Anda di halaman 1dari 10

PERANAN VISUM ET REPERTUM TERHADAP

KEJAHATAN KESUSILAAN
Adrina Pungkasari, Allyssa Nur Intan Fauzia, Haqiqotul Afwa, Muhamad Imam, Mohamad
Raihan, Rizma Kusumawati.

Fakultas Hukum
Universitas Singaperbangsa Karawang

ABSTRAK

ABSTRACT
BAB I maupun materiil pada korbannya.
Pembuktian dalam perkara pidana
PENDAHULUAN
menurut Pasal 184 KUHAP
LATAR BELAKANG memerlukan adanya alat bukti yang
sah, yaitu keterangan saksi,
Suatu negara dengan konsep keterangan ahli, surat, petunjuk dan
negara hukum selalu mengatur setiap keterangan terdakwa. Hakim dapat
tindakan dan tingkah laku menjatuhkan pidana berdasarkan
masyarakatnya berdasarkan atas Pasal 183 KUHAP, sekurang-
Undang-undang yang berlaku untuk kurangnya dua alat bukti yang sah
menciptakan, memelihara dan yang dapat membentuk keyakinan
mempertahankan kedamaian hidup, hakim tentang kesalahan terdakwa.
agar sesuai dengan apa yang Terbentuknya keyakinan hakim
diamanatkan dalam Pancasila dan dalam menjatuhkan putusan pidana
UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap didasarkan pada hasil pemeriksaan
negara berhak atas rasa aman dan alat-alat bukti yang dikemukakan
bebas dari segala bentuk kejahatan. dalam persidangan.
Kejahatan atau tindak kriminal selalu
ada dan melekat pada tiap bentuk Pemeriksaan suatu tindak pidana
masyarakat. Kejahatan merupakan dalam proses peradilan pada
ancaman bagi berlangsungnya hakekatnya adalah mencari
ketertiban sosial. Indonesia telah kebenaran materil (materiilewarheid)
menetapkan sanksi pidana dalam terhadap perkara tersebut. Hal ini
perundang-undangan sebagai sarana dapat dilihat dari adanya berbagai
untuk menanggulangi masalah usaha-usaha yang dilakukan oleh
kejahatan. Namun nyatanya aparat penegak hukum dalam
kejahatan masih sulit dihilangkan, memperoleh bukti-bukti yang
meskipun dengan perangkat hukum dibutuhkan untuk mengungkap suatu
dan undang-undang yang perkara baik pada tahap pemeriksaan
dirumuskan oleh legislatif.1 pendahuluan seperti penyidikan dan
penuntutan maupun pada tahap
Salah satu bentuk kejahatan yang persidangan perkara tersebut.2
terjadi ialah Tindak Pidana
Perkosaan yang dilakukan oleh Dalam Undang-Undang Republik
seseorang baik secara individu Indonesia No.8 Tahun 1981 tentang
maupun secara bersama-sama, yang Kitab Undang- Undang Hukum
disadari dapat menimbulkan suatu Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal
keresahan dimasyarakat karena 184 Ayat 1 yang menyebutkan alat
sering kali perkosaan yang dilakukan bukti yang sah ialah :
mengakibatkan kerugian moril
2
Syamsuddin, Rahman, “Peranan Visum Et
1
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Repertum Di Pengadilan”, Peranan Visum
dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Et Repertum Dalam Pembuktian Perkara,
Pidana Penjara, (Yogyakarta: Genta Al-Risalah, Vol. 11, Nomor 1 Mei 2011,
Purblishing, 2009), hlm. 2. Hal.188
1. Keterangan saksi merupakan diperoleh dari keterangan saksi,
alat bukti yang pertama yang surat atau keterangan terdakwa
disebut dalm Kitab Undang- (pasal 188 ayat 2 KUHAP).
undang Hukum Acara Pidana Petunjuk sesungguhnya
(KUHAP), pada umumnya kesimpulan yang ditarik oleh
tidak ada perkara yang luput hakim berdasarkan keterangan
dari pembuktian keterangan dan fakta-fakta yang terungkap
saksi. di persidangan.
