Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI JAWA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Disusun Oleh:
Fitri Sriwantika (XII-IPA)

Guru Mata Pelajaran:


Asep Muhammad, S.Pd.I

MADRASAH ALIYAH SWASTA MADANI CIHAMPELAS


BANDUNG BARAT
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul "Kerajaan
Islam di Jawa" bertujuan untuk menggali dan mendalami sejarah perkembangan kerajaan-kerajaan
Islam yang berkembang di Pulau Jawa, Indonesia.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan inspirasi dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada guru mata pelajaran yang telah memberikan arahan
dan masukan yang sangat berharga. Selain itu, penggunaan sumber daya dari perpustakaan dan
literatur-literatur sejarah turut memberikan kontribusi penting dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih dalam
mengenai sejarah kerajaan Islam di Jawa. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi
perbaikan pada penulisan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi kontribusi kecil dalam memahami sejarah peradaban Islam di Indonesia.

Bandung Barat, 24 Februari 2024

Fitri Sriwantika

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................3

1. LATAR BELAKANG.................................................................................................................3

2. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................3

3. TUJUAN.....................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................4

1. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA..............................................................................4

2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA...........................................................................4

2.1.1 KERAJAAN DEMAK...........................................................................................................4

2.1.2 KERAJAAN PAJANG..........................................................................................................7

2.1.3 KERAJAAN MATARAM ISLAM........................................................................................8

2.1.4 KERAJAAN (KESULTANAN) CIREBON........................................................................14

2.1.5 KERAJAAN (KESULTANAN) BANTEN.........................................................................16

BAB III PENUTUP.........................................................................................................................19

1. KESIMPULAN.........................................................................................................................19

2. SARAN.....................................................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kerajaan Islam di Jawa adalah topik yang menarik untuk dieksplorasi karena menggambarkan
bagaimana Islam meresap dan berkembang di wilayah Nusantara, khususnya Jawa, yang memiliki
sejarah panjang dan kaya budaya. Melalui latar belakang ini, kami akan menjelajahi perjalanan
sejarah, peran penting tokoh-tokoh kunci, serta dampak sosial, politik, dan budaya dari kedatangan
Islam di Jawa. Dengan memahami latar belakang ini, kita dapat menghargai kompleksitas dan
keragaman peradaban Islam di wilayah ini, serta implikasinya dalam membentuk identitas dan
struktur masyarakat Jawa yang ada saat ini.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana proses masuknya Islam ke Jawa dan apa pengaruhnya terhadap struktur sosial dan
politik di wilayah tersebut?
2. Apa peran utama kerajaan Islam dalam memelihara dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam
di Jawa?
3. Bagaimana hubungan antara kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dengan kerajaan-kerajaan
tetangga dan pengaruhnya terhadap dinamika politik regional?
4. Bagaimana perkembangan seni, budaya, dan literatur Islam di Jawa selama masa kerajaan
Islam?

3. TUJUAN

1. Menelusuri sejarah masuknya Islam ke Jawa dan menganalisis perubahan sosial dan politik
yang terjadi akibatnya.
2. Memahami peran kerajaan Islam dalam menyebarkan dan memelihara nilai-nilai agama Islam
di tengah masyarakat Jawa.
3. Menganalisis hubungan antara kerajaan Islam di Jawa dengan kerajaan-kerajaan tetangga dan
dampaknya terhadap geopolitik regional.
4. Menjelajahi perkembangan seni, budaya, dan literatur Islam sebagai bagian integral dari
identitas kerajaan Islam di Jawa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA

Ketika Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya di era pemerintahan Hayam Wuruk
(1350-1389), banyak penduduknya yang telah beragama Islam. Adanya penduduk Majapahit
yang beragama Islam disebabkan oleh hubungan dagang antara Muslim dari wilayah Timur
Tengah, Arab, dan India, di pesisir utara Jawa. Saat itu, pesisir utara Jawa merupakan wilayah
dari Kerajaan Majapahit. Setelah itu, Islam kemudian disebarkan oleh Maulana Malik Ibrahim
atau Sunan Gresik, yang dianggap sebagai wali pertama yang mengislamkan Jawa. Sejak Islam
berkembang di Jawa, pengaruh agama Hindu Shiwa dan Buddha di Majapahit secara perlahan
mulai tergantikan oleh Islam. Proses tersebut berlangsung lama, karena agama Hindu dan
Buddha masih banyak dianut oleh penduduk Majapahit.

Selain melalui proses perdagangan dan pelayaran, Islam juga berkembang melalui proses
pernikahan. Banyak pedagang Muslim dari Timur Tengah, Persia, dan India yang akhirnya
menetap dan menikah dengan gadis Jawa. Alhasil, Islam mulai memengaruhi lingkungan
keluarga hingga akhirnya berkembang pesat di seluruh Jawa.

2. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA

A. KERAJAAN DEMAK
Kerajaan Demak atau Kasultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa.
Kerajaan yang berdiri pada awal abad ke-16 ini didirikan oleh Raden Patah dan mencapai
masa kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono. Kerajaan Demak terletak di
daerah Demak, Jawa Tengah. Pada awalnya, Demak merupakan wilayah kadipaten yang
tunduk pada kekuasaan Majapahit.

Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di bawah kepemimpinan Raden
Patah dengan adanya peran sentral Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden Patah adalah
fase awal semakin berkembangnya ajaran Islam di Jawa.

1. Kehidupan ekonomi

4
Kerajaan Demak terletak di pesisir utara Jawa, sehingga sumber ekonomi utama
masyarakat Demak adalah perdagangan laut. Tidak adanya kerajaan sahabat di Jawa juga
menjadi faktor mengapa Kerajaan Demak sangat aktif berdagang di laut.

Pada masa kejayaannya, Kerajaan Demak menguasai pelabuhan utama seperti Surabaya,
Madura, Tuban, Semarang, Jepara, Cirebon, dan Sunda Kelapa. Selain itu, kadipaten-
kadipaten di pedalaman seperti Madiun, Kediri, Malang, Pati, dan Pajang juga merupakan
sumber utama pertanian dan peternakan sebagai komoditas dagang. Beras Jawa
merupakan komoditas penting dalam perdagangan internasional di Nusantara.

2. Kehidupan politik

Secara politik, Kerajaan Demak merupakan kekuasaan terbesar di Jawa. Mengakhiri


dominasi panjang Majapahit, dan eksistensi penguasa Sunda yang secara konsisten berdiri
sejak abad ke-6 Masehi. Kerajaan Demak menempatkan adipati-adipati sebagai
perpanjangan tangan Sultan. Wilayah seperti Surabaya, Tuban, dan Madiun memiliki
adipati-adipati yang cukup berpengaruh.

Kerajaan Demak juga pertama kali bersentuhan dengan imperialisme barat. Berdirinya
Demak pada abad ke-16 kemudian dilanjutkan dengan pendudukan Portugis di Malaka.
Direbutnya Sunda Kelapa pada tahun 1527 adalah salah satu upaya untuk menguasai
seluruh pesisir utara dan menangkal kedatangan Portugis di Jawa.

3. Raja-raja Kerajaan Demak


1) Raden Patah (berkuasa 1500-1518 M)

Raden Patah merupakan pendiri Kerajaan Demak. Dia adalah putra Raja Majapahit
dari istri seorang perempuan asal Cina, yang telah masuk Islam. Raden Patah
memimpin Kerajaan Demak pada 1500 hingga 1518 M. Di bawah kepemimpinan
Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam dengan
peran sentral Wali Songo. Periode ini adalah fase awal semakin berkembangnya
ajaran Islam di Jawa.

2) Adi Pati Unus (berkuasa 1518-1521 M)

Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Demak dilanjutkan oleh putranya,
Adipati Unus (1488-1521). Sebelumnya menjadi sultan, Pati Unus terkenal dengan
keberaniannya sebagai panglima perang hingga diberi julukan Pangeran Sabrang Lor.

5
Pada 1521 Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke Malaka melawan Portugis. Pati
Unus gugur dalam pertempuran tersebut kemudian digantikan Trenggana sebagai
pemimpin ke-3 Kesultanan Demak.

3) Sultan Trenggono (berkuasa 1521-1546 M)

Sultan Trenggana membawa Kesultanan Demak mencapai periode kejayaannya.


Wilayah kekuasaan Demak meluas hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Pada
1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas
perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Nama Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta atau "kemenangan yang
sempurna". Kelak, Jayakarta berganti nama lagi menjadi Batavia lalu Jakarta, ibu kota
Republik Indonesia.

Saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan
(Banyuwangi), pada 1546, terjadi insiden yang membuat Sultan Trenggana terbunuh.

4) Sunan Prawata (berkuasa 1546-1549 M)

Sunan Prawata merupakan putra dari Sultan Trenggono. Suksesi Sultan Trenggana
yang berlangsung mendadak akibat kematiannya ternyata tidak berlangsung mulus.

Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk menduduki kekuasaan


mengalahkan Sunan Prawata yang merupakan putra Trenggana. Sunan Prawata
kemudian membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.

Akan tetapi, karena insiden tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap


kekuasaannya. Ia memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di Prawoto,
Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun, ketika Arya Penangsang
putra dari Surowiyoto melakukan pembunuhan terhadap Prawata pada 1547.

5) Arya Penangsang (berkuasa 1549-1554 M)

Arya Penangsang menduduki tahta Demak setelah membunuh Sunan Prawata. Ia juga
menyingkirkan Pangeran Hadiri/Kalinyamat penguasa Jepara yang dianggap
berbahaya bagi kekuasaannya. Hal ini menyebabkan tidak senangnya pada adipati
Demak, salah satunya Hadiwijaya dari Pajang.

6
Hal ini menyebabkan dipindahnya pusat kekuasaan Demak ke Jipang, wilayah
kekuasaan Arya Penangsang. Meski begitu, Arya Penangsang berkuasa sampai
dengan tahun 1554 ketika Hadiwijaya dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi,
dan anaknya Sutawijaya memberontak melawan Demak. Arya Penangsang tewas, dan
Hadiwijaya menduduki tahta dengan memindahkan kekuasaan ke Pajang, menandai
berakhirnya kekuasaan Kerajaan Demak.

B. KERAJAAN PAJANG
Kerajaan Pajang adalah salah satu kerajaan yang pernah berjaya dalam sejarah di
Jawa Tengah. Berikut ini sejarah Kerajaan Pajang, nama-nama raja, hingga masa kejayaan
dan keruntuhannya.

Setelah masa kerajaan Hindu-Buddha berakhir, lahir berbagai kerajaan-kerajaan Islam yang
tersebar di seluruh penjuru Indonesia termasuk Jateng. Salah satu kerajaan Islam yang pernah
berdiri di Jateng adalah Kerajaan Pajang.

Kerajaan ini mencatat sejarah penting pada pendirian Kerajaan Mataram Islam yang berperan
dalam pembagian wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Bagaimana sejarah lengkap Kerajaan
Pajang? Berikut rangkumannya.

1. Sejarah Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang pertama kali didirikan setelah Kerajaan Demak runtuh pada tahun 1549.
Saat itu Kerajaan Demak mengalami kemunduran dan terjadi pemberontakan oleh Arya
Penangsang. Jaka Tingkir (keturunan dari kerajaan Pengging di Boyolali) yang mengabdi
kepada Kesultanan Demak berhasil menumpas pemberontakan tersebut dan membunuh Arya
Penangsang. Atas keberhasilannya tersebut, Jaka Tingkir kemudian menjadi pewaris tahta
Kerajaan Demak dan memindahkan pusat kerajaannya ke daerah Kartasura.

Pemindahan pusat kerajaan tersebut meruntuhkan Kerajaan Demak secara resmi dan
mengubahnya menjadi Kerajaan Pajang. Kemudian dengan restu dan dukungan para
Walisongo, Jaka Tingkir dinobatkan sebagai raja Kerajaan Pajang dengan gelar Sultan
Hadiwijaya.

2. Raja-raja Kerajaan Pajang


1) Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, berkuasa pada 1568-1583 M.
2) Arya Pangiri atau Ngawantipura, berkuasa pada 1583-1586 M.
3) Pangeran Benawa atau Prabuwijaya, berkuasa pada 1586-1587 M.

7
3. Kejayaan Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang mencapai masa kejayaannya sejak kerajaan tersebut berdiri hingga
masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya berakhir. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan
Pajang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga Madiun dan perbatasan
Cirebon. Selain itu, aspek ekonomi masyarakat Kerajaan Pajang juga sangat makmur.
Sektor pertanian yang menjadi sumber kehidupan mereka mengalami kemajuan pesat.
Pajang bahkan menjadi lumbung beras utama di Pulau Jawa.

C. KERAJAAN MATARAM ISLAM


1. Sejarah Kerajaan Mataram Islam – Pendiri Kerajaan Mataram Islam

Setelah Kesultanan Pajang runtuh di tahun 1587, Kesultanan Pajang akhirnya


mengakui keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senapati selaku pendiri dari
Kesultanan Mataram Islam kemudian menobatkan dirinya sebagai raja sekaligus sultan
pertama yang memiliki gelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Panembahan
Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta. Setelah beliau
wafat, kepemimpinan Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh Raden Mas Jolang yang
bergelar Susuhunan Hanyakrawati yang merupakan ayah dari Sultan Agung.

2. Letak Kesultanan atau Kerajaan Mataram

Adapun pusat pemerintahan Kesultanan Mataram saat itu adalah di Kutagede atau
saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kotagede. Beberapa sumber juga menyebutkan jika
wilayah kesultanan atau kerajaan Mataram Islam pada awalnya hanyalah sebuah hutan.
Di tengah hutan tersebut berdiri sebuah istana tua yang dikenal sebagai Mataram Hindu.
Area Mataram Hindu ini adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Pajang hingga akhir
abad ke 16 M.

Asal mula berdirinya Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman serta di


awainya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Demak Bintoro, dilanjutkan dengan
Kerajaan Pajang dan cerita di balik kemegahan Kerajaan Mataram Islam dapat kamu
temui pada buku Menelusuri Jejak Mataram Islam Di Yogyakarta. lokasi tersebut
dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya
Panembahan Senapati.

Lokasi tersebut diberikan sebagai bentuk jasa mereka dalam keikutsertaannya dalam
pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya Penangsang. Setelah

8
diberikan, daerah itupun dibersihkan oleh Ki Ageng Pemanahan. Tanah yang diberikan
oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan tersebut merupakan sebuah hutan atau
mentaok yang terletak di kota Gede, Yogyakarta. Berawal dari wilayah inilah, Kesultanan
atau Kerajaan Mataram Islam terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya.

Sebuah sumber tulisan menambahkan jika Jawa sebenarnya Jawa bisa dikuasai oleh
Kesultanan Mataram Islam ketika Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang masih yang
memimpin pada tahun 1613 hingga 1645 jika para pendahulunya berhasil mengambil ibu
kota di wilayah Kotagede. Selanjutnya Sultan Agung bisa mengambil ibukotanya di
wilayah Kera atau Kerta.

Kejayaan Kerajaan Mataram saat itu juga tidak terlepas dari kekuatan
Panembahan Senapati yang berhasil lepas dari cengkaraman Pajang. Runtuhnya Kerajaan
Pajang juga menjadi puncak kejayaan dari Kerajaan Mataram. Panembahan Senapati
mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang
Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Tak sampai di situ saja, wilayah
kekuasaan Kerajaan Mataram juga makin meluas dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo,
Magetan hingga Pasuruan. Di wilayah barat, Kerajaan Mataram Islam juga berhasil
menaklukan wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595. Di tahun 1957, Panembahan
Sanepati berusaha menaklukkan Banten, sayangnya usaha tersebut gagal karena
transportasi air yang sangat kurang. Seiring berkembangnya wilayah kekuasaan yang
berhasil ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam, kekuatan militer serta berbagai aspek di
bidang kehidupan di kerajaan ini pun semakin maju.

3. Masa awal dan Kejayaan Kerajaan Mataram Islam

Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada


tahun 1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram semakin berada di
puncak. Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di
berbagai wilayah di Jawa.

Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung
juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu. Beberapa di
antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan
masih banyak lagi. Di masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa
kebijakan penting dalam bidang ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal
dan juga moneter.

9
Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah
kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun
dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban
kepada rakyat. Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga
keuangan untuk mengelola dana kerajaan. Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan
Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam.

Tak hanya itu, ulama pada kala itu juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan
pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa
sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender
Saka dan Hijriah. Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk
pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya. Menurut
sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat
di bawah kepemimpinan Sultan Agung.

Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam
menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing. Sastra bahasa di zaman tersebut
juga semakin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan
tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga
termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati
sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.

4. Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam

Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam
sebuah misi yang bertujuan untuk merebut Batavia. Saat itu Sultan Agung berjuang
menaklukkan seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda.

Setelah peristiwa kekalahan tersebut, aspek ekonomi para masyarakat di Kesultanan


Mataram Islam semakin melemah karena banyak masyarakat yang dikerahkan untuk
menghadapi perang. Dengan demikian, pihak kerajaan serta masyarakat pun tidak mampu
lagi memperbaiki kondisi ekonomi yang terjadi kala itu.

Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam juga disebabkan oleh adanya rasa dendam dan
juga permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa yang tidak pernah berhenti.
Permusuhan ini terus menerus terjadi hingga Wangsa Isana meraih kekuasaan
selanjutnya.
10
Saat Mpu Sindok memimpin pemerintahan di Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang
untuk menyerang wilayahnya. Pada akhirnya pertempuran pun terjadi di wilayah Anjuk
Ladang yang sekarang telah dikenal dengan sebutan kota Nganjuk, Jawa Timur.
Pertempuran itupun dimenangkan oleh kubu Mpu Sindok.

11
5. Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam yang merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di tanah air
tentulah memiliki banyak barang peninggalan. Barang peninggalan dari Kerajaan
Mataram Islam selain menjadi situs atau sumber sejarah kepada para generasi di tanah air
juga bisa menjadi tempat wisata. Berikut ini merupakan beberapa sumber sejarah
sekaligus peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang masih bisa ditemui hingga hari ini.

