Anda di halaman 1dari 13

Akuntansi zakat, infaq, dan shodaqoh

Zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) merupakan bagian dari kedermawanan (filantropi) dalam konteks
masyarakat Muslim. Zakat merupakan kewajiban bagian dari setiap muslim yang mampu serta menjadi
unsure dari Rukun Islam, sedangkan Infaq dan Shodaqoh merupakan wujud kecintaan hamba terhadap
nikmat dari Allah SWT yang telah diberikan kepadanya sehingga seorang hamba rela menyisihkan
sebagian hartanya untuk kepentingan agama baik dalam rangka membantu sesama maupun perjuangan
dakwah Islamiyah.

Di Indonesia, pengelolaan dana ZIS telah diatur Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur tentang Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang boleh beroperasi di
Indonesia. OPZ yang disebutkan dalam UU tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ). BAZ merupakan lembaga pengumpul dan pendayagunaan dana zakat yang dibentuk oleh
pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah sedangkan LAZ merupakan OPZ yang
dibentuk atas swadaya masyarakat.

Dalam proses pelaporan keuangan BAZ dan LAZ selama ini sampai dengan SK Menteri Agama tersebut
dikeluarkan, OPZ belum memiliki standar akuntansi keuangan sehingga terjadi perbedaan penyusunan
laporan keuangan antara satu lembaga dengan lembaga yang lain. OPZ yang cukup inovatif kemudian
menggunakan PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Namun demikian,
penggunaan PSAK tersebut tidaklah mampu sepenuhnya mengatasi permasalahan standar akuntansi
keuangan untuk OPZ. Sampai akhirnya pada Tahun 2005, Forum Zakat berupaya untuk menyusun
Pedoman Akuntansi bagi Organisasi Pengelola Zakat (PA-OPZ).

I. KONSEP PENGELOLAAN ZAKAT

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat
Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah
diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia.

Macam-macam zakat:

Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah

Zakat Maal (harta)


Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali-sekali oleh manusia untuk
memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut syar’a harta adalah segala sesuatu yang dapat
dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat
disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai

Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian,
uang, emas, perak, dan lain sebagainya.

Penyaluran Dana Zakat

Golongan orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Hal ini secara rinci dijelaskan dalam
surat At Taubah: 60 sebagai berikut:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak-budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Seorang akuntan OPZ perlu mengetahui pengalokasian dana zakat dengan tujuan agar proses
pencatatan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah. Khususnya alokasi dana untuk amil, karena
asnaf ini merupakan hak bagi para pengelola zakat, maka alokasi dananya perlu memperhatikan
proporsi yang diperbolehkan bagi amil. Katakanlah sesuai dengan ketentuan syariah, hak amil mencapai
1/8 bagian (12,5%) dari asnaf yang lain. Namun demikian, alokasi sebesar itu perlu dibarengi dengan
kinerja penyaluran yang sebanding dengan hak yang diterima amil. Peningkatan kinerja amil dalam
menyalurkan dana zakat sesuai dengan ketentuan syariah akan meningkatkan kepercayaan publik
terhadap OPZ.

Delapan golongan penerima zakat tidak harus sama persis dalam menerima bagian. Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam proses penyaluran dan pendayagunaan dana zakat antara lain:

Pertama: amil zakat perlu memprioritaskan penyaluran dan pendayagunaan dana zakat di sekitar
domisili OPZ sehingga lebih focus dan muzakki bisa turut serta maupun mengawasi pelaksanaan
penyaluran dana zakat.
Kedua: amil zakat perlu mengidentifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan social di sekitar domisili
OPZ, sehingga amil mampu merumuskan skala prioritas golongan penerima zakat mana yang paling
memebutuhkan.

Ketiga: amil zakat perlu mendahulukan kebutuhan konsumtif mustahiq dibandingkan sector produktif.
Artinya, dengan kecenderungan beberapa amil zakat yang menyalurkan dana zakat pada sector
produktif, maka tidak sepenuhnya harus disalurkan dalam bentuk pendayagunaan produktf selama
sector konsumtif belum dipenuhi dengan cukup baik. Salah satu alas an yang menguatkan adalah bahwa
dana zakat merupakan hak mustahiq dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsinya sehingga
penyaluran dalam bentuk pemberdayaan mustahiq dengan usaha produktif hanya bisa dilakukan
dengan persetujuan dan sesuai dengan kemampuan mustahiq.

II. KONSEP PENGELOLAAN INFAQDAN SHODAQOH

Istilah Infaq dan Shodaqoh sering digunakan secara bersamaan dalam beberapa pembahasan, seperti
pembahasan mengenai pengelolaan dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) sehingga muncul istilah
Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (BAZIS) maupun Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shodaqoh
(LAZIS). Padahal istilah amil hanya digunakan dalam konsep pengelolaan dana zakat. Namun demikian,
praktik pengelolaan dana ZIS sudah begitu popular di Indonesia sehingga seolah-olah dana ZIS tidak ada
bedanya satu dengan yang lain.