2. Keterangan Ahli menurut pasal 5. Keterangan terdakwa adalah
1 angka 28 KUHAP adalah adalah keterangan yang
keterangan yang diberikan oleh diberikan oleh terdakwa di
seseorang yg memiliki keahlian depan persidangan tentang
khusus tentang hal yang perbuatan yang dia lakukan
diperlukan untuk membuat yang dia ketahui sendiri atau
terang suatu perkara pidana alami sendiri (pasal 189 ayat 1
guna kepentingan pemeriksaan. KUHAP). Keterangan
3. Surat-surat merupakan terdakwa pada prinsipnya
pembuktian suatu keadaan, atau hampir sama dengan
kejadiann yang telah terjadi, keterangan saksi. Bedanya,
dalam KUHAP sendiri tidak kalau keterangan saksi itu di
diberikan definisi yang jelas sumpah sedangkan keterangan
terkait dengan alat bukti surat. terdakwa tidak di sumpah.
Melainkan hanya memberikan
Untuk memperoleh alat bukti
penjelasan bahwa surat sebagai
yang diperlukan dalam mengungkap
alat bukti harus dibuat atas
suatu tindak pidana, sering kali para
sumpah jabatan atau dikuatkan
penegak hukum dihadapkan pada
dengan sumpah (pasal 187
suatu masalah atau hal-hal tertentu
KUHAP). Diluar dari syarat
yang tidak dapat diselesaikan sendiri
tersebut tidak bisa
dikarenakan masalah tersebut diluar
dikatagorikan sebagai alat bukti
batas kemampuannya atau
surat.
keahliannya. Dalam hal demikian
4. Petunjuk-petunjuk adalah
sering kali bantuan seorang ahli
perbuatan, kejadian atau
sangat diperlukan untuk
keadaan yang karena
mendapatkan kebenaran materil
persesuaiannya, baik antara
selengkap-lengkapnya bagi para
yang satu dengan yang lain,
penegak hukum tersebut.
baik antara yang satu dengan
yang lain, maupun dengan Dalam KUHAP telah
tindak pidana itu sendiri, merumuskan pengertian tentang
menandakan telah terjadinya keterangan ahli, sebagai berikut:3
suatu tindak pidana dan siapa
3
pelakunya (pasal 188 ayat 1 Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu
Pengantar, Rangkang Education,
KUHAP). Petunjuk dapat Yogyakarta,2013 hlm. 258
a. Menurut Pasal 1 angka 28 lebih jauh suatu perbuatan pidana
KUHAP, Bahwa keterangan yang sedang ditanganinya.
ahli adalah keterangan yang
Kasus-kasus tindak pidana seperti
diberikan oleh seseorang yang
perkosaan ini merupakan salah satu
memiliki keahlian khusus
contoh kasus dimana penyidik
tentang hal yang diperlukan
membutuhkan bantuan tenaga ahli
untuk membuat terang suatu
seperti ahli forensik atau ahli lainnya
perkara pidana guna
yang berkaitan dengan tindak pidana
kepentingan pemeriksaan.4
yang telah dilakukan, untuk
b. Menurut Pasal 186 KUHAP,
memberikan keterangan medis atau
Bahwa Keterangan ahli ialah
keterangan lainnya tentang kondisi
apayang seorang ahli nyatakan
korban yang selanjutnya berpengaruh
di sidang pengadilan.5
bagi tindakan penyidik dalam
Terkait dengan bantuan mengungkap lebih lanjut kasus
keterangan ahli yang diperlukan tersebut. Salah satu kasus yang
dalam proses suatu perkara pidana, menunjukkan bahwa pihak
maka bantuan ini pada tahap kepolisian selaku aparat penyidik
penyidikan juga mempunyai peran sangat membutuhkan keterangan
yang cukup penting untuk membantu ahli dalam tindakan penyidikan
penyidik mencari dan yang dilakukannya yaitu pada
mengumpulkan bukti-bukti dalam pengungkapan kasus perkosaan.
usahanya memberikan kebenaran
Kasus kejahatan kesusilaan yang
materil suatu perkara pidana. Dalam
menyerang kehormatan seorang
kasus-kasus tertentu, bahkan
wanita dimana dilakukan tindakan
penyidik sangat bergantung pada
seksual dalam bentuk persetubuhan
keterangan ahli untuk mengungkap
dengan menggunakan ancaman
4 kekerasan atau kekerasan ini,
Pasal 185 ayat (5) KUHAP, bahwa, “Baik
pendapat maupun rekaan, yang diperoleh membutuhkan bantuan keterangan
dari hasil pe-mikiran saja, bukan merupakan ahli dalam penyidikannya.
