Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SKI

Kerajaan Islam di Indonesia

Disusun Oleh: Zulfikar


Kelas: IX.3

Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Tangerang


Kata Pengantar

Puji syukur yang dalam kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah makalah ini
dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai
“Masuknya Islam di Indonesia”. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai sejarah
dan perkembangan Islam di Indonesia. Dalam proses penyusunan makalah ini, tentunya kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam penulis kepada yang terhormat :
1. Bapak pembimbing bidang studi agama Islam.
2. Orang tua kami tercinta yang tak henti-hentinya memberi dukungan kepada penulis dalam penyusunan makalah
ini.
3. Rekan-rekan 9.3 MTsN 4 Tangerang yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini.
Hanya kepada Tuhan Maha Kuasa jualah kami memohon doa sehingga bantuan dari berbagai pihak bernilai
ibadah. Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan sehingga hanya
yang demikian sajalah yang dapat kami berikan. Kami juga sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para
pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Tangerang, 10 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................2
2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatera................................................................................................2
2.2 Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.......................................................................................................5
2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi, Kalimantan dan Maluku......................................................10
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................12
3.2 Saran.................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, di Indonesia telah berdiri
kerajaan-kerajaan besar seperti
: Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Aceh, dan Kesultanan Malaka (Sumatera),
Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram, Kerajaan Pajang, Kerajaan Cirebon,
Kerajaan Banten (Jawa), Kerajaan Banjar dan Kerajaan Kutai (Kalimantan),
Kerajaan Gowa-Tallo, Kerajaan Bone, Kerajaan Wajo, Kerajaan Buton, Kerajaan
Soppeng, dan Kerajaan Luwa (Sulawesi).
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang
merupakan kerajaan kembar.Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut
Aceh.Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan
n am a Ka bu pate n A ce h Be sar . D i s i ni pula te rleta k ib u kota nya . Ku
ra ng begi tu di ketahui ka pa n ker ajaa n i ni sebenarnya berdiri. Anas Machmud
berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke 15 M, di atas puing- puing
kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah(1465-1497).
Sedangkan di Pulau Jawa juga berdiri kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden
Patah, kemudian berdiri pula Kesultanan Pajang yang dipandang sebagai pewaris
kerajaan Islam Demak.Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di jawa
Barat.Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Gunung Jati.
Di Kalimantan juga berdiri 2 buah kerajaan yaitu kerajaan Banjar yang
rajanya Bernama Sultan Suruiansyah, dan kerajaan Kutai yang salah satu rajanya
bernama Tuan di bandang atau lebih dikenal dengan sebutan Dato’ Ri Bandang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatera.
2. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
3. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan, Maluku
dan Sulawesi
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
2. Mengetahui apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di pulau Sumatera.
3. Mengetahui apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di pulau Jawa.
4. Mengetahui apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di pulau Kalimantan, Maluku
dan Sulawesi
BAB II
PEMBAHASAN

2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatera


1. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh. Kerajaan Samudera Pasai
merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samudera pasai
didirikan oleh Meurah Silu pada 1267 M. Setelah masuk Islam, Meurah Silu
berganti nama Malik Al Saleh. Ia bergelar Sultan Malik Al Saleh.
Sultan Malik Al Saleh memerintah pada tahun 1285-1297. Pada masa
pemerintahannya, ia didatangi seorang musafir dari Venetia (Italia) pada 1292
yang bernama Marcopolo. Melalui catatan Marcopolo ini lah diketahui bahwa
raja Samudera Pasai bergelar Sultan. Wilayah kerajaan menjadi daerah di
nusantara yang pertama kali dikunjungi oleh para pedagang dan pelayar. Hal
ini dikarenakan, letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional,
yakni di pesisir utara Sumatera, tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, Aceh.
Kerajaan Samudera Pasai berhasil mencapai puncak kejayaan pada
pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al Tahir II
(1326-1345). Samudera Pasai Mencapai Kejayaan Di bawah pemerintahan
Sultan Mahmud Malik Az Zahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat
perdagangan internasional. Setiap tahun, Kerajaan Samudera Pasai mampu
mengekspor lada, sutra, kapur barus, dan emas dalam jumlah besar. Pada masa
ini pemerintahan Samudera Pasai terus menjalin hubungan dengan kerajaan-
kerajaan Islam di India maupun Arab. Di masa kejayaannya, Samudera Pasai
mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang tersebut digunakan
sebagai uang resmi kerajaan. Disamping sebagai pusat perdagangan,Samudera
Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam. Dengan
letaknya yang strategis, Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan
Maritim. Samudera Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka.
