Anda di halaman 1dari 5

PERBEDAAN ALAT BUKTI DAN BARANG BUKTI

A.     ALAT BUKTI
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem
pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk
pembuktian. Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat
dipergunakan sebagai alat bukti yang sah.
Alat bukti ialah upaya pembuktian melalui alai-alat yang diperkenankan
untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana dakwaan di
sidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli,
surat, petunjuk. Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran
adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa
1) Keterangan Saksi
Keterangan saksi, dimana saksi dapat menjelaskan perbuatan pidana sesuai
dengan apa yang dia dengar sendiri, dilihat sendiri, dan dialami/dirasakan sendiri.
Keterangan saksi dapat menjelaskan peristiwa pidana tersebut tanpa bantuan pihak
lain. Saksi tidak bisa memberikan keterangan berdasarkan dugaan atau perkiraan,
hanya terbatas pada apa yang didengar sendiri, dilihat sendiri dan dirasakan
sendiri. Dalam memberikan keterangan tersebut tidak perlu ada bantuan orang
lain, cukup apa yang disampaikan sendiri dihadapan aparat Penegak hukum
meliputi Polisi, Jaksa dan Hakim.
2) Keterangan Ahli
Keterangan Ahli dapat memberikan keterangan sendiri atas keahlian yang
dimilikinya/dikuasainya terkait dengan perbuatan pidana atau keterangan yang
diberikan seseorang yang memiliki tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dimuka pengadilan.
Ahli akan memberikan keterangannya sesuai dengan ilmu yang dikuasainya ,tanpa
perlu bantuan pihak lain. Semua yang dikatakan sesuai dengan keahliannya dan
dapat dimengerti aparat penegak hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 186
KUHAP “Keterangan Ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang
pengadilan.
3) Surat
Surat dapat menceritakan sesuatu yang ada kaitannya dengan kasus tersebut.
Aparat penegak hukum antara lain Polisi, Jaksa, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dan hakim dengan membaca isi surat dapat mengerti maksud surat
tersebut, dan tidak perlu dijelaskan orang lain arti isi dari surat tersebut.
4) Keterangn tersangka/terdakwa
Keterangan terdakwa, dimana terdakwa dapat memberikan keterangan secara
sendiri di muka sidang terkait dengan kejahatan yang dilakukan dimuka
pengadilan tanpa perlu di bantu pihak lain dalam memberikan keterangannya.
Memberikan keterangan tersebut benar atau tidak yang diberikan dimuka
pengadilan tergantung terdakwa, karna bisa saja memberikan keterangan palsu
atau keterangan tidak benar dan bila ketahuan hakim sanksinya diperberat. Tetapi
kalau terdakwa mengakui perbuatannya hukumannya akan diringankan hakim.
5) Petunjuk
Pasal 188 KUHAP menentukan bahwa:
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa
B. BARANG BUKTI
Barang bukti dalam perkara pidana merupakan hal penting dalam proses
pemeriksaan perkara pidana bahkan dalam pengambilan keputusan (decision
making) atas suatu perkara yang sedang diproses baik di penyidikan maupun di
pengadilan. Karena pentingnya barang bukti tersebut dapat mengatur proses
penyelesaian suatu perkara, barang bukti menjadi faktor penentu dalam delik
hukum atas suatu kasus atau perkara.
Barang bukti adalah suatu benda yang digunakan melakukan suatu
kejahatan atau benda yang diperoleh dari hasil kejahatan. Dengan demikian maka
barang bukti itu terdapat persesuaian antara benda atau barang bukti dengan
peristiwa tindak pidana yang terjadi sehingga kejadian atau keadaan itu dapat
dicari dan diwujudkan siapa pelaku kejahatan tersebut. Barang bukti mempunyai
dua fungsi yaitu:
a. untuk membuktikan bahwa terjadi suatu tindak pidana; dan
b. untuk membuktikan bahwa benar ada pelaku tindak pidana.
Agar dapat dijadikan sebagai bukti maka benda-benda ini harus dikenakan
penyitaan terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri
yang di dalam daerah hukumnya benda yang dikenakan penyitaan berada.
Barang bukti bukan termasuk alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184
UU No. 8 Tahun 1981, namun jika dilihat pada Pasal yang ada dalam UU No. 8
Tahun 1981, seperti berdasarkan Pasal 39 dan 40 UU No. 8 Tahun 1981,
mengatur bahwa:
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak
pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata' atau karena pailit
dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili
perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Pasal 40
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang
ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti
Dari ketentuan di atas dapat dipahami bahwa benda atau barang yang telah
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
mempersiapkannya, begitu pula benda atau barang yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tidak pidana serta benda atau barang yang khusus
dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, bisa
termasuk alat bukti jika ada kaitannya dengan keterangan saksi atau masuk alat
bukti surat.
Beberapa contoh barang bukti dalam perkara pidana, yaitu:
1. Barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, misalnya senjata api
atau senjata tajam yang digunakan untuk membunuh atau melukai korban.
2. Barang yang merupakan hasil suatu tindak pidana, misalnya surat palsu.
3. Benda yang menjadi obyek dalam tindak pidana, misalnya narkotika dan
psikotropika yang menjadi obyek dalam jual beli narkotika/prikotropika;
Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan
adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat [1] KUHAP)
2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang
ditangani
3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang
bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang
didakwakan Jaksa Penuntut Umum

Anda mungkin juga menyukai