keterangan ahli”. Keterangan ahli yang dimaksud ini
5
Penjelasan 186 KUHAP, bahwa keterangan
ahli ini dapat juga sudah diberikan pada
yaitu keterangan dari dokter yang
waktu pemerik-saan oleh penyidik atau dapat membantu penyidik dalam
penuntut umum yang dituangkan dalam memberikan bukti berupa keterangan
suatu bentuk laporan dan dibuat dengan medis yang sah dan dapat
meng-ingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan. Jika hal ini tidak dipertanggungjawabkan mengenai
diberikan pada waktu pemeriksaan oleh keadaan korban, terutama terkait
penyidik atau penuntut umum, maka pada dengan pembuktian adanya tanda-
waktu pemeriksaan oleh penyidik atau
penuntut umum, maka pada pemeriksaan di tanda telah dilakukannya tindakan
sidang, diminta untuk memberikan persetubuhan yang dilakukan dengan
keterangan dan dicatat dalam berita acara kekerasan atau ancaman kekerasan.
pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan hakim.
Keterangan dokter yang Berdasarkan dengan latar
dimaksudkan tersebut dituangkan belakang di atas, maka yang menjadi
secara tertulis dalam bentuk surat rumusan masalahnya adalah sebagai
hasil pemeriksaan medis yang berikut :
disebut dengan Visum et Repertum.
1. Bagaimana kebijakan formulasi
Menurut pengertiannya, Visum et
KUHP dalam pengaturan tindak
Repertum diartikan sebagai suatu
pidana perkosaan?
laporan tertulis dari dokter yang telah
2. Bagaimana ketentuan dan
disumpah tentang apa yang dilihat
kekuatan hukum terhadap
dan ditemukan pada barang bukti
pembuktian Visum et Repertum
yang diperiksanya serta memuat pula
dalam tindak pidana perkosaan?
kesimpulan dari pemeriksaan
tersebut guna kepentingan peradilan.6 METODE PENELITIAN
Pembuatan Visum et Repertum Metode penelitian yang digunakan
memberikan sepenuhnya kepada merupakan penelitian hukum yuridis
dokter sebagai pelaksana di lapangan normatif dimana penelitiannya
untuk membantu hakim dalam menggunakan studi kepustakaan
menemukan kebenaran materil dalam yang pada dasarnya adalah dengan
memutuskan perkara pidana. Dokter menganalisis suatu permasalahan
dilibatkan untuk turut dalam hukum melalui peraturan perundang-
memberikan pendapat berdasarkan undangan, literatur-literatur dan
ilmu pengetahuan yang dimiliki bahan-bahan referensi lainnya yang
dalam pemeriksaan perkara pidana, berhubungan dengan penerapan
khususnya perkara pidana perkosaan program legislasi daerah.
apabila menyangkut tubuh manusia Sebagaimana yang diketahui bahwa
atau bagian dari tubuh manusia. jenis penelitian yang digunakan oleh
Pendapat dokter diperlukan karena penelitian yuridis normatif, maka
hakim sebagai pemutus perkara tidak data yang dipakai atau data yang
dibekali ilmu-ilmu yang sebagai acuan adalah data sekunder
berhubungan dengan anatomi tubuh yang dilakukan dengan studi pustaka
manusia, yaitu dalam rangka terhadap bahan-bahan hukum yaitu
menemukan kebenaran materiil atas bahan hukum primer, bahan hukum
perkara pidana perkosaan.7 sekunder, dan bahan hukum non
hukum. Sumber data yang digunakan
RUMUSAN MASALAH
antara lain:
6
Abdul Mun’im Idries, 1997, Pedoman Ilmu a. Undang-Undang No. 8 Tahun
Kedokteran Forensik Edisi Pertama, 1981 tentang Kitab Undang-
Binarupa Aksara, Jakarta Barat,1997, hlm.2
7
Muhammad Haris Saputra, Faris Ali Sidqi, Undang Hukum Acara Pidana
Wahyu Hidayat, "Kedudukan Hukum (KUHAP) pada Pasal 184 ayat
Terhadap Pembuktian Visum Et Repertun (1) yang menerangkan alat
dalam Tindak Pidana Pemerkosaan",
Diploma thesis, Universitas Islam
bukti yang sah.
Kalimantan MAB, Hal. 4
b. Pasal 285 KUHP tentang bukan istrinya untuk melakukan
Perkosaan persetubuhan dengannya dengan
ancaman kekerasan, yang mana
TINJAUAN PUSTAKA
diharuskan kemaluan pria telah
Tindak Kejahatan Kesusilaan masuk ke dalam lubang kemaluan
seorang wanita yang kemudian
Kejahatan kesusilaan atau moral mengeluarkan air mani.10
offenses merupakan bentuk
pelanggaran yang bukan saja BAB II
masalah(hukum) nasional suatu
PEMBAHASAN
negara melainkan sudah merupakan
masalah (hukum) semua negara A. Kebijakan Formulasi KUHP
didunia atau merupakan masalah dalam Pengaturan Tindak Pidana
global. Pelaku kejahatan kesusilaan Perkosaan
bukan dominasi mereka yang berasal
a. Pengaturan Tindak Pidana
dari golongan ekonomi menengah
dalam Kitab Undang-undang
atau rendah apalagi kurang atau tidak
Hukum Pidana
berpen didikan sama sekali,melaikan
pelakunya sudah menembus semua Dalam Kitab Undang-undang
setrata sosial dari strata terendah Hukum Pidana (KUHP) terdapat
sampai tertinggi.8 hukum yang mengatur tindak
perkosaan saat ini, yakni :
Visum et Repertum
Pasal 285 KUHP:
Menurut pendapat Dr. Tjan Han
Barangsiapa dengan kekerasan atau
Tjong, visum et repertum merupakan
ancaman kekerasan memaksa
suatu hal yang dalam pembuktian
seorang wanita bertubuh dengan dia
karena menggantikan sepenuhnya
diluar pernikahan, diancam karena
corpus delicti (tanda bukti). Seperti
melakukan perkosaan, dengan pidana
diketehui dalam perkara pidana yang
penjara paling lama dua belas tahun.
menyangkut perusakan tubuh dan
Unsur yang dapat dilihat dari Pasal
kesehatan serta membinasakan
285 ini adalah : perbuatannya
nyawa manusia, maka tubuh manusia
“memaksa bersetubuh”, caranya
merupakan corpus delicti.9
“dengan kekerasan atau ancaman
Pemerkosaan kekerasan” dan objeknya
“perempuan bukan istrinya”. Pasal
Menurut R. Sugandhi (1980:302),
diatas merupakan pengaturan tindak
pemerkosaan adalah seorang pria
pidana perkosaan umum. Dengan
yang memaksa pada seorang wanita
8
Romli Atmasasmita, 1995, kapita selekta 10
Muchlisin Riadi, "Pengertian, Jenis dan
hukum pidana dan kriminologi, Mandar Tindak Pidana Perkosaan",
Maju, Bandung, halaman 103) https://www.kajianpustaka.com/2017/10/pen
9
Atang Ranoemihardjo. 1983. Ilmu gertian-jenis-tindak-pidana-perkosaan.html?
Kedokteran Kehakiman (Forensic Science). m=1#:~:text=Menurut%20R.%20Sugandhi
Edisi Kedua. Bandung: Taristo. Hal. 44 %20, Oktober 03, 2017
demikian dalam tindak pidana KUHP) dan Perbandingannya
perkosaan diisyaratkan : dengan Pengaturan KUHP
i. Pelaku : laki-laki yang dapat Dalam Rancangan Kitab
melakukan persetubuhan Undang-undang Hukum Pidana
ii. Perbuatan : harus ada (RUU KUHP), terdapat pasal yang
kekerasan atau ancaman mengatur mengenai tindak pidana
kekerasan, harus ada perkosaan. Di dalam RUU KUHP ini
persetubuhan. ada perluasan dari pasal yang
iii. Korban : wanita bukan mengatur tentang tindak pidana
isterinya11 perkosaan dalam KUHP. dimana di
dalam RUU KUHP tersebut
Beberapa alasan dari rumusan
ditegaskan bahwa tindak pidana
delik dalam Pasal 285 KUHP adalah
perkosaan merupakan pelanggaran
sebagai berikut :
terhadap hak asasi manusia
1. Dalam keadaan dipaksa laki- khususnya hak asasi perempuan.
laki tidak mungkin mengalami Rancangan KUHP yang mengatur
respon seksual, sehingga tidak ada tindak pidana perkosaan dalam Bab
lakilaki yang menjadi korban XIV tentang tindak pidana
perkosaan. kesusilaan, pada bagian kelima
dengan sub bagian tentang perkosaan
2. Perkawinan sebagai suatu dan perbuatan cabul, pada paragraf 1
persetujuan bagi laki-laki untuk tentang perkosaan, Pasal 489 yang
melakukan persetubuhan dengan berbunyi :13
wanita yang dinikahinya tidak ada
perkosaan dalam ikatan pernikahan. 1) Dipidana karena melakukan
12
tindak pidana perkosaan,
dengan pidana penjara paling
Dalam praktek pembuktian Pasal sedikit 3 (tiga) tahun dan
285 KUHP selama ini, alat bukti paling lama 12 (dua belas)
yang paling menentukan adalah tahun:
keterangan ahli dalam bentuk Visum a. Laki-laki yang
et Repertum (VeR) dari seorang melakukan
dokter ahli yang ditunjuk menurut persetubuhan dengan
undang-undang. Selain itu juga harus kehendak perempuan
ada keyakinan hakim bahwa benar tersebut
telah terjadi tindak pidana perkosaan.
b. Laki-laki yang
b. Pengaturan Tindak Pidana melakukan
dalam Rancangan Kitab Undang- persetubuhan dengan
undang Hukum Pidana (RUU perempuan di luar
perkawinan, tanpa
11
Bambang Dwi Baskoro, Buku Ajar Ilmu
Kedokteran Forensik (Semarang : 2010)
halaman 105
12
Ibid 13
Ibid
persetujuan merupakan bagian tubuhnya
perempuan tersebut. kedalam vagina atau anus
c. Laki-laki yang perempuan.
melakukan
Unsur tindak pidana perkosaan
persetubuhan dengan
yang terdapat dalam Pasal 489 RUU
perempuan, dengan
KUHP adalah sebagai berikut :
persetujuan
perempuan tersebut, 1. Unsur paksaan, dimana
tetapi persetujuan itu paksaan ini dapat berupa
dicapai melalui paksaan fisik maupun psikis.
ancaman untuk 2. Bentuk paksaan fisik dapat
dibunuh atau dilukai. berupa pukulan pada tubuh
d. Laki-laki yang korban yang dapat
melakukan menyebabkan tidak berdaya,
persetubuhan dengan sedangkan paksaan psikis
perempuan, dengan dapat berupa ancaman
persetujuan dengan kata-kata atau senjata
perempuan tersebut tajam untuk dibunuh atau
karena perempuan dilukai sehingga korban
tersebut percaya menyetujuinya.
bahwa laki-laki 3. Korban adalah seorang
tersebut adalah perempuan, baik perempuan
suaminya yang sah. dewasa ataupun perempuan
e. Laki-laki yang yang berusia dibawah 14
melakukan tahun.
persetubuhan dengan 4. Unsur persetubuhan,
perempuan padahal persetubuhan yang dimaksud
diketahui bahwa adalah persetubuhan dalam
perempuan tersebut arti sesungguhnya dan juga
dalam keadaan hubungan seks secara oral
pingsan atau tidak dan anal.
berdaya. perempuan 5. Perkosaan itu dapat terjadi di
diluar perkawinan, dalam maupun di luar
bertentangan perkawinan. Di dalam
2) Dianggap juga melakukan perkawinan dapat ditafsirkan
tindak pidana perkosaan, jika bahwa seorang suami yang
dalam keadaan sebagaimana memaksa istrinya melakukan
dimaksud dalam ayat (1) : a. persetubuhan tanpa ada
Laki-laki memasukkan alat kerelaan dari si isteri, maka
kelaminnya kedalam anus dapat digolongkan termasuk
atau mulut perempuan. b. perkosaan.
