Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI JAWA


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Pelajaran: Sejarah Indonesia

Oleh:
Nicky Putriyani, Absen 27
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Kerajaan Islam di Jawa ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas dari Ibu Neneng Sri Wahyuni, S.Sos. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Kerajaan Islam di Jawa bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Neneng Srin Wahyuni,


S.Sos, selaku Guru dari Mata Pelajaran Sejarah Indonesia yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga Kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Cirebon, 19 Mei 2022


DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I KERAJAAN ISLAM DI JAWA

A...Kedatangan Islam ke Nusantara.................................................... 1

B....Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau.......................... 2

C....Islam Masuk Isatana Raja.................................................................. 4

D.....Kerajan Islam di Jawa........................................................................ 5

BAB II PENUTUP

A....Kesimpulan............................................................................................. 24

B....Saran........................................................................................................... 24
BAB I

A. Kedatangan Islam ke Nusantara

Mengamati Lingkungan

Gambar diatas merupakan Peta jalur masuknya Islam ke Nusantara. Proses


perkembangan Islam di Indonesia sendiri tidak dilakukan dengan kekerasan
atau kekuatan militer, melainkan penyebaran Islam dilakukan secara damai
dan melalui berbagai jalur seperti perdagangan, perkawinan, pendirian
lembaga pendididkan, dan lain sebagainya.

1
B. Islam dan Jaringan Perdagangan Antarpulau

Kedatangan Islam di Indonesia telah membawa tamaddun (kemajuan) dan


kecerdasan. Islam telah banyak mengubah kehidupan-kehidupan sosial budaya
dan tradisi kerohanian di masyarakat Indonesia. Dengan pengaruh ajaran
Islam, Indonesia menjadi lebih maju dalam bidang perdagangan terutama
dalam hubungannya dengan perdagangan internasional dengan Timur Tengah.
Khususnya bangsa Arab, Persia, dan India.

Hubungan penyebaran pengaruh agama Islam dan jaringan perdagangan


antarpulau ini, ditempuh melalui 2 jalur perdagangan utama yaitu lewat jalur
darat dan jalur laut.

 Jalur Darat

Terkenal dengan juluran jalur Sutra (the silk route). Dengan jalur ini, para
pedagang Islam melintasi Jazirah Arab melewati Baghdad, Samarkand, kota-
kota di Uzbekistan, Tajkistan, Turkemistan, kemudian ke daratan Tiongkong.

Sesampainya di Lanzhao, jalur darat terpecah menjadi jalur selatan ke Calcutta


dan jalur timur ke Xian sampai Guangzhou tetapi tujuan utama kedua
rombongan ini sama-sama menuju selat malaka. Dari selat malaka yang
strategis, pedagang Islam itu dapat menyebar ke berbagai wilayah di
Indonesia.

 Jalur laut

Jalur ini dimulai dari pesisir Jazirah Arab ke Teluk Persia melewati kota-kota
pelabuhan di pesisir Irak dan Iran menuju India. Dari India para pedagang Islam
ini berlanjut ke Selat Malaka dan menyebar ke berbagai wilayah atau
kepulauan di Indonesia.

2
Ada berbagai macam informasi yang didapat mengenai proses masuknya
Islam ke Indonesia dari berbagai sumber, baik itu sumber asing maupun
sumber di dalam negeri. Beberapa informasi tersebut antara lain:

 Laksamana Cheng ho dari Tiongkok mencatat terdapatnya kerajaan


yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain Samudra Pasai dan
Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke 13 sampai abad ke
15.

 Catatan Ma Huan, penjelajah dan penerjemah dari Tiongkok,


memberitakan adanya komunitas muslim di pesisir utara Jawa Timur.

 Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan


gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan,
baik regional maupun internasional. Ia merinci tentang situasi jalur lalu
lintas dan kehadiran para pedagang di Samudera Pasai yang berasal dari
Jawa, Melayu, India Turki, Arab, dan Persia.

 Catatan Chou Ku-Fei (1178 M) terdapatnya 2 tempat yang menjadi


komunitas orang Ta-shih yaitu Fo Lo-an dan Sumatera Selatan. Wilayah
ini kekuasaan Sriwijaya. Fo-Lo-an sekarang lebih dikenal sebagai Kuala
Brag, Trengganu dan Malaysia.

