Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ada sebuah fenomena alamiah dalam diri manusia untuk mencintai
seseorang yang dikaguminya. Kekaguman tersebut bisa lahir dari bentuk fisik
yang indah, wajah yang cantik atau tampan, suara yang merdu, perilaku yang
ramah dan santun, sikap yang tegas dan bijaksana, atau dari hal-hal yang
lainnya. Dari berbagai hal yang berpotensi untuk membangkitkan kekaguman
dan pada gilirannya menimbulkan rasa cinta tersebut, ada satu hal yang pada
umumnya bisa membangkitkan kekaguman dan rasa cinta yang mendalam dan
bertahan dalam waktu yang panjang. Hal tersebut adalah kesadaran yang tulus
dalam diri seseorang tentang perasaan berhutang budi dirinya kepada
seseorang yang telah dengan tulus dan tanpa pamrih meski sampai
mengorbankan jiwa dan raga memberikan sesuatu yang secara hakiki sangat
bermakna dan berharga. Cinta yang lahir karena hal yang digambarkan diatas
biasanya tidak muncul seketika, tidak seperti love at the first sight, akan tetapi
biasanya muncul setelah setelah melalui proses interaksi, baik langsung (face
to face), maupun secara tidak langsung (by oral or literal information).
Kemudian, perwujudan dari rasa cinta tersebut juga beragam, mulai dari
yang sangat sederhana dengan sekedar mengingat-ingat nama, sampai
kerelaan untuk mengorbankan apa saja demi orang yang di cintai. Selain itu,
posisi orang yang dikagumi atau dicintai tersebut menempati posisi yang
berbeda di mata pengagum atau pencintanya. Ada yang diposisikan sebagai
kekasih (pacar), sahabat, saudara dekat, atau idola.
Dalam konteks posisi yang istilahnya disebut terakhir di atas, yaitu idola,
ada kecenderungan umum yang dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan
idolanya, yaitu “meniru” atau dalam istilah sosiologinya disebut “proses
identifikasi”. Artinya, Berupaya untuk berucap, bertindak, berpenampilan,
atau yang lainnya, sama persis dengan “objek identifikasi” atau idolanya itu.
Dalam kaitannya dengan masalah idola, yang kemudian berimplikasi pada
dijadikannya idola sebagai objek identifikasi, atau sosok yang dijadikan
contoh atau teladan, kita sebagai orang Islam, disamping karena diajarkan oleh
Al-Qur’an dan karena dorongan naluri alamiah kita, maka idola kita yang
utama adalah Rasulullah, khususnya Rasulullah Muhammad SAW. Hal
tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah”(Q.S Al-Ahzaab : 21)1.

Dengan demikian, sosok yang harus dijadikan sebagai idola yang paling
utama bagi orang Islam adalah Rasulullah SAW. Artinya, bukan berarti kita
tidak diperbolehkan mempunyai idola-idola lain selain Rasulullah Muhammad
SAW, akan tetapi kecintaan kita terhadap idola-idola yang lain tersebut tidak
boleh mengalahkan kecintaan kita kepada Rasulullah SAW.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Makna Uswatun Khasanah ?
1.2.2 Bagaimana Pola Kehidupan Rosululloh sebagai Uswatun Khasanah
?
1.2.3 Bagaimana Keteladanan Rosululloh Sebagai Uswatun Khasanah
dan menjadikan Rasullulah teladan atau idola yang utama?

[1]
Al-Qur’an Digital dan terjemahannya ver. 2.1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Uswatun Hasanah
Uswatun Hasanah berasal dari dua kata yaitu uswah yang berarti teladan, dan
hasanah, berasal dari kata hasuna, yahsunu, husnan wa hasanatan, yang berarti
sesuatu yang baik, pantas dan kebaikan. Menurut Raghib al-Asfahani (seorang
pakar bahasa), hasanah adalah segala sesuatu kebaikan atau kenikmatan yang
diperoleh manusia bagi jiwa, fisik, dan kondisi perasaannya. Maka Uswatun
Hasanah adalah suatu perilaku yang mulia yang menjadi teladan bagi umat
manusia.2
Kata uswah ada juga yang membacanya iswah atau suri teladan digunakan
untuk menunjukkan sifat dan juga kepribadian seseorang. Uswatun Hasanah
terdiri dari dua rangkaian kalimat, uswah dan hasanah. Uswah berarti , ikutan,
panutan. Hasanah bermakna “yang baik”. Uswatun Hasanah adalah contoh suri
teladan yang baik3.