Pada bagian sebelumnya telah dibahas tentang konsep dasar zakat dan pengelolaannya, selanjutnya
pada bagian ini akan dibahas tentang Infaq dan Shodaqoh. Infaq merupakan harta (materi) yang
disunnahkan untuk dikeluarkan dengan jumlah dan waktu yang tidak ditentukan. Penyalurannya tidak
ditentukan penerimanya. Sedangkan shodaqoh adalah harta non materiil yang disunnahkan untuk
dikerjakan, contoh: senyum, menyingkirkan batu/paku ditengah jalan, dan lain sebagainya. Pengertian
Infaq sebenarnya sama dengan pengertian shodaqoh, termasuk juga hukum dan ketentuan-
ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, shodaqoh memiliki arti lebih luas,
menyangkut hal yang bersifat non materi. Secara akuntansi, infaq masih mungkin untuk dihitung
sedangkan shodaqoh tidak mudah melakukan kalkulasi secara tepat karena merupakan pemberian harta
non materiil.
Pengelolaan Dana Infaq dan Shodaqoh

Dalam pengelolaannya, dana Infaq khususnya, OPZIS (Organisasi Pengelola Dana Zakat, Infaq, dan
Shodaqoh) memisahkannya dengan dana zakat dengan tujuan untuk memisahkan sumber dan
penggunaan dananya sehingga amanah dari masyarakat bisa disampaikan sesuai dengan ketentuan
syariah. Laporan keuangan yang disusun untuk memberikan informasi pengelolaan dana infaq paling
tidak memberikan informasi tentang dari mana sumber dana infaq diperoleh dan kemana penyaluran
dana infaq tersebut dilakukan.

Dalam praktiknya, jika OPZIS menerima shodaqoh dalam bentuk barang, maka OPZIS perlu melakukan
penilaian terhadap harga riil barang yang diberikan sepanjang bisa diketahui secara pasti sehingga
barang tersebut kemudian dikuantifikasi dengan nilai nominal yang dicantumkan dalam laporan
keuangan. Tidak jarang, dana infaq suatu ketika digunakan untuk menanggung kegiatan operasional
OPZIS dikarenakan dana amil zakat yang terbatas, padahal dalam kondisi tertentu diperlukan dana
operasional untuk menyelenggarakan aktivitas tertentu berkaitan dengan kegiatan penghimpunan
maupun penyaluran dana ZIS. Dalam konteks ini, penggunaan dana infaq untuk kepentingan operasional
diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.

Dalam proses pencatatannya, pengelolaan dana infaq dan shodaqoh menggunakan sistem akuntansi
dana seperti halnya dana zakat. Laporan keuangan yang disajikan antara lain memuat: Pertama, sumber
dana infaq dan shodaqoh baik materiil maupun non materiil. Untuk shodaqoh non materiil seperti ada
seseorang yang memberikan shodaqoh berupa emas 1 gram, maka perlu dilakukan dikuantifikasi dengan
merujuk pada harga pasaran emas pada saat diberikannya shodaqoh tersebut. Penekanan jenis dana
infaq diketahui dari niat atau tujuan donaturnya sehingga pengelola dana ZIS perlu menanyakan kepada
donator tentang tujuan diberikan dana tersebut, bahkan tidak jarang donator mengikrarkan bahwa dana
infaq yang diberikan dialokasikan untuk tujuan khusus (muqayyadah) misalnya infaq untuk fakir miskin
atau untuk pendidikan anak yatim. Tentunya pengelola ZIS perlu merinci sumber secara detail sehingga
public juga mengetahui tentang sumber dana yang diperoleh oleh OPZIS. Kadang-kadang pengelola dana
ZIS juga menerima dana dari donator yang tidak bersedia menyebutkan identitasnya, hal ini tentunya
perlu dihargai sebagai bentuk upaya menghindari adanya riya (suka memamerkan kebaikan kepada
orang lain). Namun demikian, sebaiknya pengelola dana ZIS semaksimal mungkin mengupayakan adanya
konfirmasi tentang identitas donatur. Paling tidak identitas tersebut hanya digunakan untuk
pengendalian internal dan tidak untuk dipublikasikan. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan
pengelola ZIS untuk meningkatkan akuntabilitas lembaga.
Kedua, laporan penyaluran dana infaq dan shodaqoh menyajikan informasi pemanfaatan dan
pendayagunaan dana infaq dan shodaqoh. Karena sifatnya yang lebih fleksibel dibandingkan dana zakat,
maka penggunaan dana infaq bisa difokuskan untuk kepentingan-kepentingan yang bukan menjadi
bagian dari pendayagunaan dana zakat seperti pemanfaatan untuk pendidikan guru-guru TPA yang
punya komitmen untuk mengembangkan lembaga pendidikan. Pada saat yang sama, dana zakat lebih
diprioritaskan bagi fakir miskin sehingga pemanfaatan dana infaq bisa dibuat lebih inovatif. Contoh lain,
pemanfaatan dana infaq untuk investasi sektor produktif untuk kepentingan pengembangan
kelembagaan dengan dikombinasikan dengan wakaf produktif. Namun demikian, pengelola dana infaq
perlu memprioritaskan donatur dengan akad muqayyadah (amanah untuk menyalurkan pada sektor
yang ditunjuk oleh donatur). Ketiga, laporan kondisi saldo dana infaq dengan kesimpulan akhir surplus
atau defisit. Informasi ini memberikan gambaran tentang efektifitas dan efisiensi pengelola dana infaq
dan shodaqoh dalam penghimpunan dan penyaluran dana infaq dan shodaqoh.

