhi persyaratan tersebut.

Izin penggunaan tanah tersebut diberikan dengan tenggat waktu selama 30


tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Lantas, atas
dasar SK Gubernur 1744 itu, PT Indobuild memohon pemberian Hak Guna Bangunan
atas tanah tersebut kepada kantor pertanahan. Melalui SK Menteri dalam Negeri
Nomor 181/HGB/DA/72, permohonan HGB tersebut dikabulkan dengan dalih bahwa
dengan pembayaran dari PT. Indobuildco serta beban biaya pembangunan sesuai
dengan persyaratan SK Gubernur No. 1744, pemerintah daerah telah melepaskan
haknya atas tanah tersebut kepada PT. Indobuild.co, namun tanah tersebut tetap
tercatat sebagai tanah negara. Perwujudan dari SK Menteri tersebut adalah penerbitan
sertifikat HGB Nomor 20/Gelora pada tahun 1972 yang kemudian sertifikat tersebut
dipecah menjadi HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora pada tahun
1973.

Dalam berjalannya waktu, untuk persiapan sebagai tuan rumah Asian Games,
muncullah Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1984 yang memberikan hak kepada
sekretariat negara unuk mengelola seluruh aset negara terkait guna persiapan Asian

1
Games tersebut. Hal ini menjadi pedoman dan landasan bagi Kepala BPN untuk
menerbitkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan No. 169/HPL/BPN/89 tentang
Pemberian Hak Pengelolaan Atas Aset negara berupa tanah kepada Sekertariat
Negara Republik.

Ternyata, di dalam keputusan yang memberikan HPL kepada Sekretariat


Negara ini, terkandung pula objek tanah yang terlebih dahulu memiliki HGB yakni
tanah sertifikat HGB no. 26 dn HGB no.27 atas nama PT Indobuild.co yang
seharusnya berakhir pada tahun 2003. Mengingat objeknya adalah tanah negara,
Sekretariat Negara menjalankan amanat tersebut dan meminta peralihan penguasaan
tanah dari PT. Indobuild.co tersebut. Sehingga, terjadilah suatu konflik berlarut antara
PT Indobuild.co sebagai pemegang HGB dengan Sekretariat Negera selaku
pemegang Hak Pengelolaan atas tanah ber-HGB tersebut.

Pemerintah berdalih bahwa Hak Guna Bangunan atas nama PT. Indobuild yang
berdiri di atas tanah negara ini diduga telah menyalahi aturan penerbitannya dan
menyebabkan kerugian negara. Terlebih, mengingat kini HGB tersebut telah
dijaminkan pada sebuah bank swasta. Lantas, timbul pertanyaan dari khalayak umum
mengenai keabsahan HGB atas tanah negara yang diberikan kepada PT. Indobuild
sebagai pihak swasta tersebut, serta Hak Pengelolaan atas HGB yang diberikan
kepada Sekretariat Negara, apakah keduanya sesuai dengan aturan kaidah dalam
UUPA.

Isu Hukum

1. Apakah pemberian Hak Guna Bangunan kepada PT. Indobuild.co sesuai

dengan kaidah hukum dalam UUPA?

2. Apakah pemberian Hak Pengelolaan di atas tanah dengan sertifikat HGB

tersebut sah dan sesuai dengan kaidah hukumnya dalam UUPA?

2
Dasar Hukum

1. UU nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

2. PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

Dan Hak Atas Tanah

3. PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah

4. PP Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah negara

5. Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi

Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan Selanjutnya

6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan,

Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah

7. SK Menteri dalam Negeri Nomor 181/HGB/DA/72

Analisis

Secara singkat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan Surat Keputusan


No.1744/A/K/BKD/71 tentang Penunjukkan dan Pemberian Izin Menggunakan
Tanah bekas Jakindra kepada PT. Indobuild.co. Lantas, PT. Indobuild.co mengajukan
permohonan hak dan telah mendapat persetujuan yang sah serta mendapatkan Surat
Keputusan Direktorat Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri
No.181/HGB/DA/72. Tahun 1973, HGB No. 20 Tahun 1972 sertifikat tersebut
dipecah menjadi dua yaitu HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Pada Pasal 36
ayat (1) UUPA menyatakan bahwa,

“Yang dapat mempunyai HGB adalah WNI dan Badan Hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia”

3
Ketentuan dalam pasal tersebut telah dipenuhi oleh PT Indobuild.co. Pada Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah,
Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dalam Pasal 38 ayat (1) menyatakan
bahwa,

“Hak Guna Bangunan diatas Tanah Negara diberikan dengan keputusan


pemberian hak oleh Menteri”

Pada Peraturan Pemerintah tersebut jelas bahwa PT. Indobuild.co mendapatkan HGB
sesuai dengan peraturan yang berlaku. PT. Indobuild.co mendapatkan HGB dalam
jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan syarat-syarat dan
peraturan yang berlaku. Jangka waktu HGB telah diatur pada Pasal 25 Peraturan
Pemerntah No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai atas Tanah yang menyatakan bahwa,

“Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk


jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama dua puluh tahun”

Berjalannya waktu, pada tanggal 10 Januari 2000 PT. Indobuild.co mengajukan


perpanjangan HGB dan dikabulkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
DKI Jakarta pada tanggal 13 Juni 2002. Perpanjangan HGB tersebut dalam jangka
waktu hingga 3 Maret 2023. BPN menerbitkan perpanjangan HGB tersebut masih
melihat pada pemberian HGB pertama kali oleh Menteri dalam Negeri dan atas
pemberian izin oleh gubernur DKI Jakarta, maka dari itu HGB tersebut diperpanjang
sampai dengan tahun 2023 tanpa menyebutkan HGB tersebut berada di atas tanah
HPL.

Pada saat HGB No. 26 dan No. 27 masih berlaku hingga 4 Maret 2003, Pada
tanggal 15 Agustus 1989 diterbitkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 169/HPL/BPN/89 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas Nama Sekretariat
Negara Republik Indonesia cq. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan,

4
padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seharusnya HPL
hanya dapat diberikan di atas tanah negara bebas atau dengan kata lain tidak ada hak-
hak pihak lain yang berlaku di atasnya, sehingga penerapan HPL yang mencakup
tanah HGB No.26 dan HGB No.27 adalah menyalahi hukum.

Berdasarkan kedudukannya HPL terbit setelah adanya HGB dengan objek


yang sama. HGB PT. Indobuild.co mempunyai kekuatan yang sah sebagai
pembuktian yang kuat atas suatu objek tanah sepanjang HGB tersebut masih berlaku
dan jangka waktunya belum berakhir. HGB tersebut masih sebagai bukti kepemilikan
yang sah bagi pemegang HGB walaupun diatasnya telah terbit hak lain yaitu HPL
karena belum ada kekuatan hukum yang tetap untuk membatalkan bahwa HGB
tersebut tidak sah lagi. Sehingga kedudukan HGB tetap sebagai alat bukti yang sah
atas suatu kepemilikan hak atas tanah selama belum ada keputusan yang
membatalkan HGB tersebut.

Perlu digaris bawahi bahwa UUPA tidak mengatur secara gamblang mengenai
apa yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan maupun tata cara perolehanya, namun,
definisi dari kata pengelolaan secara tersirat terkandung dalam Pasal 2 ayat (4) UUPA
dimana disebutkan bahwa1,

“Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan


kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah”2

Hal ini, apabila dikaitkan dengan hirarki penguasaan tanah, terkhusus pada hak
menguasai negara atas tanah, maka dapat dikatakan bahwa suatu bangsa pasti
memiliki hak kepunyaan bersama atas tanah dimana mereka berada dan pengelolaan

1
Sri Hayati et al., Politik Hukum Pertanahan Indonesia (Edisi Pertama, Kencana 2021) 140 - 142
2
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

5
atas tanah Bersama tersebut diserahkan kepada pemerintah sebagai suatu organ
perwakilan bangsa yang bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran bersama.3

Kemudian, dalam penjelasan umum UUPA Angka II ayat (2), disebutkan bahwa,

“…Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh
seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman
pada tujuan yang disebutkan diatas Negara dapat memberikan tanah yang
demikian itu kepada seseorang atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut
peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-
bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada
sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing…”4

Secara tidak langsung, UUPA memberikan hak kepada pemerintah guna menguasai
secara langsung maupun mengelola suatu tanah demi kepentingan negara. 5 Hal ini
yang kemudian menjadi landasan hukum bagi Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun
1965 yang mendefinisikan hak pengelolalaan dalam Pasal 4 jo. Pasal 5 sebagai,

“maka tanah-tanah Negara yang oleh sesuatu Departemen,


Direktorat atau Daerah Swatantra dimaksudkan untuk dipergunakan sendiri, …
akan diberikan kepada instansi tersebut dengan hak pakai sebagai yang
dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria.”6

dan

“Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain


dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, djuga dimaksudkan untuk

3
Hayati, Politik Hukum (n 1) 142 - 144
4
UUPA (n 2)
5
Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif (Edisi Pertama, Kencana 2017) 153
6
Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas
Tanah Negara dan Kebijaksanaan Selanjutnya

6
diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria
tanah-tanah tersebut akan diberikan dengan hak pengelolaan.”7

Sehingga, dapat dikatakan bahwa memang benar terdapat kaidah mengenai hak
pengelolaan dalam UUPA yang penjelasan maupun tata caranya selanjutnya diatur
dalam Permen Agraria No. 9/1965. Tentu, berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah
berhak untuk menerima hak pengelolaan dan Menteri Agraria berwenang untuk
mengeluarkan suatu SK Hak Pengelolaan atas tanah negara tersebut.

Akan tetapi, apabila dikaitkan dalam perkara ini, perlu dilihat pula dalam penjelasan
umum UUPA Angka II ayat (2), dijelaskan bahwa,

“…Kekuasaan Negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan


sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa Negara
memberi kekuasaan kepada yang mempunyai untuk menggunakan haknya
sampai disitulah batas kekuasaan" Negara tersebut…”8

Atas penjelasan tersebut dan melihat dari redaksional SK Menteri dalam Negeri
Nomor 181/HGB/DA/72, disebutkan bahwa pemerintah melalui pemerintah daerah
telah melepaskan haknya dalam tanah negara tersebut kepada PT. Indobuild.com dan
memberikan HGB atas permohonan dari PT. Indobuild.co dalam selang waktu 30
tahun. Hal ini tentu menyatakan bahwa PT. Indobuild memiliki hak atas tanah
tersebut yang dilindungi oleh undang-undang.

Lantas, dalam suatu tanah yang didalamnya telah ada hak lain, tidak dapat lagi
dikuasai oleh negara, karena normanya, kekuasaan dari negara tersebut telah berakhir.
Hal ini dapat diartikan bahwa hak pengelolaan melahirkan hak-hak lain, tetapi, tidak
berlaku sebaliknya.9 Sehingga, pelepasan hak oleh pemerintah diartikan sebagai
batasan bagi negara dalam memanfaatkan tanah tersebut dan harus menghormati hak-

7
Ibid
8
UUPA (n 2)
9
Santoso, Hukum Agraria (n 5)

7
hak atas tanah lainnya yang telah secara sah diberikan kepada subjek hukum negara
sesuai dengan undang-undang.

Kesimpulan dan Saran

Kami sepakat bahwa pemberian hak guna bangunan kepada PT Indobuild.co


telah sesuai dengan kaidah hukum dalam UUPA dan peraturan yang berlaku di
Indonesia. Terlebih, HGB PT Indobuild.co dianggap telah memiliki kekuatan hukum
yang sah sebagai suatu pembuktian yang kuat atas objek berupa tanah sepanjang
HGB tersebut masih berlaku dan jangka waktunya belum berakhir. Dapat dikatakan,
sertifikat HGB tersebut memberikan bukti kedudukan yang sah bagi pemegangnya
walaupun diatasnya telah dibebankan hak lain yakni HPL oleh pemerintah.

Dalam kaitannya dengan pemberian hak pengelolaan kepada Sekretariat Negara


dimana dalam tanah tersebut terdapat HGB atas nama PT. Indobuild.co, maka
pemberian hak pengelolaan tersebut menyalahi kaidah hukum dalam UUPA
walaupun dapat dikatakan telah sah sesuai Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun
1965. Oleh karena belum adanya pembatalan HGB atau kekuatan hukum lain yang
menganulir dan menyatakan HGB tersebut tidak sah, maka pemberian hak
pengelolaan kepada Sekretariat Negara tersebut tidak dapat dilakukan karena tanah
yang diberikan hak tersebut harus clean and clear dari hak tas tanah lainnya. Lantas
dalam perkara ini, dapat dikatakan HPL tersebut menyalahi kaidah hukum dalam
UUPA, yakni hirarki perundang-undangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
peraturan Menteri yang menjadi landasan HPL tersebut. Dapat disimpulkan bahwa
Keputusan Kepala Badan Pertanahan No. 169/HPL/BPN/89 merupakan suatu
perbuatan sewenang-wenang oleh pemerintah.

Kami menyarankan bahwa dalam sudut pandang objektif artikel ini mampu

untuk memberikan kejelasan perlindungan hukum pemegang hak atas tanah serta

sebagai suatu masukan kepada instansi terkait agar hal serupa tidak terjadi lagi

8
dikemudian hari, terkhusus apabila peraturan yang dibuatnya tersebut melanggar

ketentuan peraturan perundang-undangan dengan hirarki yang lebih tinggi. Kami

berharap bahwa pembuat aturan mampu untuk memberikan suatu ketentuan yang

mengedepankan kepastian hukum dan dapat menjamin hak-hak yang telah diatur

dalam undang-undang. Akan lebih baik pula apabila pengaturan hak pengelolaan

tersebut turut diatur melalui UUPA dikarenakan objek dari hak pengelolaan tersebut

merupakan cakupan dari objek UUPA, yakni pengaturan mengenai hak atas tanah.

Hukum tanpa adanya kepastian adalah buta, begitupula kepastian tanpa adanya

hukum adalah hampa.

Anda mungkin juga menyukai