Definisi Uswatun Hasanah juga dijelaskan di dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa
yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata

2
Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2005), 303.
3
Yunan Yusuf, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), 198.
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya :
"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat
menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah." (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan
kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami
bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali."(Q.S Al-Mumtahanah : 4)4

“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik
bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan
(keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.”(Q.S Al-
Mumtahanah : 6)5

Makna uswah dalam surat diatas adalah menunjukkan suri tauladan Nabi
Ibrahim untuk dijadikan contoh. Agama yang dibangkitkan kembali oleh Nabi
Muhammad SAW ialah agama hanifan musliman, yang bertujuan lurus kepada
Allah disertai penyerahan diri. Dalam perjuangan beliau menegakkan agama
Allah tidaklah pula kurang dari hambatan, rintangan dan halangan yang beliau
temui dengan kaumnya, namun segala gangguan itu tidaklah membuat beliau
beranjak dari pendirian.

2.2 Uswatun Hasanah adalah Pola Kehidupan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW adalah sosok manusia dengan kepribadian yang sangat


agung. Tidak ada orang yang seperti dirinya dan tidak akan pernah ada orang yang
menyamai sosok kepribadiannya. Meski usaha apapun dengan mengeluarkan
seluruh kemampuan untuk memberikan gambaran tentang sosok Nabi, tidak akan

4
Al-Qur’an Digital dan terjemahannya ver. 2.1
5
Al-Qur’an Digital dan terjemahannya ver. 2.1
mampu memberikan gambaran yang sempurna. Nabi akan selalu menjadi sumber
inspirasi bagi para umatnya, baik dalam bidang ekonomi maupun kemiliteran
sampai datangnya hari akhir. Beliau adalah manusia yang sosoknya dinyatakan
dalam firman Allah SWT. Pada surat Al-Qolam ayat 04:

“Sesungguhnya engkau adalah sosok pribadi yang sangat agung”.


(al-Qalam:04). 6
Uswatun Hasanah itulah sebutan bagi Nabi Muhammad SAW. Dalam diri
Rasulullah terdapat ilmu dan pengetahuan tentang proses diri dari segumpal
daging hingga menjadi insan kamil. Juga, metode pengembangan genetika
profetik (kenabian), pengembangan dan pertumbuhan diri, pencarian jati diri,
hakikat diri, citra diri, pendewasaan diri, pematangan diri serta masih banyak yang
dapat ditiru pada diri Nabi.7
Berdasarkan Surat Al-Ahzaab ayat 21,

Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, maka Rasulullah saw. juga


menegaskan dalam sebuah hadisnya yang diriwayatkan oleh Imam Malik r.a.
yaitu:

Artinya : Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan

akhlak (budi pekerti) yang mulia (HR. Ahmad).8

6
Mahmud Syakir, Ensiklopedi Peperangan Rasulullah SAW., (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2001), 01.
7
Hamdani Bakran adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence Kecerdasan Kenabian,
(Yogyakarta: Islamika, 2004), 162.
8
Ahmad bin Hanbal, Musnad Juz 2 (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), h. 504.
Kedua sumber hukum di atas, menerangkan tentang kepribadian
Rasulullah saw. yang seharusnya diikuti oleh umat manusia pada umumnya,
khususnya umatnya (Islam), baik melalui perkataan, perbuatan, maupun takrirnya.
Oleh karena itu, maka kami pemakalah akan memaparkan beberapa contoh ayat
yang menjadi dasar bagi kepribadian nabi Muhammad saw. melalui perkataan,
perbuatan, maupun takrir nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

1. Dari segi perkataan, nabi Muhammad saw:


a. Selalu benar (tidak pernah berbohong), terdapat pada Q.S. An-
Nisa: 9 Allah swt. berfirman:

Terjemahnya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar (Q.S. An-Nisa: 9)9.
b. Nabi saw. berbicara sangat fasih, terang (jelas) sehingga sasaran
pembicaraan tepat, berkesan pada pendengar. Terdapat pada Q.S.
An- Nisa ayat 63 Allah swt. berfirman:

Terjemahnya : Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui


apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari

9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta
Media,2005),h.78.
mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka
perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (Q.S. al-Nisa’/ 4:63).10
c. Nabi SAW, berbicara dengan memakai ucapan yang pantas dan
mudah dipahami terdapat pada Q.S. al-Isra’/ 17 : 28 Allah swt.
berfirman:

