Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA

MUNCULNYA KERAJAAN YANG BERCORAK ISLAM

DI SUMATRA DAN JAWA

Dosen Pembimbing :

Nur Saidah

Disusun Oleh :

M. Fuad Azmi (16410051)

Isni Fitriyani (16410074)

Izzatul Laili Kholida (16410090)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah hanya semata kami panjatkan kehadirat Allah SWT


atas limpahan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang masuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam
di Sumatra dan Jawa ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya dihari
akhir kelak.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak terutama yang
terhormat:

1. Ibu Nur Saidah selaku dosen mata kuliah Sejarah Islam Indonesia
2. Seluruh keluarga yang selalu memberi dukungan yang tak terhingga.
3. Kepada kawan sejawat dan teman-teman lainnya yang telah
memberikan dorongan dan sumbangan tenaga dalam proses
penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat


banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan membantu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan penulis khususnya dan
para pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 03 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kerajaan-kerajaan di Sumatra ...................................................................................... 2
1. Kerajaan Samudra Pasai .......................................................................................
2. Kerajaan Perlak .....................................................................................................
3. Kerajaan Aceh .......................................................................................................
B. Kerajaan-kerajaan di Jawa ........................................................................................... 9
1. Kerajaan Demak....................................................................................................
2. Kerajaan Mataram .................................................................................................
3. Kerajaan Cirebon ..................................................................................................
4. Kerajaan Banten ....................................................................................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah atas kedatangan Islam pertama kali di Nusantara masih sangat terbatas
infrmasi yang bisa di dapat dan bahkan sejarah yang masih belum lengkap
menceritakan secara utuh dengan kenyataan sejarah yang ada. Seperti halnya data
mengenai Islamnya Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara khususnya pada masa
awal masuknya Islam dalam jalur perdagangan.
Perdagangan jalur sutra sebagai jalur utama masuknya Islam ke Indonesia
merupakan sebuah jalur perdagangan yang telah ada jauh sebelum abad ke-7
Masehi yang masih terfokus dalam jalur darat dari China menuju ke daratan
Eropa. Ketika Negeri-negeri Eropa mulai menguasai jalur Sutra darat ini, lalu
China memindahkan jalur perdagangannya menuju Laut Sumatra. Sehingga mulai
abad ke-7 Masehi Nusantara menjadi pusat perdagangan dari para pedagang
China, Arab, Persi dan Gujarat.
Dari jalur sutra inilah kemudian Islam mulai dikenal, yang bermula dikenal di
daratan Sumatra dengan Kerajaan besarnya yang terkenal dengan nama kerajaan
Perlak, yang kemudian setelah mundurnya kerajaan Perlak muncul kerajaan yang
lebih besar yaitu kerajaan Samudra Pasai yang hampir menguasai daratan Sumatra
pada masa kejayaannya. Kemudian Islam mulai dikenal kepunjuru Nusantara
bagian Timur, mulai dari Jawa, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.
Maka mulai banyak diterimanya Islam didalam Kerajaan-kerajaan di
Nusantara, seperti munculnya kembali kerajaan di tanah Sumatra setelah
runtuhnya kerajaan Samudra Pasai yang digantikan dengan Kerajaan Aceh Darus
Salam, yang kemudian melusa ke Pulau Jawa, dimana muncullah suatu kerajaan
Islam semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit yang terkenal besar dan luar
pengaruhnya di Nusantara bahkan sampai keluar Nusantara, yakni Kesultanan
Demak, kemudian setelah runtuh kesultanan Demak dilanjutkan dengan
munculnya kesultanan Mataram, kemudian mucul juga kesultanan Cirebon, dan
selanjutnya muncullah kesultanan Banten. Hal ini menunjukkan bahwasannya
Islam diterima dengan baik dikalangan Kerajaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah makalah ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Samudra Pasai?
2. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Perlak?
3. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Aceh?
4. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Demak?
5. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Mataram?
6. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Cirebon?
7. Bagaimana sejarah Islam masuk dan berkembang, pendiri, prestasi yang
dalam dakwah Islam serta jejak peninggalan kerajaan Banten?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai pemenuhan tugas Sejarah Islam
Indonesia, adapun rinciannya ialah agar kita dapat mengetahui sejarah munculnya
kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra dan Jawa khususnya pada kerajaan Samudra
Pasai, kerajaan Perlak, kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, kerajaan Mataram,
Kerajaan Cirebon, dan Kerajaan Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI PULAU SUMATRA
1. Kerajaan Perlak
Perlak ialah suatu daerah yang berada di ujung timur laut pulau sumatra.
Nama perlak berasal dari nama “Kayu Perlak”. Kayu ini sangat baik untuk
dijadikan bahan pembuatan perahu/kapal, sehingga banyak orang datang untuk
mengambil “Kayu Perlak”1. Negeri Perlak pada masa itu telah berdiri sebuah
kerajaan yang sederhana yang bernama Kerajaan Perlak 2. Raja yang berkuasa
diberi gelar mohrat atau meurah atau marah yang berarti raja3.
Pada abad ke-7 Masehi, perdagangan Internasional mulai diramaikan
dengan perdagangan lada yang berasal dari Malagasi (Madagaskar), kemudian
oleh para pedagang-pedagang Arab dan Persi yang berlayar ke pantai timur
Sumatra banyak membawa benih lada yang kemudian menanamnya di daerah
Perlak, yang kemudian daerah perlak ini terkenal dengan hasil buminya yaitu
lada yang telah di tanam oleh para pedagang dari Arab dan Parsi tersebut pada
abad ke-9 Masehi4. Dalam waktu ke waktu dengan adanya hasil bumi berupa
lada yang sangat ramai diperjual-belikan secara internasional maka perlak
menjadi daerah penghasil dan pengekspor terbesar pada masa itu, sehingga
perlak menjadi bandar utama dari penjualan lada di pantai timur Sumatra
bagian Utara5. Sehingga menjadikan perlak menjadi kota perdagangan yang
bersifat Internasional, sehingga kota ini banyak disinggahi oleh para pedagang
dari penjuru negeri, seperti Mesir, Maroko, Persi, Gujarat dan Arab Saudi6.
a. Sejarah Berdirinya Kesultanan Perlak
Banyak para pedagang dari berbagai penjuru dunia yang menikahi
penduduk pribumi kota perlak. Termasuk rombongan kapal layar dari gujarat
1
Darmawijaya, “Kesultanan Islam Nusantara”, (Jakarta Timur: Al Kautsar,2010) hal. 29
2
Ibid, hal. 30
3
A. Daliman, “Islamisasi Dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia”, (Yogyakarta:
Ombak, 2012) hal. 99
4
Ibid, hal. 98
5
A. Daliman, Loc. Cit
6
Slamet Muljana, “Runtuhnya Kerajaan HINDU-JAWA Dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di
Nusantara”, (Yogyakarta: LKIS, 2005) hal. 129
yang membawa seratus juru dakwah yang salah satunya bernama Ali bin
Muhammad Ja’far Shiddiq, ia adalah seorang muslim syi’ah yang telah
memberontak kepada Khalifah Makmun, yang kemudian oleh Khalifah
Makmun atas pemberontakannya maka mengusirnya dan menyuruhnya untuk
berdakwah di luar negeri Arab. Atas dasar itulah, Ali bin Muhammad Ja’far
Shiddiq ikut dalam rombongan kapal layar dari gujarat tersebut yang datang
ke Nusantara. Setelah berlabuh di Bandar Perlak, Ali bin Muhammad Ja’far
Shiddiq menikah dengan seorang putri istana perlak7.
Dari pernikahan Ali bin Ja’far Shiddiq dengan Putri istana Perlak maka
lahirlah seorang putra mahkota yang bernama Sayid Abdul Azis, yang
kemudian beliau mendirikan Kesultanan Perlak pada tahun 840 Masehi
dengan gelar Sultan Alaiddin Syah. Dengan masa pemerintahan pada 840-864
Masehi8. Akan tetapi dalam referensi lain mengatakan bahwasannya
berdirinya Kesultanan Perlak dengan seorang sultan bernama Sultan Alaiddin
Syah dimulai pada tahun 1161-1186 Masehi9.
b. Perkembangan dan Pergolakan dalam Kesultanan Perlak
1) Perkembangan dalam Kesultanan Perlak
Perlak termasuk kota besar yang menjadi bandar dari
hasil buminya yang berupa kayu perlak dan lada bagi
perdagangan Internasional. Pada masa kesultanan Perlak
telah terdapat bukti bahwasannya negeri perlak ialah suatu
negeri yang maju dan kaya, bukti tersebut berupa adanya
kepingan mata uang emas (dirham), Perak (kupang) dan
tembaga (kuningan) yang digunakan sebagai alat tukar
perdagangan10.
Dalam bidang pendidikan, kesultanan Perlak pada
masa kepemimpinan Sultan Alaidin Saiyid Maulana

7
Darmawijaya, “Kesultanan Islam Nusantara”, (Jakarta Timur: Al Kautsar,2010) hal. 30-31
8
Ibid, hal. 31
9
Slamet Muljana, “Runtuhnya Kerajaan HINDU-JAWA Dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di
Nusantara”, (Yogyakarta: LKIS, 2005) hal. 130
10
M. Nur Rokhman, “Indonesia Pada Masa Pengaruh Islam”, (Yogyakarta: Diktat UNY, 2013) hal.
26-27
Abdurrahim Syah (840-864 M) telah membangun lembaga
pendidikan Islam yang bernama Dayah Bukit De Cerek.
Dan pada masa selanjutnya kepimimpinan Sultan Alaidin
Saiyid Maulana Abbas Syah (864-888 M) telah mendirikan
lembaga pendidikan baru yang bernama Dayah Cotkala
disebuah dataran yang bernama Aramia di sebelah selatan
Bandar Perlak11.
Dalam bidang dakwah, kesultanan Perlak selalu
melakukan dakwah kepada para masyarakatnya dan daerah
disekitarnya, seperti jasa besar Sultan Mahdum Alaidin
Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat (1134-1158 M)
yang telah mengislamkan daerah-daerah yang belum Islam
yaitu Kerajaan Indra Pura dan Kerajaan Seudu. Dalam hal
perluasan dakwah Islam Kesultanan Perlak mewujudkannya
dengan menikahkan putri/putra mahkotanya dengan
kerajaan lain yang belum Islam12.
2) Pergolakan dalam Kesultanan Perlak
Awal mula berdirinya Kesultanan Perlak aliran
keagamaan negara menggunakan aliran Syi’ah, hal ini bisa
kita ketahui begitu banyaknya pendakwah Syi’ah yang
datang sebelum Kesultanan Perlak berdiri. Karena
kebanyakan muslim gujarat beraliran Syi’ah termasuk
mereka yang telah berlayar ke nusantara, terutama di
Perlak13. Termasuk Ali bin Ja’far Shiddiq ayah dari Sultan
Alaiddin Syah yang beraliran Syi’ah.
Syiah menjadi paham aliran agama yang sah bagi
Kesultanan Perlak dari Sultan Alaiddin Syah sampai
dengan Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abbas Syah, Syiah

