Anda di halaman 1dari 17

KEUANGAN PUBLIK ISLAM

“Konsep Keuangan Publik Dalam Islam”

Dosen Pembimbing : Sri Rahma, M.E.

Disusun Oleh:

RIFANI SYAHARA

(501190360)

PRODI EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul ” Konsep Keuangan Publik Dalam Islam’’.

Makalah ” Konsep Keuangan Publik Dalam Islam” disusun guna memenuhi tugas Ilmu
Ekonomi Miko Syariah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 23 Oktober 2021

Penulis
A. Keuangan Publik Dalam Ekonomi Islam

Pengaturan keuangan public merupakan suatu kegiatan eknomi yang penting untuk
diperhatikan pememerintah.keuangan public bertujuan untuk mengatur tentang penerimaan
dan pengeluaran Negara.jika keuangan public tidak dikelolah dengan baik maka akan
menimbulkan damapak yang buruk terhadapa perekonomian, tetapi sebalikknya jika
keuaangan public dikelola dengan baik akan memberikan dampak positif terhadap Negara
misalnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.

Pengelolahan keuangan public secara konvensial yang selama ini menjadi pedoman dunia,
ternyata sudah tidak dapat lagi mempertahankan kekuatan ekonomi , hal ini dapat dilihat dari
terjadinya krisis global di Negara- Negara adikuasa di Eropa dan Amerika. Masyarakat sudah
mempertanyakan pengaturan keuangan public Konvensional , sehingga dibutuhkanlah sistem
ekonomi Islam yang bisa menjadi pedoma dalam pengelolahan keuangan Negara. Dalam
ekonomi Islam sitem pengelolahan keuangan Negara damapt dilihat dari segi pendapatan
Negara dan pengeluaran negaran1.

Adapun pendapatan Negara dalam ekonomi Islam sebagai berikut:

1. zakat
Secara bahasa, zakat berasal dari kata "‫ "ى زك– ى زك ي– اة زك ال‬yang berarti suci, tumbuh,
berkah, dan terpuji (Ibnu Manzur,1990:35).Dalam buku Pedoman Zakat, zakat menurut
bahasa berarti nam ‟ kesuburan , thah rah (kesucian), barakah (keberkahan), dan juga ta
kiyahtathh r/mensucikan(Hasbi Ash-Shiddieqy.1984:24). Dalam Kamus AlKautsar zakat
berarti tumbuh bertambah, berkembang. Jadi zakat menurut bahasa dapat diartikan bahwa
harta yang telah dikeluarkan seseorang dengan tujuan untuk menjadikan harta itu subur,
suci dan berkah.zakat itu merupakan ketentuan yang wajib diberikan umat muslim kepada
mustahiq zakat jika sudah mencapai haul dan nisab.adapun golongan yang behak
meneima zakat (mustahiq zakat) yaitu: fakir, miskin, Amil, muallaf, Raqib(budak),
fisabilillah dan ibnu sabil.2

1
Azmi, S. (2005). Islamic Economics: Public Finance in Early Islamic Thought (Penerjemah: Widyawati). Menimbang
Ekonomi Islam; Keuangan Publik, Konsep Perpajakan, dan Peran Baitul Mal. Bandung: Nuansa.

2
Suharto, U. (2004). Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat & Pajak. Yogyakarta: PSZ Islamic Business School
STIS Yogyakarta.
Zakat itu tebagi dua yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat mal adalah harta yang wajib
dikeluarkan umat Islam ketika sudah mencapai haul dan nisab.Zakat fitrah adalah zakat
yang wajib dikeluarkan umat muslim pada bulan ramadhan sampai menjelang idul fitri
yang bertujuan untuk mensucikan diri dari perbuatan dosa. Sedatkan zakat mal zakat Abu
Ubaid mengungkapkan ketentuan yang disepakati (tidak adaikhtilaf), yaiyang wajib
dikeluarkan umat muslim ketika sudah mencapi halu dan nisab. apabila seseorang
memiliki harta yang wajib dizakati diantaranya 200 dirham, 20 dinar, 5 ekor unta, 30 ekor
sapi, atau 40 ekor kambing. Konsekuensinya, bila seseorang memiliki salah satu di atas
dari awal haul sampai akhir, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya yang dinamakan
nishab oleh Imam Malik dan penduduk Madinah sedangkan penduduk Iraq menyebutnya
asal harta (Abu ubaid.2006:512).

