Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUMBER ZAKAT AWAL ISLAM DAN KONTEMPORER

Mata Kuliah
Manajemen Zakat II

Dosen Pengampuh
Dr. Hj. Rahmawati Muin HS, S. Ag., M.Ag.

Oleh
Masri Damang
NIM: 801003211016

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2022
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi
kesenjangan sosial di bidang ekonomi, karena memiliki aspek interaksi sosial dan
politik1Dalam mengatasi kesenjangan tersebut untuk memberikan kenaikan
ekonomi dalam pembayaran zakat yang dilaksanakan oleh muzakki kepada
mustahik akan membentuk salah satu pendistribusian dari sebuah pendapatan terkait
sistem ekonomi Islam. Sehingga dalam pendistribusian zakat tersebut turut adil
dalam meluaskan pemerataan distribusi pendapatan masyarakat, dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara nasional. Salah satu faktor utama terkait sistem dari
perekonomian Islam adalah adanya sistem keuangan publik bersamaan dengan
menjadikan salah satu kebijakan fiskal utama2 (Rohim, 2020).

Gambar 1. Potensi Zakat Indonesia 2019

Sumber: Puskas Baznas, 2020

Gambar 1. menunjukkan potenzi zakat di Indonesia mencapai Rp233,84 triliun


di tahun 2019. Potensi tersebut terdiri dari beberapa jenis zakat yang dapat dihimpun.
Antara lain zakat perusahaan sebesar Rp6,71 triliun, zakat pertanian Rp19,79 triliun,
zakat peternakan sebesar Rp9,51 triliun, zakat simpanan Rp58,76 triliun, serta zakat
penghasilan sebesar Rp139,07 triliun. potensi zakat nasional tersebut, diketahui potensi
zakat yang dimiliki Indonesia pada tahun 2019 dan 2020 memiliki peningkatan yang
signifikan sebesar 140 persen Namun terlihat juga terdapat salah satu jenis zakat yang
memiliki potensi zakat lebih besar dari jenis zakat lainnya di tahun 2019 dan 2020 yaitu
zakat perusahaan yang mencapai Rp144,5 triliun di tahun 2020

1
Khotib, M. (2019). Rekonstruksi Fikih Zakat: Telaah Komprehensif Fikih Zakat
Pendekatan Teoretis dan Metodologi (I). Literasi Nusantara
2
Rohim, A. N. (2020). Relevansi Nilai Dasar Bela Negara Dengan Pembayaran Zakat dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi. Jornal Ketahanan Nasional, 26(3),
293–307.
Gambar 2. Potensi Zakat Indonesia 2020
Sumber: Puskas Baznas, 2021

Menurut Khoiri mengutip dari Hafidhuddin terdapat beberapa indikator dalam


menentukkan sumber-sumber zakat, diantaranya 3

1. Sumber zakat yang masih berkategori baru dan belum menjadi kajian yang
komprehensif dalam berbagai kitab-kitab terutama kitab fikih klasik.
2. Sumber zakat yang telah berkembang menjadi bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari bagian ekonomi modern, karena zakat sudah termasuk ke dalam
bagian dari sumber yang potensial.
3. Dalam kajian fikih, zakat dikenal dengan kewajibanyang dilakukan
individual, tetapi saat ini zakat telah melakukan pengarahkan kepada badan
hukum dan lembaga. Sebab sesungguhnya zakat tidak hanya dilihat dari aspek
muzakki saja, melainkan dilihat juga dari aspek hartanya.
4. Penting adanya keputusan hukum untuk menjelaskan sumber zakat dari sektor
modern. Sektor ini memiliki nilai yang dikategorikan signifikan dari berba
gai sektor perekonomian yang berkembang dari waktu ke waktu.

Indikator sumber zakat ini menemukan adanya upaya dalam merealisasikan


potensi zakat. Sehingga, dalam merealisasikannya Fajrina melakukan
pengoptimalisasian pengengelolaan zakat yang memperlukan adanya potensi zakat
berkategori sebagai sumber potensi keuangan Islam. Karena dari zakat yang diberikan
muzakki memiliki peran sebagai bentuk dalam mengatasi permasalahan ekonomi
seperti kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran4

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Defenisi Kekayaan Sumber Harta Zakat
b. Bagaimana Sumber Harta Zakat sejak awal Islam
c. Bagaimana Suber Harta Zakat Komtemporer