11
Ibid, hal. 28-29
12
M. Nur Rokhman, Indonesia Pada Masa Pengaruh Islam, (Yogyakarta: Diktat UNY, 2013) hal. 30
13
Moh.Hasyim, “Syiah: Sejarah Timbul Dan Perkembangannya Di Indonesia”, Analisa, Vol. 19 No.
02, 2012, hal. 154
masih kokoh menjadi aliran resmi keagamaan pada
Kesultanan Perlak. Setelah wafatnya Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Abbas Syah tidak ada pelantikan sultan yang baru
di kesultanan Perlak. Hal ini disebabkan karena tidak
kondusifnya suasana Kesultanan Perlak, karena adanya
perang saudara dikalangan rakyat Perlak mengenai
pemahaman Syi’ah dan Ahlus Sunnah14.
Setelah dua tahun dari wafatnya Sultan Alaidin Saiyid
Maulana Abbas Syah, maka dilantiklah Syed Maulana Ali
Mughayat Syah yang hanya berkuasa selama tiga tahun
saja. Dimana pada masa akhir kepemimpinannya terjadi
kembali pertikaian antara Syi’ah dan Sunni, yang kemudian
dimenangkan oleh kaum Sunni, sehingga Kesultanan Perlak
diambil alih oleh Sultan-sultan yang berpaham sunni, yaitu
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan
Berdaulat (928-932 M), Sultan Makhdum Alaiddin
Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (932-956 M) dan
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Syah Johan Berdaulat
(956-983).
Sampai pada masa akhir pemerintahan Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Syah Johan Berdaulat terjadilah
lagi pertikaian antara kedua aliran yaitu Syi’ah dan Sunni,
maka dari pertikaian tersebut diadakanlah perjanjian damai
yang dinamakan perjanjian Alue Meuh15. Yang isi pokok
perjanjiannya membagi Kesultanan Perlak menjadi dua
yaitu Pertama, Perlak Baroh yang berlokasi dibagian
Pesisir, dimana pengusanya bernama Sultan Alaiddin Syed
Maulana Syah (978-988 M) yang beraliran Syi’ah. Kedua,
Perlak Tunong yang berlokasi dibagian pedalaman, dimana
14
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta Timur: Al Kautsar,2010) hal. 31
15
M. Nur Rokhman, “Indonesia Pada Masa Pengaruh Islam”, (Yogyakarta: Diktat UNY, 2013) hal.
29
penguasanya bernama Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Ibrahim Syah Johan (986-1023 M) Berdaulat yang beraliran
Sunni16.
Pada tahun 986 Masehi, kerajaan Buddha Sriwijaya
melakukan penyerangan terhadap kesultanan Perlak pesisir,
yang pada akhirnya Sultan Alaiddin Syed Maulana Syah
terbunuh pada pertarungan ini. Sehingga menjadikan
Kesultanan Perlak kembali bersatu dibawah kepemimpinan
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan yang
selanjutnya diteruskan oleh keturunannya sampai pada
akhirnya Kesultanan Perlak menyatu dengan Kesultanan
Samudra Pasai pada tahun 1292 Masehi.
c. Raja-raja Kesultanan Perlak
Adapun nama-nama Raja pada Kesultanan Perlak sebagai
berikut17 :
1) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 –
864 M)
2) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 –
888 M)
3) Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913
M)
4) Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 –
918 M)
5) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah
Johan Berdaulat (928 – 932 M)
6) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin
Shah Johan Berdaulat (932 – 956 M)
7) Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan
Berdaulat (956 – 983 M)
16
Darmawijaya, “Kesultanan Islam Nusantara”, (Jakarta Timur: Al Kautsar,2010) hal. 32
17
SKI Fakultas Adab UIN Suka, “Sejarah Peradaban Islam di Indonesia”, (Yogyakarta: Pustaka,
2006) hal. 57
8) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan
Berdaulat (986 – 1023 M)
9) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan
Berdaulat (1023 – 1059 M)
10) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan
Berdaulat (1059 – 1078 M)
11) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan
Berdaulat (1078 – 1109 M)
12) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan
Berdaulat (1109 – 1135 M)
13) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan
Berdaulat (1135 – 1160 M)
14) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan
Berdaulat (1160 – 1173 M)
15) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah
Johan Berdaulat (1173 – 1200 M)
16) Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan
Berdaulat (1200 – 1230 M)
17) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin
Shah II Johan Berdaulat (1230 – 1267 M)
18) Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan
Berdaulat (1267 – 1292 M)
2. Kerajaan Samudra Pasai
Nama lengkap kerajaan Samudra Pasai ialah Kerajaan
Samudra Aca Pasai yang memiliki arti Kerajaan Samudra yang
baik dengan beribu kota di Pasai. Ibu kota Pasai sendiri sekarang
tidak terdapat bekas peninggalannya. Yang bisa dikira-kirakan
ibu kota Pasai berada di sekitar Negeri Blang Me sekarang ini18.

18
A. Daliman, “Islamisasi Dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia”,
(Yogyakarta: Ombak, 2012) hal. 101
Kerajaan Samudra Pasai termasuk kerajaan Islam kedua di
Nusantara setelah Kerjaan Perlak yang mengalami kemunduran
diakibatkan adanya persaingan antar anggota keluarga kerajaan,
yang hal ini sangat mempengaruhi terhambatnya perdagangan di
daerah Kesultanan Perlak sebagai pusat perdagangan lada.
Sehingga para pedagang banyak yang mengarahkan kegiatan
perdagangan menuju ke Pasai. Akibat dari banyak berpindahnya
pedagang menuju Pasai maka perlak lama-kelamaan mengalami
kemunduran19.
1. Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudra Pasai
Kesultanan Pasai didirikan oleh seorang laksamana laut
yang berasal dari dinasti Fathimiah yang kekuasaannya berada
di Mesir. Kesultanan Pasai didirikan pada tahun 1128 Masehi,
yang dipimpin oleh seorang laksamana laut yang bernama
Nazimuddin Al-Kamil. Alasan didirikannya Kesultanan Pasai
oleh dinasti Fathimiah tidak lain untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di pantai timur Sumatra. Untuk
dapat menguasai perdagangan rempah-rempah ini, dinasti
Fathimiah mengerahkan armadanya untuk merebut kota
pelabuhan Kambayat di Gujarat, membuka kota Pasai dan
menguasai daerah penghasil lada yaitu Kampar kanan dan
Kampar kiri di Minangkabau. Dalam perebutan daerah
penghasil lada Kampar kanan dan Kampar kiri laksamana
Nazimuddin Al-Kamil gugur dalam pertarungan.
Ketika dinasti Fathimiah dimusnahkan oleh dinasti
Mamluk yang dipimpin oleh Salahuddin al Ayyubi pada tahun
1168 M. Maka mulai saat itu Pasai terputus hubungannya
dengan Mesir namun masih tetap berdiri dengan seorang
pemimpin yang bernama laksamana Kafrawi Al-Kamil. Pada

19
M. Nur Rokhman, “Indonesia Pada Masa Pengaruh Islam”, (Yogyakarta: Diktat UNY, 2013) hal.
31
tahun 1204 Kesultanan Pasai direbut oleh seorang laksamana
yang bernama Johan Jani yang berasal dari pulau We, seorang
peranakan India-Persi. Dibawah kekuasaannya Pasai semakin
bertambah kuat.
Meskipun Pasai telah terputus hubungannya dengan
Mesir, akan tetapi dinasti Mamluk sebagai penguasa baru di
Mesir, ingin sekali mengambil kembali kekuasaan Kesultanan
Pasai dibawah kekuasaannya. Pada tahun 1284 dimana
Kesultanan Pasai saat itu memeluk aliran Syi’ah sebagai
peninggalan dari dinasti Fathimiah. Maka dinasti Mamluk
berusaha mengirimkan seorang Syaikh bernama Syeikh Ismail
bersama dengan Fakir Muhammad bekas ulama di pantai
barat India, untuk menghilangkan pengaruh Syi’ah dan
sekaligus mengmbil alih kekuasaan Kesultanan Pasai. Disana
mereka bertemu dengan seorang yang Marah Silu yang telah
masuk dalam ketentaraan Pasai. Marah Silu seorang yang
telah memeluk agama Islam alirah Syi’ah maka Syeikh Ismail
berusama membujuk Marah Silu untuk memeluk agama Islam
bermadzhab Syafi’i dengan memberikannya takhta sebagai
Sultan di Negeri Samudra.
Sedangkan di Negeri Pasai, Kesultanan Pasai mengalami
perebutan takhta oleh keturunan Nazimuddin Al-Kamil
dengan keturunan Johan Jani, sehingga memberikan celah
bagi Syekh Ismail dan Marah Silu beserta pasukannya untuk
merebut Kesultanan Pasai. Maka dari pertarungan tersebut
kemenangan didapatkan oleh Marah Silu yang kemudian dia
ditabalkan sebagai Sultan Samudra Pasai, yang kemudian ia
diberi gelar Sultan Malikul Saleh sebagai sultan pertama
dalam Kesultanan Samudra Pasai.
Sultan Malikul Salih menikahi putri Perlak Gangga Sari,
keturunan Sultan Alaiddin Muhammad Amin bin Abdul Kadi
yang lahir dari seorang selir. Dari perkawinannya tersebut
Sultan Malikul Salih memperoleh dua orang putra mahkota
bernama Mohammad dan Abdullah. Pada tahun 1297 Malikul
Salih wafat, dan tampuk kepemimpinan digantikan oleh
Sultan Mohammad yang bergelas Sultan Maliku Thahir.
Sedang putranya Abdullah diberikan sebuah daerah yang
bernama Aru Barumun, sehingga ia memimpin disana sebagai
sultan yang bergelar Malikul Manshur, akan tetapi dimana
aliran Syi’ah yang telah dihanguskan oleh ayahnya yaitu
Malikul Salih, mulai memiliki angin segar di Aru Barimun,
ketika Sultan Malikul Manshur memimpin, karena sejak tahun
1295 ia telah berpindah ke aliran Syiah20.
2. Perkembangan dan Peranan Kesultanan Samudra Pasai
a. Perkembangan dalam Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada masa Sultan Malikul Salih memimpin,
pemerintahan Samudra Pasai menggunakan Madzhab
pemersatu yang kuat yaitu Madzhab Syafi’i dan membumi
hanguskan paham Syi’ah di pantai timur Sumatra. Selain
itu dalam hubungannya dengan perdagangan Sultan
Malikul Salih mengambil alih keseluruhan perdagangan
lada dari tangan para pedagang yang berasal dari Arab,
Persi maupun Gujarat yang beragama Islam aliran Syi’ah.
Sehingga semenjak perdagangan dipegang ketat oleh
Sultan Malikul Salih banyak pedagang yang mulanya
beraliran Syi’ah berpindah kepada Sunni karena
pertimbangan untung rugi dalam berdagang21.
Selain itu ia telah berhasil mempersatukan hubungan
antara Kesultanan Perlak dengan Kesultanan Samudra