Dari catatan kunjungan Ibnu Batutah, utusan Sultan Delhi, Samudera Pasai
merupakan pelabuhan penting dan istananya disusun dan diatur sesuai gaya
India. Sedangkan, patihnya bergelar Amir. Bahasa Melayu kemudian
digunakan Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.
Sejalan dengan itu, ilmu tasawuf berkembang. Diantara, buku tasawuf yang
diterjemahkan dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana
Abu Ishak. Kitab tersebut diterjemahkan dalam bahasa Melayu oleh Makhdum
Patakan atas permintaan Sultan Malaka. Melalui kitab tersebut diinformasikan
mengenai pembangunan Islam di Asia Tenggara pada waktu itu.
2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh adalah kerajaan Islam di Sumatera yang didirikan oleh Sultan
Ali Mughayat Syah pada 1496 M. Meski begitu, Kesultanan Aceh baru
menjadi penguasa setelah mengambil alih Samudera Pasai pada 1524 M, dan
runtuh pada awal abad ke-20. Ibu kota Kerajaan Aceh terletak di Kutaraja atau
Banda Aceh (sekarang). Kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636 M). Di bawah kekuasaannya,
Aceh berhasil menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama dan
melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka. Selain itu, kejayaan
Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di dekat jalur
pelayaran dan perdagangan internasional.
Sejarah Kerajaan Aceh Berdirinya Kerajaan Aceh bermula ketika kekuatan
Barat telah tiba di Malaka. Hal itu mendorong Sultan Ali Mughayat Syah untuk
menyusun kekuatan dengan menyatukan kerajaan- kerajaan kecil di bawah
payung Kerajaan Aceh. Untuk membangun kerajaan yang besar dan kokoh,
Sultan Ali Mughayat Syah membentuk angkatan darat dan laut yang kuat.
Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri
Kerajaan Aceh, yang isinya sebagai berikut.
a. Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar
b. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara
c. Bersikap waspada terhadap negara Barat
d. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar
e. Menjalankan dakwah Islam ke seluruhnusantara
1. Kehidupan politik Kerajaan Aceh sebelum dan sesudah pemerintahan Sultan
Iskandar Muda sangat berbeda. Pada periode awal, konsentrasi politik lebih
tercurah untuk pembentukan kekuatan militer dalam upaya mempertahankan
keberadaannya dari ancaman yang datang dari dalam ataupun luar. Di samping
itu, kekuatan militernya diperlukan untuk ekspansi ke daerah sekitar guna
menambah wilayah kekuasaan. Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa, ia tidak
hanya melanjutkan kegiatan ekspansi wilayah seperti para pendahulunya.
Sultan Iskandar Muda juga berusaha menata rapi sistem politik dalam kerajaan,
terutama yang berkaitan dengan konsolidasi dan peletakan pengawasan
terhadap wilayah-wilayah yang dikuasainya. Setelah Sultan Iskandar Muda
naik takhta, Kesultanan Aceh mengalami perkembangan pesat hingga
mencapai puncak kejayaannya. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
Pada 1641, atau sepeninggal Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh mengalami
kemunduran. Faktor kejatuhan Kerajaan Aceh paling utama adalah adanya
perebutan kekuasaan di antara para pewaris takhta. Selain itu, kekuasaan
Belanda di Pulau Sumatera dan Selat Malaka semakin menguat. Pada masa
pemerintahan raja terakhir Kerajaan Aceh, Belanda terus melancarkan perang
terhadap Aceh. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan
Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Belanda.
3. Kesultanan Malaka
Kerajaan Malaka adalah kelanjutan dari Kerajaan Melayu di Singapura yang
kemudian mengalami pemindahan ibu kota ke Melaka karena serangan dari
Jawa (Majapahit) dan Siam (Thailand). Letak geografis Kerajaan Malaka
berada di dekat Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan internasional. Kerajaan Malaka berdiri pada abad ke-15, hingga
akhirnya runtuh pada abad ke-16. Pendiri Kerajaan Malaka adalah
Parameswara, seorang pangeran Hindu keturunan Palembang. Puncak kejayaan
Kerajaan Malaka dapat diraih ketika dipimpin oleh Sultan Mansur Syah, yang
berkuasa antara 1459-1477 M. Pada masa pemerintahannya, Malaka berhasil
menguasai Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera.
Setelah satu abad berdiri, Kerajaan Malaka runtuh pada 1511 M karena
serangan Portugis. Sejarah Kerajaan Malaka bermula saat Parameswara
mengunjungi Kaisar Yongle di Nanjing pada 1405 M untuk meminta
pengakuan atas kedaulatan wilayahnya. Hubungan diplomasi yang diinginkan
Parameswara berjalan dan Kaisar Tiongkok setuju untuk memberi
perlindungan pada Malaka. Sejak saat itu, Kerajaan Malaka berdiri dan dapat
terhindar dari serangan Siam. Malaka kemudian berkembang menjadi pusat
perdagangan di Asia Tenggara dan menjadi salah satu pangkalan armada Ming.
Parameswara baru masuk Islam pada 1414 M, ketika menikahi seorang putri
muslim. Setelah masuk Islam, Kerajaan Malaka berubah menjadi
kesultanan dan Parameswara mendapatkan gelar Sultan
Iskandar Syah.
Setelah berubah menjadi kesultanan, Kerajaan Malaka terus berkembang pesat.
Banyak pedagang muslim dari Arab, India, dan daerah nusantara lainnya yang
mulai berdagang dengan Malaka. Kesultanan Malaka kemudian menikmati
masa kejayaan pada pertengahan abad ke-15, ketika diperintah oleh Sultan
Mansyur Syah (1459-1477 M). Di bawah kekuasannya, Malaka berhasil
menaklukkan Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera.
Hingga akhir abad ke-15, Malaka menjadi pusat perdagangan dan penyebaran
Islam.

Sultan yang berkuasa di Kerajaan Malaka:


1. Parameswara (1405-1414 M)
2. Megat Iskandar Syah (1414-1424 M)
3. Sultan Muhammad Syah (1424-1444 M)
4. Seri Parameswara Dewa Syah (1444-1445 M)
5. Sultan Mudzaffar Syah (1445-1459 M)
6. Sultan Mansur Syah (1459-1477 M)
7. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488 M)
8. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M) Kejayaan Malaka
ternyata mengundang bangsa-bangsa asing untuk mengincar pelabuhannya.
Namun,
hal ini pula yang membuat kekuasaan Kesultanan Malaka hanya berlangsung
sekitar satu abad, karena runtuh pada 1511 M setelah diserang Portugis yang di
bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque. Raja terakhir Kerajaan Malaka
adalah Sultan Mahmud Syah. Pada periode ini, pemerintahannya sangat lemah
dan sultan tidak peduli dengan masalah kenegaraan. Dengan runtuhnya
Malaka, muncul Kerajaan Aceh yang kemudian mengambil alih peran
perdagangan di Malaka.

2.2 Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa


1. Kerajaan Demak
Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di
Jawa. Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa di
bawah kepemimpinan raja pertamanya. Kerajaan Demak berdiri pada awal
abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit. Pendiri Kerajaan Demak
adalah Raden Patah. Raden Patah adalah putra Raja Majapahit dan istrinya
yang berasal dari China dan menjadi mualaf.
Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di bawah
kepemimpinan Raden Patah dengan adanya peran sentral Wali Songo. Masa
kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan Trenggana (1521 -
1546). Sultan Trenggana naik takhta setelah Pati Unus. Letak Kerajaan Demak
berada di Demak, Jawa Tengah. Pada periode Sultan Trenggana, wilayah
kekuasaan Demak meluas ke Jawa bagian timur dan barat. Pada 1527, pasukan
Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas
perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Nama Sunda Kelapa lalu diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan
yang sempurna. Jayakarta kelak berganti nama menjadi Batavia, lalu Jakarta,
ibu kota Republik Indonesia. Sultan Trenggana wafat pada 1546. Insiden saat
menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan
(Banyuwangi) membuat Sultan Trenggana terbunuh.
Wafatnya Sultan Trenggana membuat tampuk kepemimpinan Kerajaan Demak
diperebutkan. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk
menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata, putra Sultan Trenggana.
Sunan Prawata lalu membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.
Kejadian tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap kekuasaan Sunan
Prawata. Ia lalu memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di
Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun karena
dibunuh Arya Penangsang, putra Surowiyoto pada 1547.
Arya Penangsang menduduki takhta Kerajaan Demak setelah membunuh
Sunan Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri atau Pangeran
Kalinyamat, penguasa Jepara karena dianggap berbahaya bagi kekuasaannya.
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan oleh pemberontakan Adipati
Hadiwijaya, penguasa Pajang pada 1556. Hadiwijaya semula sangat setia pada
Demak. Pemberontakan Hadiwijaya disebabkan oleh Arya Penangsang yang
membunuh Sunan Prawata dan Pangeran Kalinyamat. Pemberontakan Adipati
Hadiwijaya menyebabkan runtuhnya Kerajaan Demak menjadi vazal atau
wilayah kekuasaan Kesultanan Pajang.
2. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di
Pulau Jawa yang berkuasa antara abad ke-16 hingga abad ke-18. Pendiri
Kerajaan Mataram Islam adalah Danang Sutawijaya atau Panembahan
Senopati. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Sultan
Agung (1613- 1645 M. Sejarah Kerajaan Mataram Islam dimulai ketika Ki
Ageng Pemanahan membantu Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya, mengalahkan
Arya Penangsang dari Jipang. Atas jasanya, Ki Ageng Pemanahan dianugerahi
wilayah tanah di hutan Mentaok (sekarang Kotagede, Yogyakarta). Ki Ageng
Pemanahan membangun tanah tersebut menjadi desa yang makmur dan setelah
ia meninggal, perannya diteruskan oleh putranya, Danang Sutawijaya (Raden
Ngabehi Loring Pasar). Setelah itu, Sutawijaya mulai memberontak pada
Pajang yang masih dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Pertempuran antara
Pajang dan Mataram berhasil dimenangkan oleh Sutawijaya. Setelah Sultan
Hadiwijaya sakit dan akhirnya wafat, Sutawijaya mendirikan Kesultanan
Mataram.
Sebagai pendiri dan raja pertama Kerajaan Mataram Islam, Sutawijaya
menghadapi banyak rintangan, terutama dari bupati di pantai utara Jawa yang
dulunya tunduk kepada Pajang. Mereka terus melakukan pemberontakan
karena ingin melepaskan diri dari Pajang dan menjadi kerajaan yang merdeka.
Kendati demikian, Sutawijaya tetap berhasil melakukan perluasan wilayah
hingga berhasil menduduki seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Agung (1613-1645 M). Di bawah kekuasaannya, Mataram sempat
beberapa kali melakukan penyerangan ke Batavia untuk memerangi VOC.
Selain itu, wilayah kekuasan Mataram hampir meliputi seluruh Pulau Jawa.
Keruntuhan Mataram dimulai setelah Sultan Agung wafat dan takhta kerajaan
jatuh ke tangan Amangkurat I. Amangkurat I memiliki sifat yang bertolak
belakang dengan sang ayah, bahkan disebut sebagai raja yang bengis. Setelah
tragedi demi tragedi terjadi, rakyat mulai takut dan terbentuk sikap antipati.
Akibatnya, rakyat bersatu menyerang kerajaan di bawah pimpinan Pangeran
Trunojoyo dari Madura. Dalam serangan itu, Amangkurat I wafat dan putra
mahkota meminta dukungan VOC untuk membubarkan pasukan Trunojoyo.
Kerajaan Mataram Islam banyak menyisakan peninggalan baik di Surakarta
ataupun Yogyakarta. Berikut ini beberapa bangunan peninggalan Kerajaan
Mataram Islam di Surakarta.
3. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang terletak
di daerah perbatasan Desa Pajang, Kota Surakarta, dan Desa Makamhaji,
Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Kerajaan Pajang berdiri pada tahun 1568 dan
runtuh pada 1587. Pendiri Kerajaan Pajang adalah Sultan Hadiwijaya atau
dikenal juga sebagai Jaka Tingkir. Sultan Hadiwijaya pula yang berhasil
mengantarkan Pajang ke puncak kejayaan. Pajang merupakan kerajaan
bercorak Islam pertama di Jawa yang letaknya berada di pedalaman. Karena
itu, kerajaan ini bersifat agraris dan mengandalkan pertanian sebagai tulang
punggung perekonomian. Setelah 21 tahun berdiri, Kesultanan Pajang
mengalami kemunduran dan akhirnya dijadikan sebagai negeri bawahan
Mataram. Babad Banten menyebutkan bahwa keturunan Sultan Pajang berasal
dari Pengging, kerajaan kuno di Boyolali yang dipimpin oleh Andayaningrat.
Andayaningrat, yang juga memakai nama Jaka Sanagara atau Jaka Bodo,
konon masih memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga raja Majapahit.
Meski Majapahit ditaklukkan orang-orang Islam pada 1625, Pengging masih
berdaulat hingga di bawah pemerintahan Kebo Kenanga, yang bergelar Ki
Angeng Pengging. Ketika Ki Angeng Pengging wafat karena dibunuh oleh
Sunan Kudus, ia meninggalkan seorang putra bernama Mas Karebet, yang
diangkat anak oleh Nyi Ageng Tingkir. Mas Karebet atau lebih dikenal sebagai
Jaka Tingkir justru memutuskan untuk mengabdi pada Kesultanan Demak.
Kesultanan Demak kemudian mengutus Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan
Pajang sekaligus menjadi raja pertamanya dengan gelar Sultan Hadiwijaya.
Saat Kesultanan Demak mengalami kemunduran dan diserang Arya
Penangsang, Sultan Hadiwijaya maju untuk menghadapinya. Hadiwijaya
berhasil membunuh Arya Penangsang dan menjadi pewaris takhta Kesultanan
Demak dan memindahkan ibu kotanya ke Pajang. mencapai puncak kejayaan.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Pajang mencapai Madiun, Blora, dan Kediri.
Selain itu, Pajang adalah kerajaan bersifat agraris yang mengalami kemajuan
pesat di bidang pertanian. Hal ini didukung oleh letaknya yang berada di
dataran rendah yang mempertemukan Sungai Pepe dan Dengkeng, sehingga
menjadi lumbung beras utama di Pulau Jawa.
Pada 1582 M, meletus perang Pajang dan Mataram. Sepulang dari
pertempuran, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepeninggal
Sultan Hadiwijaya, Pajang mulai mengalami kemunduran karena terjadi
perebutan takhta. Putra Sultan Hadiwijaya, Pangeran Benawa, dan menantunya
yang bernama Arya Pangiri saling bersaing untuk menjadi raja. Arya Pangiri
berhasil naik takhta pada 1583, sedangkan Pangeran Benawa tersingkir ke
Jipang. Namun selama pemerintahannya, Arya Pangiri hanya disibukkan
dengan usaha balas dendam terhadap Mataram, sementara kehidupan rakyatnya
terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa merasa prihatin dan
melancarkan serangan pada 1586, dibantu oleh Sutawijaya dari Mataram.
Dalam serangan itu, Arya Pangiri kalah dan dipulangkan ke Demak. Sementara
Pangeran Benawa dinobatkan sebagai raja Kerajaan Pajang ke-3.
Pemerintahan Pangeran Benawa hanya berlangsung singkat karena ia lebih
memilih menjadi penyebar agama Islam. Pada 1587, kekuasaannya pun
berakhir tanpa meninggalkan putra mahkota.
4. Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berdiri antara abad
ke-15 hingga abad ke-17. Pada masanya, kerajaan ini pernah menjadi
pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran. Hal ini karena
Kerajaan Cirebon terletak di pantai utara Jawa, antara perbatasan Jawa Tengah
dan Jawa Barat. Pendiri Kerajaan Cirebon adalah Raden Walangsungsang atau
Pangeran Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Pertumbuhan dan perkembangan pesat dialami kerajaan ini saat diperintah oleh
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1479-1568 M). Di bawah
kekuasaannya, Kesultanan Cirebon mengalami pertumbuhan pesat di bidang
agama, politik, maupun ekonomi. Setelah lebih dari dua abad berdiri, Kerajaan
Cirebon runtuh pada abad ke-17.
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon didapat dari Babad Tanah Sunda dan Carita
Purwaka Caruban Nagari. Berdasarkan dua sumber tersebut, diketahui bahwa
Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki
Gedeng Tapa. Dengan dukungan pelabuhan yang ramai, wilayahnya pun
berkembang menjadi kota besar di pesisir utara Jawa. Setelah Ki Gedeng Tapa
wafat, cucunya yang bernama Walangsungsang, mendirikan istana Pakungwati
dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, orang yang
dianggap sebagai pendiri Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau
Pangeran Cakrabuana. Usai menunaikan ibadah haji, ia dikenal sebagai Haji
Abdullah Iman dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang aktif
menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya.
Salah satu raja terkenal Kerajaan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati, yang berkuasa antara 1479-1568 M. Selain memajukan
kerajaan, Syarif Hidayatullah berperan besar dalam penyebaran agama Islam di
Cirebon. Pada masa pemerintahannya, ia banyak menaklukkan daerah di Pulau
Jawa untuk kepentingan politik dan menyebarkan ajaran Islam. Beberapa
wilayah yang berhasil dikuasai adalah Banten, Sunda Kelapa, dan Rajagaluh.
Sementara di bidang perekonomian, Sunan Gunung Jati menitikberatkan pada
perdagangan dengan berbagai bangsa, seperti Campa, Malaka, India, Cina, dan
Arab.
Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja
Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di
Jawa Barat.
Runtuhnya Kerajaan Cirebon dimulai pada 1666, pada masa pemerintahan
Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi. Penyebab keruntuhan
dilatarbelakangi oleh fitnah dari Sultan Amangkurat I, penguasa Mataram yang
juga mertua Panembahan Ratu II. Sultan Amangkurat I memanggil
Panembahan Ratu II ke Surakarta dan menuduhnya telah bersekongkol dengan
Banten untuk menjatuhkan kekuasaannya di Mataram. Akibatnya, Panembahan
Ratu diasingkan dan wafat di Surakarta pada 1667.
Peninggalan Kerajaan Cirebon
1. Keraton Kasepuhan
2. Keraton Kanoman
3. Keraton Kacirebon
4. Masjid Agung Cirebon
5. Makam Sunan Gunung Jati
5. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah
menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan. Salah satu faktor kemajuan
dari Kesultanan Banten adalah posisinya yang strategis, yaitu di ujung barat
Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten. Ibu kota
Kesultanan Banten adalah Surosowan, Banten Lama, Kota Serang. Kerajaan
Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad
ke-16. Kendati demikian, Sunan Gunung Jati tidak pernah bertindak sebagai
raja. Raja pertama Kesultanan Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin,
yang berkuasa antara 1552-1570 M. Sedangkan masa kejayaan Kerajaan
Banten berlangsung ketika pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683
M). Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan
perang Banten untuk melawan VOC. Hal itu pula yang kemudian mendorong
Belanda melakukan politik adu domba hingga menjadi salah satu penyebab
runtuhnya Kerajaan Banten.
Sebelum periode Islam, Banten adalah kota penting yang masih dalam
kekuasaan Pajajaran. Pada awalnya, penguasa Pajajaran bermaksud menjalin
kerjasama dengan Portugis untuk membantunya dalam menghadapi orang
Islam di Jawa Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-
raja bawahan Majapahit. Namun, sebelum Portugis sempat mengambil manfaat
dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan, pelabuhan Banten telah
diduduki oleh orang-orang Islam. Sunan Gunung Jati berhasil menguasai
Banten pada 1525-1526 M. Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah
bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir
Portugis dari nusantara. Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati
segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai
raja. Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan
Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin. Sejak saat itu,
Sultan Maulana Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan
Banten.
Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita
ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten. Bahkan Banten
mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di nusantara, khususnya
di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan. Menurut
catatan sejarah Banten, sultan yang berkuasa masih keturunan Nabi
Muhammad, sehingga agama Islam benar-benar
menjadi pedoman rakyatnya. Meski ajaran Islam memengaruhi sebagian besar
aspek kehidupan, masyarakatnya telah menjalankan praktik toleransi terhadap
pemeluk agama lain. Terlebih lagi, banyak orang India, Arab, Cina, Melayu,
dan Jawa yang menetap di Banten. Salah satu bukti toleransi beragama pada
masa pemerintahan Kesultanan Banten adalah dibangunnya sebuah klenteng di
pelabuhan Banten pada 1673 M. Kehidupan sosial masyarakat Banten semakin
makmur pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Sebab, sultan sangat
memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, salah satu caranya dengan menerapkan
sistem perdagangan bebas.
Sebelum menjadi kesultanan, Banten merupakan penghasil rempah-rempah
lada yang menjadi komoditas perdagangan. Pada masa pemerintahan Sultan
Maulana Hasanuddin, hal itu dimanfaatkan untuk mengembangkan Banten
menjadi bandar perdagangan yang lebih besar. Setelah Sultan Maulana Yusuf
berkuasa, menggantikan Maulana Hasanuddin, sektor pertanian juga
dikembangkan untuk mendukung perekonomian rakyatnya.
Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa.
Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten di
antaranya, sebagai berikut.
1. Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau
Sumatera dan Kalimantan
2. Banten dijadikan tempat perdagangan internasional yang memertemukan
pedagang lokal dengan pedagang Eropa
3. Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam
4. Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas
Cardeel
5. Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan dari kerajaan lain dan
serangan pasukan Eropa Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai
raja yang gigih menentang pendudukan VOC di
Indonesia. Di bawah kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang
Banten maju pesat.
Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda
melakukan politik adu domba. Politik adu domba ditujukan kepada Sultan
Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat
konflik. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan
Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya. Pada 1683, Sultan Ageng
Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya
kepada putranya. Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda
berkibarnya kekuasaan VOC di Banten. Meski Sultan Abu Nashar Abdul
Qahar atau Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut
disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten. Sejak
saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan
rakyat semakin berat. Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa
pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan setelahnya terus diwarnai banyak
kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang. Perlawanan rakyat
Banten terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19. Untuk mengatasi
hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan Banten.
Peninggalan Kerajaan Banten
1. Masjid Agung Banten
2. Masjid Kasunyatan
3. Benteng Keraton Surosowan
4. Masjid Pacinan
5. Benteng Speelwijk
2.3 Kerajaan-Kerajaan Islam di Sulawesi, Kalimantan dan Maluku
1. Sulawesi
A. Kerajaan Islam di Sulawesi
1. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo menerapkan konsep dwitunggal kerajaan. Bersatunya
Kerajaan Gowa dan Tallo terjadi pada tahun 1603. Sultan Alaudin bekerja
sama dengan Sultan Abdullah untuk menggabungkan kerajaan demi
meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan kerajaan. Corak ekonomi Gowa-
Tallo adalah maritim dan perdagangan.
Gowa-Tallo berperan sebagai Pelabuhan transit bagi para pedagang
internasional. Pelabuhan Somba Opu menjadi pelabuhan transit favorit
pedagang dari Timur Tengah, Asia, bahkan Eropa pada abad 15-17 M.
Kerajaan ini mendapatkan pemasukan yang besar dari aktivitas perdagangan
pelabuhan Somba Opu. Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa-Tallo
melakukan beberapa penaklukan terhadap kecil di Sulawesi seperti kerajaan
Bugis dan Bone. Penaklukan tersebut dilakukan untuk menambah wilayah
kekuasaan dan menyebarkan Islam di Sulawesi
2. Kerajaan Bone
Kerajaan Bone berdiri pada awal abad 14 M oleh Manurunge Ri Matajang.
Proses lahirnya Kerajaan Bone berawal dari kehadiran seorang Tomanurung
yang merupakan bangsawan sekaligus penguasa sentral Kerajaan Bone.
Islamisasi Kerajaan Bone dilakukan oleh Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa-
Tallo. Proses Islamisasi Kerajaan Bone dilakukan dengan jalan peperangan.
Pada tahun 1611 M Sultan Alauddin dapat menaklukan Kerajaan Bone dan
menjadikannya sebagai krajaan Islam di bawah kekuasaan Gowa- Tallo
2. Kalimantan
A. Kerajaan Islam di Kalimantan
1. Kerajaan Banjar
Terbentuknya Kerajaan Banjar tidak lepas dari Negara Daha, kerajaan Hindu
yang pernah berkuasa saat itu. Raja Negara Daha, Raden Sukarama,
mewasiatkan takhta kerajaan kepada cucunya, Raden Samudera. Namun, anak
Raden Sukarama, Pangeran Tumenggung, merebut takhta tersebut hingga
memaksa Raden Samudera melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir
Sungai Barito karena nyawanya terancam. Dalam pelariannya, Raden
Samudera membentuk kesepakatan dengan komunitas Melayu. Komunitas
Melayu mau menjadi pelindung Raden Samudera asalkan mereka tidak perlu
membayar upeti kepada Negara Daha.
Untuk merebut kembali takhtanya, Raden Samudera meminta bantuan
Kerajaan Demak. Sultan Demak setuju dengan permintaan tersebut, asalkan
Raden Samudera dan pengikutnya mau memeluk Islam. Setelah sepakat,
penyerangan dilakukan dan Raden Samudera berhasil merebut takhtanya
kembali. Pada 1526, Raden Samudera memindahkan rakyat Negara Daha ke
Kuin, Banjarmasin, sebagai pusat pemerintahan dan mengukuhkan dirinya
sebagai penguasa Kesultanan Banjar dengan gelar Sultan Suriansyah.
3. Maluku
A. Kerajaan Islam di Maluku
1. Kerajaan Ternate
Sejarah berdirinya Kerajaan Ternate bermula dari keberadaan empat kampung
yang masing-masing dikepalai oleh seorang kepala marga atau disebut
Momole. Empat kampung tersebut kemudian sepakat membentuk kerajaan,
tetapi kala itu raja dan rakyatnya belum diketahui agamanya. Sejak zaman
dahulu, Ternate dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga
penduduknya telah berhubungan dengan para pedagang dari Arab, Melayu,
ataupun China. Seiring ramainya aktivitas perdagangan, ancaman dari para
perompak pun semakin meresahkan. Setelah dilakukan musyawarah, para
Momole sepakat menunjuk Momole Ciko sebagai kolano atau raja mereka.
Sejak 1257 M, Momole Ciko resmi menjadi raja pertama Kerajaan Ternate
dengan gelar Baab Mashur Malamo. Kerajaan ini terletak di Pulau Ternate,
Provinsi Maluku Utara.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Sumatera yaitu sebagai berikut
1. Kerajaan Samudera Pasai
2. Kberajaan Aceh
3. Kesultanan Malaka
B. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
Jadi Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Jawa yaitu sebagai berikut
1. Kerajaan Demak
2. Kerajaan Mataram Islam
3. Kerajaan Pajang
4. Kerajaan Cirebon
5. Kerajaan Banten
C. Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi
Jadi Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Sulawesi yaitu sebagai berikut
1. Kerajaan Gowa-Tallo
2. Kerajaan Bone
D. Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan
Jadi Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Kalimantan yaitu sebagai berikut
1. Kerajaan Banjar
E. Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku
Jadi Kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Maluku yaitu sebagai berikut
1. Kerajaan Ternate
3.2 Saran
Saran Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi
pengetahuan mengenai Kerajaan- Kerajaan Islam di Indonesia. Namun, kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan, karena melihat masih banyak
hal-hal yang belum bisa dikaji lebih mendalam dalam makalah ini.. Akhir kata
penulis sampaikan terima kasih danmohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://regional.kompas.com/read/2022/02/05/124058778/sejarah-
kerajaan-samudera-pasai-raja-lokasi- masa-kejayaan-dan-peninggalan
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204418979/kerajaan-
aceh-raja-raja-puncak-kejayaan- keruntuhan-dan-peninggalan?page=all.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/01/121819379/kerajaan-
malaka-letak-pendiri-kehidupan-dan- puncak-kejayaan?page=all.
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5681731/sejarah-kerajaan-
demak-pendirian-masa-kejayaan-dan- runtuhnya-kerajaan.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/27/180905579/kerajaan-
mataram-islam-pendiri-kehidupan- politik-dan-peninggalan?page=all.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/27/180847079/kerajaan-
pajang-pendiri-raja-raja-kemunduran- dan-peninggalan?page=all
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/162453079/kerajaan-
cirebon-letak-pendiri-masa-kejayaan- dan-peninggalan?page=all.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/162417479/kerajaan-
banten-sejarah-masa-kejayaan- kemunduran-dan-peninggalan?page=all.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/14/135847779/kesultanan-
banjar-sejarah-sistem- pemerintahan-dan-masa-kejayaan?page=all.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/16/130000279/kerajaan-
ternate-sejarah-letak-masa-kejayaan- dan-peninggalan?page=all.

Anda mungkin juga menyukai