PENDAHULUAN
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Sebelumnya kerajaan
Demak merupakan keadipatian vazal dari kerajaan Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden
Patah pada tahun 1500 hingga tahun 1550 (Soekmono: 1973). Raden patah adalah bangsawan
kerajaan Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang secara resmi
menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara.
(Muljana: 2005). Raden Patah menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak..Atas bantuan
daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia
mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai adipati Islam
di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena kondisi Kerajaan Majapahit
yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan munculnya Kerajaan Demak merupakan
suatu proses Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan
Demak juga dipercepat dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat
pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja.( Poesponegoro:
1984).
Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan besar
dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan
dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban,
Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak
juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik
yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah Belajar dan
Pembelajaraan dengan perumusan masalah di atas adalah :
A. Menjelaskan awal mula berdirinya kerajaan Demak
B. Menjelaskan kondisi politik kerajaan Demak
C. Menjelaskan kondisi ekonomi kerajaan Demak
D. Menjelaskan kondisi sosial – budaya kerajaan Demak
E. Menjelaskan peradaban kerajaan Demak pada abad XVI
F. Menjelaskan perang saudara di kerajaan Demak
G. Menjelaskan keruntuhan Demak
H. Menjelaskan Demak dibawah kekuasaan raja – raja Mataram
Metode atau cara yang digunakan dalam penulisan makalah interaksi edukasi dan konsep
belajar serta pembelajaran dalam pembuatan makalah ini dalam mencari referensi atau
sumbernya yang kami buat adalah melakukan studi kepustakaan dan mencari sumber dari
Internet. Juga sumber-sumber lain yang dapat menjadikan referensi makalah yang kami buat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M. Hal
ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang
Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam
di bantu oleh para wali dan saudagar Islam.Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun.
Menurut sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden
Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah
dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di
bawa asuhan Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah
menetap di Demak (Bintoro). Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai melaksanakan
perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah tersebut.
Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama
kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu
pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat peradagangan bahkan akhirnya menjadi
pusat kerajaan Islam pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkemabangannya kemudian karena ramainya akhirnya
menjadi ibukota negara dengan nama Bintoro Demak.
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal
kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah
dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.Pada sebelumnya, daerah Demak bernama
Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya
menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai). Letak Demak sangat
menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak
terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak
lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil
jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan pintas itu tidak
dapat dilayari setiap saat.Pada abad XVI agaknya Deamak telah menjadi gudang padi dari daerah
pertanian di tepian selat tersebut.
Konon, kota Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500.
Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar
kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan peralawanan terakhir kerajaan
yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di sebelah
selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah
Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa
antara Demak dan Jepara.Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu pun
sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan padi
untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh para penguasa di
Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging
dan Pajang.
Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup
agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar
rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan
Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar.Akan tetapi,
rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana.Ia lebih sibuk
sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan,
seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak
mampu menghalanginya.
Pada tahun 1629, Sultan Agung mencoba lagi melakukan serangan kedua. Serangan ini
pun ternyata mengalami kegagalan
pasukan-pasukan Mataram mulai bergerak pada akhir Mei, tetapi pada bulan Juli kapal-kapal
VOC berhasil menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-perahu di
Tegal dan Cirebon yang disiapkan untuk tentara Sultan Agung.
Penyerangan terhadap Batavia hanya bertahan selama beberapa minggu, pihak Sultan
Agung banyak mengalami penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Pada tahun
1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di situs pemakaman di puncak bukit tertinggi di
Imogiri, yang ia buat sebelumnya.
Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya, Amangkurat I (1647-1677). Pada
masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran karena masuknya pengaruh Belanda.
Amangkurat I dan pengganti-pengganti selanjutnya bekerja samadengan VOC dan penguasa
Belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai tanah Jawa yang
subur. Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755 dilakukanPerjanjian Giyanti,
yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kerajaan, yaitu:
1. Daerah kesultanan Yogyakarta yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta Hadiningrat
dipimpin oleh Mangkubumi sebagai rajanya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I.
2. Daerah Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono. Campur tangan Belanda
mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi menjadi beberapa bagian, sehingga pada tahun 1813
terdapat empat keluarga raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan, yaitu: Kerajaan
Yogyakarta,Kasunanan Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
Ki Gedeng Tapa (atau juga dikenal dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah seorang
saudagar kaya di pelabuhan Muarajati, Cirebon. Ia mulai membuka hutan ilalang dan
membangun sebuah gubug dan sebuah tajug (Jalagrahan) pada tanggal 1 Syura 1358 (tahun
Jawa) bertepatan dengan tahun 1445 Masehi. Sejak saat itu, mulailah para pendatang mulai
menetap dan membentuk masyarakat baru di desa Caruban.
Kuwu atau kepala desa Caruban yang pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu
adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai Pangraksabumi atau wakilnya, diangkatlah Raden
Walangsungsang, yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang,
yang tak lain adalah puteri dari Ki Gedeng Tapa. Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat,
Walangsungsang yang juga bergelar Ki Cakrabumi diangkat menjadi penggantinya sebagai kuwu
yang kedua, dengan gelar Pangeran Cakrabuana.