2. Fa’i
Secara bahasa fay’ berarti mengembalikan sesuatu (Ibn Manzhur: 30).Fay’ diperoleh
daribarang yang dirampas dan orang-orang tidak beriman yang takluk tanpa peperangan
(Al-Mawardi,1978:126.Fay’ merupakan sumber penerimaan dari negara Islam dan
sumberpembiayaan negara. . Harta fa’I digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan
kesejahteraan umat (Chaundry, 2016:128. Ketentuan tentang fa’i ini dapat dilihat dalam
al-Qur’ansurat al-Hasyar ayat 6-7: “apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada RasulNya(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka
adalahuntuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorangmiskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu janganberedar di antara orang-orang
Kaya saja di antara kamu. apa yangdiberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnyabagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
SesungguhnyaAllah Amat keras hukumannya.” QS. Al Hasyr [59]: 6-7)

3. Ghanimah
Pada masa-masa pemerintahan Islam di Madinah (623 M) atau tahun1Hijriah, pendapatan
dan pengeluaran negara hampir tidak ada. Rasullah sendiri adalah seorang kepala Negara.
Pada fase awal ini, hampir seluruh pekerjaan yangdilakukan tidak mendapat upah sebab
pada masa ini umat Islam baru mendirikan ppemerintahan Islam . Situasi mulai berubah,
setelah turunnya surat Al-Anfal (Rampasan Perang). Pada waktu perang badar di tahun 2
hijriah,sejak itu negara mulai mempunyai pendapatan dari hasil rampasan
perang(ghanimah) yang disebut dengan khumz (seperlima), berupa kuda, unta,
danbarang-barang bergerak lainnya yang didapatkan dalam peperangan. Sumber
pendapatan Negara saaati itu adalah Ghanimah. ghanimah (barang rampasan perang)
merupakan kekayaan yang dirampas dari orang-orang non muslim setelah perang usai
(Ibnu Taimiyah.1963:46). Kemudian Rasulloh SAW mengelolah ghanimah sebagai
sumber pendapatan untuk membantu umat muslim pada saat itu.

4. Kharaj
Pada masa Rasulullah SAW dan kekhalifahan Islam, pajak merupakan salah satu sumber
pendapatan negara dari selain zakat, kekayaan yang diperoleh dari musuh tanpa perang
fay’ , harta wakaf, barang temuan (luqatah)dan dari kekayaan alam. Pajak dalam Islam
terbagi atas 3 macam yaitu jizyah(pajak kepala), kharaj(pajak bumi), dan ‘usyur pajak
atau bea cukai atas barang ekspor dan impor .

Dalam terminologi keuangan Islam, kharaj adalah pajak atast anah atau hasil tanah,
dimana para pengelola wilayah taklukan harus membayar kepada negara islam. Negara
Islam setelah penaklukan adalah pemilik atas wilayah itu, dan pengelola harus membayar
sewa kepada negara Islam.dengan ketatapan kharaj ini dapat menjadikan sumber
pendapatan Negara Islam.

Peristiwa sejarah yang terjadi di zaman Rasulullah saw. menginspirasi Abu Yusuf untuk
senantiasa mengembangkan pemikiran-pemikiran yang terkait dengan perpajakan, agar
keberadaannya betul-betul dapat memberikan manfaat bagi umat. Pemerintah dapat
melaksanakan kewajibannya secara baik dan rakyat dapat menikmatinya dengan nyaman
tanpa ada unsur kezalimanan. Abu Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil
bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan
pertanian. Dalam pandangannya, cara ini lebih adil dan tampaknya akan memberikan
hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah
garapan (Abu yusuf: 1979: 117).

5. Jizyah
Pada masa Rasulullah juga sudah terdapat jizyah, yaitu pajak kepala yang dibayarkan
oleh orang non-Muslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa, properti,
ibadah, bebas dari nilai-nilai, dan tidak wajib militer. Besarnya jizyah satu dinar per tahun
untuk orang dewasa yang mampu membayarnya.Untuk pengambilan jizyah ini, umat
islam dianjurkan untuk berlemah lembut dan tidak diperbolehkan bersikap kasar kepada
mereka.Abu Ubaid mengatakan bahwa tidakkah engkau melihat bahwa pernah dimbil
dari mereka sehelai pakaian (atau al-maa’fir atau tempat untuk menyimpan uang dinar )
ini tidak lain dimaksudkan sebagai kemudahan bagi ahli dzimmah, dan tidak boleh
dijual .akan tetapi , diambil hanya sekedar nilai yang murah lagi bagi mereka.Tidaklah
engkau mendengar perkataan Rasululloh SAW ‘atau gantilah jizyah itu dengan nilai yang
seumpama dengannya (Abu Ubaid. 2006:111).Ibnu Taimiyah m Adapun pengeluaran
keuangan Negara menurut Ibnu Taimiyah(19 63:275-278) adalah sebagaiberikut: (1)
orang-orang miskin dan orang-orang melarat, (2) untuk meningkatkankemampuan
pasukan dalam memelihara keamanan, (3) memelihara hukum dan tatanan dalam negeri,
(4)gaji atau upah, (5) pendidikan, (6)pengembangan infrastruktur, (7) kesejahteraan
umum. Ibnu Taymiyyah juga berpendapat bahwa penggunaankeuangan harus benar-benar
dipergunakan seperti yang dianjurkan oleh Allah danRasul-Nya (Ibnu Taimiyah. 1963:31)