Terjemahnya: Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh


rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada
mereka Ucapan yang pantas (Q.S. al-Isra’/ 17 : 28).11
d. Nabi saw. berkata dengan lemah lembut, mudah diingat
(sederhana), terdapat pada Q.S. Taha (20:44) Allah swt. berfirman:

Terjemahnya: Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan


kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut
(Q.S. Taha (20:44).12
e. Nabi saw. berkata dengan perkataan yang mulia (tidak menghina),
terdapat pada Q.S. al-Isra (17:23) Allah swt. berfirman:

10
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 88.
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 285.
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 314.
Terjemahnya: Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.13
f. Nabi Muhammad saw. dengan perkatannya yang ma’ruf (yang
baik), tidak ada orang yang tersinggung, terdapat pada Q.S. An-
Nisa (5 : 8), yaitu :

Terjemahnya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak


yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.14

2. Dari Segi Perbuatan Nabi Muhammad saw.


Nabi Muhammad saw adalah manusia pilihan yang diberikan Allah
swt. kemuliaan melalui perbuatan. Beliau sangat berhati-hati, dengan
harapan antara apa yang diucapkan dengan apa yang diperbuat sangat
sesuai. Nabi Muhammad saw. sangat berhati-hati sesuai dengan
perbuatannya. Allah Swt. berfirman dalam Q.S. As-Shaf (4 : 3):

13
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 284.
14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 284.
Terjemahnya : Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.15

3. Dari Segi Takrir Nabi Muhammad saw.


Ketika Nabi Muhammad saw. mendapat masalah atau berbagai
pertanyaan, biasanya Nabi saw. lebih memilih diam (tidak memberi
komentar). Perilaku Nabi saw. menunjukkan bahwa Nabi saw. sangat
berhati-hati dengan melihat kondisi orang lain, tidak asal menjawab,
sikap Nabi saw terdapat pada QS. Al-Isra’ ayat 36 yaitu:

Terjemahnya:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.16
Ayat tersebut diatas memberikan tuntunan kepada kita khususnya
para da’i, untuk melihat sasaran sesuai dengan kondisi keilmuan dan
kondisi psikologi pendengar.

2.3 Nabi Muhammad sebagai Uswatun Khasanah dan Cara Menjadikan


Rasululloh Teladan yang Utama
2.3.1 Nabi Muhammad sebagai Uswatun Khasanah
Karena ketinggian akhlaknya Nabi Muhammad Saw mendapat
sebutan sebagai uswatun hasanah ataua suri tauladan yang baik. Oleh