C. Pangeran Cakrabuana
Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama Sri Baduga Maharaja
Prabu Siliwangi dari istrinya yang pertamanya bernama Subanglarang (puteri Ki Gedeng Tapa).
Raden Walangsungsang, ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Rara Santang dan
Raden Kian Santang. Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya sebagai
putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena ia memeluk agama Islam
(diturunkan oleh Subanglarang - ibunya), sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di
Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya
digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari istrinya yang
kedua Nyai Cantring Manikmayang.
Ketika kakeknya Ki Gedeng Tapa yang penguasa pesisir utara Jawa meninggal,
Walangsungsang tidak meneruskan kedudukan kakeknya, melainkan lalu mendirikan istana
Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, yang dianggap sebagai
pendiri pertama Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana.
Pangeran Cakrabuana, yang usai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman,
tampil sebagai "raja" Cirebon pertama yang memerintah dari keraton Pakungwati dan aktif
menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.
2. Pendirian
Pendirian kesultanan ini sangat berkaitan erat dengan keberadaan Kesultanan Demak,
Kesultanan Cirebon didirikan pada tahun 1552 oleh panglima kesultanan Demak, kemudian yang
menjadi Sultan Cirebon ini wafat pada tahun 1570 dan digantikan oleh putranya yang masih
sangat muda waktu itu.[2] Berdasarkan berita dari klenteng Talang dan Semarang, tokoh utama
pendiri Kesultanan Cirebon ini dianggap identik dengan tokoh pendiri Kesultanan
Banten yaitu Sunan Gunung Jati.[2]
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dalam ikut campur
dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton Kesultanan
Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926,
dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan
disahkannya Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100 Hektar, dengan
penduduk sekitar 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Tahun 1942, Kota
Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektare. Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan
Cirebon menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara umum, wilayah Kesultanan Cirebon tercakup dalam Kota Cirebon dan Kabupaten
Cirebon, yang secara administratif masing-masing dipimpin oleh pejabat pemerintah Indonesia
yaitu walikota dan bupati.
5. Perkembangan terakhir
Setelah masa kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Cirebon tidak lagi merupakan pusat
dari pemerintahan dan pengembangan agama Islam. Meskipun demikian keraton-keraton yang
ada tetap menjalankan perannya sebagai pusat kebudayaan masyarakat khususnya di wilayah
Cirebon dan sekitarnya. Kesultanan Cirebon turut serta dalam berbagai upacara dan perayaan
adat masyarakat dan telah beberapa kali ambil bagian dalam Festival Keraton Nusantara (FKN).
Umumnya, Keraton Kasepuhan sebagai istana Sultan Sepuh dianggap yang paling
penting karena merupakan keraton tertua yang berdiri tahun 1529, sedangkan Keraton Kanoman
sebagai istana Sultan Anom berdiri tahun 1622, dan yang terkemudian adalah Keraton
Kacirebonan dan Keraton Kaprabonan. Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik
internal di keraton Kanoman, antara Pangeran Raja Muhammad Emirudin dan Pangeran Elang
Muhammad Saladin, untuk pengangkatan takhta Sultan Kanoman XII. Pelantikan kedua sultan
ini diperkirakan menimbulkan perpecahan di kalangan kerabat keraton tersebut
6. Puncak kejayaan
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkanperdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan
penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang
pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. [9] Perdagangan laut
berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu
orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten.
Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta
juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur
pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan
Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini
Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah
melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
7. Perang saudara
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan
kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini
dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan
kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam
memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat
mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk
mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.[1] Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa
mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28
Desember 1682kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama
putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan
pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di
Batavia.
Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi
Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas
pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan
pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian
dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana
Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran
dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi
dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas
kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama
dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun
1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga
melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam
penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan
raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi
keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggono, Banten
yang sebelumnya bagian dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan
yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570
melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan
Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba
menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit
gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa bertahta pada tahun 1651-1682 dipandang sebagai
masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun
atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten.
Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana
atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada
masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah
melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan
kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini
dimanfaatkan oleh VOC yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang
saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan
Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di
London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.
Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan
yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh
Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan
Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret
1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng
yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC
mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan
pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan
Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf.
Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri.
Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran
Purbaya, dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa
dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara
mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan
berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran
Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang
ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa
wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten
resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh
Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri
riwayat Kesultanan Banten.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seiring perkembangan zaman yang begitu cepat, kerajaan kerajaan di Indonesia mulai di
lupakan oleh masyarakat. Oleh karena itu kita sebagai pelajar dan generasi muda di Indonesia
wajib tetap mengenang dan melestarikan peninggalan peninggalan kerajaan di Indonesia yang
begitu melimpah. Setidaknya kita mengetahui akan peninggalan di pulau tempat tinggal kita ini
yaitu Pulau Jawa yang menyimpan banyak sekali sejarah sejarah yang dapat kita ambil
khikmahnya.
Di kerajaan islam di Jawa banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil khikmahnya antara
lain yaitu tidak mudah putus asa dalam meraih tujuan yang kita telah rencanakan dan kita telah
impikan. Penyebaran agama islam juga sangat berpengaruh sampai sekarang ini sehingga agama
islam tetap dapat lestari.
2. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan mengenai
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Namun, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan, karena melihat masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih mendalam dalam
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA