Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

KERAJAAN ISLAM SEBELUM PENJAJAHAN BELANDA

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Hendra Eka Saputra, S.E.,M.SEI

DISUSUN OLEH:

Indah Pujiarti (212310004)

KELAS 1A

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kerajaan Islam Sebelum Penjajahan
Belanda”.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah  berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Pekanbaru, 08 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................i

BAB I...............................................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG.................................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH............................................................................................1
1.3. TUJUAN......................................................................................................................1

BAB II..............................................................................................................................2
2.1. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SUMATRA......................................................2
2.2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA..............................................................5
2.3. KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN, SULAWESI, DAN MALUKU.................9
2.4. HUBUNGAN POLITIK DAN KEAGAMAAN ANTAR KERAJAAN ISLAM........11

BAB III...........................................................................................................................12
3.1. KESIMPULAN.............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang merdeka Sejak tahun 1945. Sebelum
Negara ini merdeka, di Indonesia ada beberapa kerajaan yang berdiri pada dalamnya.
Kerajaan-kerajaan itu pada mulanya menganut ajaran kepercayaan hindu budha dikarenakan
kepercayaan itulah yang pertama ada pada negara Indonesia. lalu terbentuklah kerajaan-
kerajaan islam sebab adanya dampak dari pedagang-pedagang dari jazirah arab yang datang
untuk berdagang dan menyebarkan kepercayaan islam yang terjadi pada abad ke-7 Masehi
serta baru di abad ke-13 berdirilah kerajaan islam diberbagai penjuru Nusantara yang
merupakan kebangkitan kekuatan politik umat khususnya pada daerah Jawa waktu kerajaan
majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya sebab perseteruan internal. Hal ini
dimanfaatkan oleh sunan Kalijaga yang membina daerah tadi bersam raden Patah yang
artinya keturunan Raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan-kerajaan islam di pulau
Jawa pertama yaitu kerajaan Demak Bintoro, lalu muncul kerajaan-kerajaan islam.
Terdapat beberapa kerajaan-kerajaan islam yang berdiri di Nusantara, baik di pulau jawa atau
di luar jawa sebelum penjajahan belanda. Kerajaan-kerajan tadi membawa pengaruh yang
sangat besar pada corak budaya serta perkembangan Negara.

Berangkat dari pendahuluan di atas, saya akan membahas perihal kerajaan-kerajaan


islam sebelum penjajahan Belanda dan hubungan politik dan keagamaan antar Kerajaan.
Saran, kritikan, dan masukan sangat saya butuhkan supaya tercipta suatu susunan makalah
yang sebagai lebih baik dan berguna bagi kita semua.

1.2. RUMUSAN MASALAH


a. Apa saja kerajaan Islam yang ada di Indonesia sebelum penjajahan Belanda?
b. Bagaimana hubungan politik dan keagamaan antar kerajaan Islam di Indonesia?

1.3. TUJUAN

a. Dapat memahami apa saja kerajaan Islam yang ada di Indonesia sebelum penjajahan
Belanda.
b. Untuk mengetahui hubungan politik dan keagamaan antar kerajaan Islam di
Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI SUMATRA

A. Kerajaan Perlak
Saat kita masih duduk di bangku sekolah, dijelaskan bahwa kerajaan Islam di Indonesia
yang pertama adalah Kerajaan Samudera Pasai. Tetapi faktanya Kerajaan Perlak merupakan
kerajaan pertama yang terletak di wilayah perlak, Aceh Timur dan berdiri pada tahun 840-
1292 M. Sedangkan Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1267 dan lenyap tahun
1521.

Sebuah kapal layar menggunakan pimpinan “Makhada Khalifah” dari Teluk Kambay
Gujarat berlabuh pada Bandar Perlak dengan membawa kira-kira 100 orang anggota dakwah
yang terdiri atas orang Arab, Persia dan Hindia pada tahun 173 H. Mereka menyamar
menjadi awak kapal dagang dan khlaifah menyamar menjadi kaptennya. Makhada Khalifah
merupakan seseorang yang bijak pada dakwahnya sebagai akibatnya pada waktu kurang dari
stengah abad, Meurah (raja) dan semua masyarakat Kemeurahan Perlak yang beragama
Hindu-Budha dengan sukarela masuk kepercayaan Islam. Selama proses pengislaman yang
realtif singkat para anggota dakwah sudah banyak yang menikah dengan perempuan Perlak.
Di antaranya ialah seorang anggota asal Arab Suku Quraisy menikah dengan putri Istana
Kemeurahan Perlak yang melahirkan putra Indo-Arab pertama menggunakan nama Sayid
Abdul Aziz.