15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 551.
16
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Syamil Cipta Media,
2005), h. 285.
sebab itu setiap umatnya harus selalu berusaha untuk mencontoh peri
kehidupan Rasulullah Saw.
1. Keteladanan Nabi Muhammad dalam Rumah Tangga
Pergaulan Rasulullah Saw dengan keluarganya sangat bijaksana, adil
dan penuh kasih sayang. Beliau membagi seadil-adilnya dengan
pembagian yang sama dalam mendatangi istri-istri Beliau sama dalam hal
rumah tempat tinggal dan sama dalam pemberian nafkah. Kasih sayang
beliau terhadap keluarga dan istri serta putra putrinya dalam hadisnya yang
artinya ialah:
Yang terbaik diantara kamu, ialah yang terbaik diantara keluarganya,
dan aku adalah orang terbaik di antara kamu terhadap keluargaku. (H.R,
Turmudzi)
Tentang makanan, bagi beliau tidak ada yang dipantangnya, semua
makanan yang halal dimakannya dan tidak pernah memberati keluarganya
dalam penyediaan makanan. Jika dihidangkan makanan yang tidak beliau
sukai, beliau tidak memakannya tanpa menyatakan bahawa beliau tidak
suka. Beliau tidak makan sebelum merasa lapar dan beliau makan tidak
sampai kenyang. Pakaian yang paling beliau sukai ialah pakaian yag
berwarna putih. Beliau bersabda yang maksudnya bahwa warna putih baik
untuk orang yang masih hidup maupun orang yang sudah mati.
2. Keteladanan Nabi Muhammad Saw sebagai Pemimpin Umat
Nabi Muhammad diutus oleh Allah SWT untuk memimpin umat
ditengah-tengah bangasa Arab yang sangat keras hatinya untuk diajak
kepada kebaikan. Tetapi berkat kepimpinan yang tercermin dari
akhlakanya yang sempurna, beliau sanggup melunakan hati orang-orang.
Dalam menegakan panji-panji perjuangan, beliau selalu teguh
dalam prinsip. Tujuan perjuangannya adalah untuk menyempurnakan
akhlak umat dengan tegaknya panji-panji Islam di tengah-tengah mereka.
Walaupun ancaman, godaan, dan tantangan selalu menghadang di hadapan
beliau, setapak pun beliau tak surut dari gelanggang perjuangan.
Keberhasilan kepemimpinan Rasulullah Saw antara lain juga ditunjukkan
dengan diterapkannya prinsip persamaan yang merata anatara sesama
manusia, yang mengganggap bahwa manusia itu seluruhnya mempunyai
kedudukan yang sama tidak ada perbedaan warna kulit, ras, serta asal
keturunannya. Yang tidak kalah pentingnya juga diterapkan prinsip
musyawarah dalam soal-soal yang menyangkut kepentingan umum.
Rasulullah Saw juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang
mempunyai akal yang cerdas, fikiran yang jernih dan pandangan yang
tajam yang sanggup menembus ke masa depan yang jauh. Ilmu
pengetahuan beliau sangat luas. Hal ini dibuktikan dengan ajaran beliau
yang memelihara keseimbangan anatara kepentingan jasmani dan rohani,
kepentingan pribadi dan masyarakat, antara kepentingan material dan
spiritual dan antara kepentingan dunia dan akhirat. Semuanya ini tercermin
di dalam pribadi beliau yang agung itu.17
2.3.2 Cara Menjadikan Rosululloh Teladan yang Utama
Seorang sosok yang datang membawa lentera, menerangi alam
semesta dengan keadilan dan kebenaran, menghapus gelapnya
kebodohan akal dan hati yang tersesat. Dialah sosok yang seharusnya
dijadikan idola atau teladan. Selain itu, Rasulullah SAW beserta
keluarga beliau sendiri sudah memberikan banyak contoh yang baik
untuk kehidupan sehari-hari. Hidup sederhana, tidak berlebihan, bisa
menjadi manfaat (jalan kebaikan) bagi manusia dan alam sekitar, dan
masih banyak contoh lainnya. Semestinya hal seperti inilah yang ditiru
dan dipraktekkan oleh kaum Islam.
Cara-cara praktis yang dapat kita lakukan untuk meneladani
Rasulullah SAW diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kita harus bertaubat selalu bertaubat kepada Allah SWT atas
segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan setiap hari.
Sebagai manusia biasa, kita harus menyadari bahwa kita selalu

17
Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Departemen Agama,
Pendidikan Agama Islam untuk SMU/SMK kelas 2, (Bandung: Lubuk Agung, 1995), hlm.
169-172.
berbuat kesalahan dan dosa baik kepada Allah SWT maupun
kepada sesama manusia. Rasulullah SAW yang jelas-jelas tidak
memiliki dosa saja selalu memohon ampun (beristighfar) dan
bertaubat kepada Allah. Karena itu, jika kita tidak mau bertaubat
kepada Allah, berarti kita tidak menyadari sifat kemanusiaan kita
dan kita termasuk orang-orang yang takabur.
2. Sebisa mungkin kita harus menjaga amanah yang diberikan Allah
kepada kita selaku manusia. Amanah apapun yang diberikan
kepada kita, harus kita lakukan sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh pemberi amanah tersebut. Karena itu, apapun
aktivitas yang kita lakukan, jangan sampai kita menyimpang dari
aturan-aturan yang sudah berlaku sesuai tuntunan Al-Qur’an dan
sunnah Rasul. Kita harus berusaha menjaga amanah ini
sebagaimana Rasulullah yang tidak pernah berkhianat walau sekali
pun.
3. Kita juga harus selalu memelihara sifat jujur dalam keseharian kita.
Jujur merupakan sifat yang mulia, tetapi memang tidak mudah
untuk diwujudkan. Terkadang orang dengan sengaja untuk tidak
berbuat jujur dengan alasan bahwa jujur akan mengakibatkan
kehancuran. Karena itu, dewasa ini kejujuran sulit ditemukan di
tengah peradaban manusia yang semakin maju. Orang-orang
berusaha mengesahkan perbuatan-perbuatan tidak jujur.
Seandainya kejujuran ini dapat terpelihara dengan baik, maka para
penuntu dan pembela hukum di negeri ini tidak akan terlalu sulit
untuk menerapkan dan mewujudkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat. Rasulullah selalu berbuat jujur tidak hanya kepada
para sahabatnya tetapi juga pada lawan-lawannya. Dan inilah yang
menjadi kunci keberhasilan Rasulullah dalam misi risalah dan
kenabiannya.

Anda mungkin juga menyukai