Anda di halaman 1dari 27

TUGAS SEJARAH

KERAJAAN-KERAJAN ISLAM DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuknya agama Islam di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kegiatan pelayaran
dan perdagangan pada masa lampau. kalian Ingat bahwa kegiatan pelayaran dan pedagangan
di perairan nusantara telah berlangsung sejak awal tahun Masehi. Pada waktu itu banyak
pedagang dari India dan Cina yang mengadakan hubungan dagang dengan pedagang-
pedagang Indonesia. Kegiatan pelayaran dan perdagangan ini semakin hari semakin
berkembang ramai. Selanjutnya pada sekitar abad ke-7 dan 8 pedagang-pedagang Islam dari
Timur Tengah banyak yang datang berlayar ke selat Malaka hingga ke perairan Nusantara kita.
Pada masa itu di Indonesia telah berdiri kerajaan terkenal bernama Sriwijaya. karena Sriwijaya
ketika itu merupakan bandar terbesar, tempat singgah dan bongkar muat barang-barang
dagangan yang dibawa para pedagang dari kepulauan Nusantara maupun dari luar, maka
kemungkinan besar termasuk para pedagang dari Timur Tengah yang singgah pula di
Sriwijaya. Oleh sebab itu para pedagang Islam yang telah mengenal Sriwijaya menyebutkan
Sriwijaya dengan istilah Zabag atau Zabay.
Berkembangnya hubungan perdagangan antara pedagang-pedagang Islam dengan
pedagang-pedagang Indonesia membawa pengaruh masuknya agama Islam ke Indonesia.
Pada umumnya para pedagang Islam sambil berdagang mereka memperkenalkan atau
mengajarkan pula agama Islam kepada pedagang maupun penduduk setempat. Melalui
hubungan dagang inilah penduduk Indonesia mengenal ajaran agama Islam untuk selanjutnya
secara sadar mereka memeluk agama Islam.
Sekitar abad ke - 11 Islam telah sampai pula di pulau Jawa. Keterangan ini diperoleh
berdasarkan bukti ditemukan sebuah batu nisan (makam) yang bertuliskan huruf Arab. Batu
nisan yang berangka tahun 1082 ditemukan di Lereng (dekat Gresik). Tulisan pada batu nisan
ini memuat keterangan tentang wafatnya seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun.
Keterangan lain tentang berkembangnya agama Islam di Indonesia bersumber dari catatan
perjalanan seorang yang bernama Marco Polo (1992). Dia adalah seorang musafir dari
Venesia, Italia. Dalam perjalanan menuju Tiongkok (Cina yang ditempuh melalui laut, Marco
Polo singgah di Aceh Utara. Dari persinggahannya itu ia menceritakan bahwa di Perlak banyak
penduduk yang beragama Islam dan banyak pula pedagang dari Gujarat (India) yang giat
menyiarkan agama Islam.
Berdasarkan keterangan tersebut di atas, jelas bahwa selain pedagang-pedagang dari
Gujarat (India) yang aktif menyiarkan agama Islam di kepulauan Nusantara. Perlu diketahui
bahwa pedagang-pedagang Gujarat sejak abad ke-10 telah menganut Islam.
Agama-agama Islam mula-mula berkembang di kota-kota dagang atau disekitar bandar
tempat persinggahan pada pedagang Islam. Daerah yang mula-mula menjadi daerah Islam
adalah Perlak dan Samudra Pasai. Kemudian meluas ke pulau Jawa seperti Gresik. Tuban,
Demak, Cirebon dan Banten. Seharusnya ke pulau lainnya (Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan
sebagainya).
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan
kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Kerajaan Aceh terletak di
daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu
kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud
berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke 15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri,
oleh Muzaffar Syah (1465-1497).
Sedangkan di Pulau Jawa juga berdiri kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden
Patah, kemudian berdiri pula Kesultanan Pajang yang dipandang sebagai pewaris kerajaan
Islam Demak. Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di jawa Barat. Kerajaan ini
didirikan oleh Sultan Gunung Jati.
Di Kalimantan juga berdiri dua buah kerajaan yaitu kerajaan Banjar yang rajanya
bernama Sultan Suruiansyah, dan kerajaan Kutai yang salah satu rajanya bernama Tuan di
bandang atau lebih dikenal dengan sebutan Dato’ Ri Bandang.

B.     RUMUSAN MASALAH


1.      Kerajaan Demak
A. Menjelaskan awal mula berdirinya kerajaan Demak
B. Menjelaskan Letak Kerajaan Demak
C. Menjelaskan kondisi politik kerajaan Demak
D. Menjelaskan kondisi ekonomi kerajaan Demak
E. Menjelaskan kondisi sosial-budaya kerajaan Demak
F. Menjelaskan peradaban kerajaan Demak pada abad XVI
G. Menjelaskan perang saudara di kerajaan Demak
H. Menjelaskan keruntuhan Demak
2.      Kerajaan Mataram Islam
A. Menjelaskan awal mula berdirinya kerajaan Mataram Islam
B. Menjelaskan letak kerajaan Mataram Islam
C. Menjelaskan sistem pemerintahan Mataram Islam
D. Menjelaskan kehidupan ekonomi Mataram Islam
E. Menjelaskan kehidupan politik Mataram Islam
F. Menjelaskan kehidupan sosial dan budaya Mataram Islam
G. Menjelaskan keruntuhan Mataram Islam

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Kerajaan Demak

A. Awal Kerajaan Demak


Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M.
Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna
hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di
bantu oleh para wali dan saudagar Islam.Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun.
Menurut sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden
Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah
dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di
bawa asuhan Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden
Fatah menetap di Demak (Bintoro). Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai
melaksanakan perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di
daerah tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan
sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang. Tidak hanya
menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat peradagangan
bahkan akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkemabangannya kemudian karena ramainya akhirnya
menjadi ibukota negara dengan nama Bintoro Demak.
B. Letak Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal
kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.Pada sebelumnya, daerah Demak
bernama Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya
menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada
zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa.
Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal
dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi
sudah sejak abad XVII jalan pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.
Pada abad XVI agaknya Deamak telah menjadi gudang padi dari daerah pertanian di
tepian selat tersebut. Konon, kota Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut
pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti
Patih, panglima besar kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan
peralawanan terakhir kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi
penguasa tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah
Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa
antara Demak dan Jepara.Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu
pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan
padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh para
penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di
pedalaman Pegging dan Pajang.
C. KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN DEMAK
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara
Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah
pimpinan Demak. Setelah kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai
kerajaan Islam pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak
adalah sebagai berikut :
1. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah
tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra
prabu Brawijaya raja terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang
Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang
permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa memberikan
putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan
Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang anak laki-laki
yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara
sekandung berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong,
nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias
Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk
menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang.
Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua
mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah
tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel,
dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka.Raden Kusen kemudian
mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung,
sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau
hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara dan
mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi
semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat
memberontak.Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah
untuk memanggil Raden Patah.Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke
Majapahit.Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai
putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama
menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah dari Surabaya ke Demak tahun
1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu
membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias
Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh
karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak
kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang,
diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan
pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara
(penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan
kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit
(1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga
mengadakan perlawan terhadap portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu
demak.Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau
Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian
dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang
dakwah islam dan pengembangannya,
Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan.
Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang
terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh
walisanga.
2. Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus.Pati
Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan
terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran
Sabrang lor. ( Soekmono: 1973). Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan
asal-usul dan pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari
Kalimantan Barat Daya.Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari
perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa dan menjadi
penguasa di Jepara.( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah
yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati Unus
resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena
ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih
lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak
orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal
ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak
untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang
mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah
Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat
persiapan yang lebih baik.Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375
kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan
kapal.Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat,
beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya.
Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat
pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.Armada perang yang
sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar
Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan
berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan
berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan
perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama
Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-
rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat
dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan
Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah
Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah
mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas
inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi
janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
3. Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah Demak dari
tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri
Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut
Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang
Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang
putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja
penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi
istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun
dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono wafat ditemukan dalam
catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto.Pada tahun 1546 Sultan
Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan.Sunan
Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta
sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah.Mendez Pinto bersama 40 orang temannya
saat itu ikut serta dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan
selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono
bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya.Putra bupati
Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya.Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat
sehingga tidak mendengar perintah Trenggono.Trenggono marah dan memukulnya.Anak itu
secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun
tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di
bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti
merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di
sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545),
dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima
perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi
menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah
pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
4. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan Prawata adalah nama lahirnya (Raden Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan
Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama
daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten,
Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad
Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak
lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat
pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546,
Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta.Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya
menaklukkan Pulau Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih
suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa
Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Oleh karena itu, Raden Mukmin
pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama
Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat
untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan
mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan
Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan
Makassar.Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana.Ia lebih sibuk
sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan,
seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak
mampu menghalanginya.
D. KEHIDUPAN EKONOMI KERAJAAN DEMAK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak
sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai
kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara
daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia
bagian barat.Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.Dan hal ini juga
didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai
pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga
memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang
menjadi komoditi dagang.Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil
pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan
Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya
yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang.Di
samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris.Pertanian di Demak tumbuh dengan
baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara.Demak bisa menjual
produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
E. KEHIDUPAN SOSIAL – BUDAYA KERAJAAN DEMAK
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan
dakwah Islam.Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada
dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri
sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung
dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai
pusatnya.Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan
budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali
seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.Para wali tersebut
memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali
tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak.Dengan demikian terjalin hubungan yang erat
antara raja/bangsawan, para wali/ulama dengan rakyat.Hubungan yang erat tersebut, tercipta
melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok
Pesantren.Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara
orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan
peninggalan dari kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu
tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal.Masjid Demak
dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang
sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10
tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan
kebudayaan Islam.Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid
Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas
yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di
belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
F. PERADABAN KERAJAAN ISLAM DEMAK PADA ABAD XVI
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan Majapahit. Sebelum raja Demak
merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak pada kekafiran (Majapahit). Tidak
diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan
Majapahit dan di bandar bubat. Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan
menghadap raja” ke Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang
beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan menghadap
raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus dengan jalan demikian ia
tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton Majapahit, terutama dengan patih.
Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya.
Bahwa banyak bagian dari peradaban lama, sebelum zaman Islam telah diambil alih oleh
Keraton-keraton Jawa Islam di Jawa Tengah, terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada
zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di Demak dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI,
selain karena keperluan yang sangat mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi
kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.Peranan penting
masjid Demak sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya
di hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat
berpengaruh dan dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti wayang orang,
wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad
XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman
dengan kesultanan Demak.Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam
peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad
XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara
keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat sakralnya.
Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat
pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci
dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai
timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam. Tetapi
kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan dengan meluasnya
agama Islam.
G. PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati
Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak
dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen
(Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya
yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi
sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak
mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa
timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di
Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi
kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama
perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto,
anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat
perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah
dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang
telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau
Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto,
Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh.
Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan
Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang
langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak
sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan
mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid
Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke
Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan
gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang
lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak
dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan
Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda
dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya
Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur
kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena
beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh
Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan
dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng
Pamanahan mendapat tanah mataram.
H. KERUNTUHAN KERAJAAN DEMAK
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat di
keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak
mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara para waris
yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan
Trengggono adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto
yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang beranama Arya
Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam karena ia
merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya
berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang tidak
berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede
Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan
penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya
serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah berjasa. Terutama
kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai
Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati.
Keduanya diangkat menjadibupati di daerah-daerah tersebut.Sutawijaya, putra Kyai Ageng
Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya
Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada
tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa
diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri,
putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat
digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.Pengeran Benawan
menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mamapu mengendalikan pemerintahan, apalagi
menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan
Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya
telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.

2. Kerajaan Mataram Islam

A.    BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara
kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh,
kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja
Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah
seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang.
Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya
Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki
Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti
sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan
dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak
angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri
maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya.
Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan
kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan
memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan
lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya.
Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya,
yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil
memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat
diri sebagai rajaMataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan
salah satu wilayah bagian dari Mataramyang beribukota di Kotagede. Senopati bertahta sampai
wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus
berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga,
Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya.
Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.

