Anda di halaman 1dari 9

Dr. RAHMAN AMIN, S.H., M.H.

PEMBUKTIAN PERDATA

Hukum adalah sekumpulan aturan yang memuat hak dan kewajiban


orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Hukum mengatur tentang
hak dan kewajiban orang yang mengadakan hubungan hukum, apabila
timbul perkara, baik perdata maupun pidana, maka salah satu pihak
dapat melakukan gugatan atau melaporkannya untuk dilakukan
penuntutan atas perbuatan tersebut

Dalam perkara perdata, pada dasarnya proses pembuktian dilakukan


terhadap barang siapa yang mendalilkan terhadap suatu hak atau
peristiwa dan untuk meneguhkan haknya atau guna membantah hak
orang lain sehingga haruslah dibuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut.

Pasal 163 HIR, bahwa barang siapa mengaku mempunyai suatu hak,
atau menyebutkan suatu kejadian perbuatan untuk meneguhkan hak itu
atau untuk membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan
adanya hak itu atau adanya kejadian itu.
PEMBUKTIAN PIDANA

Dalam perkara pidana, barang siapa yang menjadi korban tindak pidana
atas perbuatan orang lain, mempunyai hak untuk melaporkan orang
tersebut kepada penegak hukum, untuk dilakukan upaya hukum yang
dimulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan
persidangan di pengadilan.

Pembuktian di muka persidangan menjadi tugas dan tanggung jawab


dari Jaksa Penuntut Umum selaku pihak yang mewakili korban untuk
menuntut pertanggungjawaban secara pidana atas perbuatan orang
yang telah melakukan tindak pidana tersebut

Hukum pidana adalah hukum publik yang mengatur kepentingan umum


yang dilakukan oleh alat Negara. dimana alat-alat Negara diberikan
tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk mempertahankan
kepentingan umum (publik) agar tetap dipatuhi oleh setiap orang.
PERBEDAAN PEMBUKTIAN PERDATA
DAN PIDANA

Keberadaan hukum perdata sebagai hukum privat dan hukum pidana


sebagai hukum publik tentunya membawa konsekuensi pada tujuan yang
hendak dicari dalam upaya pembuktian perkara di muka persidangan..
Pembuktian dalam hukum perdata adalah untuk mencari kebenaran
formiil.

Dalam hukum pidana, pembuktian dilakukan dalam hukum pidana untuk


menjcari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara
pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,
dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan,
dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
PERBEDAAN PEMBUKTIAN PERDATA
DAN PIDANA

Hakim dalam pembuktian perkara perdata bersifat pasif, yaitu hakim


memutus perkara semata-mata berdasarkan pada hal-hal yang
dianggap benar oleh pihak-pihak yang berperkara dan berdasarkan
pada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak di muka
persidangan.

Hakim dalam perkara pidana yang bersifat aktif, untuk memperoleh


alat-alat bukti sah yang cukup untuk memperoleh keyakinan
sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan kepada terdakwa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
PERBEDAAN PEMBUKTIAN PERDATA
DAN PIDANA

Hakim dalam pembuktian perkara perdata bersifat pasif, yaitu hakim


memutus perkara semata-mata berdasarkan pada hal-hal yang
dianggap benar oleh pihak-pihak yang berperkara dan berdasarkan
pada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak di muka
persidangan.

Hakim dalam perkara pidana yang bersifat aktif, untuk memperoleh


alat-alat bukti sah yang cukup untuk memperoleh keyakinan
sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan kepada terdakwa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, bahwa hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
PERBEDAAN ALAT-ALAT BUKTI
PERDATA DAN PIDANA
Dalam perkara perdata, alat-alat bukti diatur dalam Pasal 164 HIR, dan
Pasal 1866 KUHPerdata, yang terdiri dari alat bukti tertulis (surat), alat
bukti dengan saksi-saksi, alat bukti persangkaan, alat bukti pengakuan,
dan alat bukti sumpah, sedangkan dalam perkara pidana, alat-alat bukti
diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Dalam perkara perdata, alat bukti utama yaitu alat bukti tertulis (surat),
disebabkan dalam hukum perdata yang menyangkut masalah
keperdataan dimana para pihak melaksanakannya dengan membuat
surat bukti yang berupa tanda tulis yang dimaksudkan sebagai alat
bukti.

Dalam perkara pidana, alat bukti utama adalah keterangan saksi yaitu
keterangan terhadap hal-hal/keadaan yang dilihat, didengar, dialami
sendiri oleh orang yang memberikan keterangan yang digunakan untuk
membuktikan bahwa benar terdakwa yang melakukan tindak pidana
tersebut.
PERBEDAAN ALAT BUKTI PERDATA
DAN PIDANA

Dalam pembuktian perkara perdata dikenal alat bukti sumpah yang


digunakan untuk mengakhiri pembuktian suatu perkara perdata dengan
mengucapkan sumpah.

Dalam pembuktian perkara pidana setiap saksi yang akan memberikan


keterangan, diwajibkan untuk mengucapkan sumpah untuk memberikan
keterangan yang sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya.

Dalam perkara perdata dikenal alat bukti persangkaan yaitu kesimpulan-


kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya suatu
peristiwa yang terkenal kearah suatu peristiwa yang tidak terkenal.

Dalam perkara pidana dikenal alat bukti petunjuk yaitu perbuatan, kejadian
atau keadaan yang karena kesesuaiannya menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
“FIAT JUSTITIA RUAT COELUM”

Anda mungkin juga menyukai