 Berita Jepang (784) pendeta Kanshin menemui kapal-kapal posse dan


Ta-Shih K-ou.

 Catatan perjalanan Marco Polo (1292), yang mengisahkan perjalanan


Marco Polo ke Sumatera bagian utara. Ia sempat singgah ke Kerajaan
Islam Samudera Pasai dalam pelayarannya dari Cina ke Eropa.

3
C. Islam Masuk Istana Raja

Kerajaan Islam di Jawa


Tahukah kamu kapan dan bagaimana proses Islam Masuk Ke Dalam Istana
Raja Di Indonesia? Islam masuk ke Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa. Bukti
sejarah tentang awal mula kedatangan Islam di Jawa antara lain ialah
ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat tahun
475 H atau 1082 M di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari
namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti
di Persia.
a. Kerajaan Demak
b. Kerajaan Mataram
c. Kesultanan Banten
d. Kesultanan Cirebon

4
Pada gambar tersebut merupakan Jejak Kesultanan Demak, salah satu pelopor
Kerajaan Islam pertama di Jawa.

D. Kerajaam Islam di Jawa

Islam masuk di pulau Jawa melalui bandar-bandar di pesisir pantai utara Jawa
dengan aktivitas perdagangan. Pada perkembangannya, proses Islamisasi di
pulau Jawa mampu menggeser eksistensi kerajaan Hindu-Buddha seperti
Majapahit, Pajajaran dan Pasundan.

Berikut kerajaan-kerajaan Islam di Jawa :

1. Kerajaan Demak
Penyebaran agama Islam yang diprakarsai pada masa kekuasaan Demak
dilakukan oleh sembilan orang wali atau biasa dikenal dengan sebutan Wali
Songo. Para wali tersebut memperkenalkan dan menanamkan ajaran-ajaran
Islam di daerah-daerah yang masih berada dalam sisa kekuasaan Hindu-
Buddha di Tanah Jawa.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah (1478-1518) pada tahun 1478. Ia
adalah seorang bangsawan kerajaan Majapahit yang menjabat sebagai adipati
kadipaten Bintara, Demak.

Pamor kesultanan yang Ia dapatkan ini berasal dari Walisanga, 9 ulama besar
pendakwah islam paling awal di Pulau Jawa. Melihat kondisi kerajaan
Majapahit yang mulai menurun, Raden Patah akhirnya memutuskan untuk
memisahkan diri dari Kerajaan Majapahit dan mendirikan sebuah kesultanan.

Kesultanan Demak secara geografis berada di daerah Jawa Tengah. Pada waktu
itu Kesultanan Demak berlokasi di Kampung Bintara (Baca: Bintoro) yang saat
ini menjadi bagian dari kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada
periode itu dikenal sebagai Demak Bintara yang merupakan bagian dari
Kerajaan Majapahit.

Letak Kesultanan Demak sangat strategis dari segi pertanian dan perdagangan.
Demak dulu terletak di tepi selat antara Pegunungan Muria dan Jawa.
Sebelumnya, selat itu lebar dan mampu dilayari kapal dagang Dari Semarang
menuju Rembang.

Kesultanan Demak telah menjadi salah satu pelabuhan terbesar yang ada si
Nusantara dan juga memegang peran penting dalam aktivitas perekonomian
antarpulau. Selain itu, daerah pertanian yang luas juga sangat mendukung
peningkatan perdagangannya. Menurut catatan Tome Pires, kondisi ekonomi
Kesultanan Demak sangat makmur, pertaniannya menghasilkan beras yang
melimpah bahkan sebagian di impor ke Malaka melalui pelabuhan milik
mereka sendiri.

2. Kerajaan Mataram

Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan


dilantik menjadi bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya
membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng
Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng
Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di
Mataram.

Sutawijaya ternyata tidak puas menjadi bupati dan ingin menjadi raja yang
menguasai seluruh Jawa. Oleh karena itu, Sutawijaya mulai memperkuat
sistem pertahanan Mataram. Hal itu ternyata diketahui oleh Hadiwijaya
sehingga ia mengirim pasukan untuk menyerang Mataram. Peperangan sengit
terjadi pada tahun 1582. Prajurit Pajang menderita kekalahan. Keadaan Sultan
Hadiwijaya sendiri pada saat itu sedang sakit.