B.     LETAK KERAJAAN MATARAM ISLAM

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara
kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islammemiliki
peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal
ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan
para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga
pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islamsesungguhnya
berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya

Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok (alas= hutan) yang kemudian
menjadi sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota Gede (kota besar).
Disana lalu di bangun benteng dalam (cepuri) yangmengelilingi kraton dan benteng luar
(baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini juga di
lengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai.
Wilayah kekuasaan Mataram mencapai Jawa Barat (kecuali Banten), Jawa Tengah, Jawa
Timur,  Sukadana (Kalimantan Selatan), Nusa Tenggara. Palembang dan Jambi pun
menyatakan vasal kepada Mataram.

C.    SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM

Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang


bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12
tahun (1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman
Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di hutan
Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar
Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram
mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan
Agung juga menaklukkan daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan
Mataram. Beliau juga merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC yang
pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah
Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada tahun 1645.

Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-
sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak
pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukotakerajaan
Mataram dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung
para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan
Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri
untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah)
Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan
sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk
kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh
Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian
yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang danMataram harus mengganti
kerugian akibat perang.

Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh
anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC.
Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III
sehingga VOC mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara
(perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt III
menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti
oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan
para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini VOC kembali turut andil di dalamnya.
Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan
Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada
masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.

Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di
Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil
menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan
berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas
Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II
melarikan diri ke Panaraga.

Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda
yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi
untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen
sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya
sehingga akhirnya dia berdamai dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan
pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh sakit
dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku
Buwana III. Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah
yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru
saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan
VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan
VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai.

Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan
Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi
dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar
Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan
kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta
dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri
Susuhunan Paku Buwana III. Raja-Raja Mataram Islam :

1.      Panembahan Senopati (1584-1601 M)

2.      Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)

3.      Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)

4.      Amangkurat I (1646- 1676 M)

5.      Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)

6.      Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M)

7.      Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)

8.      Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)

9.      Paku Buwana II (1727-1749 M)

10.  Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.

11.  Sultan Agung.

D.    KEHIDUPAN EKONOMI MATARAM ISLAM

Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai kerajaan


agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan
perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-
daerah pesisir. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan. Dalam
bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa
Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu,
gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan
komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor karena pada abad ke-17 Mataram menjadi
pengekspor beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram
berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.
E.     KEHIDUPAN POLITIK MATARAM  ISLAM

Pendiri kerajaan Mataram adalahSutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati,


memerintah tahun (1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan
daerah-daerah seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum
usahanya untuk memperluas dan memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya
digantikan oleh putranya yaitu Mas Jolang yang bergelarSultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.

Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh
Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan daerah-
daerah yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas Jolang
meninggal tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak. Untuk
selanjutnya yang menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung
Senopati ing alogo Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung
merupakan raja terbesar dari kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai
puncaknya, karena ia seorang raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana.

Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan Banten.
daerah-daerah tersebut dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui ikatan perkawinan
antara adipati-adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan Sultan Agung sendiri menikah
dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.

Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau Jawa, Sultan Agung juga berusaha
mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap
VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami
kegagalan. Penyebab kegagalan serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari
pusat Mataram ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan
kaki, sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan daerah-daerah yang
dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi yaitu Kerawang dan Bekasi
dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan Mataram kekurangan bahan makanan. Dampak
pembakaran lumbung padi maka tersebar wabah penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram,
sedangkan pengobatan belum sempurna. Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari
pasukan Mataram. Di samping itu juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding
pasukan Mataram.
F.     KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA MATARAM ISLAM

Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem
feodal. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk
melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang
mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh
tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya
adalah rakyat atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya
sistem feodalisme tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat
berkuasa terhadap tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga
dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam bidang
kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini
terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun
tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten)
diperkirakan dibuat pada masa Sultan Agung.Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-
Budha-Islam adalah penggunaan kalender Jawa, adanya kitab filsafat sastra gending dan kitab
undang-undang yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil karya dari
Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya upacara Grebeg pada hari-hari besar Islam
yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari berbagai makanan maupun hasil
bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak zaman Majapahit sebagai tanda
terhadap pemujaan nenek moyang.

I.       KERUNTUHAN MATARAM ISLAM


Sultan Agung tidak mempunyai pengganti yang mumpuni sepeninggalnya. Putra mahkota
sangat bertolak belakang sifat dan kepribadiannya dengan sang ayah. Kegemarannya pada
kehidupan keduniawian telah mendorongnya ke jurang kehancuran kerajaan. Maka dimulailah
pemerintahannya sebagai raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677).
Raja ini mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan para pendahulunya. Gaya
pemerintahannya cenderung lalim, tidak suka bergaul (terasing) dan terlalu curiga dengan
semua orang. Para pejabat di zaman pemerintahan ayahnya dihabisi dengan bengis, entah
dengan hukuman cekik sampai mati untuk perkara-perkara yang sudah diatur (jebakan) atau
dengan cara dikorbankan menjadi memimpin armada perang ke luar Mataram.
Hubungan antar kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan dengan putra mahkotanya, Sunan
Amangkurat I terlibat bersaing dalam urusan wanita pilihan sebagai istri. Kejadian ini
memunculkan tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-saudara raja. Karena putra
mahkota didukung oleh kakeknya, P. Pekik (mertua Amangkurat I) untuk menikahi seorang
gadis cantik bernama Rara Oyi, putri Ngabehi Mangunjaya dari tepi Kali Mas Surabaya.  P.
Pekik berasal dari Surabaya terlibat membantu putra mahkota yang merupakan saingan sang
raja dalam perebutan putri tersebut.
Kebengisan sunan dapat dilacak dari catatan pejabat Belanda maupun dalam babad
Jawa.Banyak kejadian tidak masuk akal pada pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur
pembunuhan untuk adiknya, P. Alit. Karena  sang adik dihasut para pangeran di kerajaan untuk
menuntut tahta. Bahkan raja pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama.
Sifat bengis sunan ini telah menimbulkan sikap anti pati dan ketakutan rakyatnya. Oleh
sebab itu ketika terjadi serbuan dari kelompok P. Trunajaya dari Madura, raja tidak mampu
menangkisnya. Karena rakyat bersatu padu menyerang istana. Sunan Amangkurat I menyingkir
hingga meninggal karena sakit dalam pelariannya di Wanayasa, Banyumas utara. Konon pula,
untuk mempercepat kematiannya, putra mahkota yang kelak menjadi Amangkurat II memberi
sebutir pil racun pada sang ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat dengan
gurunya yaitu Tumenggung Danupaya.
Bagaimanapun buruknya Amangkurat I, beliau tetap mempunyai karya besar. 
Dalam bidang arsitektur, sunan membuat istana baru di Plered (selatan Kuta Gede) dengan
konsep pulau ditengah laut. Pembangunan istana Mataram tersebut dilandasi oleh sifatnya
yang tidak mau kalah dengan keberhasilan sang ayah.
Untuk pekerjaan ini, sunan mengerahkan para penduduk hingga luar ibu kota agar
membuat batu bata sebagai tembok kraton dan membendung sungai Opak menjadi danau
besar. Utusan VOC, Rijklof van Goens mencatat bahwa ia sangat takjub dengan kraton Plered
yang seolah-olah mengapung di lautan. Untuk mencapai alun-alun sebelum ke istana, orang
harus melewati jembatan batang yang dibangun permanen.  
Wafatnya Amangkurat I, membuat Putra mahkota mempunyai modal besar menggantikan
tahta Mataram. Dengan  bekal pusaka-pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir gerakan
Trunajaya dengan meminta dukungan VOC. Putra mahkota  naik tahta bergelar Sunan
Amangkurat II (1677-1703).
Ibu kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura. Karena  P. Puger (adik
Amangkurat II) tetap berdiam di istana Plered, setelah Amangkurat I wafat. Beliau berpendapat
bahwa dirinya yang berhak atas tahta Mataram. Karena dirinya yang mendapat wahyu dari
sang ayah (Amangkurat I) bukan putra mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P.
Puger menunggui ajal sang ayah. 
Namun akhirnya P. Puger mengakui kekuasaan Amangkurat II di Kartasura tahun 1680.
setelah terjadi pertikaian alot. Meskipun pada masa-masa sesudahnya, P. Puger tetap