20
Slamet Muljana, “Runtuhnya Kerajaan HINDU-JAWA Dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di
Nusantara”, (Yogyakarta: LKIS, 2005) hal. 133-137
21
Slamet Muljana, “Runtuhnya Kerajaan HINDU-JAWA Dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di
Nusantara”, (Yogyakarta: LKIS, 2005) hal. 137
Pasai dengan menikahi salah satu putri mahkota yang
bernama Ganggang Sari. Sehingga mengakibatkan
Kesultanan Perlak melebur menjadi satu dengan Samudra
Pasai, sehingga hilanglah campur tangan Kesultanan
Perlak yang dulunya menjadi pusat perdagangan lada
Internasional, sehingga Kesultanan Samudra Pasai dapat
menguasai sepenuhnya jalur perdagangan lada
Internasional.
b. Peranan dalam Bidang Dakwah
Islam bermadzhab Syafi’i diperkuat dikalangan pesisir,
dengan adanya ketentuan-ketentuan hukum yang diambil
dari Syariat Islam. Setelah kuatnya Islam didaerah pesisir
maka dilakukannya dakwah menuju pedalaman-
pedalaman, dimana seorang pengembara China (Cheng
Ho) yang mengunjungi pulau Sumatra pada tahun 1413
menyatakan bahwasannya sebuah daerah yang bernama
Lambri yang berpenduduk sekitar seribu keluarga yang
kesemuanya beragama Islam.
Pasai terkenal sebagai pusat kajian Islam dan
penyebaran Islam ke wilayah sekitarnya. Pasai telah
memperluas dakwahnya ke wilayah-wilayah sekitarnya
seperti malaka, Patani, dan akhirnya kemudian menyebar
ke Jawa. Seperti halnya Sunan Gunung Jati yang kita
kenal sebagai salah satu wali songo yang terkenal di pulau
Jawa. Dimana sunan Gunung Jati dikatakan berasal dari
Aceh, beliau datang ke Jawa berusaha untuk
mengislamkan ,asyarakat Jawa.
c. Peranan dalam Bidang Ekonomi
Pada masa Sultan Malikut Thahir II, Samudra Pasai
menjadi pelabuhan yang sangat penting. Dimana
pelabuhan ini berkembang menjadi suatu tempat transit
bagi para pedagang baik dari Arab, Mesir, Persi, Gujarat
maupun China.
Perdagangan di Samudra Pasai mulai pesat, dimana
hasil bumi yang terkenal diperdagangkan di Samudra
Pasai ialah lada, kapur barus dan emas22.
d. Peranan dalam bidang Sosial Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Samudra Pasai diatur
dengan ketentuan-ketentuan Syariat Islam. Selain itu
dikembangkannya semangat masyarakat untuk memiliki
rasa kebersamaan dan hidup saling bantu serta
menghormati. Sultan sangatlah menghargai orang-orang
yang berilmu.
Dalam bentuk kebudayaan hanya tersisa sebuah bukti
bahwasannya pada masa itu telah dipergunakannya
tulisan-tulisan kaligrafi Indah seperti nisan Sultan Malikul
Salih yang masih utuh sampai sekarang dengan ukiran
kaligrafi bermodel kufi yang indah.
3. Raja-raja Kesultanan Samudra Pasai
Adapun nama-nama Raja pada Kesultanan Samudra Pasai
sebagai berikut 23:
1) Sultan Malik as-Saleh (1267 – 1297 M)
2) Sultan Al-Malik azh-Zhahir I / Muhammad I (1297 –
1326 M)
3) Sultan Ahmad I (1326 – 133? M)
4) Sultan Al-Malik azh-Zhahir II (133? – 1349 M)
5) Sultan Zainal Abidin I (1349 – 1406 M)
6) Ratu Nahrasyiyah (1406 – 1428 M)
7) Sultan Zainal Abidin II (1428 – 1438 M)

22
M. Nur Rokhman, “Indonesia Pada Masa Pengaruh Islam”, (Yogyakarta: Diktat UNY, 2013) hal.
33
23
Wikipedia Bahasa Indonesia, 2019, “Kesultanan Samudra Pasai”, (online)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Samudera_Pasai)
8) Sultan Shalahuddin (1438 – 1462 M)
9) Sultan Ahmad II (1462 – 1464 M)
10) Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464 – 1466 M)
11) Sultan Ahmad IV (1466 – 1466 M)
12) Sultan Mahmud (1466 – 1468 M)
13) Sultan Zainal Abidin III (1468 – 1474 M)
14) Sultan Muhammad Syah II (1474 – 1495 M)
15) Sultan Al-Kamil (1495 – 1495 M)
16) Sultan Adlullah (1495 – 1506 M)
17) Sultan Muhammad Syah III (1506 – 1507 M)
18) Sultan Abdullah (1507 – 1509 M)
19) Sultan Ahmad V (1509 – 1514 M)
20) Sultan Zainal Abidin IV (1514 – 1517 M)
3. Kerajaan Aceh Darussalam

Pada masa Kesultanan Malaka menguasai pusat perdagangan


di area laut Sumatra, menyebabkan negara Portigis sebagai
negara Eropa pertama yang datang ke wilayah perdagangan ini.
Dengan ambisi Portugis yang ingin menguasai perekonomian
yang telah pesat di negeri Malaka. Yang kemudian ia berhasil
menaklukkan Malaka pada tahun 1511 Masehi24. Sehingga
dengan berhasilnya Portugis menduduki Malaka yang saat itu
menjadi kunci dari Islamnya banyak negeri di Nusantara.
Sehingga menjdaikan kekhawatiran bagi negeri-negeri Islam di
Sumatera khususnya negeri-negeri yang menjadi pusat
perdagangan Internasional akan ambisi Portugis dalam menguasai
Perdagangan di jalur laut Nusantara.

Maka pada waktu yang sama ketika Malaka telah diduduki


oleh Portugis, muncullah suatu Kesultanan baru di daerah Aceh
yang kemudian diberi nama dengan Kesultanan Aceh Darus
24
Amirul Hadi, “Aceh Sejarah, Budaya, dan Tradisi”, (Jakarta: Obor, 2010) hal. 1-2
Salam. Dengan munculnya Kesultanan Aceh Darus Salam maka
memberikan kekuatan baru Islam dibelahan barat Nusantara.

Aceh ialah sebuah wilayah yang terletak di ujung paling


utara Pulau Sumatra. Dalam perjalanan sejarah, dikawasan ini
telah dan sedang berdiri kerajaan-kerajaan besar dan kecil seperti,
Samudra Pasai, Pedir (Pidie), Daya, Lamuri dan Aceh, yang
nantinya menjadi komponen kunci yang membentuk Aceh Darus
Salam.

Aceh berasal dari nama suatu Kerajaan kecil di Darul Kamal,


suatu wilayah pedalaman yang terletak sekitar satu mil dari pantai
paling utara Pulau Sumatra. Wilayah ini termasuk wilayah yang
tidak dikenal dan tidak dikunjungi oleh para pedagang
Internasional. Menurut Hosein Djajadiningrat aceh merupakan
wilayah yang entitasnya pada tahun 1500 Masehi tidak penting,
akan tetapi. Pendirinya tidak diketahui latar belakangnya akan
tetapi kerajaan ini telah berdiri mulai pada abad ke-14 Masehi.25

Berbeda halnya dengan kerajaan Lamuri yang nantinya dari


kedua kerajaan ini menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan
Aceh Darus Salam. Kerajaan Lamuri lebih dikenal oleh para
pelancong dan para pedagang Internasional. Kerajaan ini terletak
diantara Daya dan Aceh, dimana ibu kota kerajaannya bernama
Krueng Raya.26

Menurut Iskandar, Kerjaan Lamuri berdiri sejak abad ke-9


Masehi, dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya pada tahun 943
Masehi. Lamuri mulai menerima Islam pada abad ke-14.

1. Sejarah Terbentuknya Kerajaan Aceh Darus Salam

25
Amirul Hadi, “Aceh Sejarah, Budaya, dan Tradisi”, (Jakarta: Obor, 2010) hal. 12
26
Ibid, hal. 13
Pada abad ke-15 Kerajaan Lamuri yang dipimpin oleh
Munawwar Shah, memindahkan ibu kotanya menuju Mahkota
Alam untuk menghindar dari ancaman serangan Kerajaan
Pidie. Dengan berpindahnya Ibu Kota Kerajaan Lamuri
dianggap sebagai suatu ancaman bagi Kerajaan Aceh.
Sehingga selalu menyulut sebuah pertikaian antara kedua
kerajaan tersebut. Sehingga situasi ini memicu Munawwar
Shah untuk menguasai daerah kekuasaan Aceh, dengan
strateginya menikahkan putra mahkotanya yang bernama Ali
Mughayat Shah dengan anak perempuan Inayat Shah.27

Maka dari pernikahan antara Ali Mughiyat Shah dengan


putri mahkota Kerajaan Aceh, menjadikan Ali Mughiyat Shah
penerus dari kerajaan Aceh, yang kemudian oleh Ali
Mughiyat Shah kedua kerajaan tersebut dipersatukan menjadi
Kesultanan Aceh Darus Salam pada tahun 1511 Masehi.
Dimana Ali Mughiyat Shah dengan julukan Sultan Ibrahin
menjadi Sultan pertama dalam Kesultanan Aceh Darus Salam
(1511-1528)28.

Selama kepemimpinan Sultan Ali Mughiyat Shah


melakukan perluasan wilayah Kerajaan Aceh Darus Salam,
dimana ia telah sukses menaklukkan Kerajaan Daya pada
tahun 1520 M, Menaklukkan Kerajaan Pedie pada tahun 1521
M yang dulunya Aceh dibawah kekuasaannya, serta berhasil
menaklukkan Kerajaan Pasai pada tahun 152429. Sehingga
Kesultanan Aceh Darus Salam pada masa itu menjadi
kesultanan yang sangat besar mewarisi dari

27
Ibid, hal. 14
28
M. Yahya Harun, “Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI & XVIII”, (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Sejahtera, 1995) hal. 11-12
29
Amirul Hadi, “Aceh Sejarah, Budaya, dan Tradisi”, (Jakarta: Obor, 2010) hal. 14-15
kebesaranpendahulu-pendahulunya seperti Kesultanan
Samudra Pasai, Pidie dan Daya.

2. Perkembangan Kesultanan Aceh Darus Salam


Pada abad ke-15 dan 16 dimana meskipun kesultanan ini
merupakan kesultanan yang baru terbentuk, akan dengan
begitu cepat Kesultanan yang kecil yang belum menjadi
Kesultanan yang terkenal, bertransfrmasi menjadi sebuah
imperium yang besar dan kuat di wilayah Sumatra bagian
barat, perkembangan yang pesat diraih dalam berbagai aspek,
yaitu dalam bidang kemiliteran, perekonomian, politik serta
keagamaan.
a. Dalam Bidang Militer
Aceh memiliki persenjataan artileri yang didapatkan
dari China yang memiliki hubungan mesra dengan Aceh,
akan tetapi senjata tradisinal tidak ditinggalkan, akan
tetapi masih dikombinasikan sebagai persenjataan militer
Aceh,. Sedangkan dalam taktik peperangan militer, Aceh
sangat dipengaruhi oleh Kesultanan Turki.
Sehingga perkembangan kemampuan militer Aceh
telah terbukti dengan gempuran intensif yang dilakukan
Aceh terhadap Portugis pada tahun 1737, 1547, 1568,
1573 dan 1577 Masehi. Meskipun Aceh tidak berhasil
mengusir Portugis dari tanah Malaka, akan tetapi
keberadaannya menjadi suatu penghambat bagi Portugis.
b. Dalam Bidang Ekonomi dan Perdagangan
Kebangkitan aktivitas ekonomi Aceh pada abad ke-16
dapat diketahui dari perkembangan statusnya sebagai
penghasil beberapa hasil bumi dan sebagai pusat dagang
dikawasan barat Nusantara. Seperti dikatakan
bahwasannya Aceh selalu mengekspor rempah-rempah
berpuluh ribu kuintal, emas dan berbagai perhiasan dalam
jumlah besar ke Laut Merah, sehingga memberikan
pemasukan yang besar bagi Sultan Aceh.
c. Dalam Bidang Politik
Pada abad ke-16 Aceh mulai terlibat dalam kebijakan
politik melalui perluasan kekuasaan sepanjang kawasan
timur dan barat Pulau Sumatra. Yang akhirnya
memberikan keleluasaan kepada penguasa Kesultanan
Aceh dalam mengntrol aktifitas perdagangan di
wilayahnya dari permainan dagang Portugis.
Dari kemampuan Aceh muwujudkan rute pelayaran
perdagangan yang aman dari kekuasaan Portugis di
Malaka yang memberikan kebijakan Pajak bagi pedagang,
sehingga telah mampu menarik perhatian pedagang
Muslim yang berasal dari Asia Barat, India, Nusantara
bagian Timur dan bahkan para pedagang no-Muslim.
Selain itu Aceh juga telah membangun aliansi dengan
kerajaan-kerajaan Islam lainnya, meskipun hal ini hanya
berjalan singkat.
Aceh juga membina hubungan diplomatik dengan
Turki Utsmani dalam parmasalahan Militer, untuk
mendapatkan bantuan untuk mengusir Prtugis dari
Malaka.
d. Dalam Bidang Kajian Islam
Aceh memiliki sebuah tradisi dengan mendatangkan
intelektual Muslim yang berasal dari kawasan Pusat Islam
sama halnya seperti yang terjadi pada masa Kesultanan
Samudra Pasai, dimana Kesultanannya mencintai dan
menghrmati para Ulama, serta mencintai Ilmu
Pengetahuan termasuk Ilmu keagamaan Islam. Hal ini
seperti telah terjadi pada masa Sultan Ala al-Din yang
memerintah pada tahun 1579-1586, mendatangkan
beberapa ulama yang bertujuan untuk berdakwah, seperti
Syaikh Abu al-Khayr yang berasal dari Makkah, selain itu
juga didatangkan dari Yaman yang bernama Syekh
Muhammad Yamani, seorang ahli Ushul Fiqh. Selain itu
pada masa ini juga telah didatangkan seorang ulama yang
berasal dari Ranir (Gujarat) yang bernama Syekh
Muhammad Jilani.
Hal ini membuktikan bahwasannya keseriusan
Kesultanan Aceh dalam mempelajari keilmuan Agama
Islam, sehingga didatangkan langsung dari pusat Islam.
Dengan begitu besarnya penghrmatan dari para Sultan
terhadap para Ulama yang berdakwah ataupun
berkunjung.
Keilmuan agama pada saat itu lebih terfokus pada
keilmuan Fiqh, Ushul Fiqh, Sastra Arab dan tasawuf yang
diajarkan didalam lembaga-lembaga Pendidikan.
3. Raja-raja Penguasa Kesultanan Aceh Darus Salam
Adapun nama-nama Raja pada Kesultanan Aceh Darus
Salam sebagai berikut:

Masa
No Nama Sultan Keterangan
Pemerintahan
Sultan Aceh dari Dinasti Meukuta Alam
1496 - 1528 / 7 Pendiri kerajaan, putera dari
1 Sultan Ali Mughayat Syah
Agustus 1530 Syamsu Syah
1528 / 1530 - Putra dari No. 1. Wafat
2 Sultan Salahuddin
1537 / 1539 tanggal 25 November 1548.
1537 - 1568 / 28 Putra dari No. 1 dan adik
3 Sultan Alauddin al-Qahhar
September 1571 dari No. 2
1568 / 1571 -
Sultan Husain Ali Riayat
4 1575 / 8 Juni Putra dari No. 3.
Syah
1579
Putra dari No. 4. Baru
5 Sultan Muda 1575 / 1579
berumur beberapa bulan pada
saat dijadikan sultan.
1575 - 1576 /
Putra dari No. 3. Juga
6 Sultan Sri Alam berkuasa hanya
merupakan raja Priaman
pada 1579
1576 - 1577 /
7 Sultan Zainal Abidin berkuasa hanya Cucu dari No. 3.
pada 1579
Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh (Asing)
Sultan Alauddin Mansur
1577 / 1579 -
Syah bin Sultan Mansur Kakak dari Sultan Ahmad
8 1589 / dibunuh
Syah I (Sultan Perak 1549 - Tajuddin Syah, Sultan Perak
sekitar 1586
1577)
1589 / 1586 -
9 Sultan Buyong 1596 / 28 Anak seorang raja Indrapura.
Juni1589
Sultan Aceh dari Dinasti Darul-Kamal
Cucu dari saudara
ayahnya No. 1. putra dari
Sultan Alauddin Riayat Syah 1596 / 1589 -
10 Firman Syah, keturunan
Sayyid al-Mukammil 1604
Inayat Syah, raja Darul-
Kamal.
11 Sultan Ali Riayat Syah 1604 - 1607 Putra dari No. 10.
Sultan Aceh Peleburan dari Dinasti Makota Alam dan Dinasti Darul-Kamal
Cucu (melalui ibu) dari No.
Sultan Iskandar Muda Johan 1607 - 27
12 10 dan cicit dari No. 3 melalui
Pahlawan Meukuta Alam Desember 1636
ayah.
Sultan Aceh yang berasal dari luar Aceh ( Asing )
Putra Sultan Pahang, Ahmad
Sultan Iskandar Tsani 1636 - 15
13 Syah II. Menantu dari No. 12
Alauddin Mughayat Syah Februari 1641
dan suami dari No. 14.
Sultanah Aceh
Sultanah Sri Ratu Tajul
Putri dari No.
14 Alam Safiatuddin Johan 1641 - 1675
12 dan istri dari No. 13
Berdaulat
Sultanah Sri Ratu
15 1675 - 1678
Naqiatuddin Nurul Alam
Sultanah Sri Ratu
16 1678 - 1688
Zaqiatuddin Inayat Syah
Saudari angkat dari No. 16,
Sultanah Sri Ratu
17 1688 - 1699 istri dari No. 18, serta ibu
Zainatuddin Kamalat Syah
dari No. 19 dan No. 20
Sultan-sultan Aceh
Sultan Badrul Alam Syarif Suami dari No. 17, serta ayah
18 1699 - 1702
Hasyim Jamaluddin dari No. 19 dan No. 20
Sultan Perkasa Alam Syarif
19 1702 - 1703
Lamtui
Sultan Jamalul Alam Badrul
20 1703 - 1726
Munir
Sultan Jauharul Alam
21 1726
Aminuddin
22 Sultan Syamsul Alam 1726 - 1727
Keturunan Terakhir Sultan Aceh Berasal dari Keturunan Bugis
Sultan Alauddin Ahmad
23 1727 - 1735
Syah
24 Sultan Alauddin Johan Syah 1735 - 1760 Putra dari No. 23
Putra dari No. 24, Jabatan
25 Sultan Mahmud Syah 1760 - 1764
Pertama, ditumbangkan oleh
Sultan Badruddin Johan Dipulihkan dan dikembalikan
26 1764 - 1765
Syah kepada
Sultan Mahmud Syah (No. Jabatan Kedua, Dipulihkan
1765 - 1773
25) dan dikembalikan lagi kepada
27 Sultan Sulaiman Syah 1773
Sultan Mahmud Syah (No.
1773 - 1781 Jabatan Ketiga
25)
Sultan Alauddin Muhammad
28 1781 - 1795 Putra dari No. 25
Syah
Putra dari No. 28. Wali
Sultan Alauddin Jauhar al- dari No. 27 sampai
29 1795 - 1823
Alam tahun 1802. Jabatan Pertama,
Digugat oleh
30 Sultan Syarif Saif al-Alam 1815 - 1820
Dikembalikan posisinya
Sultan Alauddin Jauhar al- dengan
1795 - 1823
Alam (No. 29) bantuan Raffles, Inggris.
Jabatan Kedua
31 Sultan Muhammad Syah 1823 - 1838 Putra dari No. 29.
Putra dari No. 31. Wali dari
32 Sultan Sulaiman Syah 1838 - 1857 No. 33 sampai 1850, digugat
oleh No. 33 pada 1870
33 Sultan Mansur Syah 1857 - 1870 Putra dari No. 29.
34 Sultan Mahmud Syah 1870 - 1874 Putra dari No. 32.
Cucu dari No. 33. Wali dari
Tuanku Hasyim sampai 1884.
Sultan Muhammad Daud
35 1874 - 1903 Menyerah
Syah
kepada Belanda dan turun
takhta pada 1903.

B. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI PULAU JAWA


1. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak ini merupakan kerajaan islam yang muncul pertama kali
di Jawa. Kerajaan besar yang muncul setelah Majapahit yang berhasil menguasai
Pulau Jawa. Kerajaan ini juga memegang peranan penting terhadap penyebaran
islam di Pulau Jawa.
a. Munculnya Kerajaan Demak
Dalam Babad Tanah Jawi mengkisahakan awal mula kerajaan ini
dibangun yaitu ketika Raden Patah membuka hutan di Glagah Wangi dan
kemudian diberi nama Bintara atas petunjuk Sunan Ampel. Pada zaman dahulu,
Demak terletak di tepi pantai Selat Muria yang memisahkan Jawa dari
Pegunungan Muria. Selat ini cukup lebar dan dapat di layari, sehingga digunakan
sebagai jalan pintas oleh banyak kapal-kapal dagang dari Semarang ke Rembang.
Kemudian berkembang menjadi pangkalan yang sangat penting, sebagai tempat
singgah pelayaran dunia dari Malaka ke Maluku ataupun sebaliknya. 30
b. Pendiri Kerajaan Demak
Raden Patah merupakan pendiri dari Kerajaan Demak ini pada sekitar
tahun 1478. Dia adalah seorang putera dari Raja Brawijaya (Raja Majapahit) dari
selir putri Cina yang kemudian dihadiahkan kepada Adipati Palembang, Arya
Damar.31 Raden Patah tumbuh dan dibesarkan di Palembang. Nama sebelumnya
adalah Pangeran Jinbun, yang kemudian ketika dia memperdalam agama islam
kepada Sunan Ampel dan Raden Rahmat mendapatkan gelar Sultan Alamsyah
Akbar Al-Fattah. Kemudian Raden Patah diangkat menjadi Adipati Bintara
sebagai bawahan dari Kerajaan Majapahit yang berkewajiban setahun sekali untuk

30
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal 127
31
Ibid, hal 123
menghadap sang Prabu di Istana Kerajaan Majapahit. Sejak saat itulah nama
Bintara diubah menjadi Demak.32 Ketika resmi menjadi pemimpin Kerajaan
Demak, Raden Patah mendapat gelar sebagai Senopati Jimbun Ngabdurrahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
c. Perkembangan Kerajaan Demak
Sekitar tahun 1500-an, Raden Patah menyatakan secara terang-terangan
memutuskan tali ikatan dengan Kerajaan yang semakin tidak berdaya lagi.
Dengan dibantu daerah-daerah yang sudah islam seperti Jepara, Tuban, dan
Gresik. Raden Patah berhasil merobohkan Majapahit dan kemudian memindahkan
semua pusaka-pusaka dan benda-benda upacara kerajaan Majapahit ke Demak,
sebagai tanda tetap berlangsungnya kerajaan Majapahit tetapi dalam bentuk yang
baru, yaitu kerajaan islam. Sejak saat itu, Raden Patah resmi menjadi sultan
pertama kerajaan Demak.. Demak kemudian dijadikan sebagai pusat dan benteng
agama islam di wilayah barat, namun dalam hal yang lainnya Demak menjadi
pemimpin seluruh pesisir Jawa.33
Selama menjadi pemimpin kerajaan Demak, Raden Patah selalu
didampingi oleh Sunan Kudus, karena ia merupakan salah satu murid Sunan
Kudus yang ulung. Kemudian Raden Patah membentuk angkatan perang yang
tidak hanya sebagai penjaga dan pengayom negara, tetapi juga sanggup untuk
mengunggulkan dan mengembangkan agama islam seperti yang diinginkan oleh
Walisongo dahulu.34 Strategi yang dibuat oleh Raden Patah atas nasihat dari
Sunan Kudus yaitu :
1) Menghancurkan kekuatan Portugis di luar Indonesia
2) Membuat pertahanan yang kuat di Indonesia

Strategi pertama mulai dilakukan sekitar tahun 1513 yaitu dengan


memerintahkan Adipati Unus (Pangeran Sabrang Lor) atau putera Raden Patah
untuk memimpin angkatan laut yang berpangkalan di Jepara. Kemudian mereka

32
Ibid, hal 123
33
Yusuf, mundzirin dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Penerbit Pustaka: Yogyakarta).
2006. Hal 78
34
Ibid, hal 78
berangkat ke Malaka dengan dibantu oleh Palembang, namun serangan itu dapat
digagalkan oleh Portugis. Kemudian perjuangan armada laut Demak dilanjutkan
oleh Ratu Kalinyamat (cucu Raden Patah), namun usaha itu juga dapat digagalkan
oleh Portugis. Belum selesai perlawanan Kerajaan Demak terhadap Portugis,
Raden Patah wafat pada tahun 1518 dan kemudian digantikan oleh puteranya,
Adipati Unus. Pemerintahan Adipati Unus hanya berlangsung selama 3 tahun. Ia
dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor karena jasanya dalam memimpin armada
laut Demak menyerang Portugis di Malaka. Selain itu, usahanya sebagai
pemimpin Kerajaan Demak tidak banyak diceritakan, karena ia sakit dan
kemudian wafat pada tahun 1521.35 Setelah itu kepemimpinan Kerajaan Demak
dilanjutkan oleh Sultan Trenggono yang juga putera Raden Patah. Dibawah
pemerintahannya, Kerajaan Demak mengalami kemajuan yang pesat. Mulai dari
perluasan wilayah, penyerangan terhadap portugis, dan lain-lain.

d. Prestasi dan Perannya dalam Dakwah Islam


Pada masa pemerintahan Raden Patah, penyebaran islam di Demak
mengalami perkembangan sangat besar. Demak menjadi pusat penyebaran adama
islam di wilayah Jawa dan nusantara bagian Timur atas bantuan Walisongo.
Didirikan juga Masjid Demak yang sampai sekarang masih berdiri kokoh sebagai
pusat kerajaan islam pertama di Jawa. Dalam Babad Tanah Jawi menjelaskan
bahwa Masjid Demak ini didirikan atas pesan Sunan Ampel yang memerintahkan
untuk segera mendirikan masjid setelah selesai membuka hutan rawa-rawa Glagah
Wangi. Murid-muridnya pun tersebar di beberapa daerah di Nusantara,
diantaranya dari Banjarmasin, Makassar, Ternate, dan Ambon.36
Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak mampu
menjadi pusat perkembangan dan penyebaran islam di Jawa. Namun beberapa
kendala juga dialami oleh Sultan Trenggono, salah satunya yaitu dalam mengubah
pola pikir dan kebiasaan beberapa umat hindu ke islam. Hal ini yang kemudian
menjadikan beberapa hukum agama hindu yang dimasukkan ke dalam hukum

35
Abimanyu, soedjipto. Kearifan Raja-Raja Nusantara: Sejarah dan Biografinya. (Penerbit
Laksana: Yogyakarta). 2014. Hal 134
36
Ibid, hal 133
islam demi tegaknya pemerintahan Demak. Dan hal ini berlangsung selama
bertahun-tahun, sehingga mengakibatkan beberapa rakyat jelata yang beribadah ke
Masjid namun juga tetap menghormati arca dan candi Hindu dalam
kesehariannya.37 Seorang ulama dari Pasai datang ke Demak pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono yang bernama Fatahillah, yang kemudian
dinikahkan dengan adik Sultan Trenggono. Kemudian Fatahillah diperintahkan
untuk mengislamkan Jawa Barat, dan pada tahun 1527 berhasil menguasai Sunda
Kelapa dari tangan Portugis dan kemudian namanya diganti dengan Jayakarta.38
Setelah keberhasilan-keberhasilan Demak memperluas wilayahnya ke barat,
Sultan Trenggono merencanakan perluasan wilayahnya ke Timur. Kemudian pada
tahun 1527, Demak mulai melakukan perluasan wilayahnya ke Tuban. Walaupun
para pemimpin Tuban sudah lama memeluk islam, namun para pemimpin tersebut
masih loyal kepada Raja Majapahit yang ‘kafir’ itu, sehingga Demak perlu
melakukan penaklukan kota ini. Kemudian yang terakhir yaitu penaklukan daerah
Blambangan yang berada di ujung tenggara Jawa Timur pada tahun 1546, karena
daerah ini merupakan benteng terakhir agama Hindu. Dan pada akhirnya
Blambangan menyerah juga kepada Demak namun harus dibayar dengan
wafatnya Sultan Trenggono.39 Setelah wafatnya Sultan Trenggono, Kerajaan
Demak mulai mengalami kekacauan dan pertempuran antara para calon pengganti
raja. Hal ini menjadi salah satu sebab kemunduran Kerajaan Demak dan kemudian
sebagai gantinya lahirlah Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Adiwijaya.
Politik ekspansi raja-raja Demak ketika masa kejayaannya yang mampu
menguasai wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur pada dasarnya
sebagai wujud dakwah keagamaan, karena kesetiaan agama yang telah berakar,
sehingga Masjid Demak tetap dipandang sebagai pusat kehidupan agama islam di
Jawa sampai sekarang.
e. Jejak-jejak peninggalan Kerajaan Demak

37
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur). 2010. Hal 66
38
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur). 2010. Hal 66
39
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal 135
Beberapa hasil peradaban yang ditinggalkan pada masa selanjutnya oleh
Kerajaan Demak setelah berkuasa selama kurang lebih setengah abad dan bahkan
sampai saat ini masih bisa dirasakan, diantaranya yaitu :40
 Undang-undang pelaksanaan hukum yang pernah disusun Raden Patah yang
diberi nama Salokantara dan berisi tentang pemimpin keagamaan yang
pernah menjadi hakim.
 Gelar Pengulu (kepala) yang sudah dipakai disana, dan dipakai oleh imam
di Masjid Demak sejak dahulu.
 Peranan penting Masjid Demak sebagai pusat ibadah kerajaan islam di Jawa
yang juga dapat dijadikan tempat untuk mengadakan hubungan dengan
pusat-pusat islam di luar negeri.
 Adanya kesenian wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang
macapat, pembuatan keris, dan yang lainnya dianggap sebagai hasil
penemuan dan ciptaan para wali yang sezaman dengan Kerajaan Demak.
 Perkembangan sastra jawa yang mungkin sebelumnya tidak islami, dan
kemudian ‘diislamkan’ pada masa selanjutnya

2. Kerajaan Mataram Islam


Setelah Kerajaan Demak runtuh dan kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan
Pajang yang dipimpin oleh Sultan Adiwijaya yang juga beberapa tahun kemudian
mengalami keruntuhan, maka berdirilah Kerajaan Mataram Islam dan mulai
terkenal sebagai kerajaan besar di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
a. Munculnya Kerajaan Mataram Islam
Asal mula munculnya kerajaan Mataram Islam ini yaitu ketika Ki Ageng
Pemanahan mendapatkan hadiah Hutan Mentaok dari Sultan Adiwijaya (Raja
Pajang) berkat membantunya dalam mengalahkan Arya Penangsang yang terkenal
kejam dan berusaha menghancurkan Kerajaan Demak. Dan diperkirakan Ki
Ageng Pemanahan mulai membukan dan membangun kota di Mataram pada
tahun 1558. Dan pada tahun1577, ia mulai menempati istana barunya dan

40
Yusuf, mundzirin dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Penerbit Pustaka: Yogyakarta).
2006. Hal 80
disebutnya Kotagedhe yang berada di sebelah tenggara kota Yogyakarta.41 Dalam
literatur yang lain disebutkan bahwa dalam waktu singkat Ki Ageng Pemanahan
dapat menjadikan daerahnya sangat maju, namun tidak bisa menikmati hasil
usahanya karena ia wafat pada tahun 1575.42
b. Pendiri Kerajaan Mataram Islam
Pendiri kerajaan ini adalah Ki Ageng Pemanahan yang lebih dikenal
sebagai Kiai Gede Mataram. Yang merupakan anak dari Kiai Gede Ngenis dari
Sela. Nama Ki Ageng Pemanahan diambil dari nama desa tempat tinggalnya,
yaitu Manahan yang sekarang masuk Kota Surakarta dan tidak jauh dari Lawiyan
atau tempat tinggal Ayahnya.
c. Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, kota Mataram kemudian dipimpin
oleh Sutawijaya (anak Ki Ageng Pemanahan) yang dikenal pemberani dan mahir
dalam berperang, sehingga mendapat gelar Panembahan Senopati Ing Alaga
Sayidin Panatagama. Pada masa Panembahan Senopati ini dapat dikatakan bahwa
Kerajaan Mataram Islam berada pada masa kebangkitan awalnya. Cita-cita
Panembahan Senopati adalah mengangkat Kerajaan Mataram sebagai kerajaan
tertinggi di Jawa dan menggantikan Kerajaan Pajang dengan menjalankan dua
strategi yaitu memerdekakan diri dari Pajang dan kemudian memperluas wilayah
Kerajaan Mataram ke seluruh Jawa. Namun dalam kepemimpinannya, hanya
wilayah Mataram, Kedu, dan Banyumas yang berhasil dikuasai. Selain itu, seperti
Pajang dan daerah-daerah yang menjadi kekuasaan pajang, serta Demak belum
mau tunduk terhadap Mataram. Bahkan ia ditentang oleh wilayah-wilayah pantai
utara pesisir Jawa. Hingga wafatnya pada tahun 1601, Panembahan Senopati
berhasil menguasai dan menaklukkan Jawa Tengan dan sebagian Jawa Timur.43
Setelah Panembahan Senopati wafat, kepemimpinan Mataram digantikan
oleh Raden Mas Jolang dan diberi gelar Sultan Hanyakrawati. Pada masa

41
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal 180
42
Yusuf, mundzirin dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Penerbit Pustaka: Yogyakarta).
2006. Hal 84
43
Ibid., Hal 84
pemerintahan Raden Mas Jolang selama sekitar 12 tahun, lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Ayahnya,
karena daerah-daerah tersebut melakukan penyerangan dan ingin melepaskan diri
dari Mataram. Dan pada akhirnya Raden Mas Jolang wafat di desa Krapyak pada
tahun 1613, sehingga mendapat gelar dan lebih dikenal dengan Panembahan Seda
ing Krapyak.44 Sebelum wafat, Raden Mas Jolang menunjuk puteranya yaitu
Raden Mas Rangsang sebagai penggantinya. Namun hal ini bertentangan dengan
janjinya dahulu yang akan mengangkat putera mahkota atau Pangeran Martapura
(adik Raden Mas Rangsang). Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa Pangeran
Martapura usianya masih 8 tahun kala itu dan sakit ingatan, hingga kemudian
tidak lama setelah itu meninggal. Dalam Babad Tanah Jawi dikatakan bahwa
Raden Mas Jolang menerima wangsit (pesan ilahi) mengenai Raden Mas
Rangsang yang telah ditakdirkan menjadi raja besar pembawa kejayaan Mataram.
Dan hal tersebut dapat dibuktikan pada masa pemerintahan Raden Mas Rangsang.
Ketika resmi memimpin Mataram, Raden Mas Rangsang mendapat gelar dan
lebih dikenal dengan gelar tersebut, yaitu Sultan Agung Senopati Ing Alaga
Ngabdurrahman. Masa pemerintahannya sekitar tahun 1613-1645 dan
padamasanya ini Kerajaan Mataram Islam mecapai puncak kejayaan. Mas
Rangsang dikenal dengan politik ekspansinya yang tidak hanya ingin menguasai
Jawa, tetapi juga wilayah Nusantara. Tetapi ia juga mendapat banyak tantangan
ketika memimpin Kerajaan Mataram, yaitu perlawanan dari Adipati Lasem,
Tuban, Japan, Wirosobo, Pasuruan, Surabaya dan Sumenep dibawah pimpinan
Adipati Surabaya. Namun serangan ini dapat digagalkan oleh Raden Ma
Rangsang dan kemudian dapat menguasai Lasem (1616), Pasuruan (1617), Tuban
(1620), Madura (1624), dan Surabaya (1625).45
Atas keberhasilannya menguasi berbagai wilayah di Jawa, masih ada
penghalang dalam menyatukan Pulau Jawa di bawah Kerajaan Mataram yaitu
penjajah Belanda yang berkedudukan di Batavia. Untuk itu, Raden Mas Rangsang
atau Sultan Agung melakukan serangan besar-besaran pada tahun 1628 dengan
44
Abimanyu, soedjipto. Kearifan Raja-Raja Nusantara: Sejarah dan Biografinya. (Penerbit
Laksana: Yogyakarta). 2014. Hal 147
45
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur). 2010. Hal 71
mengirim pasukannya, namun hanya berhasil mengepung Batavia selama 1 bulan.
Dan kemudian dilanjutkan penyerangan pada tahun 1629 dan berhasil mengepung
Batavia. Ketika pasukan Mataram mengepung Batavia, JP. Coen (pemimpin
kompeni Belanda) meninggal. Namun hal ini tidak menjadikan kemenangan bagi
pasukan Mataram, karena cuaca buruk sehingga banyak pasukan Mataram yang
mati syahid sebelum berperang karena sakit. Dan akhirnya Batavia-pun gagal
direbut oleh pasukan Mataram.46 Sebelum Sultan Agung berhasil mencapai cita-
citanya, ia kemudian wafat pada tahun 1645, dan kemudian digantikan oleh
puteranya yaitu Amangkurat I. Namun sepeninggal Sultan Agung, pemerintaha
Kerajaan Mataram menjadi kacau karena beberapa kebijakan yang dibuat oleh
Amangkurat I berbanding terbalik dengan kebijakan yang dibuat oleh Sultan
Agung, salah satunya dengan menjalin kerjasama yang lebih erat denga Belanda
dan hal itu menimbulkan kemarahan masyarakat sekitar Mataram. Hingga pada
akhirnya pada tahun 1755, melalui Perjanjian Giyanti, Belanda membagi dua
Kesultanan Mataram, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.47
d. Peran dan Prestasinya dalam Dakwah Islam
Panembahan Senopati menunjukkan bahwa sejak awal munculnya
kerajaan Mataram telah dinyatakan sebagai kerajaan yang bercorak islam atas
penggunan gelar Sayidin Panatagama. Peradaban islam ini diterima oleh Mataram
dari kerajaan-kerajaan islam di pesisir yang lebih tua. Selain itu juga pengaruh
besar Sunan Kalijaga yang menjadi pembimbing rohani ketika mendalami agama
dan sebagai pembimbing rohani dalam bidang politik bagi Panembahan Senopati.
Hubungan-hubungan erat Kerajaan Mataram dan Cirebon juga menjadi peranan
penting dalam perkembangan islam di Mataram. Mudahnya islam diterima oleh
masyarakat Jawa di Mataram dari unsur sifat mistik Keraton Cirebon.48
Kemudian ketika kepemimpinan Sultan Agung, atau lebih tepatnya pada
tahun 1633, kebijakan-kebijakan baru dibuat olehnya untuk membudayakan islam
di Jawa dengan membuat kalender Jawa Islam. Sebelumnya berlaku kalender

46
Ibid, hal 72
47
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur). 2010. Hal 80
48
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal190
Caka atau yang dihitung berdasarkan perjalanan matahari (365 hari), kemudian
diganti dengan perhitungan perjalanan bulan (354 hari), sesuai dengan sejarah
islam. Pada tahun 1633 itu adalah tahun caka 1555, dan kemudian tahun caka ini
menjadi tahun Jawa Islam 1555 pula.49 Sebagai muslim, Sultan Agung selalu
beribadah dan menjadi contoh bagi rakyatnya setiap hari jumat untuk
melaksanakan shalat jumat bersama. Sultan Agung juga dikenal sebagai
pengarang sastra gending yang beraliran mistik. Sultan Agung juga menggunakan
gelar ‘Sunan’ setelah berhasil menaklukkan Madura. Gelar ini sebenarnya hanya
digunakan oleh para wali dan dengan gelar ini berarti Sultan Agung
memposisikan dirinya sebagai ulama yang sederajat dengan para wali dalam
pemahaman agamanya. Ia juga mengirim utusan ke Makkah dan kembali pada
tahun 1641 dengan membawa gelar untuk Sultan Agung dan ahli-ahli agama
untun menjadi penasehat baginya. Gelar tersebut lengkapnya adalah Sultan Abdul
Muhammad Maulana Matarami.50
Sultan Agung juga menerapkan hukum-hukm islam, diantaranya yaitu
menegakkan hukum Qishas bagi mereka yang terbukti melakukan pembunuhan,
menerapkan hukum-hukum islam yang berhubungan dengan kenegaraan atau
yang membahayakan keselamatan Kerajaan Mataram. Upayanya dalam
menegakkan hukum islam tidak hanya bertindak sebagai kepala negara, tetapi
juga sebagai pemuka agama. Ia tidak hanya memperdalam ilmu agama, tetapi juga
menjalin kerjasama yang baik dengan para ulama. Dengan adanya kerjasama
tersebut, Sultan Agung lebih mudah untuk menyebarkan ajaran agama islam
kepada rakyat Mataram.51
e. Jejak-jejak Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
Adapun beberapa jejak peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang sampai
saat ini masih ada yaitu :52

49
Yusuf, mundzirin dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Penerbit Pustaka: Yogyakarta).
2006. Hal 86
50
Darmawijaya. Kesultanan Islam Nusantara. (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta Timur). 2010. Hal 73
51
Ibid, hal 74
52
Budi utomo, bambang. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. (Direktorat Geografi Sejarah:
Jakarta). 2011. Hal 102
 Pasar Kotagedhe, pasar ini sudah ada sejak jaman Panembahan Senopati dan
masih aktif sampai saat ini.
 Kompleks Makam Kotagedhe, berada sekitar 100 meter arah selatan pasar
kotagedhe. Di dalamnya terdapat makam-makam pendiri Kerajaan Mataram
Islam.
 Masjid Gedhe Mataram Kotagedhe, yang dibangun sekitar tahun1640-an,
berada disekitar kompleks makam pendiri Kerajaan Mataram Islam dan sampai
sekarang masih aktif menjadi tempat penyiaran agama islam.
 Rumah tradisional yang berarsitektur khas Jawa.
 Tanah pajimatan atau makam raja-raja di Imogiri.53
 Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Sekaten dan
Gunungan
 Gamelan sekaten, yang sampai saat ini masih ada dan dimainkan ketika
sekaten.54
 Adat kebiasaan Raja-raja dai Dinasti Mataram Islam masih mengadakan sajen
(sesaji, kurban) terutama berupa pakaian (ageman) raja di pantai selatan yang
masih dipertahankan.55
3. Kerajaan Cirebon
a. Masuknya Islam
Islam datang memasuki Jawa Barat sejak lahir abad ke 15 atau awal abad
ke 16, sebelum kedatangan Sunan Gunung Jati, Islam sudah masuk melalui
Pelabuhan Muara Amparanjati di dukuh Pasambangan. Pada saat itu Cirebon
masih berdiri dua kerajaan Hindu, yaitu kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Galuh.56
Kesultanan Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan
pelayaran antar pulau. Lokasinya terletak di Pantai Utara pulau Jawa, yang

53
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal 182
54
Joko daryanto, 2014, Journal : “Gamelan Sekaten dan Penyebaran Islam di Jawa”. Vol. 14. No.1,
Mei 2014, 36.
55
Daliman. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. (Penerbit
Ombak: Yogyakarta). 2012. Hal 179
56
Prof. A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
(Yogyakarta: ombak dua, 2012), hal. 140.
merupakan perbatasan antara jawa Tengah dan jawa Barat.57 Terjalin hubungan
erat antara Sunda di Jawa Barat dengan Jawa. Karena itu menjadikan Jawa Barat
sasaran ekspansi Islam dari Demak.
Hubungan Demak dan Cirebon diselenggarakan dengan kapal-kapal
pantai. Berita Tome Pires menyebutkan bahwa pelabuhan-pelabuhan yang penting
antara Demak dan Cirebon antara lain adalah Semarang, Tegal dan Losari. Berita
Portugis yang menyatakan bahwa beberapa kota pelabuhan di Jawa Barat yang
masih dikuasai Pajajaran menolak kedatangan orang-orang Islam memberikan
petunjuk yang secara tidak langsung bahwa perkampungan Islam di Cirebon yang
didirikan oleh pedagang-pedagang Islam dari Demak masih merupakan
perkampungan yang yang baru.
b. Pendiri Kesultanan Cirebon

Cirebon, sebelum menjadi kota pusat kesultanan sudah mengalami


pertumbuhan, yaitu sejak zaman kerajaan Sunda Pajajaran dengan pelabuhan
pertama yang berada di dukuh Pasambangan dan kemudian dipindah ke Kebon
Pesisir atau Tegal Alang-Alang (Lemah Wungkuk) sampai menjadi desa Caruban
yang lambat laun menjadi sebuah kota pesisir dikepalai oleh Ki Ageng Alang-
Alang dan wakilnya Raden Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi (pendiri
kerajaan Pajajaran). Ki Gedeng Tapa adalah saudagar kaya di Pelabuhan
Muarajati, Cirebon yang membuka hutan ilalang lantas membangun gubug dan
menetap hingga banyak pendatang masyarakat baru di desa Caruban. Ki Ageng
Tapa wafat Walangsungsang menjadi pengganti kuwu kedua, dengan gelar
Pangeran Cakrabuana.

Pengeran Cakrabuana tidak mendapatkan haknya sebagai putra mahkota


Pajajaran karena ia memeluk agama Islam. Ketika Ki Ageng Alang-Alang wafat,
Pangeran Cakrabuana mendirikan Istana Pakungwati dan membentuk
pemerintahan Cirebon disebut dengan Kesultanan Cirebon.58

57
Soedjipto Abimanyu. Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara (Yogyakarta: Laksana,
2014), hal. 198.
58
Ibid., hal 200-201.
Ada pendapat lain bahwa pendiri kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung
Jati berdasarkan berita dari Klenteng Talang dan Semarang, yang identic
dengantokoh pendiri Kesultanan Banten.59

c. Perkembangan dan Islamisasi Kerajaan Cirebon


Sebelum Demak menjadi kerajaan Islam telah terdapat hasrat yang kuat
untuk memperluas kekuasaan ekonomi kearah barat, karena disepanjang pantai
utara Cirebon dan Kendal merupakan hasil tambahan yang cukup penting bagi
perdagangan beras Demak dengan pedagang-pedagang dari seberang laut.

Pengislaman dan berdirinya kerajaan Islam di Cirebon tak terlepas dari


pengaruh Demak. Sunan Gunungjati mengislamkan dan mendirikan kerajaan
Islam di Cirebon atas nama Raja Demak. Sunan Gunungjati adalah ipar dari
Sultan Trenggana, karena mengawini ipar dari Sunan Trenggana. Perannya yang
cukup besar tidak dalam agama saja, tetapi juga dalam hal militer yang
menyebabkan dia mendapatkan kepercayaan dari Sultan Trenggana untuk
mengadakan ekspansi ke Jawa Barat. Ia berhasil mengislamkan seluruh pantai
utara Jawa Barat sampai di Cirebon, Sunda Kelapa, Bandar Pajajaran dan
sebagian bagian dari Banten yang diberi nama Jayakarta.60

Asal-usul Sunan Gunung Jati banyak versinya. Menurut de Graaf


Fatahillah berasal dari Pasai, kota Pelabuhan tua Aceh, setelah Pasai direbit oleh
Portugis. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, pada tahun 1521 pergi naik
haji dan sekembalinya pada tahun 1524. Namun sekembalinya dari tanah suci ia
tidak lagi bermukim di Sumatra Utara, namun berhijrah ke Jawa yang disambut
baik di Keraton Demak yang kemudian diberi hadiah saudara perempuan Suktan
Trenggana sebagai istri.Pendapat lain, J.L.A brandes mengatakan bahwa
Fatahillah ialah orang Indonesia asli, putra dari Para Satang atau Syarifah
Moda’im, putri Prabu Siliwangi.61

59
Ibid., hal. 201.
60
Prof. A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
(Yogyakarta: ombak dua, 2012), hal. 142-143.
61
Ibid., hal. 143-144.
Pada tahun 1552,Sunan Gunungjati masih bermukim di Banten,
pemerintahan Cirebon ia serahkan kepada putranya, Pangeran Pasareyan. Namun
tidak lama kemudian Pangeran Pasareyan wafat dan menjadikan sebab Fatahillah
harus berpindah ke Cirebon untuk selama-lamanya dari Banten. Perpindahan
Fatahillah ini dimaksudkan untuk memusatkan diri kepada kehidupan rohani dan
penyebaran agama Islam, dan memasrahkan Kota Banten kepada putranya yang
bernama Hasanuddin. Semasa hidupnya Fatahillah diberi gelar sebagai raja-
panditha karena perannya sebagai raja dan ualma besar (wali), Sunan Gunungjati
wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di bukit rendah diluar kota, Gunung Jati.

Sebagai Raja Cirebon kekuasaan politik dan pemerintahan Sunan


Gunungjati tidak terlalu besar, namun sebagai ulama atau wali pengaruhnya
sangat besar. Islam menyebar ke seluruh Tanah Sunda. Sunan Gunung Jati
digantikan oleh cicitnya yakni Pangeran ratu atau Panembahan Ratu hingga 1650.
Dan kemudian dilanjutkan oleh seorang raja yakni Pangeran Girilaya hingga
1677.

Pada tahun 1677 dinasti Cirebon ini terpecah menjadi beberapa cabang
dinasti yang masing-masing mendirikan keraton. Sultan Ageng Tirtayasa
membagi Kesultanan Cirebon menjadi dua, yaitu Kasepuhan yang diperintah oleh
pangeran Martawijaya dan Kanoman yang diperintah oleh Pangeran
Kartawijaya.62

d. Prestasi dan dakwah Islam


Masa pemerintahan Syarif Hidayatullah (1479-1568) merupakan masa
perkembangan Kesultanan Cirebon, pada masa beliau semua undur pada bidang
politik, keagamaan dan perdagangan makin maju. Penyebaran Islam ke daerah
Babadan, Kuningan (Selatan Cirebon), Indramayu, dan Karawang terjadi dengan
damai.63 Pada masa ini Islam mencapai pada masa kejayaan Islam. Pada masa ini
juga terjadi penyebaran islam ke Banten dengan penempatan salah seorang Putra

62
Soedjipto Abimanyu. Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara (Yogyakarta: Laksana,
2014), hal. 204.
63
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara.(Jakarta: PT Gramedia, 2009), hal. 164.
Syarif Hidayatullah yaitu Sultan hasanudin. Penyebaran Islam menggunakan seni
wayang dan topeng juga dengan sastra suluk membuat masyarakat dengan mudah
memahami Islam. Berliau menerapkan tarekat sebagai refleksi atas ajaran Islam
tasawuf dalam bidang kebudayaan
e. Jejak-jejak Peninggalan Kerajaan Cirebon
1. Keagamaan

Berdasarkan Babad Cirebon, Sunan Gunung Jati merupakan penganut


Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari Madzab Syafi’i. sebelum kepergiannaya ke tanah
jawa ia telah mendalami akidaj, syariah, bahkan tasawuf dengantarekatnya.
Tarekatnya yaitu tarekat Kubrawiyah, Bruinessen, Beliau juag belajar tarekat lain
yakni Syattariyah, Qadiriyah dan Naqsabandiyah.64

2. Seni Bangunan dan Ragam Hias


Cirebon tidak dapat terpisahkan dengan unsur-unsur budaya sebelumnya,
yakni budaya Hindu-Budha sebagai refelksi dari keagamaan Islam. Contohnya
yakni65
a. pembentukan kota dari segi Morfologis, kota Cirebon tidak berbeda dengan
kota-kota pusat kesultanan di pesisir utara Jawa, seperti Demak, Banten dan
daerah lain.
b. Bangunan Keraton, keraton Kasepuhan dibagi atas 3 bagian yakni: Pancaniti,
Prabayaksa-Paseban sampai ndalem dan ruangan khusus Sultan
c. Bangunan masjid, Masjid Agung di Kasepuhan dinamakan Sang Cipta Rasa
oleh para Walisongo. Memiliki gaya arsitektur yang khas Indonesia kuno
d. seni ukir dan hiasan, Tembok keraton Kasepuhan banyak dihiasi dengan tegel
delf dan piring-piring porselen Tionghoa.
e. serta naskah-naskah kuno (manuskrip), babad Cirebon, hikayat Hasanuddin.
3. Wayang dan Topeng
Cirebon memiliki 2 khas wayang yakni wayang kulit yang bercerita tetang
kisah mahabarata dan ramayana serta wayang cepak bercerita tentang Panji dan

64
Ibid.,hal. 168-169.
65
Ibid., hal 170-171
Menak yang mengambil kisah-kisah kepahlawanan Amir hamzah yang berkaitan
erat dengan penyebaran Islam.66
4. Seni Sastra
Naskah-naskah kuno (manuskrip) di daerah Cirebon tercatat ada 200
naskah berdasarkan hasil penelitian oleh Pudjiastuti dalam berbagai bentuk
penyajian, yakni prosa dan pupuh (macapat, tembang, skema, dan gambar-
gambar).
Terdapat naskah kuno tentang suluk atau tasawuf yang ditulis oleh
kalangan ulama.Pengaruh spiritual Sunan Gunung Jati tetap berlangsung. Pada
abad ke 16 dan 17 dikeraton-keraton Cirebon telah berkembang kegiatan sastra
yang sangat memikat hati, buktinya, adanya kegiatan mengarang nyanyian
keagamaan Islam (suluk bercorak mistik).67
5. Bukti arkeologis
Bukti bahwa Cirebon telah mengalami pertumbuhan dan masuk wilayah
Kerajaan Sunda Pajajaran adalah ditemukannya sebuah prasasti batu dari
Huludayeuh dekat Cirebon yang aksara dan nama rajanya serupa dengan tulisan
Prasasti batu Tulis Bogor.68
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yang dirancang oleh arsitek Majapahit
yang bernama Raden Sepat. Keraton Kasepuhan Cirebon, Pancaniti merupakan
bangunan yang beratap joglo, bertiang empat, dan tidak memiliki dinding.
Bangunan Gajah Nguling yang merupakan koridor penghubung bangsal jinem ke
bangsal Pringodani. Taman sunyaragi. Gua Sunyaragi merupakan bagian dari
Pakungwati.69