Laki-laki yang memasukkan
suatu benda yang bukan
Rumusan hukum mengenai dikenakan terhadap
tindak pidana perkosaan dalan RUU pelakunya (baik berupa
KUHP memperlihatkan adanya pidana atau tindakan) dan
upaya untuk melindungi hak asasi sistem penerapannya14.
perempuan dengan seluas mungkin
Perbuatan tindak pidana
dapat menjerat pelaku tindak pidana
merupakan dasar untuk dijatuhkan
perkosaan sehingga sulit untuk dapat
suatu sanksi pidana. Kemudian
luput dari penuntutan dan
apabila memenuhi rumusan delik
pemidanaannya. Kelemahan
yang telah diatur dalam Kitab
pengaturan KUHP saat ini adalah
Undang-undang Hukum Pidana
terletak pada rumusan formil
(KUHP), berarti perbuatan tersebut
perbuatan yakni sanksi yang
sudah memenuhi unsur-unsur tindak
diancamkan dalam KUHP maupun
pidana. Unsur pertanggungjawaban
RUU KUHP yang belum sepadan
pidana bagi pelaku tindak pidana
dengan akibat yang ditimbulkan oleh
adalah wujud tanggungjawab atas
perbuatan perkosaan. Mengenai
penderitaan yang dirasakan oleh
akibat kerusakan yang ditimbulkan
korban. Tim perumus rancangan
tindak pidana perkosaan
KUHP melakukan perubahan
c. Kebijakan Formulasi dalam mendasar dengan memperluas
pembuktian Tindak Pidana cakupan tindak pidana perkosaan.
Perkosaan Bahkan diperinci tindak pidana apa
saja yang masuk kategori itu.
Kebijakan Formulasi adalah
kebijakan pembentuk undang- Memperhatikan model
undang mengenai masalah restorative justice dalam
kriminalisasi, dekriminalisasi, pembaharuan hukum acara pidana,
depenalisasi dan merupakan sangat tergantung dari tujuan
penegakan hukum in abstracto oleh pembaharuan itu sendiri. Kejelasan
badan pembuat undang-undang. tujuan ini sangat penting, karena
Kebijakan ini merupakan merupakan penekanan dari berbagai pengalaman
langkah awal di dalam dan implementasi model restorative
penanggulangan kejahatan, yang justice di berbagai negara juga
secara fungsional dapat dilihat berbeda-beda. Pada satu sisi, tujuan
sebagai bagian dari perencanaan dan penting dari proses keadilan pidana
mekanisme penanggulangan adalah merekonsiliasikan para pihak
kejahatan, yang dituangkan dalam dan memperbaiki “luka” akibat
perundang-undangan dan meliputi : kejahatan. Tujuan ini sangat relevan
untuk mempertimbangkan
a. Perencanaan atau kebijakan
penggunaan model restorative
tentang perbuatan apa yang
justice. Tujuan ini diharapkan
dilarang
sebagai proses untuk sarana kontrol
b. Perencanaan/kebijakan
tentang sanksi apa yang dapat 14
Barda Nawawi Arief, Op cit halaman 257
atas kejahatan. Namun model B. ketentuan dan kekuatan hukum
restorative justice ini sangat tidak terhadap pembuktian Visum et
relevan jika tujuan pembaharuan Repertum dalam tindak pidana
hukum pidana adalah semata untuk perkosaan
menghukum pelaku (penguatan
retributive justice). Pengaturan
dalam Pasal 285 KUHP hanya BAB III
memperhatikan pemberian sanksi
terhadap pelaku tindak pidana namun PENUTUP
tidak memperhatikan bagaimana Kesimpulan
korban, padahal jika diperhatikan
dampak yang paling menderita Saran
adalah dirasakan korban. Hukum
pidana terutama KUHP belum
membuat pengaturan terhadap DAFTAR PUSTAKA
pemulihan korban tindak pidana
perkosaan. KUHP tidak mengatur
secara eksplisit mengenai korban
kejahatan dalam norma hukum
pidana, baik Buku I, II dan Buku III.
Namun demikian Pasal 14 huruf c
mengenai penjatuhan pidana dapat
dikembangkan dalam praktek untuk
memberikan perhatian terhadap
korban kejahatan dalam bentuk
santunan ganti kerugian.
Berdasarkan perbandingan
tersebut dapat dilihat secara jelas dan
nyata bahwa KUHP selaku peraturan
hukum saat ini masih memiliki
banyak kelemahan karena tidak ada
tawaran yang jelas untuk pemulihan
keadaan korban sedangkan RUU
KUHP sudah memberikan tawaran
dan perlidungan yang nyata terhadap
pemulihan korban. RUU KUHP
sudah selangkah lebih maju
dibanding KUHP yang berlaku saat
ini. Kebijakan formulatif yang dibuat
oleh para legislatif sudah merupakan
langkah baik untuk terciptanya cita
hukum.

Anda mungkin juga menyukai