Anda di halaman 1dari 6

Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

Nama Muhammad Ismu Rizal Yara NPM 5622221047


Mata Hukum Agraria Kelas B
Kuliah
Dosen Prof. Dr. B.F. Sihombing, S.H., M.H. Semester 1
Tugas Ke- Resensi UU CIPTAKERJA Dalam Hukum Tanah Tahun Genap 2023/2024
Indonesia oleh Prof. Dr. B. F. Sihombing, S.H., Akademik
M.H.

Buku Resensi
Judul : Undang-Undang Cipta Kerja Dalam Hukum
Tanah Indonesia
Penulis : Prof. Dr. B. F. Sihombing, S.H., M.H.
Penerbit : Universitas Pancasila
Tahun : 2023

Resensi
1. Penulis memulai buku ini dengan menjelaskan alas dari pembentukan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (untuk selanjutnya disebut “UU 11/2020”) dengan menjabarkan
bagian dari Menimbang. Dari penelitian yang dilakukan oleh saya, dalam UU 11/2020 tidak
dijelaskan tentang Omnibus Law, namun kemudian ditambahkan pada bagian Menimbang dari
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya
disebut “UU 6/2023”). Omnibus Law secara mudah adalah suatu Undang-Undang yang mencakup
beberapa Undang-Undang yang terkait, namun dalam praktiknya Undang-Undang Omnibus Law
juga mencabut Undang-Undang yang tidak berlaku. Omnibus Law biasa dipakai di negara-negara
penganut Anglo Saxon.
2. Penulis menjelaskan terkait Asas-asas yang digunakan dalam UU 11/2020. Namun demikian
tampaknya terjadi ketidaksesuaian sehingga pada akhirnya UU 11/2020 diuji oleh Mahkamah
Konstitusi.
3. Inti dari UU 11/2020 sangat bertitik berat dalam pemerataan pekerjaan, pelindungan pekerja,
menarik investasi asing dan tampak sangat terobsesi dengan percepatan proyek strategis Nasional
yang berorientasi pada kepentingan nasional.
4. Selanjutnya, dijelaskan terkait ruang lingkup dari UU 11/2020. Termasuk di dalamnya adalah
Pengadaan Tanah. Tentunya keberadaan Pengadaan Tanah disini seharusnya sejalan dengan tujuan
dari UU 11/2020 yang salah satunya adalah peningkatan ekosistem investasi supaya dapat
Halaman 1 dari 6
Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

mengundang investor asing untuk berinvestasi di Indonesia sehingga menciptakan lapangan


pekerjaan dan akhirnya bersaing dalam globalisasi ekonomi yang saat ini sedang terpuruk
diakibatkan oleh pandemi COVID-19.
5. Dalam usaha pencapaian tujuan UU 11/2020, menjelaskan bahwa UU ini ingin menyederhanakan
peraturan-peraturan supaya semua orang dapat berusaha, dapat bekerja, dan investasi asing tertarik.
6. Peraturan pengadaan tanah yang disentuh oleh UU 11/2020 adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya
disebut “UU 2/2012”) yang kemudian menjadi alas dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk
selanjutnya disebut “PP 19/2021”). Namun hal ini kurang tepat, karena PP 19/2021 mengatur subyek
hukum adalah pihak pemerintah dan tidak ada unsur penanaman modal negeri dan asing.
7. Peraturan lain yang disentuh oleh UU 11/2020 terkait Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan (untuk selanjutnya disebut “KATR/KBP”), adalah Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (untuk selanjutnya disebut
“UU 41/2009”). Esensi dari UU 41/2009 agar tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi
komersial dan lain-lain. Sedangkan, kewenangan ini adalah milik pemerintah setempat. Di sini dapat
disimpulkan bahwa Pemerintah Pusat sedang berusaha “menarik” kembali kewenangan yang selama
ini tersebar di daerah-daerah otonom.
8. Pemerintah Daerahlah yang mengatur Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Tata Ruang Wilayah
karena mereka yang memiliki pengetahuan mendalam terkait wilayah mereka bukan KATR/KBP
karena tidak memiliki pengetahuan tanah pertanian yang beririgasi teknis.
9. Konstruksi hukum seperti inilah yang kemudian membawa UU 11/2020 masuk ke Judicial Review di
Mahkamah Konstitusi (untuk selanjutnya disebut “MK”).
10. MK melalui keputusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 meminta pemerintah untuk merevisi UU
11/2020 dan diberikan waktu 2 tahun. Alih-alih merevisi, Pemerintah mengeluarkan UU 6/2023
disahkan pada tanggal 31 Maret 2023.
11. Sebelum keluarnya Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, beberapa Peraturan Pemerintah
(selanjutnya disebut “PP”) yaitu PP 18/2021, PP 20/2021, PP 21/2021, PP 45/2021 dikeluarkan
sebagai akibat dari UU 11/2020. Lagi-lagi keberadaan PP yang disebut sebelumnya tidak sejalan
tujuan awal UU 11/2020 (lihat nomor 5 dan nomor 6 di atas).
12. Lebih jauh, dalam UU 11/2020, kini terdapat 2 peraturan yang mengatur hal yang sama dan memiliki
tingkat hierarki peraturan yang sama yaitu UU 11/2020 dan UU 2/2012 dalam kaitannya pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini belum pernah terjadi. Hal ini
menyebabkan asas kepastian hukum (lihat nomor 2 di atas) tidak dapat dipenuhi.

Halaman 2 dari 6
Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

13. Lain halnya dengan Paket Kebijaksanaan Deregulasi 6 Juli 1992 (untuk selanjutnya disebut
“PAKJUL”) dan Paket Kebijaksanaan Deregulasi 23 Oktober 1993 (untuk selanjutnya disebut
“PAKTO”).
14. Esensi dari PAKJUL dan PAKTO adalah penyediaan dan pemberian hak atas tanah terhadap
perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanam
Modal Dalam Negeri (PMDN) melalui UU No. 11/1970 dan UU No. 12 Tahun 1970.
15. Peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dengan adanya PAKJUL adalah; Keppres No. 33
Tahun 1992, Keppres No. 34 Tahun 1992, dan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 1992.
16. Ijin Lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang telah
diberikan Pencadangan Tanah. Adapun tata cara sebagai berikut:
a. Tata Cara Pengurusan Ijin Pencadangan Tanah sesuai dengan Perkab BPN No. 3 Tahun 1993:
i. Pemohon melampirkan Akta Pendirian dan NPWP;
ii. Meminta rekomendasi dari Kantor Pertanahan (KP) Kabupaten/Kotamadya;
iii. Setelah lengkap (Akta Pendirian, NPWP, dan Rekomendasi), Kepala Kanwil BPNP
mempersiapkan Ijin Pencadangan Tanah untuk ditandatangani oleh Gubernur
setempat;
iv. Jangka waktu penyelesaian Ijin Pencadangan Tanah adalah 9 hari.
b. Tata cara dalam rangka Permohonan Hak:
i. Pemohon Hak Guna Bangunan (HGB):
1. Pemohon melengkapi; Surat Persetujuan dari BKPM, Ijin lokasi, Bukti-bukti
perolehan tanah, NPWP dan tanda bukti pelunasan PBB, Gambar situasi tanah,
dan Akta pendirian perusahaan;
2. Kelengkapan dokumen tersebut diajukan beserta permohonan ke KP
Kabupaten/Kotamadya setempat dan diperiksa oleh Panitia A kemudian
melaporkan ke Kanwil BPN Provinsi;
3. Setelah menerima laporan dari KP Kabupaten/Kotamadya, maka Kepala
Kanwil BPN Provinsi mengeluarkan SK Pemberian Hak (<2000 M2). Apabila
=/>2000 M2, Kepala Kanwil BPN Provinsi melanjutkan berkas tersebut
kepada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN;
4. Apabila diterima oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN maka diterbitkan
SK. Pemberian Hak;
5. Penerbitan Sertifikat oleh Kepala KP Kabupaten/Kotamadya;
a. <2000m2, jangka waktu penyelesaiannya 29 hari kerja.
b. =/>2000m2, jangka waktu penyelesaiannya 61 hari kerja.

Halaman 3 dari 6
Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

6. Masa berlaku HGB paling lama 30 tahun.


ii. Permohonan Hak Guna Usaha (HGU):
1. Pemohon melengkapi; Surat persetujuan BKPM, Ijin lokasi, bukti-bukti
perolehan tanah, NPWP dan tanda bukti pelunasan PBB, gambar situasi tanah,
Akta Pendirian Perusahaan;
2. Kelengkapan dokumen beserta surat permohonan diajukan ke Kanwil BPN
Provinsi dan mengisi formulir;
3. Kepala Kanwil BPN Provinsi memerintahkan Panitia D untuk mempersiapkan
dan melakukan pemeriksaan tanah, serta menyelesaikan Berita Acara
Pemeriksaan Tanah;
4. Apabila <100Ha, maka Kepala Kanwil BPN Provinsi menerbitkan SK
Pemberian Hak dan melanjutkan berkas tersebut kepada Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN;
5. Penerbitan Sertifikat oleh Kepala KP Kabupaten/Kotamadya:
a. <100Ha, jangka waktu penyelesaiannya 31 hari kerja.
b. =/>100Ha, jangka waktu penyelesaiannya 71 hari kerja.
c. Perpanjangan Hak Atas Tanah.
i. Permohonan perpanjangan HGB.
1. Pemohon melengkapi; Ijin usaha yang masih berlaku dari BKPM /
Departemen Teknis terkait, Surat pernyataan permohonan, bukti pembayaran
PBB 3 tahun terakhir;
2. Kelengkapan dokumen diajukan ke KP Kabupaten/Kotamadya setempat, dan
diperiksa oleh Kepala KP Kabupaten. Apabila sudah lengkap, dilanjutkan ke
Kanwil BPN Provinsi;
3. Kepala Kanwil BPN Provinsi meneliti kelengkapan (dasar; Permendagri No.
2/1972):
a. <2000m2, terbit SK.
b. =/>2000m2, dilanjutkan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
4. Setelah Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menerima usulan permohonan
tersebut kemudian terbit SK;
5. Penerbitan Sertifikat oleh Kepala KP Kabupaten/Kotamadya:
a. <2000m2, setelah menerima SK Pemberian Hak dari Kepala Kanwil
BPN Provinsi maka SK terbit. jangka waktu penyelesaian 31 hari
kerja.