4. Kerajaan Banten
a. Berdiri dan Perkembangannya

66
Ibid., hal 173
67
SKI Fakultas Adab UIN Yogyakarta, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka,
2006), hal. 89.
68
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara.(Jakarta: PT Gramedia, 2009), hal. 162.
69
Budi utomo, bambang. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. (Direktorat Geografi Sejarah:
Jakarta). 2011. Hal 85-91.
Peletak dasar nilai keislaman di kawasan Sunda ialah Nurullah dari
Samudera Pasai. Beliau datang tahun 1525 atau 1526 atas perintah Sultan Demak
(Trenggono). Kedatangan Nurullah atau Syarif Hidayatullah atau Fatahilah yang
kemudian menjadi Sunan Gunung Jati di Jawa bagian barat itu dengan misi
pertama penyebaran Islam dan kedua memperluas wilayah kekuasaan Demak.70
Tercatat kekuasaan Banten saat itu meliputi seluruh Banten, Jayakarta,
Krawang, Lampung dan Bengkulu. Banten yang dulunya hanya merupakan
Kadipaten, pada tahun 1552 berubah menjadi ne
gara bagian Demak dan Pangeran Hasanudin ditunjuk sebagai Sultannya
bahkan tatkala kesultanan Demak runtuh dan di ganti Pajang tahun 1568, Maulana
Hasanudin memproklamasikan Banten sebagai kesultanan yang merdeka dan
indipenden tanpa terkait dengan penguasa Pajang.71
Pusat pemerintahan yang semula berada di Banten Girang dipindahkan ke
Banten Lor (Surosowan). Pada sekitar tahun 1570 M Sultan pertama Banten wafat
dan digantikan putra sulungnya, Pangeran Yusuf. Dalam upaya perluasan wilayah
Islam Maulana Yusuf mencapai sukses besar selama ia berkuasa ke kawasan
pedalaman Sunda dengsn menaklukkan Pakuan Pajajaran pada tahun 157972.
Maulana Yusuf wafat tahun 1580 dimakamkan di Pekalongan Gede dekat
Kasunyatan.73
Meninggalnya Maulana Yusuf menimbulkan intrik politik di istana
Banten. Pangeran Arya Jepara (adik Maulana Yusuf) datang ke Banten untuk
meminta dirinya diangkat menjadi pengganti saudaranya sementara menunggu
pewaris pengganti (yang baru berusia 9 tahun). Akan tetapi Kadli dan pejabat
besar lainnya memutuskan untuk tetap menobatkan Pangeran yang masih belum
dewasa yakni Maulana Muhammad. Adapun masalah jalannya pemerintahan
diperwakilkan kepada Mangkubumi sampai Pangeran dewasa. Merasa tidak

70
Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII (Yogyakarta: PT. Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), hal. 33.
71
Ibid., hal.34.
72
Soedjipto Abimanyu. Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara (Yogyakarta: Laksana,
2014), hal. 152.
73
Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII (Yogyakarta: PT. Kurnia
Kalam Sejahtera, 1995), hal. 35.
terkabul, terjadilah pemberontakan senjata antara kedua belah pihak. Setelah
dewasa Maulana Muhammad terkenal sebagai seorang yang shalih dan memiliki
gairah untuk menyebarluaskan Islam. Walaupun kemajuannya tidak seperti
ayahnya. Ia mencoba menguasai Palembang pada tahun 1596, sebagai bagian dari
usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di Nusantara, namun gagal
karena wafat dalam penaklukan tersebut.
Dilanjutkan digantikam oleh putranya yang masih berusia balita bernama
Sultan Abdul Mufakhir dan diwakilkan kepada Mangkubumi Jayanegara yang
hanya sebentar. Mangkubumi Jayanegara wafat pada tahun 1602 yang
menimbulkan banyak kesuraman kepada kerajaan Banten. Diangkatlah Pangeran
Arya Ranumanggala menggantikan posisi mangkubumi, karena kebijakan
Pangeran Arya Ranumanggala yang sangat tegas memeberikan dampak
berpindahnya orientasi perdagangan di Jayakarta. Maka diutuslah Pangeran
Upatatih untuk mengemban amanah. Ketika sudah cukup dewasa Sultan Abdul
Mufakhir adanya usaha Mataram untuk menganeksasi banten melalui perantaraan
Cirebon. Kemudian diganti oleh Sultan Agung Tirtayasa selama kurang lebih 20
tahun dan Banten mendapatkan keamanan di bawah tangan beliau.
b. Pendiri Dinasti
Peletak dasar kekuasaan Islam di Banten adalah Sunan Gunung Jati. Pada
1525 Sunan Gunung Jati atas nama Demak telah mendarat di Banten. Ia berhasil
menyingkirkan Bupati Sunda dengan cepat pula ia mengambil alih kekuasaan
pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut. Pada tahun 1527 Bandar Sunda
Kelapa menjadi Sasaran penaklukan usaha merebut kota Bandar yang sangat
penting bagi perdagangan Kerajaan Pajajaran memerlukan perjuangan yang
sangat sengit. Portugis karena tidak mengetahui bahwa kota itu telah dikuasai oleh
Islam, ketika datang di Sunda Kelapa pada tahun 1527 untuk mendirikan kota
dagang sebagai raealisasi perjanjiannya dengan Sang Hyang dari Pajajaean pada
tahun 1522, mendapatkan serangan senjata yang sangat kuat. Sunan Gunung jadi
diberi hadiah meriam oeh Sultan Trenggana pada tahun q528-1529 yang kini
namanya diganti menjadi jimat kerajaan.
Sunan Gunung Jati meninggalkan kota Banten karena wafatnya Pengeran
Pasareyan dari Cirebon pada tahun 1552. Dan meninggalkan kota Banten untuk
selama-lamanya dan memasrahkan kota Banten kepada Putranya yang bernama
Hasanudin, hasanudin inilah yang dianggap sebagai pendiri dinasti Sultan banten.
Hasanudin memperbesar dan memperindah kota pelabuhan Banten yang diberi
nama Sura-siji (Surosawan).74
c. Kedudukan dan Peran Ulama
Kedudukan sultan-sultan Banten diakui bukan saja sebagai kepala
pemerintahan tetapi juga kepala agama di wilayahnya. Tidak sedikit kaum ulama
yang ditempatkan di posisi terhormat sebagai suatu sistem dalam kerangka umum
administrasi negara, baik pusat maupun lokal.
Melihat kedudukan ulama begitu terhormat, bukan saja sebagai kaum
rohaniawan tetapi juga menduduki jabatan tinggi pemerintahan, maka perananya
pun dalam ikut serta menjaga stabilitas dan harmonisasi pemerintahan sangatlah
besar.
Ketika terjadi peristirwa penyerbuan atas Pakuan Pajajaran Hindu pada
masa pemerintahan Maulana Yusuf, peran ulama sangat besar, bukan saja sebagai
pemberi spirit tetapi juga terlibat dalam pertempuran. Suasana harmonis antara
ulama dan umara’ berjalan hingga terjadinya aneksasi Belanda. Kesempatan
ulama untuk kebijakan pemerintah tidak ada lagi peluang, semua diatur oleh
Belanda.
d. Prestasi Kejayaan Kesultanan Cirebon
1. Pusat Perdagangan di Selat Sunda
Faktor utama yang mendorong Banten menjadi pusat perdagangan karena
letaknya yang menghadap ke Lautan Hindia itu mejadi pintu gerbang bagi
pelayaran perdagangan dari Barat yang akan masuk ke Indonesia. Selain itu
Banten menjadi pelopor lada terbanyak di Indonesia.
2. Banten dibawah Sultan Agung Tirtayasa (1651-1662)

74
Prof. A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
(Yogyakarta: ombak dua, 2012), hal. 148-150
Untuk mewujudkan cita-citanya mengembalikan dan kejayaan dan
kemakmuran Banten seperti pada masa silam, usaha yang dilakukan:
a. Memajukan dan memperluas perdagangan banten dengan meluaskan
daerah kekuasaannya
b. Mengusir Belanda dari Batavia, yang dipandangnya sebagai sumber
kemunduran Banten
3. Struktur pemerintahan di Banten
Agama mendapat tempat tersendiri dlam kesultanan Banten. Pengaruh
kaum ulama sangat besar dalam pemerintahan. Sultan Agung Tirtayasa
mengangkat Syeh Yusuf, seorang ulama yang berasal dari Makasar menjadi
penasihat agama kerajaan.
e. Jejak-jejak peninggalan Kerajaan Banten
Jejak arkeologis Banten diantaranya:
a) Bendera Banten abad ke-19 dengan kaligrafi Arab, disimpandi museum
nasional, Jakarta75
b) Mahkota Sultan Banten dari emas dan permata , pada abad ke-16. Sekarang
disimpan di Museum Nasional.76
c) Istana Keraton Surosowan banten, keadaan bangunan keraton sudah berupa
puing-pyuing dan fondasi bangunan.
d) Masjid Agung Banten, berupa sebuah komplek. Terdiri dari bangunan masjid,
bangunan tiyamah, bangunan menara, dan tempat pemakaman.
e) Keraton kaibon, tempat tinggal ibunda Sultan yaitu Ratu Aisyah.
f) Benteng Speelwijk, bangun yang terbuat dari batu karang dibuat pada tahun
1685-1686 sebagai tanda kenangan untuk gubernur Jendral VOC Cornelis.
g) Masjid Kasunyatan, merupakan satu kompleks yang dikelilingi tembok batu.
Dalam kompleks terdapat bangunan masjid, kolam, gapura, makam, dan
menara.77

75
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara.(Jakarta: PT Gramedia, 2009), hal. 112.
76
Ibid., hal. 116.
77
Budi utomo, bambang. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. (Direktorat Geografi Sejarah:
Jakarta). 2011. Hal 75-79.
BAB III
PENUTUPAN

KESIMPULAN

Kerajaan Demak ini merupakan kerajaan islam yang muncul pertama kali di Jawa.
Kerajaan besar yang muncul setelah Majapahit yang berhasil menguasai Pulau
Jawa. Kerajaan ini juga memegang peranan penting terhadap penyebaran islam di
Pulau Jawa.

Setelah Kerajaan Demak runtuh dan kemudian dilanjutkan oleh Kerajaan Pajang
yang dipimpin oleh Sultan Adiwijaya yang juga beberapa tahun kemudian
mengalami keruntuhan, maka berdirilah Kerajaan Mataram Islam dan mulai
terkenal sebagai kerajaan besar di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur

Kerjaan Cirebon yang proses keislamannya berkembang dan maju pesat pada saat
pemerintahan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Kerajaan terus
berkembang hingga pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa dibagi
menjadi 2 yaitu Kasepuhan dan Kanoman.

Kerajaan Banten, peletak dasarnya ialah Sunan Gunungjati yang kemudian


diberikan kepada anaknya Sultan Hasanudin yang kemudian proses keislamannya
dikembangkan oleh beliau. Karena Banten merupakan pusat perdagangan dunia
yang dikenal ladanya maka, proses keIslamannya ditandai dengan masuknya para
pedagang dari berbagai penjuru seperti Cina, India dan Arab dan kalah lagi
dengan Belanda yang mulai menjajah Banten. Puncak kejayaannya dipegang oleh
Sultan Agung Tirtayasa.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, soedjipto. 2014.Kearifan Raja-Raja Nusantara: Sejarah dan


Biografinya. Yogyakarta: Penerbit Laksana.

Budi utomo, bambang. 2011. Atlas Sejarah Indonesia Masa Islam. Jakarta:
Direktorat.

Daliman. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di


Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Darmawijaya. 2010. Kesultanan Islam Nusantara. Jakarta Timur:Pustaka Al-


Kautsar

Harun, Yahya. 1995. Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII. Yogyakarta:
PT. Kurnia Kalam Sejahtera.

SKI Fakultas Adab UIN Yogyakarta. 2006. Sejarah Peradaban Islam di


Indonesia. Yogyakarta: Pustaka.

Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: PT Gramedia.

Yusuf, mundzirin dkk.2006.Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta:


Penerbit Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai