Anda di halaman 1dari 3

JAWABAN HUKUM AGRARIA (HKUM4211)

1. JAWABAN
A. penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman diatur di dalam PP No. 12 Tahun 2021.
penatagunaan tanah merupakan pola pengelolaan tata guna tanah. Pengelolaan tata guna tanah
merupakan upaya pemerintah dan berisikan pengaturan dan penyelenggaraan peruntukkan,
persediaan dan penggunaan tanah harus mampu menjiwai dan mewujudkan rencana tata
penguasaan dan pemilikan tanah serta peralihan hak atas tanah perlu dilanjutkan dan terus
dikembangkan dalam rangka mewujudkan catur tertib pertanahan (tertib hukum pertanahan, tertib
administrasi, tertib penggunaan tanah, dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup) sebagai
upaya mewujudkan tata ruang wilayah yang dinamis. RPJMD telah menetapkan suatu kawasan
sebagai kawasan pertanian. Ketika PT. Sopononyo grup mengalihfungsikan tanah tersebut menjadi
kawasan permukiman artinya pengalihfungsian tanah tersebut telah bertentangan dengan produk
hukum berupa peraturan daerah tentang RPJMD. Pengalihfungsian tanah/kawasan haruslah sesuai
dengan peraturan dan terpenuhinya izin-izin yang diperlukan.

B. Yang mengeluarkan izin pembangunan kawasan permukiman adalah kepala dinas penanaman
modal dan pelayanan terpadu satu pintu (DPMPTSP). Kewenangan tersebut diperoleh dari
pelimpahan wewenang kepala daerah. Di dalam proses perizinan tersebut, berpedoman kepada:
- Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
- Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
- Peraturan Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis
Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan
Tanah;
- Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman  dengan Hunian Berimbang II sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan  Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perubahan atas 
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman  dengan Hunian Berimbang II;
- Dan peraturan daerah terkait tata ruang.

2. JAWABAN
A. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, mengakui akan eksistensi
hak atas tanah masyarakat hukum adat atau hak ulayat. UU No. 5 Tahun 1960 atau UU Pokok
Agraria (UUPA) mengakui adanya Hak Ulayat. Pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu
mengenai eksistensinya dan mengenai pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 3 UUPA, hak ulayat
diakui “sepanjang menurut kenyataannya masih ada”. Di dalam penguasaan tanah, maka bukti
otentik dari penguasaan tersebut adalah sertipikat tanah. Maka dalam konteks bukti penguasaan
tanah seperti hak milik, HGB, HGU dll lebih memiliki kepastian hukum karena bukti
penguasaannya sudah berdasarkan sertipikat, sedangkan hak ulayat walaupun diakui Negara dan
hukum, tetapi masih sering terjadi permasalahan karena bukti penguasaan tanahnya belum kongkrit
dalam bentuk sertipikat tetapi baru terbatas kepada pengakuan hak masyarakat hukum adat.
Perbedaan paradigma pengelolaan sumber daya alam antara hukum negara dengan hukum adat
adalah penyebab utama konflik hak ulayat. Hukum negara menganut sifat penguasaan individual,
formal, dan menitikberatkan pada sisi ekonomi yang bertentangan dengan paradigma hukum adat
yang komunal dan informal.

B. Ada perbedaan antara tanah hak milik negara dengan hak menguasai dari Negara. Tanah milik
Negara adalah tanah yang belum dilekati dengan suatu hak atas tanah, artinya tanah tersebut belum
ada pemiliknya atau belum ada yang menguasainya secara sah, sedangkan hak menguasai dari
Negara merupakan hak Negara di dalam mengatur penguasaan dan penggunaan tanah. Dalam hal
ini hal menguasai Negara bersifat kewenangan yang dimiliki Negara di dalam mengatur peruntukan
tanah. Hak menguasai negara adalah suatu kewenangan atau wewenang formal yang ada pada
negara dan memberikan hak kepada negara untuk bertindak baik secara aktif maupun pasif dalam
bidang pemerintahan negara, dengan kata lain wewenang negara tidak hanya berkaitan dengan
wewenang pemerintahan semata, akan tetapi meliputi pula semua wewenang dalam rangka
melaksanakan tugasnya.