1. Karya Sastra Ghending dari Sultan Agung


2. Adanya tahun Saka
3. Adanya kerajinan perak
4. Adanya tradisi Kalang Obong. Adapun tradisi Kalang Obong ini sendiri ialah tradisi
kematian orang Kalang yang dilakukan dengan cara membakar berbagai peninggalan
orang yang telah meinggal.
5. Terdapat kuliner khas Kue Kipo. Kue Kipo merupakan makanan khas masyarakat dari
Kota Gede. Menurut beberapa orang, makanan ini telah ada sejak masa Kerajaan
Mataram Islam berdiri.
6. Terdapatnya pertapaan Kembang Lampir. Tempat ini merupakan tempat Ki Ageng
Pemanahan melakukan pertapaan untuk menerima wahyu kerajaan Mataram Islam
7. Terdapat Segara Wana dan Syuh Brata yang merupakan meriam-meriam peninggalan
Kerajaan Mataram Islam. Meriam-meriam tersebut diberikan oleh Belanda atas
perjanjian bersama Kerajaan Mataram Islam di masa kepemimpinan Sultan Agung

8. Terdapatnya berbagai puing-puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak
serta di sekitar aliran Sungai Progo
9. Terdapatnya berbagai puing-puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak
serta di sekitar aliran Sungai Progo
10. Terdapatnya pakaian peninggalan Kiai Gundil atau dikenal juga dengan sebutan Kiai
Antakusuma

11. Terdapatnya Masjid Agung Negara yang telah dibangun sejak tahun 1763 oleh PB III
12. Terdapatnya Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh Sunan Amangkurat I

13. Terdapatnya Gapura Makam Kota Gede yang menjadi perpaduan antara corak Hindu
dan juga Islam
14. Terdapatnya Masjid yang berada di Makam Kota Gede

12
15. Terdapatnya Bangsal Duda

16. Terdapatnya berbagai makam dari raja-raja Mataram yang berada di Imogiri
17. Terdapatnya Gerbang Makam Kota Gede
6. Objek Wisata Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
 Pasar Legi Kotagede

Pasar Legi Kotagede ini merupakan salah satu tempat yang menjadi peninggalan
zaman kerajaan. Pasar ini termasuk pasar tertua yang ada di Jogjakarta dan tetap aktif
hingga hari ini. Pasar Tradisional ini menjadi pusat kegiatan jual beli bagi masyarakat
Kotagede. Kegiatan pasar pun selalu ramai terutama saat pasaran legi yang
merupakan hari berdasarkan penanggalan Jawa. Di hari tersebut para penjual akan
tumpah hingga ke bahu-bahu jalan. Bahkan saat pagi hari, pelataran pasar akan ramai
oleh berbagai pedagang hewan. Kemudian, di malam harinya lokasi ini akan ramai
dengan sajian kuliner khas Kotagede. Berbagai jenis kulineran mulai dari makanan
tradisional hingga kekinian bisa Anda dapatkan di sini. Maka tak heran jika pasar
yang berada di Jalan Mondorakan, Purbayan, Kecamatan Kotagede ini sangat
digemari oleh banyak wisatawan.

 Makam Para Raja-raja Mataram


Di lokasi ini para wisatawan bisa menikmati wisata rohani sekaligus wisata budaya.
Di tempat makam para raja-raja Mataram yang sering dijadikan sebagai destinasi
ziarah ini Anda akan menemukan makam dari Raja pertama Mataram Islam yaitu
Danang Sutawijaya atau lebih dikenal dengan nama Panembahan Senopati. Raja
kedua ialah Mas Jolang atau Panembahan Hanyakrawati yang kemudian di
semayamkan di area pemakaman ini.

 Masjid Gedhe Mataram

Tak jauh dari Pasar Legi Kotagede, tepatnya sekitar 500 meter maka Anda akan
menemui Masjid Gedhe Mataram. Masjid yang penuh sejarah ini digunakan sebagai
masjid pada umumnya di tanah air.

Tak ada biaya masuk untuk mengunjungi masjid ini. Para wisatawan hanya perlu
memberikan infak seikhlasnya di kotak infak masjid. Jangan lupa, jika ingin
mengunjungi tempat ini maka Anda wajib untuk memakai pakaian adat Jawa yang

13
bisa di sewa di lokasi. Jika ingin menikmati pemandangan silahkan berkeliling di area
makam Raja-raja Mataram. Tempat wisata makam ini dibuka untuk para wisatawan
pada hari tertentu saja yaitu hari Senin, Kamis, Jumat dan Minggu. Tempat wisata
akan dibuka mulai pukul 13.00 hingga 16.00 WIB.

 Between Two Gates


Lokasi Between Two gates berjarak sekitar 450 meter dari Makam Raja-raja
Mataram. Kompleks bangunan bersejarah ini menjadi tempat wisata pemukiman yang
masih sangat kental akan budaya tradisionalnya.

Di area ini Anda akan melihat rumah-rumah Joglo yang bernuansa Jawa Kuno dan
masih dihuni oleh para warga setempat hingga sekarang. Dinamakan Between Two
Gates karena area ini diapit oleh dua gerbang. Selain bisa menikmati nuansa Jawa
Kuno, di tempat ini Anda juga bisa menemukan banyak spot foto untuk berfoto
instagenik.

Nuansa jadul dan arsitektur yang sangat unik menjadikan tempat ini sangat cocok
untuk berswafoto. Tak hanya itu nuansa tenang, damai dan nyaman akan membuat
Anda semakin betah di sini. Untuk menikmati semuanya itu Anda cukup berdonasi
seikhlasnya saja. Jika ingin mampir di tempat wisata ini, para pengunjung wajib
parkir di luar lokasi karena adanya larang untuk menyalakan mesin motor. Bahkan,
untuk warga tetap di wilayah ini mesti mendorong mereka hingga ke depan gerbang
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga pelestarian permukiman
tradisional di dalam wilayah Between Two Gates.

 Benteng Cepuri

Tempat Wisata terkenal lainnya sekaligus menjadi peninggalan Kerajaan Mataram Islam
di Kotagede ialah Benteng Cepuri. Peninggalan Benteng Cepuri memang hanya
menyisakan reruntuhan. Namun, di zaman kerajaan benteng ini sangat luar biasa kokoh
sehingga dijadikan sebagai benteng Pertahanan. Saat ini Benteng Cepuri telah dijadikan
sebagai spot foto bagi para wisatawan.

14
Hingga saat ini berbagai peninggalan dari Kerajaan Mataram juga dapat kamu temukan
pada wisata kulinernya, dimana berbagai menu istana santapan raja di Yogyakarta dan
Surakarta dapat kamu pelajari pada buku Seri Budaya Kuliner: Tradisi Kuliner Mataram.

D. KERAJAAN (KESULTANAN) CIREBON


Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama yang berasal
dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16 Masehi. Kesultanan
Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang menghubungkan jalur perdagangan antar
pulau. Kesultanan Cirebon berlokasi di pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan
antara wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi
pelabuhan sekaligus “jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.
Sehingga Kesultanan Cirebon memiliki suatu kebudayaan yang khas tersendiri, yaitu
kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan
Sunda.

1. SEJARAH KERAJAAN CIREBON


Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan
Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon mulanya adalah sebuah dukuh
kecil yang awalnya didirkan oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang
menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda:
campuran). Dinamakan Caruban karena di sana ada percampuran para pendatang dari
berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, latar belakang dan mata
pencaharian yang berbeda. Mereka datang dengan tujuan ingin menetap atau hanya
berdagang. Karena awalnya hampir sebagian besar pekerjaan masyarakat adalah sebagai
nelayan, maka berkembanglah pekerjaan lainnya, seperti menangkap ikan dan rebon
(udang kecil) di sepanjang pantai yang bisa digunakan untuk pembuatan terasi. Lalu ada
juga pembuatan petis dan garam.

Air bekas pembuatan terasi inilah akhirnya tercipta nama “Cirebon” yang berasal dari
Cai(air) dan Rebon (udang rebon) yang berkembang menjadi Cirebon yang kita kenal
sekarang ini. Karena memiliki pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari
pedalaman, Cirebon akhirnya menjadi sebuah kota besar yang memiliki salah satu
pelabuhan penting di pesisir utara Jawa. Pelabuhan sangat berguna dalam kegiatan
pelayaran dan perdagangan di kepulauan seluruh Nusantara maupun dengan negara

15
lainnya. Selain itu, Cirebon juga tumbuh menjadi salah satu pusat penyebaran agama
Islam di Jawa Barat.

2. PENDIRIAN DAN SILSILAH RAJA KERAJAAN CIREBON


Pangeran Cakrabuana (1430 – 1479) merupakan keturunan dari kerajaan Pajajaran. Ia
adalah putera pertama dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya
yang bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Raden Walangsungsang(pangeran
Cakra Buana) meiliki dua orang saudara kandung, yaitu Nyai Rara Santang dan Raden
Kian Santang.
Sebagai anak laki-laki tertua, seharusnya ia berhak atas tahta kerajaan Pajajaran. Namun
karena ia memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya, posisi sebagai putra
mahkota akhirnya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa (anak laki-laki dari prabu
Siliwangi dan Istri keduanya yang bernama Nyai Cantring Manikmayang).

Ini dikarenakan pada saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran
adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Pangeran
Walangsungsang akhirnya membuat sebuah pedukuhan di daerah Kebon Pesisir,
mendirikan Kuta Kosod (susunan tembok bata merah tanpa spasi) membuat Dalem
Agung Pakungwati serta membentuk pemerintahan di Cirebon pada tahun 1430 M.

Dengan demikian, Pangeran Walangsungsang dianggap sebagai pendiri pertama


Kesultanan Cirebon.\Pangeran Walangsungsang, yang telah selesai menunaikan ibadah
haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman. Ia lalu tampil sebagai “raja” Cirebon pertama
yang memerintah kerajaan dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam
kepada penduduk Cirebon. Pendirian kesultanan Cirebon memiliki hubungan sangat erat
dengan keberadaan Kesultanan Demak.

3. SEJARAH TIMBULNYA KEEMPAT KERATON


Perkampungan itu mengalami perkembangan, selanjutnya muncul perkampungan
baru yaitu Caruban Larang dengan pemimpinnya bernama H. Abdullah Iman atau
Pangeran Cakrabuwana. Caruban Larang terus berkembang dan pada tahun 1479 sudah
disebut sebagai Nagari Cerbon yang dipimpin oleh Tumenggung Syarif Hidayatullah

16
bergelar Susuhunan Jati. Susuhunan Jati meninggal pada tahun 1568 dan digantikan oleh
Pangeran Emas yang bergelar Panembahan Ratu.

Pada tahun 1649 Pangeran Karim yang bergelar Panembahan Girilaya, menggantikan
Panembahan Ratu. Panembahan Girilaya wafat pada tahun 1666, untuk sementara
Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai Susuhunan Cirebon dengan gelar Panembahan
Toh Pati. Tahun 1677 Cirebon terbagi, Pangeran Martawijaya dinobatkan sebagai Sultan
Sepuh bergelar Sultan Raja Syamsuddin, Pangeran Kertawijaya sebagai Sultan Anom
bergelar Sultan Muhammad Badriddin. Sultan Sepuh menempati Kraton Pakungwati dan
Sultan Anom membangun kraton di bekas rumah Pangeran Cakrabuwana. Sedangkan
Sultan Cerbon berkedudukan sebagai wakil Sultan Sepuh. Hingga sekarang ini di Cirebon
dikenal terdapat tiga sultan yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan Sultan Cirebon.

Keberadaan ketiga sultan juga ditandai dengan adanya keraton yaitu Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Di luar ketiga kesultanan
tersebut terdapat satu keraton yang terlepas dari perhatian. Keraton tersebut adalah
Keraton Gebang. Menelusuri Cirebon dan kawasan pantai utara Jawa Barat memang akan
banyak menjumpai tinggalan yang berkaitan dengan sejarah Cirebon dan Islamisasi Jawa
Barat. Beberapa bangunan sudah banyak dikenal masyarakat seperti Keraton Kasepuhan,
Kanoman, dan Kacirebonan, Taman Sunyaragi, serta kompleks makam Gunung Sembung
dan Gunung Jati.

E. KERAJAAN (KESULTANAN) BANTEN


Kesultanan Banten menyimpan sejarah yang kaya akan budaya serta peradaban
Nusantara pada abad ke-16 hingga ke-18. Terletak di ujung barat Pulau Jawa, Kesultanan
Banten memainkan peran penting dalam aspek maritim, perdagangan, dan kebudayaan
Indonesia. Sebagai pusat perdagangan, Banten menjadi kota yang makmur dan padat
penduduk Pelabuhan Banten yang menjadi pertemuan pedagang Arab, India, Cina, dan
Eropa. Pemerintahan Kesultanan Banten yang didasarkan pada sistem monarki absolut ini
juga mencerminkan nilai-nilai Islam, serta dikenal dengan kebijakan toleransi agama yang
tinggi.

1. Asal Usul Kesultanan Banten

17
Berdirinya Kesultanan Banten diawali dengan kekuasaan Kesultanan Demak yang
melakukan perluasan hingga wilayah barat. Pada tahun 1524 hingga 1525, Sunan Gunung
Jati (Syarif Hidayatullah) bersama pasukan Demak merebut pelabuhan banten dari
Kerajaan Sunda sehingga berhasil membuat wilayah tersebut berafiliasi dengan Demak.
pada tahun 1552 Kesultanan Banten akhirnya resmi dipimpin oleh Sultan Maulana
Hasanuddin yaitu putra dari Sunan Gunung Jati. Kehidupan politik kesultanan tersebut
juga berkaitan erat dengan pernikahan Hassanuddin dengan putri Sultan Trenggono. Dari
pernikahan tersebut, menghasilkan dua putra yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara.
Adapun Maulana Yusuf sebagai anak pertama menggantikan ayahnya menjadi Sultan
Banten pada 1570.

Setelah meninggalnya Maulana Yusuf, pada tahun 1580 terjadi perebutan kekuasaan
antara anak Maulana Yusuf yang masih muda bernama Maulana Muhammad dengan
Pangeran Jepara, pamannya. Dengan bantuan dari golongan ulama, akhirnya Maulana
Muhammad berhasil menyingsingkan serangan dari Pangeran Jepara. Setelah melalui
masa-masa konsolidasi internal pemerintahan, selanjutnya Kesultanan Banten
memfokuskan diri pada perluasan wilayah dan perebutan hegemoni di Selat Sunda dan
Laut Jawa dengan Mataram, Portugal, dan Belanda (VOC).

2. Puncak Kejayaan Kesultanan Banten


Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa (Abu Fatah Abdulfatah). Pada saat itu, pelabuhan Banten menjadi pelabuhan
internasional sehingga perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
karena secara geografis, posisi pelabuhan Banten strategis karena menghadap langsung ke
jalur perdagangan yaitu Selat Sunda dan Laut Jawa. Sementara kondisi politik pada tahun
1511 membuat pelabuhan Malaka jatuh ke tangan Portugal, sehingga para pedagang
Melayu lebih memilih Banten sebagaii tempat transit. Sebagai pelabuhan penting, Banten
menjadi pusat perdagangan yang vital bangsa Eropa. Mengingat, tanah pedalamannya
yang subur mendukung Banten untuk menjadi penghasil komoditas lada, beras, dan hasil
tani lainnya.

Untuk meningkatkan kekuatan dalam negeri, Sultan Ageng Tirtayasa juga melakukan
usaha konsolidasi dengan Lampung, Selebar, Bengkulu, dan Cirebon. Dikutip dari buku
Perdagangan Internasional Kesultanan Banten oleh Ikot Sholehat, usaha di bidang politik

18
diplomatik Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengirimkan utusan mereka ke Inggris pada
tahun 1681.

Hubungan dagang dengan Dinasti Ming di China juga telah memungkinkan


Kesultanan Banten membentuk jaringan pertukaran tenaga kerja, modal, dan barang
dagang seperti sutera, beludru, satin, benang, piring, dan porselen. Raja-Raja Kesultanan
Banten Pemerintahan Kesultanan Banten didasarkan pada sistem monarki absolut, di
mana sultan memegang kekuasaan tertinggi. Dikutip dari laman BPCB Banten, berikut
daftar pemimpin Kesultanan Banten:

1. Syarif Hidayahtullah (Sunan Gunung Jati) tidak mentasbihkan diri sebagai Sultan.
2. Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan (1552-1570)
3. Maulana Yusuf Panembahan Pakalangan Gede (1570-1580)
4. Maulana Muhammad Pangeran Ratu Ing Banten (1525-1552)
5. Sultan Abul Mafachir Mahmud Abdul Kadir Kenari (1580-1596)
6. Sultan Abul Ma'ali Ahmad (1596-1651)
7. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672)
8. Sultan Abun Nasr Abdul Kahhar-Sultan Haji (1672-1687)
9. Sultan Abdulfadhl (1687-1690)
10. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
11. Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750)
12. Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (1750-1752)
13. Sultan Muhammad Wasi Zainul Alimin (1752-1753)
14. Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
15. Sultan Abul Mafakih Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
16. Sultan Muhyiddin Zainussholihin (1799-1801)
17. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqi (1801-1802)
18. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
19. Sultan Agilludin (1803-1808)
20. Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Sultan Muhammad Rafi'uddin (1813- 1820)

19
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dalam mengakhiri eksplorasi tentang "Kerajaan Islam di Jawa," dapat disimpulkan bahwa Islam
tidak hanya menjadi elemen agama, tetapi juga memainkan peran krusial dalam membentuk struktur
sosial, politik, seni, dan budaya di wilayah tersebut. Perkembangan kerajaan Islam di Jawa
menciptakan perpaduan unik antara tradisi lokal dan nilai-nilai Islam, membentuk kerangka sosial
yang kaya dan beraneka ragam.

Kemunculan kerajaan Islam di Jawa membawa dampak positif terhadap kemajuan pendidikan,
seni, dan peradaban, memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian intelektual dan
perkembangan budaya di Nusantara. Sementara itu, interaksi antar-kerajaan dan hubungan dengan
kerajaan-kerajaan tetangga menciptakan dinamika geopolitik yang memengaruhi perkembangan
wilayah tersebut.

2. SARAN

1. Penelitian Lanjutan: Menyarankan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi aspek-aspek


spesifik, seperti peran perempuan dalam kerajaan Islam di Jawa atau dampak ekonomi dari
penyebaran Islam.
2. Penggalian Sumber Primer: Mendorong penggunaan sumber-sumber primer seperti catatan
sejarah, naskah kuno, dan artefak arkeologis untuk memberikan konteks yang lebih
mendalam.
3. Perbandingan Regional: Merangsang perbandingan dengan kerajaan Islam di wilayah lain di
Nusantara untuk memahami perbedaan dan kesamaan dalam pengembangan Islam di
berbagai tempat.
4. Edukasi Masyarakat: Menyarankan upaya edukasi masyarakat tentang warisan budaya dan
sejarah Islam di Jawa, melalui pameran, seminar, atau media sosial, untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman masyarakat.
5. Preservasi dan Konservasi: Mendorong langkah-langkah preservasi dan konservasi terhadap
situs-situs bersejarah dan artefak yang terkait dengan kerajaan Islam di Jawa untuk
memastikan warisan tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

20

Anda mungkin juga menyukai