membara semangatnya untuk mencapai tahta Mataram. Kelak akhirnya sang pangeran
bertahta sebagai Sunan Paku Buwana I.
Pemerintahan Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura dibangun dengan dukungan penuh
VOC. Oleh karena itu, dirinya terikat dengan segala macam permintaan VOC. Di sisi lain, sang
raja sangat melindungi para pejuang dalam melakukan perlawanan terhadap VOC, diantaranya
adalah Untung Suropati.  Ia merupakan mantan perwira VOC yang akhirnya memusuhi
resimennya karena tindakannya yang sewenang-wenang.
Ketika VOC meminta sang raja untuk menyambut Kapten Tack di Kartasura, muncullah
ambivalensinya. Meskipun Kapten Tack ini sangat berjasa dengan berhasil membunuh
P. Trunajaya di Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata sang raja, maka
Amangkurat II sangat membenci Kapten Tack. Apalagi kedatangannya ke kraton Mataram
adalah untuk mengusir gerakan Untung Suropati.
Untuk menutupi sikap ambivalensinya, Amangkurat II menyambut baik kedatangan Kapten
Tack di depan istana Kartasura. Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan Suropati
untuk menyamar sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba terjadi  huru hara di saat Kapten Tack
datang di istana yang menyebabkan dirinya terbunuh (Feb 1686). Sayang, tindakan sunan
tersebut diketahui oleh sang adik, P. Puger. Kelak  beliau menunjukkan bukti-bukti kuat kepada
VOC soal keterlibatan sang raja dalam peristiwa itu. Inilah senjata ampuh P. Puger dalam
mendongkel tahta keturunan Sunan Amangkurat II.
Dalam kehidupan seni budaya,  dukungan kuat VOC telah  mempengaruhi Amangkurat II
untuk  menerapkan etiket Eropa di dalam istana. Tata cara adat sembah untuk menghormat
raja mulai diubah tidak dengan cara duduk bersila, melainkan dengan berdiri tegak lurus tangan
dan kaki, topi diletakkan di lengan. Ini berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka
diperkenankan duduk di bangku, bukan duduk bersila di lantai seperti layaknya pada pejabat
Mataram. Inilah revolusi sosial yang mulai berlaku di istana Mataram.  
Ketika Amangkurat II wafat, tahta Mataram masih diteruskan oleh putra mahkota bergelar
Amangkurat III (1703-1708). Raja ini juga menggalang persahabatan dengan Untung Suropati,
seperti ayahnya. Sementara itu, di istana terjadi konflik lama. Sang paman, P. Puger tetap
ngotot menginginkan tahta. Dengan bukti-bukti kuat keterlibatan Amangkurat II dan III soal
wafatnya Kapten Tack, maka P. Puger dinaikkan tahta sebagai raja Mataram oleh VOC,
bergelar Sunan Paku Buwana I (1704-1719). Beliau bertahta di Semarang.
Amangkurat III diserang oleh VOC dan Sunan PB I. Beliau melarikan diri ke Jawa Timur,
akhirnya dapat ditawan VOC (1708) kemudian diasingkan ke Sri Lanka. Sunan PB I kemudian
bertahta di Kartasura. Masa-masa pemerintahannya dibayar mahal dengan menyerahkan
daerah-daerah pesisir kepada VOC. Suatu kesalahan besar. Karena sumber pendapatan
Mataram berkurang drastis. Ianilah yang memancing konflik intern berkepanjangan.
Kondisi kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa bahwa pengaruh dan kebijakan
VOC sangat menancap di Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan para
pembesar kerajaan yang tidak puas dengan kondisi pemerintahan. Keadaan ini berlangsung
terus bahkan hingga wafatnya Sunan PB I dan digantikan sang putra dengan gelar Sunan
Amangkurat IV (1719-1726).
Catatan Belanda menunjukkan bahwa Amangkurat IV seperti seorang raja yang telah
ditinggalkan rakyatnya. Kerajaan sangat rapuh, potensi perpecahan dan konflik  intern
merebak.  Bahkan hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan PB II) mewarisi kerapuhan
tersebut.
Sunan PB II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan dalam usia muda belia, 16
tahun. Hal itulah yang membuat sang bunda, Ratu Amangkurat IV yang mendukung VOC
melakukan intervensi pada pemerintahannya. Sementara itu patihnya, Danurejo sangat anti