Di tanggal 1 Muharram 225 H./840 M, Kerajaan Islam Perlak diproklamasikan dengan


raja pertamanya ialah putra Indo-Arab tadi dengan gelar Sultan Alaiddin Maulana Aziz Syah.
i saat yang sama, nama ibukota kerajaan diubah berasal Tiandor Perlak menjadi Bandar
Khalifah, menjadi kenagan indah pada khalifah yang sangat berjasa menggunakan
membudayakan Islam kepada bangsa-bangsa Asia Tenggara yang dimulainya dari Perlak.
dengan demikian, kerajaan Islam yang pertama berdiri di awal abad ke-3 H./9 M., berlokasi
pada Perlak. Lima Sultan ini beserta istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian
dimakamkan di Paya Meuligo, Perlak, Aceh Timur.

Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed
Maulana Ali Mughat Shah asal aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi
lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni
sebagai akibatnya sultan-sultan berikutnya diambil asal golongan Sunni. Hal ini disebabkan
dimasa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, sirkulasi
Sunni mulai masuk ke Perlak. Sesudah wafatnya sultan di tahun 363 H (913 M), terjadi
perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sebagai akibatnya selama dua tahun berikutnya
tidak terdapat sultan.

Pada tahun 362 H (956 M), sesudah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum
Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama sekitar empat

2
3

tahun antara Syiah serta Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan
menjadi 2 bagian:
a. Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988)
b. Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin sang Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim
Shah Johan Berdaulat (986 – 1023) Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah tewas
sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di
bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat
yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya sampai tahun 1006. Sultan ke-17
Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat
(memerintah 1230–1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan 2
orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Perlak:
Sultan terakhir Perlak ialah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz
Johan Berdaulat (memerintah 1267–1292). Sesudah beliau mati, Perlak disatukan dengan
Kerajaan samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan samudera Pasai, Sultan Muhammad
Malik al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

Dari perjalanan panjang Kerajaan Perlak di atas, mengalami pasang surut serta beberapa
konfrontasi antar penguasa, tapi hal itu tidak mengakibatkan kerajaan tadi mengalami kendala
pada proses pertumbuhannya, bahkan menjadikan kerajaan Perlak tersus bekembang hingga
dipersatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai.

B. Kerajaan Samudera Pasai


Kesultanan samudera Pasai, juga dikenal dengan samudera , Pasai, atau samudera
Darussalam, merupakan kerajaan Islam yang terletak pada pesisir pantai utara Sumatera,
sekitar pada kurang lebih Kota Lhokseumawe, Aceh Utara kini . Kerajaan ini didirikan oleh
marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, di lebih kurang tahun 1267. Raja pertama bernama
Sultan Malik AS-Saleh yang wafat di tahun 696 H atau 1297 M, lalu dilanjutkan
pemerintahannya sang Sultan Malik al-Thahir.

Berdasarkan informasi berasal Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah
berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu
nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297), Raja pertama Samudra Pasai. Malik Al-Saleh,
raja pertama kerajaan samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan tersebut. pada Hikayat
Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum sebagai raja ialah Merah Sile atau
Merah Selu. Beliau masuk Islam selesainya menerima seruan dakwah dari Syaikh Ismail
beserta rombongan yang datang dari Mekkah.

Pendapat bahwa Islam telah berkembang di sana semenjak awal abad ke-13 , didukung
oleh isu China dan pendapat Ibn Battutah yang mengunjungi samudera Pasai di pertengahan
abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M).pada kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah
mendeskripsikan Sultan Malikul Zhahir menjadi raja yang sangat saleh, pemurah, rendah
hati, dan memiliki perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia sudah menaklukkan banyak
kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah bersikap arogan. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan
oleh raja ketika menyambut rombongan Ibnu Battutah.

Samudera Pasai saat itu adalah pusat studi agama Islam dan kawasan berkumpul ulama-
ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi banyak sekali persoalan keagamaan dan
4

keduniaan. Selain itu, Sultan Malikul Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke
berbagai wilayah Nusantara. Kehidupan rakyat samudera Pasai diwarnai oleh agama dan
kebudayaan Islam. Pemerintahannya sesuai ajaran Islam, rakyatnya sebagian besar memeluk
agama Islam. Raja-raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok,
Majapahit serta Malaka. Selama abad 13 hingga awal abad 16, samudera Pasai dikenal
menjadi salah satu kota dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai
sebagai pusat perdagangan internasional dengan lada menjadi salah satu komoditas ekspor
primer. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang
maju, samudera Pasai mengeluarkan mata uang menjadi alat pembayaran. Salah satunya
yang terbuat dari emas dikenal menjadi uang dirham.