B. Fungsi Negara Dalam Islam

Tujuan negara menurut Islam, katanya, sama dengan tujuan syariat itu sendiri, yaitu


terwujudnya kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. "Itu merupakan tujuan syariat
sekaligus tujuan kehadiran suatu negara," ucapnya. "Sekali lagi, kehadiran negara bukanlah
suatu tujuan, akan tetapi sarana meraih tujuan," ucapnya.

1. Menciptakan kondisi tenteramnya beribadah kepada Allah

Negara dituntut untuk mampu menciptakan kondisi tentram dalam beribadah dan menjelaskan
hukum-hukum Allah. Hal ini bisa diciptakan  dengan stabilitas politik, kondisi kehidupan
sosial yang harmonis dan kehidupan ekonomi yang sejahtera. Sehingga memungkinkan
masyarakat untuk meningkatkan keimanannya. Untuk mewujudkan kegiatan ibadah ini, bisa
diawali dengan pembentukan pribadi muslim dalam keluarga. Dan keluarga merupakan
elemen dan unsur penting untuk membentuk masyarakat.

2. Alokasi sumber daya alam sacara adil

Tugas dan tanggung jawab negara muslim yang kedua adalah mengalokasikan sember daya
alam secara adil. Dalam beberapa kesempatan, kewajiban ibadah yang dibawa Al-Quran
berhubungan dengan harta benda, seperti halnya membayar zakat. Perintah pembayaran zakat
senantiasa dibarengi dengan perintah shalat.

Ibnu Taimiyah menyatakan, ulil amri memiliki kewajiban untuk menarik dana zakat dari para
muzakki, mengelola dan membagikannya para mustatik untuk mendapatkan hak-haknya.

3. Menegakkan keadilan
Menegakkan keadilan merupakan tanggung jawab negara yang ketiga. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan mendirikan sistem peradilan, ibnu Taimiyah membagi tugas ini dalam
dua kategori. Pertama, menegakkan keadilan yang terkait dengan hak dan manfaat yang
kembali pada publik. Kedua, keadilan yang berhubungan dengan hak-hak pribadi masyarakat.
Baik ketika ia melakukan pengrusakan diri, atau terhadap hartanya atau yang berhubungan
dengan kehidupan keluarga.

4. Mengatur kehidupan ekonomi dan sosial

Tugas dan tanggung jawab ini bisa dicerminkan dengan intervensi negara dalam kehidupann
sosio-ekonomi. Negara memiliki hak untuk masuk dalam kehidupan ekonomi masyarakat
demi mewujudkan kesejahteraan bersama dengan menjalankan kebajikan dan menghilangkan
kerusakan.

Dalam kehidupan ekonomi, islam mengakui adanya kebebasan untuk menjalankan kegiatan
ekonomi. Kebebasan yang dibatasi dengan kemashlahatan individu dan masyarakat publik.

5. Penetapan harga

Jika pergerakan harga di pasaran berjalan secara normal, maka negara tidak memiliki
intervensi untuk menetapkan harga. Intervensi ini tidak berlaku jika harga berubah sesuai
dengan mekanisme pasar, berubah karena adanya perubahan permintaan dan penawaran.

Jika dipasaran terdapat tindak kezaliman, negara memiliki hak intervensi. Negara berhak
memaksa dan menentukan harga atas komoditi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Untuk itu negara berkewajiban menjaga keseimbangan dalam mekanisme pasar. Negara
berhak melakukan intervensi jika terjadi praktik penimbunan barang yang dapat berpengaruh
dalam kenaikan barang. Islam juga melarang melakukan praktik penimbunan (ikhtikar).

6. Pengaturan ketenagakerjaan

Islam memiliki konsen terhadap kerja dan berusaha mengaturnya. Mayoritas ulama fiqih
sepakat akan kewajiban kerja dengan segala potensi yang dimiliki, baik dengan akal pikiran
(akademis), atau tenaga fisik. Ibnu Taimiyah menjelaskan urgensi kerja ketika membahas
penetapan harga, kerja memiliki nilai ekonomi dan patut dihargai dengan materi (uang).

Islam mewajibkan terciptanya keseimbangan dalam mekanisme penawaran dan permintaan


tenaga kerja. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan upah yang layak dan sesuai dengan
kompetensi (tenaga) karyawan. Negara memiliki hak intervensi untuk melindungi hak-hak
pekerja, dan penetapan upah yang relevan sesuai dengan upaya dan tenaga yang telah
diberikan.

7. Pengaturan kepemilikian individu

Nagara memiliki hak intervensi untuk mengatur kepemilikan individu. Ibnu Taimiyah
menyatakan “manusia memiliki kekuatan dan hak atas harta yang dimiliki”. Negara tidak
memiliki hak untuk mengambil sebagian dari harta mereka tanpa mendapatkan persetujuan
dan kerelaan, kecuali dalam kondisi tertentu yang menuntut negara untuk mengambilnya.

Dalam kondisi tertentu, aset individu boleh disita oleh negara, tentunya dengan adanya
pertimbangan kebutuhan dan kemashlahatan publik, baik dalam sistem ekonomi, budaya dan
sosial.

Hubungan agama dengan negara dilihat dari Islam maupun pemikiran Barat, menurut teori
“Lingkaran Konsentris”, yakni Islam sebagai suatu agama, sebagaimana yang ditentukan oleh
AlQur’an Surah Al Imran (3) ayat 19:“Sesungguhnya agama yang di ridhoi di sisi Allah
hanyalah Islam”. Selanjutnya dalam Surah Al Maidah (5) ayat 3: “Pada hari ini
kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan nikmat ku dan telah ku ridhoi
Islam sebagai agama bagimu”. Para sarjana muslim membagi Ad-din al-Islam menjadi tiga
komponen yakni Aqidah, Syariahdan Akhlak, ketiganya totalitas yang tidak dapat dipisahkan,
dan terdapat faktor yang berkaitan dengan posisi Allah, manusia baik sebagai pribadi maupun
kelompok, masyarakat dan alam lingkungan. Aqidahdiartikan sebagai suatu keyakinanyang
bersifat monoteis murni yang hanya ada dalam Islam. Syariahadalah hukum Allah, maknanya
adalah sebagai pelembagaan kehendak-Nya, yang mana manusia harus hidup secara pribadi
dan bermasyarakatQur’an sebagai hukum abadi dan berlaku di semua tempatdan zaman
dengan satu kalimat dalam surat 4:53 bisa dipahami bahwa tujuan kekuasaan dalamnegara itu
adalah untuk melaksanakan kebajikan.3

Qur’an menyebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama.Mac Iver menyimpulkan tujuan
negara dalam lapangan kemakmurandengan kebebasan menurut hukum Qur’an adalah
kebajikan.Menurut hukum Qur’an kesewenang-wenangan terjadi karena kezaliman dan
kefasikan. Kezaliman terjadi karena hawa nafsu, dengan tidak memperdulikan terhadap nilai-
nilai budi yang luhur.Qur’an memberikan keterangan bahwa dalam hal ekonomi negara tidak
boleh melepaskan begitu saja dan harus ada campur tangan dari negara.Dalam Qur’an Tuhan
mengatakan kepada Daud yang sudah dilantik menjadi pemegang kekuasaan dalam negara
3
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam,
Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, dikutip dari H. Syaiful Bakhri, Ilmu Negara Dalam
Konteks Negara Hukum Modern, Ctk. Pertama, Total Media, Yogyakarta, 2010, hlm. 67.
supaya berlaku adil dalam memberikanhukum kepada manusia, dan jangan memperturutkan
kehendak hawa nafsu.Hukum Qur’an mengajarkan bahwa kekuasaan yang ada dalam tangan
pemegang kekuatan negara tidak boleh dijalankan sesuka hati.Hukum Qur’an menolak ajaran
Friederich Engels yang mengatakan bahwa negara itu dikuasai oleh pertumbuhannya
dialektika yang materialistis.Hukum Qur’an juga menolak menolak teori dan ajaran Dante
yang mengatakan bahwa, tujuan hidup manusia adalah supaya tercapainya kehidupan rohani
yang suci menurut kehendak Tuhan.Hukum Qur’an tidaksaja memerintahkan supaya rohani
umat manusia itu menjadi luhur, tetapi memerintahkan pula supaya kehidupan lain menjadi
sempurna.

Dalam Qur’an surat An-nisa ayat 53 (4:53): “Am lahum naseebun mina almulki faithan
layutoona alnnasa naqeeran” yang artinya: “Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan
(kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada
manusia”.4

C. Peran Dan Fungsi Sektor Private, Public dan Social

1. Peran dan fungsi sektor privat dalam keuangan  publik islam

Berdasarkan sejarah Islam konsep keuangan publik islam di klasifikasikan  pada kajian yang
mendalam dan sistematik pada kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid. Beliau menganggap bahwa
pendapatan publik dalam Islam adalah hasil derivasi pendapatan Nabi yang terdiri
dari safi, fay’, dan khumus al-khumus. Safi, yaitu sesuatu yang dipilih Nabi atas harta
rampasan perang pasukan muslim sebelum dibagi, kemudian berkembang menjadi sawafi,
tanah yang dipilih oleh kepala negara. Dalam perspektif keuangan publik, hal ini diartikan
sebagai harta publik yang dikelola oleh otoritas publik yang nantinya akan dimanfaatkan
masyarakat. Sedangkan Fay’ adalah pendapatan yang diterima Nabi dari harta yang dimiliki
Non-muslim tanpa melalui peperangan. Setelah nabi wafat harta kekayaan itu di nasionalisasi
karena Nabi tidak memiliki pewaris dan segala sesuatu yang ditinggalkan akan menjadi milik
publik. Peristiwa ini penting dalam perkembangan keuangan publik Islam selanjutnya.
Kemudian kategori terakhir pendapatan Nabi yaitu menurut Abu Ubaid adalah khumus al-
khumus, yaitu seperdualima dari harta rampasan. Setelah Nabi wafat disalurkan untuk
pendapatan publik (Suharto, 2004).5

4
Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's Rights Of The Islamic And Constitutional Law
Perspective Of The Republic Of Indonesia, Proceeding: Internasional Conference On Humanity, Law And Sharia (Ichlash),
Volume1, Nomor 2, 2020.

5
Al-Haritsi, J. bin A. (2003). Fikiq Ekonomi Umar bin Al-Khatab. Jakarta: Khalifah (Pustaka Al-Kautsar Group.
Sebuah negara memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan masyaraknya dalam konteks
kemaslahatan, sehingga memerlukan pendanaan dalam melakukan kewajiban tersebut. Hal ini
sudah dilakukan sejak pada masa Rasullah Saw dan periode selanjutnya. Berbicara mengenai
sektor swasta (privat), dalam sejarah ekonomi Islam peran dan fungsi sektor swasta memiliki
peran yang penting dalam berpartisipasi melaksanakan pembangunan negara. Dan juga ada
ketergantungan terhadap inisiatif swasta ketika pengelolaan tanah dikuasai oleh pemerintah.
Pihak swasta mengelola sebagian besar tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah. Pada
zaman nabi pendistribusi tanah oleh nabi bertujuan untuk pertanian dan peternakan. Nabi juga
menekankan pada sahabat untuk aktif dalam keahlian, perdagangan, dan aktivitas produktif
lainnya. Hal ini menunjukkan filsafat ekonomi nagara berdasarkan atas peningkatan peran
swasta dan peran swasta dianggap sumber ekonomi utama yang menyejahterakan individu
dan masyarakat secara keseluruhan (Al-Mawardi, 1996).

Hasil penelitian (Barro, 1991), 98 negara periode 1960-1985 menemukan bahwa:

1. Pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi yang signifikan dan terhadap initial human


capital (pendidikan dasar dan menengah).
2. Rasio konsumsi pemerintah (diluar dari pengeluaran pada sektor pendidikan) berkolerasi
negatif terhadap PDB.
3. Rasio investasi (swasta dan pemerintah) berkolerasi positif pada PDB.
4. Ketidakstabilan politik dan distorsi pasar berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi.

Hal ini berdasarkan uraian di atas, keuangan publik yang dikelola oleh negara untuk
kepentingan dalam menjalankan roda perekonomian dan digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat. Namun, pemerintah tidak dapat berperan dengan baik tanpa adanya dukungan
sektor swasta dalam mengelola sumber-sumber ekonomi. Dengan adanya sinergi dari sektor
pemerintah dan swasta yang bersama-sama melakukan pembangunan dapat mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.

Menurut (Taylor, 1948)  jenis pendapatan pemerintah yang mencakup grent and gift. Grent
adalah subsidi dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau bantuan yang diberi oleh
negara lain. Sedangkan gift adalah jenis bantuan atau sumbangan swasta kepada pemerintah,
diantaranya:

1. Retribusi
2. Denda
3. Perampasan
4. Uang atau barang yang menjadi milik pemerintah dari orang yang meninggal dunia tanpa
ahli waris
5. Pemungutan khusus (pajak rumah, pajak tanah, kebutuhan perbaikan jalan, dsb)

Hal ini sektor swasta sangat berpengaruh dalam pembangunan negara, sebab difungsikan
sebagai penerimaan negara dari sektor swasta atau masyarakat. Karena pada klasifikasi nya
sumber-sumber penerimaan negara tidak hanya pada sektor publik atau pemerintah saja,
tetapi disisi lainnya ada sektor privat atau swasta dalam membantu keuangan negara untuk
difungsikan sebagai pembangunan perekonomian negara. Adanya kerja sama yang baik dalam
sektor pemerintah dan  swasta dapat membantu meningkatkan laju pertumbuhan. Jika dilihat
dari perspektif sejarah sumber-sumber pendapatan negara tidak lain berasal dari sektor publik
dan swasta.

2. Peran dan Fungsi Sektor Publik Keuangan Publik Islam

Keuangan publik islam juga berhubungan dengan peran negara dalam menganalisa dampak-
dampak perpajakan dan pembelanjaan negara terhadap situasi ekonomi (Sahabuddin, 2005).
Negara juga memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam aktivitas ekonomi, namun
negara juga harus mengatur perekonomian agar meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sehingga negara tersebut dapat memberikan masyarakatnya suatu kehidupan yang layak
dalam bidang ekonomi.6

Berikut adalah hal-hal yang berkaitan dengan peran negara dalam perekonomian islam
(Haqiqi, 2017).

1. Memajukan sektor swasta dengan tetap memperhatikan kepentingan umum


2. Sumber daya alam dikelola secara bersama, di mana pengelola menyewa lahan kepada
umum
3. Kebijakan investasi secara langsung
4. Proyek yang dikerjakan oleh individu, tetap dapat dinikmati oleh orang banyak
5. Memberantas kemiskinan dan menciptakan kondisi lapangan kerja dan tingkat
pertumbuhan yang tinggi
6. Meningkatkan stabilitas nilai riil uang
7. Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi

Berikut  Peran pemerintah dalam suatu Negara dikategorikan menjadi tiga (Haqiqi, 2017)

1. Peran Alokasi
6
Marathon, S. S. (2004). Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Zikrul.
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang
meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (QS. Al-
Ma‟arij [70]: 24-25).

Di masa Rasulullah, penerapan ayat ini adalah dengan media baitul mall. Ketika masa 
tersebut baitul mall menjadi tempat kas negara, dimana di dalam baitul juga terdapat harta
zakat yang akan di alokasikan ataupun di bagikan kepada orang yang kekurangan dan
membutuhkan harta tersebut

2. Peran Distribusi

Peran Distribusi pemerintah adalah suatu peran pemerintah untuk mengelolah pendapat
negara sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat. Peran yang satu ini juga berkaitan
dengan peran pemerintah sebelumnya, di masa Rasulullah harta zakat yang di kumpulkan
dalam baitul mall di distribusikan secara maksimal dan sesui dengan golongan yang wajib
menerima zakat. Ketika zakat telah di Distribuskan secara maksimal maka kesejahteraan dan
pemerataan ekonomi akan terjadi dalam suatu negara

3. Peran Stabilisasi

Peran Stabilisasi adalah peran dimana pemerintah membuat kebijakan ekonomi agar
keseimbangan ekonomi di suatu negara akan tetap terjaga. Di masa Rasulullah, para orang
yahudi ataupun non muslim wajib membayar pajak kepada pemerintah, sehingga terjadi
keseimbangan ekonomi dalam suatu negara tersebut.

3. Peran dan Fungsi Social Sektor dalam Keuangan Publik Islam

(Oubakrim, 2007) mencatat bahwa suatu Negara pasti memberikan perhatian khusus terhadap
kebijakan ekonomi dan keuangan, karena topik tentang program-program ekonomi dan
proyek-proyek investasi dan neraca keuangan banyak diperbincangkan. Oleh karena itu
pemerintahan yang berusaha  keras mencapai kebijakan ekonomi dan keuangan akan
mendapat kepercayaan dari rakyat, sedangkan pemerintahan yang gagal dalam melaksanakan
kebijakan akan menuai kritikan dari rakyat.

Tujuan sebuah pemerintahan untuk menerapkan kebijakan publik, salah satunya adalah
memberikan prioritas terhadap kebijakan ekonomi dan kebijakan keuangan, karena yang
menjadi pilar utama sebuah negara ialah kekuatan ekonominya. (Marathon, 2004) mencatat
bahwa pengelolaan keuangan public islam mulai diatur secara sistematis dan dengan
bimbingan wahyu adalah ketika terjadi persaingan perdagangan antara umat Islam, kaum
Quraisy, dan bangsa Yahudi, yang pada akhirnya memicu terjadinya perang badar pada tahun
ke-2 Hijriyah. Pada masa Rasulullah SAW perkembangan ekonomi tidak mengalami
perubahan yang berarti.7

Sejak hijrahnya nabi Muhammad SAW, lembaga keuangan islam mengalami perkembangan
yang pesat sebagai penentu sumber dana yang telah ditetapkan, diantaranya :

 Zakat, dengan adanya zakat yang memiliki fungsi selain mensucikan jiwa, zakat juga bisa
dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi masalah sosial. Mencatat beberapa alasan, zakat
dijadikan instrumen ekonomi public dan perlunya campur tangan pemerintah didalamnya
karena zakat merupakan kewaiban seorang muslim sesuai ketentuan yang ada, peluang
zakat yang dikumpulkan sangat besar, dan jika dana zakat yang terkmpul disalurkan
dengan baik menurut syari’at Islam, akan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
membantu tercapainya pembangunan dan kesejahteraan di masyarakat.
 Jizyah, ialah harta yang diwajibkan atas orang-orang yang masuk dalam lindungan kaum
muslimin (kafir dzimmi).
 Usyur, ialah bentuk ijtihad dari Umar bin Khattab di hadapan sahabatnya, menurut (Al-
Haritsi, 2003) mengartikan bahwa, usyur sebagai harta ang diambil odileh petugas negara
dari pedagang yang melewati wilayah kekuasaan Islam.
 Ghanimah, bahwa ghanimah ialah harta yang diambil dari orang kafir secara paksa
melalui pertempuran fisik, dan terdapat dalam tiga jenis diantaranya: harta yang dapat
dibawa, tawanan perang, dan tanah.
 Kharaj, ialah upah sebagai kenutngan dari pemanfaatan tanah pertanian atas tanah lain
yang dimanfaatkan untuk kehidupan. (Marathon, 2004) menimpulkan ada tiga macam
yang bisa di mengerti dari kharaj, yaitu : memberikan kebebasan kepada pemilik untuk
memanfaatkan tanah yang ada, sebagai persediaan pangan kaum muslimin, dan proses
pemerataan harta kekayaan agar tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang.

Oleh karena itu saat ini mulai di gerakkan pembangunan sosial yang bertujuan untuk
memenuhi keperluan sosial sebagai stabilitas nasional dan Internasional yang lebih luas.
Dalam hal ini pembangunan sosial tidak hanya memberikan pelayanan kepada penyandang
masalah sosial. Tetapi juga  memberikan kualitas hidup yang jauh lebih baik kepada
masyarakat. Dengan adanya masalah seperti kemiskinan, pendidikan, dan ketenagakerjaan,
pemerintah perlu mengadakan pembangunan sosial guna menyelesaikan masalah tersebut
agar tidak terlalu memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat Indonesia.

7
Sahabuddin, A. (2005). Menimbang Ekonomi Islam. Bandung: Nuansa.
Menurut (Diva, 2009), peranan pemerintah yang efektif dan optimal diwujudkan dengan
fasilitator, regulator dan kasalitator :

1. Peran pemerintah sebagai fasilitator

Dalam hal ini pemerintah memiliki peran sebagai pemberi fasilitas kepada masyarakat untuk
mencapai tujuan. Fasilitas yang diberikan dapat berupa banyak hal seperti modal, maupun
subsidi barang. Tetapi disisi lain masyarakat juga dibantu dan disediakan fasilitas terkait
dengan jasa. Jadi, bukan hanya diberi fasilitas secara finansial tetapi juga pemberian bantuan
jasa.

2. Peran pemerintah sebagai regulator

Pemerintah berperan sebagai regulator untuk menentukan kebijakan-kebijakan guna


memudahkan dalam pengembangan aspek sosial. Dalam hal ini pemerintah berhak
menetapkan wewenang atau kebijakan agar kehidupan masyarakat dapat berjalan dengan
baik.

3. Peran pemerintah sebagai katalisator

Berbagai langkah dilakukan pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai katalisator


seperti perlindungan hak kekayaan dan intelektual, pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kreatifitas agar dapat berproduksi dan bukan hanya konsumtif.

Dalam hal ini berkaitan fungsi sosial, zakat sebagai salah satu sumber dana untuk mengatasi
masalah pembangunan sosial, seperti kemiskinan, pendidikan, dan ketenagakerjaan.
Pengertian fungsi sosial yang pertama ialah sebagai pengelolaan infaq, zakat dan sedekah.
Pelaksanaan zakat sebagai fungsi sosial. Sebagai bentuk pelaksanaan fungsi sosial dana zakat
di salurkan untuk zakat produtif, beasiswa pendidikan dan zakat konsumtif. Dengan adanya
zakat, infaq,sedekah dan wakaf masyarakat di Indonesia dapat memperbanyak berzakat, dan
peran pemerintah dalam pengembangan sosial dapat direalisasikan sesuai dengan kebijakan
yang berlaku.8

D. Production Possibility Frontier VS Social Indifference Curve

1. Production Possibility Frontier

8
Suharto, U. (2004). Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat & Pajak. Yogyakarta: PSZ Islamic Business School
STIS Yogyakarta.
Production Possibility Frontier (Batas Kemungkinan Produksi) adalah kurva yang
menunjukkan semua kemungkinan kombinasi produksi barang atau pelayanan dalam
jumlah maksimum dengan menggunakan secara maksimal sumberdaya produktif dan
teknologi yang tersedia.
PPF merupakan konsep penting dalam ekonomi modern, yang dapat digunakan untuk
menjelaskan berbagai aspek ekonomi: (1) kelangkaan (scarcity); (2) biaya pengorbanan
(opportunity cost); (3) tingkat marginal transformasi (marginal rate of transformation); (4)
efisiensi produktif (productive efficiency); (5) efisiensi alokatif (allocative efficiency); (6)
skala ekonomi (economies of scale); (7) resesi ekonomi (recession); (8) pemulihan
ekonomi (economic recovery); (9) dampak pertumbuhan ekonomi; (10) dampak
teknologi; dll

Gambar 1. Grafik production possibilities frontier

2. Social Indifference Curve


Kurva indiferen sosial terdiri dari semua distribusi kesejahteraan individu yang mengarah
pada tingkat kesejahteraan sosial yang sama. ... Ini berarti bahwa satu unit kesejahteraan
individu yang hilang oleh satu individu dan satu unit yang diperoleh oleh orang lain
mengarah pada distribusi kesejahteraan yang sama diinginkannya dengan yang asli.
Gambar 2. Grafik Social Indifference Curve
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, S. (2005). Islamic Economics: Public Finance in Early Islamic Thought (Penerjemah:


Widyawati). Menimbang Ekonomi Islam; Keuangan Publik, Konsep Perpajakan, dan Peran Baitul
Mal. Bandung: Nuansa.

M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya
Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, dikutip dari H. Syaiful Bakhri, Ilmu Negara Dalam Konteks Negara Hukum
Modern, Ctk. Pertama, Total Media, Yogyakarta, 2010, hlm. 67.

Suharto, U. (2004). Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat & Pajak. Yogyakarta: PSZ Islamic Business School STIS
Yogyakarta.

Muhammad Afif dan Laurensius Arliman S, Protection Of Children's Rights Of The Islamic And Constitutional Law
Perspective Of The Republic Of Indonesia, Proceeding: Internasional Conference On Humanity, Law And Sharia (Ichlash),
Volume1, Nomor 2, 2020.

M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya
Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, dikutip dari H. Syaiful Bakhri, Ilmu Negara Dalam Konteks Negara Hukum
Modern, Ctk. Pertama, Total Media, Yogyakarta, 2010, hlm. 67.

Al-Haritsi, J. bin A. (2003). Fikiq Ekonomi Umar bin Al-Khatab. Jakarta: Khalifah (Pustaka Al-Kautsar Group.

Marathon, S. S. (2004). Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Zikrul.

Sahabuddin, A. (2005). Menimbang Ekonomi Islam. Bandung: Nuansa.

Suharto, U. (2004). Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat & Pajak. Yogyakarta: PSZ Islamic Business School STIS
Yogyakarta.

https://myzenirahmawati.wordpress.com/2019/09/13/makalah-keuangan-publik-peran-dan-fungsi-private-public-dan-social-
sector/

Anda mungkin juga menyukai