Beberapa waktu kemudian Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu, terjadilah


perebutan kekuasaan di antara para bangsawan Pajang. Pangeran Pangiri
(menantu Hadiwijaya yang menjabat Bupati Demak) datang menyerbu Pajang
untuk merebut takhta. Hal itu tentu saja ditentang keras oleh para bangsawan
Pajang yang bekerja sama dengan Sutawijaya, Bupati Mataram. Akhirnya,
Pangeran Pangiri beserta pengikutnya dapat dikalahkan dan diusir dari Pajang.

Setelah suasana aman, Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan


takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat
pemerintahannya ke Mataram pada tahun 1586. Sejak saat itu berdirilah
Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram Islam sempat dimpin oleh 6 orang raja, yaitu sebagai
berikut :

1. Ki Ageng Pamanahan
Ki Ageng Pamanahan merupakan pendiri dari desa Mataram pada tahun
1556. Desa inilah yang nantinya akan menjadi Kerajaan Mataram yang
dipimpin oleh anaknya, Sutawijaya.Tanah ini awalnya hutan lebat yang lalu
dibuka oleh masyarakat sekitar dan diberi nama Alas Mentaok. Lalu Ki Ageng
Pamanahan menjadikan bekas hutan ini sebagai sebuah desa yang diberinama
Mataram. Ki Ageng Pamanahan wafat pada tahun 1584 dan dimakankan di
Kota Gede (Jogjakarta sekarang)

2. Panembahan Senapati

Setelah ki Ageng wafat pada tahun 1584, kekuasaan jatuh ke tangan anaknya
yaitu Sutawijaya. Ia adalah menantu dan anak angkat dari Sultan
Pajang.Sutawijaya tadinya merupakan senapati dari kerajaan Pajang. Karena
itu ia diberi gelar “Panembahan Senapati” karena masih dianggap sebagai
senapati utama Pajang dibawah Sultan Pajang.

Kerajaan Mataram Islam mulai bangkit dibawah kepemimpinan Panembahan


Senapati. Kerajaan ini lalu memperluas wilayah kekuasaannya dari Pajang,
Demak, Tuban, Madiun, Pasuruan dan sebagian besar wilayah Surabaya.
Panempahan Senapati wafat pada tahun 1523, lalu posisinya digantikan oleh
anaknya yang bernama Raden Mas Jolang.

3. Raden Mas Jolang

Raden Mas Jolang atau Panembahan Anyakrawati merupakan putra dari


Panembahan Senapati dan putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Raden Mas
Jolang Merupakan pewaris kedua dari kerajaan Mataram Islam. Beliau
memerintah dari tahun 1606 – 1613 atau selama 12 tahun.

Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi peperangan. Peperangan karena


penaklukan wilayah ataupun karena mempertahankan wilayah.Raden Mas
Jolang wafat pada tahun 1613 di desa Krapyak. dimakamkan di makam Pasar
gede di bawah makan ayahnya.

4. Raden Mas Rangsang

Raden Mas Rangsang adalah raja ke 3 Kerajaan Mataram Islam dan


merupakan putra dari Raden Mas Jolang. Ia memerintah pada tahun 1613 –
1645. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram mencapai puncak
kejayaannya. Raden Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga
Ngabdurrachman. Pada masa ini, Kerajaan Mataram berhasil menguasai
hampir seluruh Tanah Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian
Jawa Barat.

Selain melakukan penaklukan wilayah dengan berperang melawan raja Jawa.


Sultan Agung juga memerangi VOC yang ingin merebut Jawa dan Batavia. Pada
masa Sultan Ageng, Kerajaan Mataram berkembang menjadi Kerajaan Agraris.
Sultan Ageng wafat pada tahun 1645 dan di makanmkan di Imogiri

5. Amangkurat I

Sultan Amangkurat merupakan anak dari Sultan Ageng. Ketika berkuasa, ia


memindahkan pusat kerajinan dari kota Gedhe ke kraton Plered pada tahun
1647. Sultan Amangkurat berkuasa dari tahun 1638 sampai tahun 1647. Pada
masa inilah Kerajaan Mataram Islam terpecah. Ini dikarenakan sultan
Amangkurat I menjadi teman dari VOC. Sultan Amangkurat I meninggal pada
tanggal 10 Juli 1677 dan dimakankan di Telagawangi, Tegal. Sebelum
meninggal, ia sempat menangkat Sunan Mataram atua Amangkurat II sebagai
penerusnya.

6. Amangkurat II

Amangkurat II atau Raden Mas Rahmat merupakan pendiri dan raja pertama
dari Kasunanan Kartasura. Kasunanan Kartasura merupakan lanjutan dari
Kerajaan Mataram Islam. Raden Mas Rahmat memerintah dari tahun 1677
sampai tahun 1703. Beliau merupakan raja Jawa pertama yang menggunakan
pakaian eropa sebagai pakaian dinas. Karena itu rakyat menjulukinya Sunan
Amral (Admiral).

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam


Peninggalan kerajaan ini meninggalkan berbagai macam yaitu sebagai berikut :

 Sastra Ghending karya dari Sultan Agung,


 Tahun Saka,
 Kerajinan Perak,
 Kalang Obong, yang merupakan tradisi kematian orang kalang, yakni
dengan membakar peninggalan orang yang meninggal.
 Kue kipo yang merupakan makanan khas masyarakat kotagede,
makanan ini telah ada sejak jaman kerajaan.
 Pertapaan Kembang Lampir yang merupakan tempat Ki Ageng
Pemanahan pernah bertapa untuk mendapatkan wahyu kerajaan
Mataram.
 Segara Wana serta Syuh Brata yang merupakan meriam- meriam yang
diberikan oleh Belanda atas perjanjiannya dengan kerjaan Mataram saat
kepemimpinan Sultan Agung.
 Puing – puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran
sungai Progo
 Batu Datar yang berada di Lipura letaknya tidak jauh di barat daya kota
Yogyakarta
 Pakaian Kiai Gundil atau yang lebih dikenal dengan Kiai Antakusuma
 Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.
 Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh sunan Amangkurat I

3. Kerajaan Banten

Kerajaan Banten adalah sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di


wilayah Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika kesultanan
Cirebon dan kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir
barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan pelabuhan
kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan
perdagangan sebagai antisipasi
terealisasinya perjanjian antara kerajaanSunda dan Portugis tahun 1522 m.
Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan
tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mengembangkan
benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan (dibangun 1600 M) menjadi
kawasan kota pesisir yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah
Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Pernah menjadi pusat perdagangan besar di Asia Tenggara , terutama lada ,
kerajaan ini mencapai puncaknya pada akhir abad ke-16 dan pertengahan abad
ke-17. Pada akhir abad ke-17 pentingnya dibayangi oleh Batavia , dan akhirnya
dianeksasi ke Hindia Belanda pada tahun 1813.
Wilayah intinya sekarang membentuk provinsi Indonesia dari Banten . Saat ini,
di Banten Lama , Masjid Agung Banten menjadi tujuan penting bagi wisatawan
dan peziarah dari seluruh Indonesia dan dari luar negeri.
hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai
kejayaan yang luar biasa, yang di waktu bersamaan penjajah dari Eropa telah
berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan
dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan,
serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni
Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir
runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol
kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir
pemerintahannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari
pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

Kehidupan Kerajaan Banten

1. Kehidupan Politik Kerajaan Banten

Kehidupan politik yang ada di Kerajaan Banten sudah termasuk dalam kategori
mapan. Pemerintahan dengan sistem berdasarkan konsep ajaran islam
menjadi pilar utama dalam menjalankan pemerintahan. Seperti diketahui
bersama raja pertamanya merupakan seorang keturunan dari panglima
Demak yang juga Wali.
Dengan sistem politik yang banyak melakukan diplomasi, perluasan wilayah
bukan hak yang mustahil. Bahkan bisa dikatakan bahwa kemajuan daerahnya
sangatlah cepat serta pesat terjadi. Perluasan dan pemberdayaan terus
dilakukan hingga pada masanya menemukan keruntuhannya karena adu
domba dari Belanda.

2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Banten

Sebagai daerah yang memiliki kestabilan politik, secara ekonomi pun berlaku
sama. Menjadi pusat perdagangan. Transaksi internasional dan lokal terjadi di
sebagai salah satu sumber penghasil utama pendapatan daerah.

Berbagai hubungan bilateral dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dan


memperluas jangkauan. Lada merupakan komoditas utama yang menjadi
andalan utama, selain menjadi perantara dari perdagangan antar negara lain.

3. Kehidupan Sosial Kerajaan Banten

Kehidupan sosial masyarakatnya dipengaruhi oleh sistem ekonomi dan politik


yang berlaku di sana. Semua sistem masyarakat yang berlaku teraplikasi
dengan sangat teratur. Kebijakan yang dibuat juga disesuaikan dengan
keragaman suku bangsa tinggal di sana.

Kerukunan bermasyarakat terjalin dengan baik tanpa memandang status


sosialnya. Namun, warga yang fanatic dengan Kerajaan Padjajaran tidak bisa
beralih hati dan mengikuti pemerintahan n baru tersebut. Sehingga mereka
memilih untuk berpindah ke daerah pedalaman dan membangun kelompok
baru yang saat ini dikenal senal kaum Badui.

4. Kehidupan Agama Kerajaan Banten

Pengaruh dari konsep ajaran Islam terlihat sangat kuat dalam sendi-sendi
kehidupan sosial masyarakat yang ada di Kerajaan Banten. Penyebarannya
yang begitu pesat mampu mendominasi kepercayaan sebelumnya. Bahkan
bisa dikatakan telah berhasil mengislamisasi hampir seluruh daerah Banten.

Adanya perkampungan arab juga menjadi satu faktor utamanya. Meskipun


mayoritas beragam islam, namun toleransi antar pemegang ajaran lain tetap
terjalin dengan baik. Dibuktikan dengan peninggalan berupa Vihara yang tetap
berdiri kokoh hingga saat ini.
5. Kehidupan Budaya Kerajaan Banten

Kebudayaan yang ada di sana mengalami percampuran dengan budaya dari


luar yang disebarkan melalui jalur perdagangan. Hal ini terjadi karena memang
Kerajaan Banten menjadikan kegiatan maritim menjadi sumber utama
penghasilan wilayahnya.

Saat dulu menjadi daerah kekuasaan Padjajaran pengaruh India dalam budaya
Hindu Budha lebih kental, hingga akhirnya pedagang Arab datang membawa
ajaran islam di dalamnya. Kemudian pengaruhnya melebar masuk dalam
sendir-sendi politk, sosial dan juga budayanya.

Silsilah Raja Kerajaan Banten

1. Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570 M)

Raja Banten pertama yang merupakan anak dari panglima Demak bernama
syarif hidayatullah atau sunan gunung jati. Memerintah dan berkuasa atas
kerajaan tersebut selama kurun waktu 18 tahu, mulai dari tahun 1552-157.
Pencapaian yang dilakukan yaitu penguasaan atas rempah-rempah di daerah
Lampung.

2. Maulana Yusuf (1570-1580)

Memerintah dari tahun 1570 sampai dengan 1580 M yaitu selama 10 tahun
jabatan. Pencapaian yang dilakukan yaitu penaklukan kerajaan Padjajaran yang
saat ini adalah daerah Bogor. Prabu Sedah juga berhasil dibuatnya bertekuk
lutut dan menyingkirkan dari kedudukannya saat itu.

3. Maulana Muhammad (1580-1596)

Memerintah Kerajaan Banten pada sekitar tahun 1580-1596, sayangnya


pemerintahannya tidak sepenuhnya dilakukan olehnya karenanya yang masih
muda. Sebelum menginjak masa dewasa dibantu oleh seorang mangkubumi
untuk mewakilinya dalam urusan politik kerajaan.

4. Pangeran Ratu Abdul Mufakhir (1596-1651)

Kedudukan dan gelar sultan diperolehnya sejak usia 5 bulan. Ujian terberat dai
kepemimpinannya adalah keberadaan Belanda yang pada saat itu
mendaratkan kakinya pertama di daerah Banten.Pertahanan dan perlawanan
dilakukan untuk melindungi wilayah kekuasaannya dibantu oleh seorang
mangkubumi.

5. Sultan Abu al Ma’ali Ahmad (1647-1651)

Sultan Abu al Ma’ali Ahmad menggantikan kedudukan Ratu Abdul Mufakhir


yang berkuasa sebelumnya. Beliau adalah keturunan langsung dari sultan
sebelumnya. Menjabat dari tahun 1647 sampai dengan 1651.

6. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)

Di bawah kepemimpinannya Banten mengalami masa puncak keemasannya.


Perluasan wilayah dan perkembangan ekonomi terjadi begitu pesat. Namun, di
sini juga menjadi awal munculnya perang saudara sebagai faktor
kehancuran kerajaan.

7. Sultan Haji (1683-1687)

Masa Kejayaan Kerajaan Banten

Masa kejayaan Kerajaan Banten terjadi saat di bawah kepemimpinan Sultan


Ageng Tirtayasa atau yang bernama asli Abu Fath Abdul fatah. Sistem
pemerintahan yang digunakan berhasil membangun perekonomian yang maju
secara pesat dari sebelumnya. Dengan memaksimalkan pelabuhan
Internasional sebagai poros monopoli perdagangan maritimnya, ekonominya
pun semakin kokoh.

Hubungan politik juga dibangun secara meluas dengan skala internasional


melalui jalur perdagangannya . Beberapa utusan dikirim untuk melakukan
perjanjian diplomatik dengan kerajaan Inggris. Perluasan di dalam negeri atas
wilayah kekuasaannya juga terus dilakukan hingga berhasil mengambil alih
tahta dari kerajaan Mataram.

Hubungan bernegara dengan negara Eropa dan juga beberapa wilayah


kerajaan di Indonesia dibangun dengan baik olehnya, sehingga banyak yang
mengatakan bahwa ini adalah masa keemasan Kerajaan Banten.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Banten

Penolakan yang diterima oleh Belanda berujung pada upaya adu domba yang
ditujukan pada keluarga inti kerajaan. Hingga akhirnya mencapai puncak yang
memanas antar Sultan Ageng dan putranya dalam perebutan kekuasaan.
Sultan Haji yang saat itu ingin sekali menduduki posisi Sang Ayah,
berkompromi dengan Belanda dan dimanfaatkan oleh pihak sekutu.

Perang saudara akhirnya terjadi dalam tubuh Kerajaan Banten pada masa itu.
Tepat pada tahu 1682 Sultan Haji meminta bantuan persenjataan dari Inggris
dan melakukan perlawanan. Karena merasa terpojokkan dan tidak bisa
melakukan perlawanan lagi, akhirnya Sultan Ageng dipaksa untuk mundur dari
jabatannya. Diputuskan untuk berpindah ke wilayah Titayasan untuk
melarikan diri.

Prasasti dan Bukti Peninggalan Kerajaan Banten

1. Istana Keraton Kalibon Banten

Peninggalan yang menjadi sisa-sisa kemegahan Kerajaan Banten ini bernama


Istana Keraton Kalibon Banten. Tempat ini merupakan rumah atau lokasi yang
dijadikan oleh ibunda dari Sultan Syarifudin tinggal dan menetap bersama
dengan Ratu Aisyah.

Penyerangan yang dilakukan oleh Belanda dipimpin oleh Deandles membuat


struktur bangunannya hancur. Saat ini hanya tersisa reruntuhan
bangunannya , tentunya dengan kisah menarik yang dibagun di dalamnya.

2. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk merupakan bangunan berbentuk tembok dengan tinggi 3


meter menjadi saksi bisu atas kokohnya sistem maritim pada masa itu.
Diperkirakan dibangun sekitar tahun 1585 dengan fungsi utama sebagai alat
pertahanan. Namun, pada penggunaannya juga dimanfaatkan sebagai tempat
untuk melakukan pengawasan akan aktivitas pelayaran yang berada di selat
sunda.

Jika Anda melakukan kunjungan ke tempat ini akan ditemukan sebuah meriam
tua yang berada tepat di bagian dalam bangunannya Selain itu juga terdapat
sebuah terowongan sebagai penghubung menuju ke Keraton Surosowan.
3. Vihara Avalokitesvara

Nuansa Islami memang sangat kental di sistem pemerintahan dan unsur-unsur


Kerajaan Banten, namun bukan berarti tingkat toleransi pada masa itu tidak
diterapkan dengan baik. Pasalnya dengan keberadaan Vihara Avalokitesvara
menjadi satu bukti bahwa kehidupan beragamnya damai dan saling
menghormati dengan yang memilih keyakinan lain.

Viraha ini hingga sekarang masih bisa dikunjungi dan berdiri kokoh sebagai
satu peninggalan bersejarah lainnya. Keindahan arsitektur dengan relief
hiasan pada tembok menambah daya tariknya. Selain menikmati keindahan
juga bisa sekaligus belajar tentang sejarah yang pernah berlangsung.

5. Istana keraton Surosowan Banten

Istana Keraton Surosowan merupakan tempat tinggal dari Sultan-Sultan yang


pernah menduduki kekuasaan Kerajaan Banten pada masa itu. Tempat ini juga
dijadikan sebagai pusat dari pemerintahan yang ada. Tentunya terdapat
banyak cerita yang terbangun di dalamnya.

Namun sayang sekali saat ini nasibnya sama dengan keraton Kaibon yang
hanya tersisa dalam bentuk puing reruntuhan saja. Karena penyerangan yang
sempat menghancurkan bagian-bagian bangunannya sehingga kondisi
gedungnya tidak utuh lagi.

6. Masjid Agung Banten

Peninggalan yang satu ini sudah pasti banyak di dengan oleh Anda
sebelumnya, pasalnya keberadaannya juga menjadi satu ikon yang banyak
mendapat kunjungan hingga saat ini. Bahkan masih tetap difungsikan
sebagaimana mestinya.

Didirikan tepat pada sekitar tahun 1652 dimana pada saat itu Sultan Maulana
Hasanuddin yang menduduki posisi kepemimpinan. Letaknya berada di Desa
Banten lama berada sekitar 10 Km dari ara utara Kota Serang. Corak yang
dimilikinya sangat unik dengar nilai historis yang kental.
7. Danau Tasikardi

Saat Sultan Maulana Yusuf menjabat dibuatlah sebuah danau yang diberi nama
Tasikardi. Luas yang dimilikinya berada pada ukuran 5 hektar dengan dilapisi
oleh ubin dan juga batu bata. Pembuatannya di awal difungsikan sebagai
sumber utama untuk pasokan air bagi keluarga Kerajaan Banten yang berada di
istana Kaibon. Namun selain itu juga digunakan untuk irigasi persawahan yang
ada di sekitarnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, luas mengalami sebuah penyusutan.


Kondisi tersebut terjadi karena bagian lapisan dasarnya yang terbuat dari batu
bata mengalami penimbunan oleh sedimen tanah yang dibawa oleh arus
sungai.

4. Kerajaan Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah kerajaan bercorak Islam pertama di tanah Sunda


atau Jawa Barat. Sejarah kerajaan yang wilayahnya pernah menjadi bagian dari
Kerajaan Tarumanegara lalu Pajajaran ini didirikan pada abad ke-15 Masehi,
tepatnya tahun 1430.

Awalnya, Cirebon merupakan daerah bernama Kebon Pesisir atau Tegal Alang-
Alang. Kerajaan Cirebon dirintis oleh Raden Walangsungsang (Pangeran
Cakrabuana), putra Raja Pajajaran dari Kerajaan Sunda Galuh, yakni Prabu
Siliwangi dengan permaisurinya, Nyai Subang Larang.

Sulendraningrat dalam Sejarah Cirebon (1978) menyebutkan bahwa


pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang yang beragama Islam
melahirkan tiga orang anak, yaitu Raden Walangsungsang atau Pangeran
Cakrabuana, Nyai Lara Santang, dan Raden Kian Santang atau Pangeran
Sengara.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Cirebon


Setelah beranjak dewasa, ketiga anak Prabu Siliwangi dari permaisuri Nyai
Subang Larang dipersilakan meninggalkan Kerajaan Pajajaran yang menganut
ajaran Sunda Wiwitan, Hindu, atau Buddha.

Putra sulung Prabu Siliwangi dari permaisuri, Raden Walangsungsang alias


Pangeran Cakrabuana, kehilangan haknya untuk bertakhta di Pajaran karena
memilih memeluk agama Islam seperti ibunya.

Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana memilih untuk


memperdalam agama Islam ke Tegal Alang-Alang atau Kebon Pesisir, lalu
diikuti oleh adiknya, Lara Santang. Dalam perjalanan, Raden Walangsungsang
menikah dengan Nyai Endang Geulis.

Sesampainya di Kebon Pesisir, mereka berguru kepada Syekh Nurul Jati. Di


daerah pesisir utara Jawa inilah Raden Walangsungsang mendirikan
pedukuhan sebagai cikal-bakal Kerajaan Cirebon.

Setelah mendirikan pedukuhan, Raden Walangsungsang dan Lara Santang


menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Di perjalanan, Lara Santang
menikah dengan Syarif Abdillah bin Nurul Alim.

Dari pernikahan ini, Nyai Lara Santang melahirkan dua orang anak laki-laki
bernama Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.

Sepulang dari tanah suci, dikutip dari Susilaningrat dalam Dalem Agung
Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon (2013), Raden Walangsungsang
kembali ke pedukuhan dan mendirikan pemerintahan yang kemudian dikenal
dengan nama Kerajaan atau Kesultanan Cirebon pada 1430 Masehi.

Pendirian Kesultanan Cirebon tidak terlepas dari pengaruh Kesultanan Demak


di Jawa Tengah yang merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Jawa
sekaligus sebagai kerajaan yang memungkasi riwayat Kerajaan Majapahit.

Heru Erwantoro dalam "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon" yang termaktub di


jurnal Patanjala (2012) menyebutkan Walangsungsang alias Cakrabuana wafat
pada 1479. Tampuk kekuasaan kemudian dilanjutkan oleh Syarif Hidayatullah.
Seperti diketahui, Syarif Hidayatullah adalah keponakan Raden
Walangsungsang atau putra pertama dari adiknya, Nyai Lara Santang. Syarif
Hidayatullah pada akhirnya dikenal sebagai Sunan Gunung Jati (1479-1568).

Kejayaan Kesultanan Cirebon


Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Djati, Kesultanan Cirebon mencapai
kemajuan pesat, baik di bidang agama, politik, maupun perdagangan.

Dalam bidang agama sangat jelas terlihat bahwa Islamisasi berjalan sangat
masif. Dakwah agama Islam ke berbagai wilayah terus-menerus dilakukan.

Sedangkan di sektor politik, perluasan daerah menjadi salah satu fokus yang
dijalankan. Bersama Demak, misalnya, Cirebon mampu merebut pelabuhan
Sunda Kelapa pada 1527 untuk membendung pengaruh Portugis.

Selain itu, tulis Heru Erwantoro dalam "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon" di
jurnal Patanjala (2012), Sunan Gunung Jati menerapkan sistem politik yang
didasarkan atas asas desentralisasi yang berpola kerajaan pesisir.

Strategi politik desentralisasi itu dilakukan dengan menerapkan program


pemerintahan yang bertumpu pada intensitas pengembangan dakwah Islam ke
seluruh wilayah bawahannya di tanah Sunda.

Usaha ini didukung oleh perekonomian yang kuat dengan menitikberatkan


pada perdagangan dengan berbagai bangsa seperti Campa, Malaka, India, Cina,
hingga Arab.

Keruntuhan Kesultanan Cirebon


Sepeninggal Sunan Gunung Jati yang wafat pada 1568, Kesultanan Cirebon
mulai diincar bangsa-bangsa asing, terutama Belanda alias VOC. Setelah
terlibat polemik selama bertahun-tahun, akhirnya Cirebon menyerah.

Dikutip dari buku Sejarah Daerah Jawa Barat (1982) terbitan Tim Direktorat
Jenderal Kebudayaan RI, pada 1681 ditandatangani perjanjian antara para
pemegang otoritas Cirebon dengan Belanda.

Perjanjian tersebut membuat VOC berhak memonopoli perdagangan di


wilayah Cirebon. Selain itu, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi protektorat
yang berada wilayah di bawah naungan Belanda.

Antara tahun 1906 hingga 1926, Belanda secara resmi menghapus kekuasaan
pemerintahan Kesultanan Cirebon. Cirebon terbebas dari cengkeraman
Belanda pada 1942 dan akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia sejak
1945.
BAB II

A. Kesimpulan

Agama islam muncul di Indonesia karena dibawa oleh pedagang dari Gujarat
atau Cina, kemudian agama islam berkembang di Indonesia melalui berbagai
jalur seperti perdagangan, perkawinan, pendidikan dan lain-lain. Dari sinilah
kemudian muncul berbagai macam kerajaan-kerajaan islam di Indonesia.
Setiap kerajaan pasti mengalami proses pertumbuhan, baik kemunduran
maupun kemajuan ( puncak kejayaan ). Begitu pula kerajaan-kerajaan
islam di Indonesia yang mengalami pertumbuhan.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan
dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan
lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan
kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima
di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
21

Anda mungkin juga menyukai