Dari perjalanan sejarah Kerajaan Samudra Pasai menyampaikan andil yang besar bagi
perkembangan Islam pada Nusantara, bahkan sebagaian referensi menyatakan bahwa
Kerajaan Samudra Pasai ialah kerajaan Islam pertama pada Nusantara karena kerajaan ini
adalah hasil proses Islamisasi pada wilayah-wilayah pantai yang pernah di singgahi sang para
pedagang-pedagang muslim semenjak abad ke -7 M.

Kerajaan Samudra Pasai berlangsung hingga tahun 1524 M., pada tahun 1521, kerajaan
ini ditaklukkan oleh Portugis yang menduduki selama 3 tahun. lalu, pada tahun 1524 M.,
dianeksasi oleh raja Aceh , Ali Mughayat Syah. Selanjutnya, kerajaan Samudra Pasai berada
pada bawah imbas kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

C. Kerajaan Aceh Darussalam


Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud beropini,
sebagaimana yang dikutip pada buku Badri Yatim, bahwa Kerajaan Aceh berdiri pada abad
ke-15, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497). Dialah yang
membentuk kota Aceh Darussalam.

Pada awalnya, daerah kerajaan Aceh ini hanya meliputi Banda Aceh dan Aceh besar
yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. saat Mughayat Syah naik tahta menggantikan
ayahnya, beliau berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan daerah Aceh pada
kekuasaannya, termasuk menaklukkan Kerajaan Pasai. Ketika itu, lebih kurang tahun 1511,
kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak
(pada Aceh Timur), Pedir (pada Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera
Utara) telah berada di bawah dampak kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti
pada Portugis, sebab itu, untuk menghambat efek Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut
lalu dia taklukkan dan masukkan ke dalam daerah kerajaannya. Semenjak waktu itu,
Kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan daerah yang luas, akibat
dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Kerajaan Aceh Darussalam berdiri di abad ke-15 (1496 M). Pendirinya ialah Ali
Mughayat Syah. pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang
bernama Salahuddin, yang lalu berkuasa sampai tahun 1537. Kemudian Salahuddin
digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan


Iskandar muda (1607 - 1636). di masa kepemimpinannya, Aceh sudah berhasil memukul
mundur kekuatan Portugis asal selat Malaka. Peristiwa ini dilukiskan dalam La Grand
Encyclopedie bahwa di tahun 1582, bangsa Aceh telah meluaskan pengaruhnya atas pulau-
5

pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) dan atas sebagian tanah Semenanjung
Melayu. Selain itu Aceh pula melakukan korelasi diplomatik dengan seluruh bangsa yang
melayari samudera Hindia. pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan
terhadap Portugis pada Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang serta
60.000 tentara laut. Agresi ini dalam upaya memperluas penguasaan Aceh atas Selat Malaka
dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh sudah berhasil mengepung Melaka dari segala
penjuru, tetapi penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis
dengan kesultanan Pahang. Kemunduran Kesultanan Aceh bermula semenjak kemangkatan
Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641.

Di masa pemerintahan Sultan Iskandar muda, Aceh Darussalam sebagai salah satu
pusat pengembangan Islam pada Indonesia. Di Aceh dibangun masjid Baiturrahman, rumah-
rumah ibadah, serta lembaga-lembaga pengkajian Islam. di sana tinggal ulama-ulama tasawuf
yang populer, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul
Rauf AS-Sinkili.

Kemunduran Aceh ditimbulkan oleh beberapa faktor, antara lain ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda pada pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan
jatuhnya daerah Minangkabau, Siak, Tapanuli serta Mandailing, Deli dan Bengkulu ke
dalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor krusial lainnya adalah adanya kudeta di antara
pewaris tahta kesultanan.

Dari perjalanan sejarah Kerajaan Aceh Darussalam bisa dicermati bahwa


perkembangan kerajaan tersebut relatif signifikan, terlihat dari kemajuan-kemajuan yang
dialami utamanya saat dipimpin oleh Sultan Iskandar muda sebab telah bisa memukul
mundur pasukan penjajah bahkan kekuasaannya telah melebar ke daerah nusantara termasuk
pulau Jawa serta Kalimantan.

2.2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA

A. Kerajaan Demak
Islam sudah tersebar di pulau Jawa, paling tidak semenjak Malik Ibrahim dan Maulana
Ishak yang bergelar Syaikh Awal al-Islam diutus menjadi juru dakwah oleh Raja Samudra
Pasai, Sultan Zainal Abidin Bahiyah Syah (1349-1409) ke Gresik. Pada percaturan politik,
Islam mulai memosisikan diri saat melemahnya kekuasaan Majapahit yang memberi peluang
kepada penguasa Islam pada pesisir buat membentuk pusat-pusat kekuasaan yang
independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat
Raden Patah menjadi raja pertama Kerajaan Islam Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1500-1550 M. Raden Patah ialah bangsawan Kerajaan
Majapahit yang sebagai adipati kerajaan besar Hindu di Bintaro Demak. Atas bantuan
daerah-daerah lainnya yang sudah lebih dahulu menganut Islam, Raden Patah sebagai Adipati
Islam pada Demak, secara terang-terangan menetapkan ikatan dengan Majapahit yang di
masa itu sedang berada di pada ujung kemunduran. beliau mendirikan kerajaan Islam dengan
Demak menjadi ibu kota.

Saat kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai
bawahan Majapahit pada tahun 1478. Dengan dukungan berasal para adipati, Raden Patah
mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman
6

Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Semenjak saat itu, kerajaan Demak


berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat.daerahnya cukup luas, hampir mencakup
sepanjang pantai utara Pulau Jawa. sementara itu, daerah pengaruhnya hingga ke luar Jawa,
seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.

Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, di
antaranya merupakan ekspansi serta pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan
pengamalannya, dan penerapan musyawarah serta kerja sama antara ulama dan umara
(penguasa).

Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan bisa ditinjau saat
beliau menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahta Majapahit (1478), sampai bisa
menggambil alih kekuasaan Majapahit. Selain itu, Patah juga mengadakan perlawanan
terhada Portugis, yang sudah menduduki Malaka dan ingin menghambat Demak. Dia
mengutus pasukan pada bawah pimpinan, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran
Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan
oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya di tahun 1518.

Dalam bidang dakwah Islam dan pengembangannya, Raden Patah mencoba menerapkan
hukum Islam pada aneka macam aspek kehidupan. Selain itu, ia juga menciptakan istana
serta mendirikan masjid (1479) yang hingga kini populer dengan masjid Agung Demak.
Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh Walisongo. Pada antara ketiga raja Demak,
Sultan Trenggana-lah yg berhasil menghantarkan Kesultanan Demak ke masa jayanya. pada
masa Trenggana, wilayah kekuasaan Demak mencakup seluruh Jawa dan sebagian besar
pulau- pulau lainnya. Cepatnya kota Demak berkembang menjadi pusat perniagaan serta lalu
lintas dan pusat kegiatan pengislaman tidak lepas dari andil masjid Agung Demak. Berasal
sinilah para wali dan raja dari Kesultanan Demak mengadakan perluasan kekuasaan yang
dibarengi oleh kegiatan dakwah Islam ke seluruh Jawa.

Sesudah Raden Patah wafat, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Pati Unus atau
Pengeran Sabrang Lor. Beliau menggantikan kedudukan ayahnya saat baru berusia 17 tahun
di tahun 1507 M. Sesudah menduduki jabatan sebagai raja, dia merencanakan suatu agresi
terhadap Malaka yang waktu itu tidak berhasil karena kerasnya ombak dan kuatnya pasukan
Portugis. Ia balik ke Demak tahun 1513 M. Pati Unus digantikan sang Sultan Trenggono
yang dilantik Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Dia memerintah
di tahun 1524-1546 M. Pada masanya kepercayaan Islam berkembang hingga ke Kalimantan
Selatan. Pada penyerangan ke Blambangan, Sultan Trenggono tewas (1546 M).

Kedudukannya digantikan oleh adiknya, Prawoto. Pada masanya terjadi kerusuhan


sebagai akibatnya beliau terbunuh. Kedudukannya lalu digantikan oleh Joko Tongkir yang
berhasil membunuh Aria Penangsang. Di masa ini, Kerajaan Islam Demak pindah ke Pajang.
Kerajaan Demak telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan Islam
pada Jawa, kerena kegigihan para raja yang pernah memimpin kerajaan tadi sebagai
akibatnya Kerajaan Demak mampu dikenal dimana-mana serta menjadi kerajaan Islam
pertama di Jawa.