3. JAWABAN
A. Akta jual beli di bawah tangan dapat menjadi bukti di pengadilan. Akan tetapi kekuatannya sebagai
alat bukti adalah lemah artinya tidak memiliki kekuatan yang penuh, sehingga perlu dilakukan
pembuktian lebih lanjut akan kebenaran pembuatan dan tanda tangan di dalam akta jual beli di
bawah tangan tersebut. Di dalam pembuktian kasus pertanahan, maka sertipikat tanah merupakan
bukti yang kuat dan penuh. Dasar dari terbitnya sertipikat tanah adalah akta otentik yang
dikeluarkan oleh PPAT atau pejabat yang berwenang, sehingga dapat dipahami bahwa akta jual
beli di bawah tangan hanya merupakan bukti terjadinya perjanjian jual beli tetapi tidak dapat
dijadikan dasar untuk penerbitan sertipikat tanah sebagai bukti otentik penguasaan atas tanah.

B. Perjanjian jual beli di bawah tangan belum sesuai dengan asas-asas pendaftaran tanah. Pasal 2 PP
No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa asas-asas pendaftaran tanah yaitu:
Asas Sederhana, Asas Aman, Asas Terjangkau, Asas Mutakhir, Asas Terbuka. Dalam hal ini
perjanjian jual beli di bawah tangan belum sesuai dengan asas aman, karena secara hukum
perjanjian jual beli di bawah tangan belum memenuhi prosedur administrasi yang ditetapkan
undang-undang. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli, tukar
menukar, hibah dan perbuatan hukum pemindahan hak lain kecuali lelang hanya dapat didaftarkan
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat pembuat akta tanah yangberwenang menurut
peraturan perundangundangan yang berlaku. Jadi untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas
tanah pada Kantor Pertanahan diperlukan suatu alat bukti bahwa telah dilakukan perbuatan hukum
jual beli yang menurut Pasal 37 ayat 1 bahwa alat bukti harus berupa akta yang dibuat oleh dan
dihadapan pejabat pembuat akta tanah.
4. JAWABAN
1. Pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 2 tahun 2012 mengatur bahwa: “Pengadaan tanah adalah
kegiatan menyediakan dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak. Pembangunan jalan tol hanya dapat dilakukan setelah proses pengadaan tanah telah selesai
dilakukan. Artinya BPN telah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang
membutuhkan. BPN hanya dapat menyerahkan hasil pengadaan tanah tersebut setelah semua
proses dilalui mulai dari perencanaan, musyawarah dengan pemilik tanah, kesepakatan besaran
ganti rugi, pelaksanaan ganti rugi dan pelepasan objek tanah secara hukum. Artinya selama proses
tersebut belum selesai seperti masih ada konflik terkait ganti rugi atau lain-lain maka BPN belum
dapat menyerahkan hasil pengadaan tanah dan pembangunan belum dapat dilaksanakan.

2. Pengadaan tanah di Indonesia untuk pelaksanaan pembangunan kepentingan umum yang dilakukan
oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal ini diatur dalam Pasal 1
angka 3 Peraturan Presiden (Perpres) No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Namun, dengan dikeluarkannya Perpres
No.65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005,
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh
pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Prinsip pengadaan tanah diatur dalam Perpres No.36 Tahun 2005 Jo. Perpres No.65 Tahun 2006
dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No.3 Tahun 2007 yaitu:
1. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dipastikan ketersediaan tanahnya
2. Hak-hak dasar masyarakat atas tanah terlindungi
3. Menutup peluang lahirnya spekulasi tanah
Pengaturan terbaru mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum
adalah:
- Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi
Kepentingan Umum, telah mengadopsi semangat Hak Asasi Manusia. Dalam artian pengaturan
prosedur dan langkah-langkah pengadaan tanah lebih terbuka dan transparan.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 19
Tahun 2021 merupakan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Anda mungkin juga menyukai