Halaman 4 dari 6
Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

b. =/>2000m2, setelah menerima SK dari Menteri Negara Agraria/


Kepala BPN maka SK terbit. jangka penyelesaian 68 hari kerja.
6. Jangka waktu HGB tersebut paling lama 20 tahun;
7. Permohonan diajukan 1 tahun sebelum berakhir haknya.
ii. Permohonan perpanjangan HGU.
1. Pemohon melengkapi; Ijin usaha dari BPKM atau Departemen Teknis terkait,
Surat pernyataan pemohon, bukti pembayaran PBB 3 tahun terakhir.
2. Dokumen dan surat diajukan ke Kanwil BPN Provinsi melalui KP
Kabupaten/Kotamadya setempat, dan mengisi formulir;
3. Kemudian Kepala KP Kabupaten/Kotamadya setempat mengusulkan
permohonan tersebut ke Kanwil BPN Provinsi;
4. Kepala Kanwil BPN Provinsi meneliti/memeriksa kelengkapan berkas:
a. <100Ha, maka Kepala Kanwil BPN Provinsi menerbitkan SK.
b. =/>100Ha, permohonan dilanjutkan ke Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN;
5. Apabila diterima, Menteri Negara Agraria/Kepala BPN menerbitkan SK
Pemberian Hak;
6. Penerbitan Sertifikat oleh Kepala KP Kabupaten/Kotamadya:
a. <100Ha, setelah menerima SK Kepala Kanwil BPN Provinsi,
menerbitkan sertifikat. Jangka waktu 31 hari kerja.
b. =/>100Ha, setelah menerima SK Menteri Negara Agraria/Kepala BPN,
menerbitkan sertifikat. Jangka waktu 68 hari kerja.
7. Jangka waktu perpanjangan HGU paling lama 25 tahun.
17. PAKTO 1993 mencakup; Eksim, Tarif Bea Masuk dan Tata Niaga Impor, Penanaman Modal,
perizinan, farmasi, dan amdal.
18. PAKTO dilaksanakan dikarenakan PAKJUL dianggap tidak memenuhi sasaran. Dengan
diberlakukannya PAKTO, PAKJUL dihapuskan.
19. Pakto memberlakukan Keppres No. 97 dan Permen Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 tahun
1993.
20. Perbedaan mendasar dari PAKTO dan PAKJUL adalah:
a. Ijin Pencadangan Tanah dan Ijin Lokasi, menjadi, Ijin Lokasi saja;
b. Ijin Lokasi langsung ke Kepala KP Kabupaten/Kotamadya;
c. Waktu Ijin Lokasi dipersingkat.
d. Kini hanya 12 hari kerja.

Halaman 5 dari 6
Resensi UU Ciptaker | Rizal Yara

21. Terkait Permohonan HGB dan HGU:


a. HGB. Sekarang <5Ha Surat Keputusan Pemberian Haknya Kepala KP Kabupaten/Kotamdya
dan >5Ha di Kepala Kanwil BPN Provinsi, dan Waktu penyelesaian relatif lebih singkat.
b. HGU. Sekarang Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Pusat mengurus >200Ha.
22. Dalam PAKJUL dan PAKTO terlihat penekanan agar investasi atau investor dalam negeri dan asing
diberikan kemudahan agar mau menanamkan modal.
23. Hal ini tidak terlihat dari UU 11/2020. Hal ini menyebabkan saya bertanya-tanya, apakah maksud
dari penerbitan UU 11/2020, beberapa asumsi yang muncul antara lain adalah:
a. Apakah untuk “menarik” kewenangan ke Pemerintah Pusat?
b. Apakah untuk “memuluskan” pembangunan Ibu Kota Negara yang baru?
c. Apakah benar untuk kepentingan masyarakat? Khususnya dalam bidang bidang tenaga kerja?
d. Apakah a, b, dan c benar? Sehingga ketika ibu kota pindah nanti, pemerintah memiliki
kewenangan untuk mengatur kepentingan masyarakat dari ibu kota yang baru?

Halaman 6 dari 6

Anda mungkin juga menyukai