Anda di halaman 1dari 3

Dalam menggunakan alat bukti petunjuk sebagai dasar putusan pengadilan pada perkara tindak

pidana korupsi, perlu dipertimbangkan Pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatur bahwa "Alat bukti
petunjuk yang digunakan sebagai dasar putusan pengadilan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan
harus didukung oleh alat bukti lain yang diperlukan untuk memperkuat bukti tersebut. Alat bukti
petunjuk dalam proses peradilan pidana berdasarkan Pasal 184 KUHAP menyebutkan mengenai alat
bukti yaitu:

1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
Di dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keterangan
saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
suatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu. (file:///C:/Users/C5D14/AppData/Local/Microsoft/
Windows/INetCache/IE/XRGX5VZW/2307-5781-1-PB) Dalam sidang pengadilan saksi bisa secara
bebas menguraikan fakta-fakta yang diketahuinya, tanpa ada tekanan dan intimidasi. Tetapi,
keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya. Sehingga, minimal mesti ada dua orang saksi.
(https://www.pt-
nad.go.id/new/content/artikel/20220525091259894497854628d90abe4c2e.html#:~:text=Dalam
%20Pasal%20188%20ayat%20(3,dan%20keseksamaan%20berdasarkan%20hati%20nuraninya )
Pendapat ahli adalah informasi yang diperlukan untuk menjelaskan proses pidana dan yang
memiliki pengetahuan spesialisasi khusus. Aturan Tindak Pidana Korupsi tidak memperkenankan
adanya keistimewaan khususdalam hal keterangan ahli-hal ini berarti bahwa keterangan mereka
dapat dijadikan alat bukti untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi. Dapat disimpulkan
bahwa ahli memiliki perandalam pemeriksaan perkara karena keahliannya, memungkinkan
hakim untukmemiliki perspektif terhadap perkara yang dipersoalkan dan meyakini apa
putusannya berdasarkan bukti-bukti lain yang dihadirkan kemudian. dalam persidangan di
pengadilan.
Ketentuan umum KUHAP Pasal 1 angka 28 menyebutkan bahwa keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (file:///C:/Users/C5D14/
AppData/Local/ Microsoft/Windows/INetCache/IE/XRGX5VZW/2307-5781-1-PB)
Dalam hal alat bukti surat selain Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebut alat bukti surat,
terdapat Pasal 187 KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat sebagai berikut:
1. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat dihadapannya yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri
disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
4. Surat lain yang dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembukian yang lain.
Berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan definisi petunjuk, yakni Petunjuk adalah
perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang
lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya. Lalu, petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari keterangan
saksi, surat, dan/atau keterangan terdakwa.
(https://www.pt-nad.go.id/new/content/artikel/2022052509125989
4497854628d90abe4c2e.html#:~:text=Dalam%20Pasal%20188%20ayat%20(3,dan%20keseksamaan
%20berdasarkan%20hati%20nuraninya.) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk
dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Sedangkan dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa, Keterangan terdakwa
adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri. Berdasarkan ketentuan tersebut, pada prinsipnya keterangan terdakwa
adalah apa yang dinyatakan atau diberikan terdakwa di sidang pengadilan. Meskiun demikian
ketentuan tersebut ternyata tidak mutlak, karena keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang
dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti dipersidangan, asalkan keterangan itu didukung
oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan.

Pembuktian merupakan bagian terpenting dalam suatu persidangan, baik dalam perkara pidana
maupun perdata. Ini berisi ketentuan yang merinci pedoman yang dapat digunakan hakim untuk
membuktikan kesalahan seseorang. UU Nomor 1 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana telah
mengatur tentang alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang yang dapat digunakan oleh
hakim dalam memidana seseorang Dengan demikian, majelis hakim tidak bisa objektif dalam
menghukum terdakwa. Bukti dapat digunakan untuk membuktikan tuduhan atau dalam kasus pidana,
misalnya. Itu bisa menjadi sesuatu yang telah dibuktikan dengan cara yang dapat digunakan
untuk mendukung klaim atau digunakan sebagai bukti di pengadilan. Dalam KUHAP pasal 184 ayat
(1) dijelaskan alat bukti yang sah. Penyelesaian tindak pidana korupsi di pengadilan tipikor
melalui beberapa tahapan antara lain ; pertama, melakukan administrasi perkara, kemudian
tahapan penyelesaian perkara dengan pra penuntutan, pembacaan dakwaan, eksepsi, putusan sela,
pembuktian, tuntutan, pledoi, replik, duplik, dan putusan hakim.

(https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/6660/4451 )

Anda mungkin juga menyukai