B. Kerajaan Pajang
Selanjutnya adalah Kerajaan Pajang. Raja pertamanya ialah Joko Tingkir yang berasal
dari Pengging. Beliau merupakan menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di
7

Pajang. Sesudah ia mengambil alih kekuasaan asal tangan Aria Penangsang di tahun 1546 M,
sebagai raja Pajang, Jaka Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya (1568-1582). Gelar itu disahkan
oleh Sunan Giri, dan segera menerima pengakuan dari para adipati di Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Sebagai langkah pertama pemegang kekuasaan, Adiwijaya memerintahkan
supaya seluruh benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Sehabis itu, ia menjadi salah
satu raja yang paling berpengaruh di Jawa.

Pada masa pemerintahannya, beliau berusaha memperluas daerah kekuasaannya ke


pedalaman di arah timur sampai ke Madium. Sesudah itu ia menaklukkan Blora pada tahun
1554 M serta Kediri tahun 1557 M. Pada tahun 1581 M, ia menerima pengakuan dari para
raja pada Jawa sebagai raja Islam. Sultan Adiwijaya mati di tahun 1587 M, kedudukannya
digantikan oleh Aria Panggiri, anak Sunan Prawoto. Sementara itu, anak Sultan Adiwijaya,
yaitu pangeran Benawa diberi kekuasaan di Jipang. Tapi, beliau mengadakan pemberontakan
pada Aria Panggiri dengan menerima bantuan dari Senopati Mataram. Usahanya itu berhasil
serta dia menyampaikan tanda terima kasih pada Senopati berupa hak atas warisan ayahnya.
Akan tetapi ia menolak tawaran itu. Dia hanya meminta pusaka kerajaan Pajang untuk
dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian, Kerajaan Pajang dibawah proteksi Mataram dan
lalu menjadi wilayah kekuasaan Mataram.

Kesultanan Pajang adalah kesultanan Islam yang menggantungkan hidupnya pada budaya
agraris, karena secara geografis pajang jauh terletak di pedalaman Jawa. Pengaruh agama
Islam yang kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman. Pada masa
pemerintahan Sultan Adiwijaya, Pajang berusaha mengembangkan kesusasteraan dan
kesenian Islam.Kerajaan Pajang tidak beralangsung lama pada sejarah kerajaan Islam pada
Jawa, namun kerajaan ini sudah menorehkan sejarah perihal eksistensinya sebagai salah satu
kerajaan Islam yang pernah berpengaruh di Jawa.

C. Kerajaan Mataram
Pada waktu Sultan Adiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi
adipati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria
Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan
Adiwijaya. Sesudah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat
sebagai Adipati pada Mataram. Setelah menjadi Adipati, Sutawijaya ternyata tidak puas serta
ingin sebagai raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit pada
tahun 1528 yang mengakibatkan Sultan Adiwijaya meninggal. Setelah itu terjadi kudeta pada
antara para bangsawan Pajang menggunakan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat
Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Selesainya suasana aman,
Pangeran Benawa (putra Adiwijaya) menyerahkan tahtanya pada Sutawijaya yang kemudian
memindahkan pusat pemerintahannya ke Kota Gede pada tahun 1568. Semenjak saat itu
berdirilah Kerajaan Mataram.

Sesudah Permohonan Senopati Mataram atas penguasa Pajang berupa Pusaka kerajaan
dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja sebenarnya sudah terpenuhi. Dalam tradisi
Jawa, penyerahan seperti itu berarti penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa hingga tahun
1601 M. Sepeninggalnya, dia digantikan oleh putranya bernama Seda Ing Krapyak yang
memerintah sampai tahun 1613 M. Seda Ing Krapyak digantikan oleh putranya Sultan Agung
(1613-1646 M).
8

Kehidupan rakyat pada kerajaan Mataram, tertata dengan baik sesuai hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Pada pemerintahan Kerajaan Mataram Islam,
Raja ialah pemegang kekuasaan tertinggi, lalu diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. di
bidang pengadilan, dalam istana ada jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan
istana. Kerajaan Mataram menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal
ini sebab letaknya yang berada pada pedalaman. Tapi, Mataram juga mempunyai wilayah
kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang lebih banyak didominasi menjadi pelaut. Wilayah
pesisir inilah yang berperan krusial bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan
yang berkembang pesat di masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra.
Bentuk kebudayaan yang berkembang merupakan upacara Kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di
bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang relatif populer, yaitu buku Sastra
Gending yang artinya formasi dari hukum Islam dengan norma tata cara Jawa yang diklaim
hukum surya Alam.

D. Kerajaan Cirebon dan Banten


Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di wilayah Jawa Barat. Kerajaan ini
didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir di tahun 1448 M. dan wafat 1568 M.
pada usia 120 tahun. Pertumbuhan serta perkembangan yang pesat di Kesultanan Cirebon
dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian
diyakini menjadi pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta
penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda
Kelapa, serta Banten. Sesudah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan
pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan
Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung
Jati. tetapi, Pangeran Dipati Carbon mangkat lebih dahulu pada tahun 1565 M.

Kekosongan pemegang kekuasaan itu lalu diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton
yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh
Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, serta memerintah Cirebon
secara resmi menjadi raja Dari tahun 1568. Fatahillah menduduki tahta kerajaan Cirebon
hanya berlangsung 2 tahun sebab ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun sesudah
Sunan Gunung Jati wafat serta dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung
Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.

Demikian juga dengan Kerajaan Banten, selesainya Sunan Gunung jati menaklukkan
Banten di tahun 1525 M, beliau pulang ke Cirebon. Kekuasaan diserahkan pada putranya,
yaitu Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin kemudian menikah dengan puteri Demak dan
diresmikan sebagai Panembahan Banten tahun 1552 M. Beliau meneruskan perjuangan-
perjuangan ayahnya dalam meluaskan daerah-daerah Islam, yaitu ke Lampung serta Sumatera
Selatan. Pada tahun 1527 M, beliau berhasil menaklukkan Sunda Kelapa.

Di tahun 1568 M, saat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Sultan Hasanuddin


memerdekakan Banten, oleh kerena itu dia disebut sebagi raja Islam pertama di Banten.
Waktu ia tewas pada tahun 1570 M, kedudukannya digantikan sang putranya yaitu Pangeran
Yusuf. Beliau menaklukkan Pakuan pada tahun 1579 M, sebagai akibatnya banyak
bangsawan Sunda yang masuk Islam.
9

Eksistensi beberapa kerajaan Jawa sangat penting sebab menghasilkan sebuah


pencetakan ulang bagi penyerapan (resepsi) serta aktualisasi diri terhadap Islam. Sehingga
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa diakui sang sejarah sebagai kerajaan Islam yang sudah
menyampaikan kontribusi besar terhadap keberadaan Islam pada nusantara.

2.3. KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN, SULAWESI, DAN


MALUKU

A. Kerajaan Banjar
Di awal abad ke-16, Islam masuk ke Kalimantan Selatan, yaitu di Kerajaan Daha (Banjar)
yang beragama Hindu, Berkat bantuan Sultan Demak, Sultan Trenggono (1521-1546 M.),
Raja Daha dan rakyatnya masuk Islam sebagai akibatnya berdirilah kerajaan Islam Banjar,
dengan raja pertamanya Pangeran Samudra dan diberi gelar Pangeran Suryanullah atau
Suriansah. Sesudah raja pertama naik tahta, wilayah-wilayah sekitarnya mengakui
kekuasannya, yakni wilayah Sambas, Batangla, Sukaciana, serta Sambangan. Perkembangan
yang sangat menggembirakan pada tahun 1710 M, di zaman kerajaan Islam Banjar ke-7 pada
bawah pemerintahan Sultan Tahmilillah, telah lahir seorang ulama populer yaitu Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjary di desa Kalampayan Martapura. Dia membawa sinar yang
lebih jelas dalam Syiar Islam pada Kalimantan menggunakan mengajarkan ilmu-ilmu agama
kepada masyrakat di daerah itu. Sebagai akibatnya dia terkenal sebagi mufti besar Kerajaan
Banjar.

B. Kerajaan Gowa-Tallo
Kedatangan Islam di Sulawesi Selatan relatif terlambat Bila dibandingkan dengan daerah-
daerah lainnya di Indonesia seperti Sumatra, jawa, Kalimantan dan Maluku. Hal ini
disebabkan Kerajaan Gowa barulah dikenal sebagai kerajaan yang berpengaruh serta menjadi
kerajaan dagang di akhir abad XVI atau awal abad XVII. pada kurun saat tersebut para
pedagang muslim dari berbagai daerah nusantara dan para pedagang asing dari Eropa mulai
ramai mendatangi wilayah ini.

Sekalipun para pedagang muslim sudah berada pada Sulawesi Selatan semenjak akhir
abad XV, tak diperoleh fakta yang absolut perihal terejadinya konversi ke dalam Islam oleh
seorang raja setempat pada masa itu, sebagaimana terjadi di kepercayaan Katolik. Agaknya
inilah salah satu faktor pendorong para pedagang Melayu mengundang 3 orang Muballig
dari Koto Tangah Minangkabau agar tiba di Makassar mengislamkan elite Kerajaan Gowa
dan Tallo.

Lontara Wajo menjelaskan bahwa ketiga datuk itu datang di permulaan abad XVII dari
Koto Tangah, Minangkabau. Mereka dikenal dengan nama datuk tellue (Bugis) atau datuk
tallua (Makassar), yaitu:
1) Abdul Makmur, Khatib Tunggal, yang lebih populur dengan nama Datuk ri Bandang.
2) Sulaiman, Khatib Sulung, yang lebih terkenal menggunakan nama datuk ri Patimang.
3) Abdul Jawad, Khatib Bungsu, yang lebih dikenal menggunakan nama Datuk ri Tiro.
Adapun raja yang pertama menerima Islam menjadi agamanya ialah Raja Tallo yang
bernama I Mallingkang Daeng Mannyonri Karaeng Tumenanga ri Bontobiraeng, tanggal
10

resmi penerimaan Islam itu, ialah malam Jumat 22 September 1605 M, atau 9 Jumadil Awal
1014 H. Menjadi raja yang mula-mula memeluk kepercayaan Islam, diberilah baginda nama
Islam, yaitu Sultan Abdullah Awwalul Islam. Tak beberapa lama lalu, raja Gowa ke-14 yang
bernama I Mangngerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin, pula memeluk Islam. 2 tahun
kemudian semua rakyat Gowa dan Tallo selesai di-Islamkan dengan diadakannya
sembahyang Jumat pertama di Tallo di tanggal 9 Nopember 1607, bertepatan dengan tanggal
19 Rajab 1016 H. Selesainya itu Islam dikembangkan sang raja-raja selanjutnya, diantaranya
raja Gowa yg ke-16 yaitu I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan
Hasanuddin yang terkenal dengan “Ayam jantang asal timur” yang disegani oleh para
penjajah dari bangsa barat.

C. Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti
nama ibukotanya) ialah salah satu berasal 4 kerajaan Islam pada Maluku dan artinya salah
satu kerajaan Islam tertua pada nusantara. Didirikan sang Baab Mashur Malamo pada 1257.
Kesultanan Ternate mempunyai peran krusial pada daerah timur nusantara antara abad ke-13
hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan pada paruh abad ke -16
berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya
membentang meliputi daerah Maluku, Sulawesi Utara, Timur serta Tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina sampai sejauh Kepulauan Marshall pada pasifik.

Tidak ada sumber yang kentara tentang kapan awal kedatangan Islam pada Maluku
khususnya Ternate. Tetapi diperkirakan semenjak awal berdirinya kerajaan Ternate rakyat
Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang sudah bermukim
pada Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam
tetapi kepastian mereka juga keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya
dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad
ke-15.

Kolano Marhum (1465-1486 M), penguasa Ternate ke-18 ialah raja pertama yang
diketahui memeluk Islam beserta seluruh kerabat serta pejabat istana. Pengganti Kolano
Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500 M). Beberapa langkah yang diambil
Sultan Zainal Abidin artinya meninggalkan gelar Kolano serta merubahnya dengan Sultan,
Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, menghasilkan
lembaga kerajaan sesuai aturan Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya
ini lalu diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Beliau jua
mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam
ajaran Islam dengan berguru di Sunan Giri di pulau Jawa, disana dia dikenal menjadi "Sultan
Bualawa" (Sultan Cengkih).

Adapun Kesultanan Tidore merupakan kerajaan Islam yang berpusat pada wilayah
Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia kini. Pada masa kejayaannya (kurang lebih abad ke-16
sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru,
Ambon, serta banyak pulau-pulau pada pesisir Papua barat. Di tahun 1521, Sultan Mansur
asal Tidore menerima Spanyol menjadi sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan
Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis. Sehabis mundurnya Spanyol dari
wilayah tadi pada tahun 1663 sebab protes asal pihak Portugis menjadi pelanggaran terhadap
Perjanjian Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen pada daerah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689),
11

Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap daerahnya dan tetap menjadi wilayah
merdeka sampai akhir abad ke-18.

Sama halnya kerajaan-kerajaan Islam lain pada Nusantara, Kerajaan Ternate dan
Tidore juga mempunyai peranan krusial dalam penyebaran agama Islam pada Maluku,
bahkan pengaruhnya sangat besar sebab wilayah timur adalah wilayah yang merupakan basis
penyebaran agama Nasrani di wilayah nusantara.

2.4. HUBUNGAN POLITIK DAN KEAGAMAAN ANTAR


KERAJAAN ISLAM

Korelasi antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya pertama-tama
memang terjalin sebab persamaan agama. korelasi itu pada mulanya, mengambil bentuk
aktivitas dakwah, lalu berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah
contohnya antara Giri dengan wilayah-wilayah Islam di Indonesia bagian timur, terutama
Maluku. artinya pada rangka penyebaran Islam itu pula Fadhillah Khan dari Pasai datang ke
Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunda Kelapa.

Dalam bidang politik, kepercayaan pada mulanya digunakan untuk memperkuat diri
dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang
mengancam kehidupan politik juga ekonomi. Komplotan antara Demak dengan Cirebon pada
menaklukkan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil menjadi model. Contoh lainnya
merupakan persekutuan kerajaan-kerajaan Islam pada menghadapi Portugis serta Kompeni
Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran serta perdagangan.

Meskipun demikian, jikalau kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan-kerajaan


Islam itu sendiri terancam, persamaan agama tidak mengklaim bahwa permusuhan tidak ada.
Peperangan pada kalangan kerajaan-kerajaan Islam sendiri seringkali terjadi. Contohnya,
antara Pajang serta Demak, Ternate serta Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh sebab
kepentingan yg tidak selaras pada antara kerajaan-kerajaan itu pula, tak jarang satu kerajaan
Islam meminta bantuan di pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk mengalahkan
kerajaan Islam yang lain.

Korelasi antar kerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak pada bidang budaya serta
keagamaan. samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal menggunakan Serambi
Makkah menjadi pusat pendidikan serta pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam
tersebar keseluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang
menuntut ilmu ke sana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap wilayah-
wilayah di Indonesia bagian timur. Karya-karya sastra serta keagamaan dengan segera
berkembang pada kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi-isi karya itu seringkali kali mirip
antara satu menggunakan yang lain. Kerajaan Islam itu sudah merintis terwujudnya idiom
kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya hubungan budaya yang
Makin erat.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Masuknya Islam ke wilayah Nusantara, khususnya ke Sumatera serta Jawa, telah


memberikan sebuah rona baru dalam peradaban ke 2 daerah tadi. Islam tidak hanya disebut
menjadi sebuah agama saja, tapi lebih jauh daripada itu, sudah bisa memasuki aspek-aspek
kehidupan manusia, salah satunya pada bidang budaya. Hal ini mengakibatkan akulturasi
antara peradaban dengan Islam, dan salah satu hasilnya ialah berupa kerajaan-kerajaan. di
tahap selanjutnya, kerajaan-kerajaan inilah yang berperan krusial dalam penyebaran serta
pembentukan budaya Islam.

Di Indonesia terdapat banyak kerajaan-kerajaan islam yang tersebar luas di berbagai


penjuru Nusantara sebelum penjajahan Belanda, diantaranya adalah kerajaan Perlak, kerajaan
Samudera Pasai, kerajaan Aceh, kerajaan Demak, kerajaan Pajang, Cirebon dan lain
sebagainya. Kerajaan islam pertama kali berdiri di Indonesia adalah pada abad ke-13 dan
berkembang luas.

Perluasan kerajaan islam itu terjadi karena proses islamisasi yang dilakukan oleh para
walisongo. Kerajan Demak sangat berperan dalam pembentukan Nusantara yang
mayoritasnya adalah masyarakat islam pada masa sekarang. Kerajaan-kerajaan yang ada di
Nusantara pada masa itu saling membangun dan bekerjasama dalam pnyebarluasan agama
islam. Apabila kerajaan satu diserang, maka kerajaan islam yang lain akan membantu dan
terciptalah kerajaan yang kuat dikarenakn kerjasama dalam membangun masyarakat yang
beragama islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nofra, A. A. (2019, Januari- Juni). TUMBUH DAN BERKEMBANGNYA KERAJAAN-


KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA DAN JAWA. Majalah Ilmiah Tabuah:
Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora, Vol 23 no 1, 36-42.
Susmihara. (2018). PENDIDIKAN ISLAM MASA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA.
Jurnal Rihlah, Vol 06 No 1, 15-25.
http://artikel-umirizkiyah.blogspot.com/2011/11/makalah-kerajaan-kerajaan-islam-
sebelum.html

13

Anda mungkin juga menyukai