VOC.
Sebagaimana sang ayah yang mewarisi kondisi kerajaan tidak solid, Sunan PB II pun
dirongrong oleh hutang-hutang yang harus dibayarkan kepada VOC. Bahkan kerajaan
mengalami perang besar, yaitu pemberontakan orang-orang Cina yang semula terjadi di
Batavia (1740) kemudian merembet hingga Kartasura. Perang yang dikenal sebagai Geger
Pacina ini telah membuat sunan bersama gubernur pesisir van Hohendorff harus melarikan diri
ke Jawa Timur karena istana Mataram diduduki kaum pemberontak.
Beruntung, VOC dapat menyusun kekuatan dan berhasil menduduki kembali Kartasura
tahun 1742. Namun kondisi istana yang sudah poranda tidak layak sebagai ibukota kerajaan
dan paham Jawa mengatakan bahwa istana yang sudah diduduki musuh, tidak lagi suci
sebagai ibukota. Dengan dukungan VOC, Sunan PB II membangun istana baru. Desa Sala atau
kemudian dikenal dengan Surakarta Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif yang diajukan dan
sunan  mulai mendiaminya pada 1745(1746). Arsitek pembangunan kraton adalah adik sunan,
P. Mangkubumi (kelak bergelar Sultan HB I).
Harga mahal yang harus dibayar raja kepada VOC karena berhasil memadamkan perang
pacina adalah kesepakatan bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura, Sumenep
dan Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat patih Mataram serta penguasa
pesisir.
Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para pejabat Mataram geram. Bermunculan para
pemberontak yang merongrong istana Surakarta Hadiningrat. Diantaranya yang terkenal adalah
pasukan Raden Mas Said (1746), keponakan raja. Untuk memadamkan pemberontakan itu,
sunan mengadakan sayembara berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil
memadamkannya. Maka tampillah adik raja, P. Mangkubumi. Dengan kemampuannya
mengatur strategi perang dan penguasaan medan yang jitu, akhirnya gerakan Mas Said dapat
ditumpas. Namun sunan mengampuni keponakannya itu.
Masalah timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan, langkah sunan hendak
menyerahkan hadiah tanah Sokawati kepada P. Mangkubumi dihalangi oleh patihnya,
Pringgalaya dan gubernur van Imhoff. Menurut gubernur VOC tersebut, Mangkubumi tidak
layak mendapat hadiah 4000 cacah.  Seakan-akan hendak menandingi kekuasaan raja.
P. Mangkubumi kecewa, dipermalukan dihadapan umum oleh van Imhoff. Maka 19 Mei
1746, beliau berontak pada VOC , keluar dari Surakarta, lalu mendiami Sokawati dengan
kekuatan 2500 kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000 anak buah dan punggawa yang
mendukungnya. Beliau melancarkan serangan kepada VOC di Grobogan, Juana, Demak,
Jipang (Bojonegoro). Pasukannya bertambah kuat dengan bergabungnya RM. Said, sang
keponakan yang sempat ditundukkannya. Persatuan paman dan keponakan ini bahkan hampir
menguasai istana Surakarta (1748).
Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan PB II jatuh sakit. Seakan sudah pasrah
dengan kerajaannya yang tidak solid, beliau menyerahkan Mataram kepada gubernur Baron
von Hohendorff (11 Desember 1749). Inilah kesalahan terbesar yang dilakukan raja. Keputusan
tersebut menyulut P. Mangkubumi untuk bergerak, agar dapat menarik kembali kerajaan tetap
dalam pangkuan dinasti Mataram. Beliau mengangkat dirinya sebagai Sunan Pakubuwana di
desa Bering, Yogyakarta (12 des 1749). Tindakan ini sebagai langkah mendahului
keponakannya (putra mahkota PB II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan tahta oleh VOC
sebagai Sunan PB III.
Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua.          P. Mangkubumi sebagai raja
didampingi RM. Said sebagai patihnya. Kedua tokoh ini merupakan dwi tunggal kekuatan yang
sulit ditembus VOC maupun Surakarta Hadiningrat dibawah PB III. Sayang persekutuan sultan
dan patihnya yang juga merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat benturan
konflik pribadi soal tahta Mataram yang masih dipegang Sunan PB III.
VOC yang sudah lelah dengan panjangnya peperangan, mulai menempuh jalur
perundingan. Bahkan RM. Said pernah menulis surat ke VOC bersedia berunding dengan
syarat diangkat sebagai sunan. Rupanya VOC tidak mengindahkannya, namun melirik pada P.
Mangkubumi. VOC mendekatinya bahkan mengganti pejabatnya yang tidak disukai P.
Mangkubumi dalam upaya perundingan, yaitu van Hohendorff. VOC menggantikannya dengan
Nicolaas Hartingh. Seorang Belanda yang sangat mengerti tata krama Jawa, pribadi yang lebih
disukai P. Mangkubumi. Dalam hal ini Hohendorff sadar diri,  ia tidak akan bisa kontak dengan
Mangkubumi dan hal tersebut sangat merugikan VOC. Selain itu, citranya sudah buruk di
Surakarta. Oleh karena itu pengunduran diri Hohendorff merupakan langkah maju bagi VOC
guna membuka perundingan dengan P. Mangkubumi.
Kesepakatan tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). Menyatakan  Mataram
dibagi dua. Sunan PB III tetap bertahta di Surakarta Hadiningrat dengan kekuasaan meliputi :
Ponorogo, Kediri, Banyumas. P. Mangkubumi bertahta di desa Bering yang lebih dikenal
dengan Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan wilayah meliputi Grobogan, Kertasana, Jipang,
Japan, Madiun. Sementara Pacitan dibagi untuk keduanya, termasuk Kotagede dan makam
Kerajaan Imogiri.  
Sunan PB III yang tidak diikutkan dalam perundingan tersebut tidak dapat berbuat banyak,
hanya bisa menerimanya. Sementara itu, RM. Said semakin kecewa karena tidak mendapatkan
kekuasaan. Oleh karena itu dirinya semakin gencar melakukan perlawanan baik kepada Sultan
HB I, Sunan PB III, dan VOC.
Merasa tidak mampu menanganinya, VOC pun menawarkan jalan damai, melalui
perundingan Salatiga (1757). Dalam perundingan tersebut Mas Said menyatakan kesetiaannya
pada raja Surakarta Hadiningrat dan VOC. Sunan PB III memberikan tanah 4000 cacah dengan
wilayah meliputi Nglaroh, Karanganyar, Wonogiri. Sementara, Sultan HB I tidak memberikan
apa-apa. Kemudian RM. Said dinobatkan sebagai adipati Mangkunegara I.
Kerajaannya  bernama Mangkunegaran.
Demikianlah kerajaan Mataram resmi terbagi dalam 3 kekuasaan yang diperintah Sunan PB
III, Sultan HB I, dan Mangkunegara I. Konflik antar pangeran mulai mereda, keamanan relatif
stabil. Namun dalam kedua perundingan yang telah disepakati tersebut tidak dicantumkan hal
pengganti tahta. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk menyatukan tahta Mataram. MN I
berharap akan tahta Surakarta. Oleh karena itu, putranya (Prabu Widjojo) dinikahkan dengan
putri PB III, GKR Alit. Meskipun dari perkawinan tersebut lahir seorang putra, Namun harapan
MN I pupus, karena PB III kemudian mempunyai putra mahkota. Kelak  putra Ratu Alit dan
Prabu Widjojo bertahta sebagai MN II.
Demikian pula upaya Mas Said menikah dengan GKR Bendara, putri sulung HB I. Sayang 
sang putri menceraikannya (1763) yang kemudian menikah dengan P. Diponegara (dari
Yogyakarta). Oleh karena itu, terputuslah harapan Mangkunegara untuk merajut tahta Mataram
dalam satu kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga penyatuan Mataram akan merumitkan
VOC karena sukar mengendalikan satu kekuatan besar di Jawa. Dengan terbagi-baginya
kerajaan, maka akan mudah bagi VOC menancapkan hegemoni dan superiornya di Tanah
Jawa.

BAB III
KESIMPULAN
1.      Kerajaan-kerajaan Islam pertama di Sumatera
a.       Samudera Pasai
b.      Aceh Darussalam
2.      Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
a.       Demak
b.      Pajang
c.       Mataram
d.      Cirebon
e.       Banten
3.      Tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi.
a.       Kalimantan
1.      Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan
2.      Kutai di Kalimantan Timur
b.      Maluku
c.       Sulawesi
1.      Gowa
2.      Tallo
3.      Bone
4.      Wajo
5.      Soppeng
6.      Luwu

Anda mungkin juga menyukai