3
Khoiri, N. (2014). Metodologi Fikih Zakat Indonesia Dari Kontekstualisasi Mazhab Hingga
Maqashid Al-Syariah. Citapustaka Media. http://repository.uinsu.ac.id/2499/
4
Fajrina, A. N., Putra, F. R., & Sisillia, A. S. (2020). Optimalisasi Pengelolaan Zakat:
Implementasi dan Implikasinya dalam Perekonomian. Journal of Islamic Economics and
Finance Studies, 4(1), 100–120.
B. PEMBAHASAN

1. Defenisi Kekayaan Sumber Harta Zakat

Zakat merupakan sumber utama kas negara sekaligus soko guru dari kehidupan
ekonomi yang dicanangkan al-Qur'an. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta
pada satu orang, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan
investasi dan mempromosikan distribusi5

Menurut Al Qur’an tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib
zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan.
Persoalan tsb diserahkan kepada Sunnah Nabi. Memang terdapat beberapa jenis kekayaan
yang disebutkan Quran seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan buah-buahan
(6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267). Namun
demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan rumusan yanga
umum yaitu "kekayaan" ("Pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka,....." QS
9:103).6

Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu :
dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf
Al-Qaradhawy dari beragam definisi yang dijumpai, Terdapat 6 syarat untuk suatu
kekayaan terkena wajib zakat: 1) Milik penuh, 2) Berkembang, 3) Cukup senisab, 4)
Lebih dari kebutuhan biasa, 5) Bebas dari hutang 6) Berlalu setahun7

2. Harta Zakat di masa awal Islam

Al-Qur’an sebagai dasar yang mewajibkan zakat tidak merinci jenis harta
kekayaan yang wajib dizakati. Al-Qur’an hanya menggunakan lafaz yang umum, yaitu
amwal yang bermakna segala macam harta, meskipun dalam hadis Nabi Muhammad
SAW telah menyebutkan beberapa nama dan jenis harta yang wajib dizakati seperti al-
masyiyah (beberapa jenis hewan), al-zahab-fidhdhah (emas-perak), ‘urud al-tijarah
(harta perdagangan), zuru’ simar (hasil pertanian dan tumbuhan tertentu), dan rikaz-
ma’din (harta temuan dan galian), tetapi tidak membatasi (takhsis) nama dan jenis harta
kekayaan selain dari lima macam di atas, seperti zakat hasil laut dan zakat profesi. 8
Selanjutnya Amin Suma mengatakan, seperti disimpulkan al-Mawardi (w.450
H.), dalam ilmu ekonomi Islam klasik, dasar-dasar al-makasib (usaha ekonomi) biasa
dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu : (i) al-Zira’ah / pertanian. (ii) al-Tijarah/
perniagaan temasuk perdagangan, dan (iii) al-Shin’ah / perindustrian, 9 Menurut
Muhammad Rasyid Ridha bahwa ayat tersebut di atas adalah tentang harta yang wajib

5
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Terjemahan Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2001), h. 75.
6
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka Litera
AntarNusa
7
Yusuf al-Qardhawi. (1991) .Fiqh al-Zakâh, Juz II. Beirut:Muassasah
Risalah.
8
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damsyik, Dar al-Fikr, 1989), Cet III, Jilid II,
h. 758. Lihat pula; Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, op.cit., h. 456.
9
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi & Keuangan Islam, (Jakarta
: Kholam Publishing, 2008), h.206
dizakatkan, yaitu sebagian harta yang dihasilkan oleh manusia dengan jalan usaha,
seperti perdagangan, perusahaan dan sebagainya Abu Ja'far Muhammad ibn Jarir al-
Thabari berkomentar tentang kalimat tersebut menyatakan perintah Allah SWT tentang
kewajiban mengeluarkan zakat dari hasil usaha perdagangan atau perusahaan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kata "tayyibat" adalah yang baik zatnya dan halal
cara mendapatkannya.46Imam Jashas menyatakan bahwa menurut ulama salaf yang
dimaksud dengan “hasil usaha kalian” dalam ayat diatas adalah hasil usaha
perdagangan10
Pandangan Ulama kontemporer mengenai zakat dimulai oleh Yusuf Qardawi,
dimana beliau menyebutkan tentang harta-harta yang dikenakan zakat adalah; binatang
ternak, emas, perak, harta perdagangan, hasil pertanian, madu serta produksi hewani,
barang tambang, hasil laut, investasi, perindustrian dan yang sejenisnya, pencaharian
serta hasil profesi saham serta obligasi (bond) 11
Menurut Muhammad Amin Suma mengutip keterangan IbnuQayyim al-Jauziyah ketika
menafsirkan ayat di atas antara lain menyatakan bahwa penyebutan kedua sumber ekonomi
yaitu yang keluar (berasal) dari perut bumi (al-kharij min al-ardh) dan yang dihasilkan melalui
usaha ekonomi (al-hashil bikasb al-tijarah), dengan tidak menyertakan sumber-sumber yang lain
seperti peternakan dan pertambangan, boleh jadi karena didasari dua hal utama Pertama, berdasarkan
kondisi objektif aktifitas ekonomi yang dilakukan masyarakat Arab waktu itu, yang
pada umumnya hanya terdiri atas perniagaan atau perdagangan dan perkebunan atau
pertanian. Perniagaan dan perdagangan, pada umumnya dipegang oleh kaum Muhajirin
(imigran dari Mekkah), sedangkan perkebunan atau pertanian kebanyakan didominasi
oleh penduduk Anshar (asli Madinah). Kedua, penyebutan hasil bumi dan usaha
ekonomi pada ayat di atas sangat dimungkinkandihubungkan dengan asal usul
kehartabendaan dan kekayaan lainnya yang berasal dari keduanya dan dari keduanya itu
pula kemudian ditumbuh kembangkan kekayaan. Termasuk ke dalam pengertian al-
kasbu ialah perniagaan dan perdagangan dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya,
dan termasuk ke dalam kategori nyang dihasilkan dari dalam bumi ialah biji-bijian dan
buah-buahan serta barang-barang tambang dan lain sebagainya. Kedua sumber ekonomi
inilah yang menjadi asal usul harta kekayaan di muka bumi pada umumnya, dan itulah
pula sebabnya mengapa penyebutan keduanya secara eksplisit dalam al-Quran dianggap
sangat penting12

3. Harta Zakat Kontemporer

a. Zakat Profesi

Zakat profesi diwajibkan, mareka beralasan dengan melandaskan al-quran surat


al-Baqarah 264 dan 267, Ali Imran 92, al- Isra’ 26, 29 dan lain-lain yang
memerintahkan secara umum dan tegas juga berulang-ulang dalam berbagai variasi,
supaya harta ”al-Amwal” sebagai usaha manusia dari rizki Allah wajib di infaqkan.
Infaq wajib tersebut adalah dimaksudkan zakat, sebagaimana disebutkan dengan
kata sadaqah dalam surat at-Taubah 60 dan 103. Demikian juga dimaksudkan dengan
perkataan ”minthaiyibati ma kasabtum” dalam al- Baqarah 267, bermaksud segala hasil
yang baik dari usahamu. Maksud usaha disini memiliki pengertian sangat umum dan

10
Al-Jashas, Ahkam al-Qur’an, op cit, Jilid I, h. 543
11
Yusuf al-Qardhawi. (1991). Fiqh al-Zakâh, Juz II. Beirut : Muassasah
Risalah.
12
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi & Keuangan Islam, (Jakarta
: Kholam Publishing, 2008), h.206.
mutlak, meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat dilakukan manusia secara halal dan
mendatangkan penghasilan, baik berusaha dengan keterampilan keahlian tertentu dan
berbagai kegiatan profesi lainnya. Oleh karena itu harta kekayaan yang selainnya yang
terdapat sekarang dan didapatkan dengan cara yang lain pula tentu sama wajib
zakatnya.13
Demikian alasan yang dikemukakan beliau. Kalau ada yang mau protes silahkan,
tapi jangan ke saya lho. Bila ada yang setuju dengan pendapat Yusuf Al-Qaradhawy ini,
maka silahkan mulai mengeluarkan zakat saat ini juga, baik dari stipend yang diperoleh,
honor, dll. Mari ber Fastabikhul Khairat dalam berzakat, Pembahasan berikut ini adalah
bagian akhir dari kaji kita mengenai zakat pencarian dan profesi, yaitu membahas
ukuran nisab dan besarnya zakat serta cara pembayaran yang mungkin dilakukan oleh
kita para professional. Penghasilan dari profesi itu sendiri tidaklah selalu mudah diperoleh
seperti halnya para dokter, banyak pula diantaranya yang diperoleh dengan susah payah,
misalnya penjahit, supir, dll, sehingga perlu diketahui pula nisab dan besar zakatnya14.
Nisab Dan Besarnya Zakat Pencarian Dan Profesi Seteleh menetapkan harta
penghasilan dari pencarian dan profesi adalah wajib zakat, yusuf Al-Qaradhawy
menjelaskan pula berapa besar nisab buat jenis harta ini, yaitu 85 GRAM EMAS
seperti hal besarnya nisab uang (yang telah kita kaji sebelumnya). Demikian pula
dengan besarnya zakat adalah seperempatpuluh (2.5%) sesuai dengan keumumman nash
yang mewajibkan zakat uang sebesar itu. Orang-orang yang memiliki profesi itu
menerima pendapatan mereka tidak teratur, bisa setiap hari seperti dokter, atau pada saat-
saat tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular
mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai (seperti kita yang anggota
korpri-)).
Zakat Profesi YouTuber dan Googlepreneur diwajibkan untuk membayar
zakat atas penghasilan yang diperolehnya, meskipun profesi ini relatif baru di era
milenial ini, tetapi memiliki relatif besar potensi penghasilan. Ada 3 pendekatan yang
dapat digunakan untuk menghitung besarnya zakat seorang youtuber dan googlepreneur
yaitu (a) zakat emas, perak dan zakat perdagangan, dengan ketentuan ambang batas 85
gram emas (20 dinar) atau 595 gram perak (200 dirham) dengan kadar zakat 2 , 5% dan
aktu yang dihabiskan setahun sekali, (b) diriwayatkan pada zakat pertanian, dengan
ketentuan nishab 5 ausaq (653 kg panen), tingkat adalah 5% dan dihabiskan setiap kali
mendapatkan / gaji,(c) Qiyas shahbah atau dianalogikan dengan dua hal di waktu yang
sama, dengan ketentuan tarif dari 5 ausaq (653 kg panen) dan dikeluarkan ketika
menerimanya pada tingkat 2,5%15
Disosialisasikan kepada umat Islam, mengingat potensi zakat profesi pada
masyarakat saat ini sangan besar, karena perkembangan ekonomi yang semakin
pesat juga. Profesi masyarakat sekarang tidak hanya dokter, notars, konsultan, guru,
akuntan saja, melainkan saat sekarang ini banyak masyarakat yang memiliki profesi lain
dari plaform atau web yang dijadikan sebagi salah satu sarana untuk berbisnis seperti
profesi YouTubers
Mengutip pendapat Imam Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Qardhawi
berpendapat bahwa nishab zakat profesi diukur dengan ukuran nisab tanaman dan buah-
13
Nazaruddin A. Wahid et. Al.,(2021) Zakat Profesi (Perspektif Fiqh Klasik Dan Kontemporer),
EL-Hisab: Jurnal Ekonomi Syariah Vol. 1, No. 2 (Juni 2021): hal 45-62
14
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka Litera
AntarNusa
15
M. Sultan Mubarok, M. Taufiq Abadi (2020) YouTuber And Googlepreneur: Review of the
Contemporary Fiqh of Zakah Journal of Digital Marketing And Halal Industry
Vol.2,No.Ihttp://journal.walisongo.ac.id/index.php/JDMHI/index DOI:
http://dx.doi.org/10.21580/jdmhi.2020.2.1.5034.,, 81-88,
buahan. Al-Ghazali berkata “Siapa yang memiliki pendapatan tidak kurang dari
pendapatan seorang petani yang mengeluarkan zakat, maka orang itu wajib
mengeluarkan zakat” Maka barang siapa yang berpenghasilan hingga 5 Wasaq atau 653
Kg, dari yang terendah nilainya yang dihasilkan tanah seperti gandum, wajib
mengeluarkan zakat. Oleh karena itu, golongan profesionalis yang memiliki penghasilan
tidak kurang dari petani wajib mengeluarkan zakat sebesar zakat pertanian tanpa
memperhitungkan modal dan juga persyaratan lainnya. Hal ini sama dengan ketetapan
yang ditetapkan oleh industri kerajaan Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang
tidak bersifat perdagangan, nisabnya diqiyaskan pada zakat pertanian, yakni yang telah
mencapai wasaq atau 653 kg ada kewajiban 5% di dalamnya 16

b. Zakat Saham/ investasi

Dr. Yusuf Qardhawi di atas bahwasanya profesi juga wajib di zakati maka untuk
masyarakat yangberprofesi sebagai investor juga wajib menzakati profesinya tersebut.
Akan Tetapi Hal inilah yang banyak belum di ketahui oleh para investor maka dari itu
penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada para investor hukum
menzakati saham, bagaimana cara menzakati saham dan apa syarat – syarat seorang
investor harus menzakati sahamnya17.
Zakat perusahaan menurut para ulama fiqih, baik salaf maupun khalaf
mewajibkan zakat atas harta yang diinvestasikan pada perdagangan atau lainnya. Dari
kalangan salaf yaitu Abu Ubaid bin Salam dalam kitabya Al-Amwal menyatakan bahwa
apabila sudah waktunya untuk mengeluarkan zakat, maka zakat dihitung dari barang
yang diperdagangkan sesuai dengan nilai uangnya. Kemudian, dihitung pula piutang
yang ada pada orang lain, serta dikurangi dari sebagian hutang. 18
Lalu dari hasil perhitungan tersebut barulah sisanya dapat dizakati (Puskas
Baznas, 2019). Sedangkan dari kalangan kalaf, Al-Zaila’I menjelaskan bahwa, ‘Dan
barang- barang dagang yang telah mencapai nisab yang atau emas kadar zakat 2,5
persen dan nisab 85 gram emas’ 19 Zakat perusahaan berupa saham memiliki
karakteristik kewajiban sesuai dengan syariat Islam, dimana tujuan utama dari
mendirikan suatu perusahaan agar mendapatkan sebuah keuntungan dengan cara
perolehan halal dan baik, serta memberikan manfaat bagi para pemegang saham.
Perusahaan melakukan penulisan dan pencatatan berupa akad perjanjian dengan
investor demi menghindari adanya keraguan.
Zakat perusahaan tidaklah bertentangan dengan prinsip syariah karena saham
membentuk sebuah surat berharga yang berasal dari bukti penyertaan modal oleh
investor yang diberikan kepada perusahaan, kemudian para investor akan
mendapatkan bagi hasil berupa deviden. Setiap perusahaan yang mengeluarkan saham
diharuskan mendaftarkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia agar saham perusahaan
dapat dipercaya oleh masyarakat yang ingin melakukan penanaman saham di
perusahaan 20
Zakat Investasi Terdapat suatu pendapat dari buku al-Bahr az-Zikar tentang

16
Yenni Batubara, Ketentuan Hukum Zakat Youtubers Perspektif Yusuf Al Qardawi. Al-‘Adalah:
Jurnal Syariah Dan Hukum Islam, -ISSN: 2503-1473 Vol. 5, No. 1, Juni 2020, 95-115
17
Muhammad Riduwan, Et.Al, (2022), Zakat Saham Perspektif Madzhab Imam Syafii, Zdihar:
Jurnal Ekonomi Syariah Volume 02, Nomor 0, 1,
18
Fajria Nur Fitri. (2021) Model Pengelolaan Zakat Saham dan Investasi di Baznas (Bazis)
Provinsi DKI Jakarta, Journal of Islamic Economics and Finance Studies Volume 2, No. 2 (December,
2021), DOI. ISSN 2723 – 6730 http://dx.doi.org/10.47700/jiefes.v2i2.3287, (Print pp. 196-213
19
Puskas Baznas. (2021). Outlook Zakat Indonesia 2021
20
Puskas Baznas. (2021). Outlook Zakat Indonesia 2021
mazhab Hadawiyah mengenai zakat investasi yang diwajibkan untuk dikeluarkan
zakatnya karena investasi itu sendiri, keuntungan yang terus mengalir sedangkan
bendanya tetap. Namun, dalam kitab Matan al-Azhar tentang mazhab zaidih
menemukan sebuah pendapat dari Imam Hadi mengenai zakat investasi, yang
dimaksudkan perhiasan, gedung, hewan, dan lainnya disewakan dan nilai uangnya
sudah mencapai nisab zakat. Perhitungan dari zakat investasi itu sendiri dianalogikan
dengan zakat pertanian yang nisab zakat 653 kg beras kadar zakat 10 persen atau 5
persen dibayarkan selama 1 tahun 21
Menurut Yusuf Qardhawi mengenai pendapat bahwa pabrik, gedung apartemen,
dan perusahaan yang melakukan penyewaan untuk mendapatkan hasil dari keuntungan
sewa masuk kedalam kategori kekayaan bertumbuh yang wajib dizakati dengan
ketentuan 10 persen atau 5 persen22

c. Zakat Aset Produktif (mustaghallat)


d.
Ciri-ciri di atas membedakan mustaghallat atau aset produktif dengan harta
perniagaan: Pertama, dalam perdagangan, barang dagangan berpindah tangan dari
penjual ke pembeli. Sedangkan dalam mustaghallat, barang bersifat tetap, tidak
berpindah tangan ke orang lain. Kedua, profit yang dihasilkan dari perniagaan berasal
dari labaatau selisih nilai penjualan dari nilai pembelian, sedangkan dalam
mustaghallatprofit berasal dari selain laba jual beli, misalnyadari madu yang dihasilkan
lebah, susu yang dihasilkan sapi, tanaman yang dihasilkan tanah, serta uang yang
dihasilkan dari penyewaan gedung (hotel dan sejenisnya).Namun keduanya memiliki
sisi persamaan, yakni tidak digunakan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. 23

Abdullah bin Mubarak Alu Saif, misalnya, menjelaskan macam-macam


mustaghallat sebagai berikut:-Harta tidak bergerak seperti tanah dan bangunan -Harta
bergerak seperti mobil dan peralatan yang disewakan -Hewan hidup yang dapat
menghasilkan profit dengan menjual hasilnya, baikberupa anakan, telur, madu atau hasil
lainnya. -Hak kekayaan intelektual seperti hak merk, hak dagang dan
semacamnya.Senada dengan Abdullah bin Mubarak, Ahmad Sarwatdalam bukunya
mendedahkan ruang lingkup mustghallat yangmeliputi banyak hal, di antaranya :a.Aset
yang nilai manfaatnya bisa disewakan seperti-Bangunan seperti hotel, rumah, kos-
kosan, kios, ruko dan sebagainya-Alat transportasi seperti mobil baik untuk usaha
rental, angkutan maupun jasa tour & travelb.Binatang yang bisa menghasilkan barang
bernilai jual seperti-Sapi yang bisa menghasilkan susu, -ayam yang bisa menghasilkan
telur, -lebah yang bisa menghasilkan madu, -biri-biri yang bisa menghasilkan wol, -
walet yang bisa menghasilkan sarang, -dan lain sebagainyac.Tanah yang ditanami
dengan tanaman yang tidak masuk kategori zakah zuru’ wa tsimar seperti perkebunan
kelapa sawit, tembakau, cengkeh, kayu jati, serta berbagai macam kebun buah-buahan,
seperti mangga, durian, jeruk, apel, semangga, melon, buah pir, buah naga, dan
21
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka Litera
AntarNusa
22
23
Irfandi, Zakat Aset Produktif (Mustaghallat)Dalam Tinjauan Fikih, Sibatik Journ Volume
1NO.6(2022)https://publish.ojs-indonesia.com/index.php/SIBATIK
seterusnya. 24

C. Zakat cryptocurrency

Dari hasil penelitian yang telah peneliti sajikan datanya, dan di akhir
kesimpulan ini menyimpulkan bahwa cryptocurrency termasuk dalam kategori al-maal
atau kekayaan, yang tentunya dapat dikeluarkan zakat dan wakaf, disini penulis
berpendapat bahwa zakat dalam cryptocurrency didasarkan pada zakat pada barang-
barang berharga atau barang likuid yang zakatnya setara dengan 85 gram emas dengan
nisab 2.5% dan jika melebihi nisab yang setara dengan 85 gram emas maka
cryptocurrency dapat menjadi objek zakat. Mata uang kripto yang diizinkan untuk
diperdagangkan dalam Islam adalah mata uang kripto berdasarkan nilai aset atau mata
uang kripto yang didukung aset, untuk misalnya, AABBG untuk cryptocurrency
berbasis komoditas emas, AGX untuk perak, dan Petro untuk komoditas minyak
mentah. Dengan meningkatnya minat kaum milenial di memiliki mata uang kripto
dalam aset investasi mereka, tentu saja, ini akan menjadi hal baru fasilitas zakat dan
wakaf bagi kaum milenial di Indonesia.

Sehingga menjadi haapan pengelola zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf di Indonesia
akan menerima cryptocurrency sebagai fasilitas baru untuk membayar zakat, infaq
shodaqoh, dan wakaf agar cryptocurrency dapat digunakan untuk pemerataan
perekonomian secara Islami cara dan juga dapat digunakan dalam kegiatan sosial dan
kemanusiaan untuk menghilangkan negatif stigma tentang cryptocurrency yang hanya
dapat digunakan untuk hal-hal ilegal. Contoh dari lembaga sosial yang telah menerima
cryptocurrency sebagai sumbangan adalah Palang Merah dsb 25,

Cryptocurrency mendapatkan popularitas di antara penyedia, mungkin ada


kebutuhan yang lebih besar untuk rangkaian barang dan tata kelola yang sesuai dengan
Syariah yang lebih komprehensif di dalam pasar keuangan Islam. Seperti jumlah
Muslim yang memiliki cryptocurrency tumbuh, ada kebutuhan yang lebih besar untuk
memahami bagaimana mereka dapat membayar zakat atas kepemilikan mereka. Saat
membayar Zakat, umat Islam harus memeriksa tingkat 'Nisab' mereka serta teknik
membayar zakat melalui investasi digital. Saat pasar kripto tumbuh dan matang,
lembaga keuangan mapan dan organisasi penerima zakat harus proaktif dalam
pendekatan mereka dan penciptaan mekanisme untuk mengakomodasi jenis
pembayaran baru..26

24
Abdullah bin Mubarak Alu Saif, 2009, Zakat al-Mustaghallat, Diktat pada Jurusan Fiqh
Universitas Imam Muhammad bin Saud, www.alukah.net., hal 33
25
Muhammad al Ikhwan Bintarto, Yudi Setiawan, Muhammad Uwais Alqarni, Faishal Hilmi,
(2022) Zakah and Waqf for Cryptocurrency in Islamic Law, ol. 7. No. 1, Mei 2022, 21-38 P-ISSN: 2548-
3374 (p), 2548338
(e) http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/alistinbath
26
Muhsin Nor Paizin, (2021) Community Views About Zakat on Cryptocurrencies, Al Qalam:
Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam P-
ISSN: 1907-4174; E-ISSN: 2621-0681 DOI : 10.35931/aq.v15i2. 724, Vol. 15, No. 2,
III. Kesimpulan

1. Dasar pegangan tentang masalah zakat dalam fiqh klasik dan fiqh kontemporer adalah
terlihat sama, khususnya mengenai landasar hukum zakat, yaitu al-Quran surat al-
Baqarah 264 dan 267, Ali Imran 92, al-Isra’26 dan 29 dan Hadis yang menyebutkan
tentang jenis-jenis harta yang diwajibkan zakat. Namun berbeda pemahaman dalam
menafsirkan ”minthaiyibati ma kasabtum” , pemahaman kata ”al-amwal” dan kata ” an-
nama’ ” yang ianya datang bersifat umum dan mutlak. Sebagian Ulama mensyaratkan
semua yang dijadikan bahan makanan pokok dan tahan lama (maqtita bihi wadukhira),
ada juga yang mensyaratkan harta yang lazimnya ditakar dan disimpan (ma yukalu wa
yuddakharu), lainnya lagi mendasarkan pada konsep aghniya dimana sekiranya konsep
aghniaya itu berubah, maka berubah pulalah objek zakat yang diwajibkan.
2. Bila dipahami bahwa pendapatan profesi adalah upah yang diterima karena
menyumbangkan jasa kepada pihak lain, maka konsep profesi seperti ini sebetulnya fiqh
klasik telah juga telah menetapkan wajib zakat terhadap yang demikian, sebagaimana
Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Umar bin Abdul Aziz telah memungut
zakat dari gaji tentara, gaji Hakim dan imbalan profesi petugas Madalim (pengacara)
dan lain-lain. Fiqh kontemporer hanyalah mengembangkan konsep ini kepada keadaan
yang relevan dengan perubahan profesi yang digeluti antara keadaan pada masa awal
islam dengan masa sekarang. Namun diakui ada golongan mazhab tertentu yang tidak
menukilkan mengenai zakat profesi seperti golongan Malikiyah dan Syafiíyah.
3. Tidak ada nas yang qath’i, baik dalam al-Quran maupun dalam al- Sunnah tentang nisab
zakat profesi, karenanya penetapan nisab dilakukan dengan menggunakan qiyas dan
sepakat ulama menyandarkan kepada nisab zakat harta. Namun sebagian ulama
mengqiyaskan kepada zakat zuru’, dan sebagian lainnya mengqiyaskan kepada zakat
naqdin. Masyarakat muslim indonesia umumnya mendasarkan kepada zakat naqdin,
sehingga nisabnya disamakan dengan 20 dinar atau 200 dirham atau dipersamakan
sekarang ini dengan 85 gram emas murni dan dengan kadar zakatnya 2,5 %.
IV. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Mubarak Alu Saif, 2009, Zakat al-Mustaghallat, Diktat pada Jurusan Fiqh
Universitas Imam Muhammad bin Saud, www.alukah.net., hal 33
Al-Jashas, Ahkam al-Qur’an, op cit, Jilid I, h. 543
Fajria Nur Fitri. (2021) Model Pengelolaan Zakat Saham dan Investasi di Baznas
(Bazis) Provinsi DKI Jakarta, Journal of Islamic Economics and Finance
Studies Volume 2, No. 2 (December, 2021), DOI. ISSN 2723 – 6730
http://dx.doi.org/10.47700/jiefes.v2i2.3287, (Print pp. 196-213
Fajrina, A. N., Putra, F. R., & Sisillia, A. S. (2020). Optimalisasi Pengelolaan
Zakat: Implementasi dan Implikasinya dalam Perekonomian. Journal
of Islamic Economics and Finance Studies, 4(1), 100–120.
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka
Litera AntarNusa
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka
Litera AntarNusa
Harun, S., Hafidhuddin, D., & Hasanuddin. (2002). Hukum Zakat (6th ed.). PT Pustaka
Litera AntarNusa
Irfandi, Zakat Aset Produktif (Mustaghallat)Dalam Tinjauan Fikih, Sibatik Journ
Volume 1NO.6(2022)https://publish.ojs-indonesia.com/index.php/SIBATIK
Khoiri, N. (2014). Metodologi Fikih Zakat Indonesia Dari Kontekstualisasi Mazhab
Hingga Maqashid Al-Syariah. Citapustaka Media.
http://repository.uinsu.ac.id/2499/
Khotib, M. (2019). Rekonstruksi Fikih Zakat: Telaah Komprehensif Fikih
Zakat
M. Sultan Mubarok, M. Taufiq Abadi (2020) YouTuber And Googlepreneur: Review of
the Contemporary Fiqh of Zakah Journal of Digital Marketing And Halal
Industry Vol.2,No.Ihttp://journal.walisongo.ac.id/index.php/JDMHI/index
DOI: http://dx.doi.org/10.21580/jdmhi.2020.2.1.5034.,, 81-88,
Muhammad al Ikhwan Bintarto, Yudi Setiawan, Muhammad Uwais Alqarni, Faishal
Hilmi, (2022) Zakah and Waqf for Cryptocurrency in Islamic Law, ol. 7.
No. 1, Mei 2022, 21-38 P-ISSN: 2548-3374 (p), 2548338
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi & Keuangan Islam,
(Jakarta : Kholam Publishing, 2008), h.206
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi & Keuangan Islam,
(Jakarta : Kholam Publishing, 2008), h.206.
Muhammad Riduwan, Et.Al, (2022), Zakat Saham Perspektif Madzhab Imam Syafii,
Zdihar: Jurnal Ekonomi Syariah Volume 02, Nomor 0, 1,
Muhsin Nor Paizin, (2021) Community Views About Zakat on Cryptocurrencies, Al
Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan https://jurnal.stiq-
amuntai.ac.id/index.php/al-qalam P-ISSN: 1907-4174; E-ISSN: 2621-0681
DOI : 10.35931/aq.v15i2. 724, Vol. 15, No. 2,
Nazaruddin A. Wahid et. Al.,(2021) Zakat Profesi (Perspektif Fiqh Klasik Dan
Kontemporer), EL-Hisab: Jurnal Ekonomi Syariah Vol. 1, No. 2 (Juni
2021): hal 45-62
Puskas Baznas. (2021). Outlook Zakat Indonesia 2021
Puskas Baznas. (2021). Outlook Zakat Indonesia 2021
Rohim, A. N. (2020). Relevansi Nilai Dasar Bela Negara Dengan Pembayaran Zakat dan
Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi. Jornal Ketahanan Nasional,
26(3),
Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damsyik, Dar al-Fikr, 1989), Cet III,
Jilid II, h. 758. Lihat pula; Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, op.cit., h.
456.
Yenni Batubara, Ketentuan Hukum Zakat Youtubers Perspektif Yusuf Al Qardawi. Al-
‘Adalah: Jurnal Syariah Dan Hukum Islam, -ISSN: 2503-1473 Vol. 5, No. 1,
Juni 2020, 95-115
Yusuf al-Qardhawi. (1991) .Fiqh al-Zakâh, Juz II. Beirut:Muassasah
Risalah.

Anda mungkin juga menyukai