Hotel Hilton atau sekarang yang disebut dengan Hotel Sultan dibuat berawal dari
kebutuhan Pemerintah Pusat dalam rangka Konferensi PATA (Pasific Asia Travel
Association) yang diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta untuk kapasitas kamar dan
Convention Hall yang memuat 25000 peserta konferensi PATA. Yang mana hotel tersebut
didirikan di lahan Tanah Ex. Jakindra, di Kompleks Gelora Senayan, Jalan MT. Haryono
seluas 13 hektar yang dalam hal ini Kompleks Gelora Senayan yang dahulunya merupakan
tempat eks Asian Games IV 1962 berdasarkan Surat Keputusan No. 1744/A/K/BKD/71
tertangal 21 Agustus 1971 tentang penunjukan dan pemberian izin dalam penggunaan tanah
tersebut.
Indobuild.co, diantaranya :
1. Membangun hotel bertaraf internasional dengan kapasitas minimum 800 kamar tidur
2. Jangka waktu penggunaan tanah 30 (tiga puluh) tahun, dan apabila jangka waktu
berakhir, dapat diperpanjang sesuai dengan syarat-syarat dan peraturan yang berlaku;
4. Untuk penyelesaian hak atas tanah, maupun perizinan mengenai tanah dan bangunan,
akan dibantu oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan biaya dari penerima izin;
5. Harus membangun sebuah ruangan pameran seni kerajinan Indonesia seluas 1.000
m2; dan
6. Mengenai tata letak pembangunan hotel harus terlebih dahulu mendapat izin dari
fasilitas oleh pemerintah DKI Jakarta, yang mana penggunaan tanah selama 30 tahun dan
dapat diperpanjang sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, dan penyelesaian hak
atas tanah tersebut maupun perizinan lainnya yang menyangkut tanah dan bangunan yang
akan dibantu oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan beban keuangan menjadi tanggungan PT.
Indobuild.co
Dengan adanya SK Gubernur No. 1744 tersebut PT. Indobuild.co memohon atas
Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah tersebut kepada Menteri melalui Kantor
Pertanahan. Hal ini juga didasarkan pada pasal 37 UUPA yang menyatakan bahwa hak guna
bangunan terjadi mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara karena Penetapan Pemerintah.
dikeluarkannya SK Menteri dalam Negeri Nomor 181/HGB/DA/72 pada tahun 1972. 2 Pada
SK tersebut secara tegas disebutkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah Negara, yaitu
berarti SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 1744 dan dengan pembayaran yang telah dilakukan
oleh PT. Indobuild.co tersebut merupakan tanah yang telah dilepaskan haknya kepada PT.
dimana PT. Indobuild.co telah memenuhi syarat untuk didaftarkan serta diterbitkan sertifikat
atas HGB tersebut. Lalu, terbitlah HGB Nomor 20/Gelora pada tahun 1972. Demi
kepentingan praktis dan perhitungan bisnis sehingga HGB Nomor 20/Gelora tersebut dipecah
menjadi 2 yaitu HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora pada tahun 1973.
DASAR HUKUM
diajukan kepada BPN selama 20 tahun hingga 2023. Namun, ternyata pada tanggal 15
Agustus 1989 Kepala BPN Ir. Soni Harsono menerbitkan Keputusan Kepala Badan
Pertanahan No. 169/HPL/BPN/89 tentang Pemberian Hak Pengelolaan Atas nama Sekertariat
Negara Republik Indonesia cq. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan (SK HPL
169). Keputusan ini memberikan HPL kepada Sekretariat Negara yang dimana objek tanah
dari HPl tersebut termasuk juga tanah yang memiliki HGB no. 26 dn HGB no.27. Keputusan
ini tidak hanya muncul secara tiba-tiba dan atas kemauan dari Sekretariat Negara tetapi
didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1984 tanggal 13 Januari 1984 yang
telah menetapkan bahwa objek tanah yang diperuntukkan dalam rangka penyelenggaraan
Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta dan bangunan yang didirikan diatasnya baik yang
berada di dalam maupun yang ada di luar kompleks Gelanggang Olahraga Senayan serta
yang penguasaan, pengelolaan dan dministrasiannya dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
adalah Sekertariat Negara. Munculnya kepres tersebut menjadi dasar Sekertariat Negara
menjadi Pemegang Hak Pengelolaan atas tanah bekas Asian Games. Namun, beberapa
dictum dari SK HPL 169 tersebut ternyata mencakup pula tanah HGB no.26 dan HGB no.27
yang seharusnya berlaku hinggan 2003. Dalam membahas pertentangan tersebut yang harus
diketahui bahwa tanah tersebut dahulunya memang merupakan tanah bekas Asian games IV
1962 dan pada tahun yang sama pernah dilakukan pembebasan atas tanah dan pemberian
uang ganti rugi oleh Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) yang
penduduk pada saat itu. Berdasarkan bukti tersebut tanah yang menjadi HGB no.26 dan HGB
no.27 adalah Tanah milik Negara karena pembebasan yang dilakukan oleh KUPAG
menggunakan uang dari Negara. Sehingga, tanah tersebut menjadi Tanah milik Negara hal itu
yang menyebabkan terjadinya permohonan untuk pemberian HGB kepada PT. Indobuild.co.
Hak pengelolaan yang diberikan pada tanah HGB no.26 dan HGB no.27 itu
menyalahi aturan karena pada saat pemberian hak, diatas tanah itu memilik hak lainnya yaitu
Hak Guna Bangunan. Diatas hak pengelolaan seharusnya melahirkan hak-hak atas tanah
seperrti Hak Milik, Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan bukan sebaliknya. Selain itu
KEPALA BPN juga menyalahi wewenangnya yang dimana dalam diktrum putusan kedua
“Menerima pelepasan tanah-tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang nomor
sertipikatnya, letak dan luasnya serta yang akan berakhir haknya pada tanggal sebagaimana
diuraikan dalam Daftar Lampiran Keputusan ini dan pada saat berakhirnya Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai tersebut, baru tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara”.
haknya kepada siapapun khususnya negara, dan tidak pernah menguasakan kepada BPN serta
menyatakan melepaskan haknya kepada Negara. Sehingga, dalam hal ini BPN menyalahi
wewenang dengan adanya dictum tersebut. Selain itu faktanya, dari tahun 1973 PT.
Indobuild.co menerima HGB atas tanah itu dengan status tanah adalah tanah Negara
kemudian sebagai pemegang Hak Pengelolaan atas tanah tersebut. Menurut kami dengan
melihat posisi kasus diatas bahwa Tanah Tersebut awalnya memang merupakan bagian dr
kompleks Gelanggang Olahraga Senayan dan merupakan eks Asian Games IV 1962. Tetapi
yang perlu diketahui bahwa dalam SK.181 menjelaskan bahwa tanah tersebut telah
dilepaskan dan diberikan kepada PT. Indobuild.co sebelum dikeluarkannya HGB no.26 dan
melakukan pengecekan terhadap status tanah yang menjadi objek dari HGB no.26 dan HGB
no.27, namun faktanya BPN tetap mengeluarkan izin perpanjangan kepada PT. Indobuild.co
dengan menggunakan dasar hukum mengenai syarat yang terdapa pada Pasal 26 ayat (1) PP
Nomor 40 Tahun 1996, yang dimana seharusnya apabila BPN mengacu pada SK 169 yang
Hak pengelolaan atas tanah tersebut telah dimiliki oleh Sekertariat Negara harus
memberitahukan kepada pihak PT. Indobuild.co mengenai HPL bahwa penerimaan HPL ini
batal demi hukum dikarenakan adanya cacat procedural. Dalam hal ini PT Indobuild.co tidak
mengetahui bahwa status atas tanah tersebut telah berubah sehinggak pihak PT Indobuild.co
tidak meminta persetujuan kepada Pemegang Hak Pengelolaan yang mana adalah Sekretariat
Negara.
Analisis :
Permasalahan yang melibatkan PT. Indobuild Co. dengan Badan Pertanahan Nasional
menyoalkan mengenai keabsahan Hak Guna Bangunan apabila dikaji berdasarka ketentuan
pasal 37 butir a Undang – Undang No.5 Tahun 1960 tentang Undang – Udang Pokok Agrara
menyatakan: “Hak guna bangunan terjadi mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara karena penetapan Pemerintah.” Berdasarkan kententuan tersebut Hak Guna Bangunan
dapat berasal dari tanah yang dikuasai oleh pemerintah dengan terlebih dahulu
Hak Guna Bangunan ini dapat dihapus untuk kepentingan umum sesuai dengan aturan
Pasal 40 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, jikalau memang tanah tersebut akan digunakan untuk kepentingan umum. Namun,
hapusnya tanah tersebut bukan secara langsung jika diinginkan oleh pemerintah tetapi harus
berdasarkan dengan keputusan Presiden dan selain itu harus adanya ganti rugi kepada
Bahwa pemberian Hak Guna Bangunan dari Pemerintah kepada PT. Indobuild co. ini
telah sah dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya
SK Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri No. 181/HGB/DA/171 ditegaskan
bahwa tanah diberikan merupakan tanah negara. Menurut ketentuan pasal 36 Undang –
Undang No.5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria menyatakan yang
Indonesia.
Hal ini juga ditegaskan kembali di dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah menyatakan yang
Indonesia
Selain itu didalam pasal 21 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentamg Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah menyatakan ‘’Tanah yang dapat
a. Tanah Negara;
Bahwa pemberian Hak Guna Bangunan dari Pemerintah Kepada PT. Indobuild co. ini
telah sah dan sesua dengan peraturan yang berlaku. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya
SK Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam negeri No. 181/HGB/DA/171 ditegaskan bahwa
tanah diberikan merupakan tanah negara. Menurut ketentuan pasal 36 Undang – Undang
No.5 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria menyatakan yang mempunyai
Indonesia.
Hal ini juga ditegaskan kembali di dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun
1996 tentamg Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah menyatakan ‘
Indonesia.
berdasarkan pasal 22 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentamg Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah menyatakan: “ Hak Guna Bangunan atas
Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk “ . Dalam hal ini PT Indobuild co mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan
dahulu oleh Surat Keputusan No. 1744/A/K/BKD/71. Dengan dikeluarkan Surat Keputusan
No. No.181/HGB/DA/72.
PT. Indobuild Co merupakan subyek Hak Guna Bangunan yang memenuhi syarat
untuk menerima Hak Guna Bangunan sesuai dengan peraturan yang telah dikemukakan
diatas. PT. Indobuild memenuhi salah syarat untuk memperoleh Hak Guna Bangunan dalam
hal ini pihak yang diperkenankan menjadi pemegang Hak Guna Bangunan.
PT Indobuild mendapat Hak Guna Bangunan No.20 tahun 1972. Satu tahun kemudian
Hak Guna Bangunan tersebut dipecah menjadi dua yaitu HGB 26 dan 27
Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah menyatakan “ Pemberian Hak Guna
Bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 a didaftarkan dalam buku tanah pada
Kantor pertanahan” dan Pada pasal 23 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996
tentamg Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah menyatakan ‘’Hak
Guna Bangunan atas tanah negara atau atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh
Kantor Pertanahan”. Hak Guna Bangunan no. 26 dan 27 telah dilakukan pendaftaran haknya
Peraturan jangka waktu untuk Hak Guna Bangunan terdapat pada Pasal 25 Peraturan
Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentamg Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,Hak Pakai
atas Tanah menyatakan “ Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun. . Tata cara perpanjangan PT. Indobuild.co
ini sesuai dengan aturan terhadap perpanjangan atas status tanah Negara yang dijelaskan
didalam Pasal 26 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentamg Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah yang menyatakan : “ Hak Guna Bangunan atas
Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, atas permohonan pemegang hak dapat
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan
b. Syarat – syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana yang
d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
bersangkutan.
Sesuai dengan pasal 30 Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentamg Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan,Hak Pakai atas Tanah yang menyatakan “ Pemegang Hak Guna Bangunan
berkewajiban membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan
dalam keputusan pemberian haknya; . Apabila mengacu pada peraturan tersebut PT Indobuild
1.500 . Pemenuhan Pembayaran uang pemasukan tersebut merupakan salah satu cara untuk
memperoleh Hak Guna Bangunan. Dengan berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan
yang diperoleh PT. Indobuild.co selama 30 tahun ,maka dilakukan pengajuan kembali
perpanjangan atas Hak Guna Bangunan tersebut pada 10 Januari 2000 . Pada akhirnya
dikabulkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta pada tanggal 13
Juni 2002, yang menyatakan bahwa perpanjangan jangka waktu keberlakuan Hak Guna
Dalam pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan menyatakan “
dalam hal tanah yang di mohon merupakan tanah hak pengelolaan. Pemohon harus terlebih
dahulu memperoleh penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang hak
pengelolaan.” Jika menurut ketentuan yang telah dijelaskan diatas Hak Guna Bangunan diatas
tanah Hak pengelolaan tidak dapat diperpanjang tanpa persetujuan pemegang Hak
pernyataan Boedi Harsono (ahli hukum agraria penyusun UUPA) yang dirasa sangat
legalistik dan positivistik, sudah harus ditinggalkan karena tidaklah dapat dibenarkan dalam
era hukum modern sekarang ini, terutama karena penerbitan HPL 1744 adalah keperluan
yang mendesak, sehingga dalam melakukan penerapan hukum tidaklah dapat disamakan
Ketika HGB nomor 26 dan HGB nomor 27 masih berlaku untuk kurun waktu 30 tahun
hingga 4 Maret 2003 pada tanggal 15 Agustus 1989 terbit Keputusan Kepala Badan
Senayan. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dalam Pasal 1
angka 2 menyatakan bahwa “tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara
Undang Pokok Agraria”. Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan diatas tanah Negara bebas
atau dengan kata lain tidak ada hak-hak pihak lain yang berlaku diatasnya.
Pemberian Hak Atas Tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan sesuatu hak atas
tanah Negara, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perubahan hak, termasuk
pemberian hak diatas tanah hak pengelolaan. Asal tanah yang dimohonkan hak pengelolaan
melalui permohonan pemberian hak adalah tanah Negara (menurut pasal 1 angka 2 Permen
Agraria NO. 9 Tahun 1999, tanah negara: tanah yang langsung dikuasai oleh negara dan
belum di haki oleh suatu hak atas tanah). Jika masih dimiliki atau dikuasai dengan hak atas
tertentu, maka terhadap hak atas tanah tersebut dilepaskan atau diserahkan oleh pemiliknya
atau pemegang hak atas tanahnya dengan pemberian ganti rugi oleh calon pemegang hak
pengelolaan. Dengan pelepasan, hak atas tanah menjadi hapus dan tanahnya menjadi tanah
Sehingga Hak Pengelolaan yang mencakup tanah Hak Guna Bangunaa Nomor 26 dan
Hak Guna Bangunan Nomor 27 adalah menyalahi hukum. Jika Negara ingin menguasai
kembali tanah tersebut sebelum dapat diberikan Hak Pengelolaan , maka harus dilakukan
pembersihan hak yang ada diatasnya terlebih dahulu. Oleh karena itu Surat Keputusan Kepala
Badan Pertanahan Nasional 169/HPL/BPN/89 tidak sah terhadap Hak Guna Bangunan 26 dan