III. AKUNTANSI ZAKAT DAN INFAK/SEDEKAH (ZIS)

Ikatan Akuntan Indonesia telah menyusun Exposure Draft (ED) PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat
dan Infak/Sedekah sebagai bagian dari penyempurnaan transaksi pengelolaan zakat dan infak/sedekah
pada Lembaga Keuangan Syariah. Secara umum, semua LKS baik komersial maupun nirlaba memiliki
transaksi pengelolaan dana zakat dan infak/sedekah baik dari individu di dalam entitas maupun dari luar
entitas yang diamanahkan kepada LKS.Secara khusus, LKS yang memiliki kompetensi untuk mengelola
dana ZIS adalah Organisasi Pengelola Zakat yang berbentuk Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat
(LAZ), maupun Unit Pengumpul Zakat.

Pada Rancangan ED PSAK 109 yang pernah disusun oleh IAI sebagai satu tahap yang dilalui menuju
penyusunan PSAK terdapat usulan bahwa ruang lingkup pemberlakuan PSAK tentang Zakat dan
Infak/Sedekah adalah entitas pembayar zakat, entitas pengelola (amil),dan entitas penerima zakat.
Dalam terdapat masalah manakala entitas pembayar zakat diusulkan sebagai salah satu bagian yang
mengikuti PSAK ini karena hakikatnya perusahaan (entitas) tidak wajib membayar zakat. Subyek yang
memiliki kewajiban membayar zakat hanyalah individu saja sehingga Majelis Ulama Indonesia (MUI)
menolak untuk mengeluarkan fatwa yang intinya perusahaan wajib mengeluarkan zakat seperti yang
pernah diusulkan IAI. Akhirnya ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah saja atau
dengan kata lain hanya untuk Organisasi Pengelola Zakat saja sedangkan entitas pembayar dan entitas
penerima diharapkan mengacu pada PSAK 101 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Syariah.
ED PSAK 109 dikeluarkan oleh IAI pada tanggal 26 Februari 2008 dan disosialisasikan ke public untuk
mendapatkan tanggapan dan masukan demi perbaikan PSAK tersebut. Pada bagian ini akan diuraikan ED
PSAK 109 yang kemudian disimulasikan sehingga diharapkan akan diperoleh gambaran implementasi
dan dampak pemberlakuan PSAK ini terhadap penyajian dan pengungkapannya.

ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, bahwa dana-dana yang dikelola oleh OPZIS
adalah dana zakat, infak/sedekah, dana non halal, dan dana amil menurut ED PSAK ini keempat jenis
dana tersebut perlu dilakukan pencatatan secara spesifik dan tersendiri menurut sumber penghimpunan
dan peruntukannya. Berikut gambaran ED PSAK Zakat dan Infak/Sedekah yang dikeluarkan oleh IAI:

Ruang Lingkup

PSAK ini berlaku untuk amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah. Amil yang
menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, yang selanjutnya disebut “amil”, merupakan
organisasi pengelola zakat yang pembentukannya dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan
zakat dan infak/sedekah.

PSAK ini tidak berlaku untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah,
tetapi bukan kegiatan utamanya. Entitas tersebut mengacu ke PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

Definisi-definisi khusus

Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukannya dan atau pengukuhannya diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat,
infak/sedekah.

Dana Amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah serta dana lain yang oleh pemberi
diperuntukkan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan amil.

Dana infak/sedekah adalah bagian nonamil atas penerimaan infak/sedekah.

Dana zakat adalah bagian nonamil atas penerimaan zakat

Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh pemiliknya, baik yang peruntukannya
dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi.

Mustahiq adalah orang atau entitas yang berhak menerima zakat


Muzakki adalah individu muslim yang secara syariah wajib membayar (menunaikan) zakat.

Nisab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).

Karakteristik

Zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada mustahiq baik melalui
amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai persyaratan nisab, haul (baik yang
periodik maupun yang tidak diperiodik), tariff zakat (qadar), dan peruntukannya.

Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik ditentukan maupun tidak ditentukan peruntukannya
oleh pemberi infak/sedekah.

Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dan tata kelola yang baik.

Pengakuan dan Pengukuran Zakat

Pengakuan Awal

Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima. Sedangkan zakat yang diterima dari
muzakki diakui sebagai penambah dana zakat:

Jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima

Jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar asset nonkas tersebut.

Penentuan nilai wajar asset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak
tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam
PSAK yang relevan.

Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian nonamil.
Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahiq ditentukan oleh amil sesuai
dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.

Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil maka asset
zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan
ujrah/fee maka diakui sebagai penambah dana amil.

Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan
sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian
tersebut.

Penurunan nilai asset zakat diakui sebagai:

Pengurang dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil

Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

Penyaluran Zakat

Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar:

Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas

Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas

Pengakuan dan Pengukuran Infak/Sedekah

Pengakuan Awal

Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana infak/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai dengan
tujuan pemberi infak/sedekah sebesar:

Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas

Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas


Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar untuk aset nonkas tersebut.
Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai
yang diatur dalam PSAK yang relevan.

Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana amil bagian amil dan dana infak/sedekah untuk bagian
penerima infak/sedekah.

Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para penerima infak/sedekah ditentukan oleh amil
sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.

Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Infak/sedekah yang dapat berupa kas atau asset nonkas. Aset nonkas dapat berupa aset lancar atau
tidak lancar.

Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan untuk dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat
penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut
diperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset
tersebut sudah ditentukan oleh pemberi.

Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera disalurkan. Aset
seperti ini diakui sebagai aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan habis pakai, seperti bahan makanan,
atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang, seperti mobil ambulance.

Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan sedangkan aset nonkas tidak lancar dinilai sebesar nilai
wajar sesuai dengan PSAK yang relevan. Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai:

Pengurang dana infak/sedekah, jika terjadi bukan disebabkan oleh kelalaian amil.

Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset (nonkas) tidak lancar yang dikelola oleh
amil, maka aset tersebut harus dinilai sesuai dengan PSAK yang relevan.
Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah.

Penyaluran Infak/Sedekah

Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar:

Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas

Nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas.

Penyaluran infak/sedekah kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak/sedekah
sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut.

Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang
infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah.

Pengakuan dan Pengukuran Dana Non Halal

Penerimaan dana nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan
dana nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh
entitas syariah karena secara prinsip dilarang.

Penerimaan dana nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana
infak/sedekah dan dana amil. Aset nonhalal disalurkan sesuai dengan syariah.

Penyajian dan Pengungkapan Zakat dan Infak/Sedekah

Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana nonhalal secara terpisah dalam
(laporan posisi keuangan).

Zakat
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak pada:

Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima.

Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan zakat, seperti persentase
pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan.

Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas.

Rincian jumlah penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang
diterima langsung mustahiq; dan

Hubugan istimewa antara amil dan mustahiq yang meliputi:

Sifat hubungan istimewa

Jumlah dan jenis aset yang disalurkan

Presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode

Infak / Sedekah

Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi terbatas pada:

a) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan unfak/sedekah berupa aset
nonkas;

b) Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan infak/sedekah, seperti
presentase pembagian, alasan, konsistensi kebijakan;

c) Kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima;

d) Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika
ada, maka harus diungkapkan jumlah dan presentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama
periode pelaporan serta alasannya;
e) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara terpisah;

f) Penggunaan dana infak /sedekah menjadi asset kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak, jika
ada, jumlah dan presentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah selama periode
pelaporan serta alasannya;

g) Rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan
jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima infak/sedekah;

h) Rincian dana infak/sedekah berdasarkan pembentukannya, terikat dan tidak terikat; dan hubungan
istimewa antara amil dengan penerima infak/sedekah yang meliputi:

(i) Sifat hubungan istimewa;

(ii) Jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan

(iii) Presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.

Selama membuat pengungkapan tersebut diatas, amil mengungkapkan hal-hal berikut:

a) Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan
penyaluran dana, alasan dan jumlahnya; dan

b) Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah.

h. Komponen Laporan Keuangan


komponen laporan keuangan yang lengkap dari amil terdiri dari:

1) Neraca (laporan posisi keuangan);

2) Laporan perubahan dana;an

3) Laporan perubahan aset kelolaan;

4) Laporan arus kas; dan

5) Catatan atas laporan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai