KELOMPOK 11
Mauhibatuzziadah
Mawaddatul Ulya
dan karunianya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karuniannya pula,
saya dapat menyelesaikan makalah tentang pengertian Pancasila. Yang insya allah tepat pada
waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak dosen mata pelajaran kuliah Hadist yang telah
memberi arahan terkait makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin saya tidak akan dapat
Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, saya mengharapkan
kritik dan saran bapak dosen demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................
A. Kesimpulan..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, yang
setiap muslim wajib mengikuti danmengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat didalamnya.
Untuk mengetahui hal yang terkait dengan Hadis Nabi tersebut, maka para ulama Hadis
telah menyusun ilmu yang dikenal dengan ulumul hadis yang salah satu cabang dari ilmu
Hadis, salah satu bidang ilmu yang harus dikaji oleh setiap pelajar Islam adalah ilmu
Takhrij Hadis, merupakan langkah awal kegiatan penelitian Hadis. Dengan metode ini
kita dapat mengetahui letak Hadis tersebut dari sumber aslinya, yang disebutkan
sanadnya dan dijelaskan martabatnya atau tingkatannya, apakah Hadistersebut Marfu’,
Mauquf, atau Maqthu’
Pada mulanya ilmu Takhrij Hadis tidak dibutuhkan oleh para ulama dan peneliti
Hadis, karena pengetahuan mereka tentang sumber Hadis ketika itu sangat luas dan baik.
Hubungan mereka dengan sumber Hadis juga kuat sekali, sehingga apabila mereka
hendak membuktikan keshahihan sebuah Hadis,mereka dapat menjelaskan sumber Hadis
tersebut dalam berbagai kitab Hadis, yang metode dan cara-cara penulisan kitab Hadis
tersebut mereka ketahui1. Namun beberapa periode setelahnya, para Ulama mulai merasa
kesulitan untuk mengetahui sumber dari suatu Hadis, apalagi setelah berkembangnya
karya-karya Ulama dalam bidang Fiqh, Tafsir, dan Sejarah, yang memuat Hadis-Hhadis
Nabi Saw, yang kadang-kadang tidak menyebutkan sumbernya, maka ulama Hadis
terdorong untuk melakukan Takhrij terhadap karya-karya tersebut.Dari sinilah mulai
muncul kitab-kitab Takhrij.Dari ilustrasi diatas, penulis merasa penting untuk mengkaji
dan membahas Takhrij Hadis.
BAB II
1
Muhammad Teungku Hashbi Ash Shidqi. Sejarah &Pengantar ILMU HADIS. (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2009). h. 43.
PEMBAHASAN
Takhrij menurut bahasa berasal dari kata kharaja ( )خرجyang berarti واالبرازE االظهارyang
artinya tampak atau jelas2.Takhrij Secara bahasa berarti juga berkumpulnya dua perkara yang
saling berlawanan dalam satu persoalan, namun secara mutlak, 3Takhrij dapat diartikan oleh para
ahli bahasa adalah mengeluarkan, menampakkan, meriwayatkan, melatih, dan mengajarkan.
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber aslinya yang dijelaskan
sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
2
Agus Suyadi, dkk, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 189.
3
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), h. 2.
4
Agus Suyadi, dkk, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 190.
5) Mengemukakan letak asal Hadis pada sumbernya yang asli, yakni kitab di dalamnya
dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian dijelaskan kualitas
sanad Hadis tersebut.
Dari uraian defenisi di atas, Takhrij dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Memaparkan atau mengemukakan Hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para
rawinya yang ada dalam sanad Hadis itu.
2) Mengemukakan asal-usul Hadis sambil dijelaskan sumber pengambilannya dari berbagai
kitab Hadis.
3) Mengemukakan Hadis-Hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-kitab yang
didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad Hadis-Hadis tersebut, dengan
metode dan kualitas para rawi sekaligus Hadisnya. Dengan demikian, pentakhrij-an Hadis
ialah penelusuran atau pencarian Hadis dalam berbagai kitab Hadis (sebagai sumber asli dari
Hadis yang bersangkutan), baik menyangkut materi atau isi (matan), maupun jalur
periwayatan (sanad) Hadis yang dikemukakan.
B. Manfaat Takhrij Hadist
1) Memperkenalkan sumber-sumber Hadis, kitab-kitab asal dari suatu Hadis beserta Ulama
yang meriwayatkannya.
2) Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahui apakah Munqathi’, Mu’dhal, atau
lainnya.
3) Memperjelas hukum Hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti Hadis Dha’if melalui satu
riwayat, maka dengan Takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat
mengangkat status Hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
4) Memperjelas perawi Hadis yang samar, karena dengan adanya Takhrij dapat diketahui nama
perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5) Memperjelas perawi Hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara
sanad-sanad.
6) Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
7) Dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
5
Nawir Yuslem, Metodologi Penelitian Hadis, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), h. 20.
8) Dapat mengungkap karaguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.
9) Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafaz dan yang
dilakukan dengan makna saja.
10) Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya Hadis.
C. Cara Pelaksanaan Takhrij Hadist
Di dalam melakukan Takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai pedoman, yaitu:6
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan tentang metode-metode diatas
7
Metode Takhrij Hadis menurut lafaz pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafaz
pertama matan Hadis, sesuai dengan urutan huruf-furuf hijaiyah dan alfabetis, sehingga metode
ini mempermudah pencarian Hadis yang dimaksud.
Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah yang harus dilakukan
adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan
yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan Hadis
tersebut terdapat di halaman 2014. Berarti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV.
Setelah di periksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;
6
Ibid, h. 23.
7
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 138.
8
Agus Suyadi,dkk, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 197.
ب َ لَ ْي َسال َّش ِد ْي ُدبِالصُّ رْ َع ِةِإنَّ َماال َّش ِد ْيدُالَّ ِذ ْييَ ْملِ ُكنَ ْف َسهُ ِع ْند َْالغ: صلَىالله َعلَ ْي ِه َو َسلّ َمقَا َل
ِ َض َ َع ْنَأبِ ْيه َُر ْي َرةََأنَّ َرسُوْ اَل لله
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang yang kuat perkasa itu
bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat
adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah”.9
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan yang besar bagi
seorang mukharrij untuk menemukan Hadis-Hadis yang dicari dengan cepat. Akan tetapi,
metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila terdapat kelainan atau perbedaan lafaz
pertamanya sedikit saja, makaakan sulit unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh
;
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari Hadis tersebut adalah iza atakum ()اَتَا ُك ْماِذا.
Namun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafaz pertamanya adalah law atakum
Metode ini adalah metode yang berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan Hadis,
baik berupa kata benda ataupun kata kerja10.Dalam metode ini tidak digunakan huruf-huruf,
tetapi yang dicantumkan adalah bagian Hadisnya sehingga pencarian Hadis-Hadis yang
dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala
menitikberatkan pencarian Hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang
penggunaanya.
َ ِ يُْؤ َك َل َأ ْن ِريَ ْي ِن ْال ُمتَبَا طَ َع ِام ع َْن نَهَى َو َسلَّ َم َعلَ ْي ِه هّللا
صلَّى النَّبِ َي اِ َّن
9
Nawir Yuslem, Metodologi Penelitian Hadis, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), h. 25.
10
Ibid, h. 26.
Dalam pencarian Hadis di atas, pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-kata naha (
)نَهَى ta’am ( )طَ َعام, yu’kal ( ْ)يُْؤ كَل al-mutabariyaini (ين ِ َ)ال ُمتَب. Akan tetapi dari sekian kata yang
ِ َاري
dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata al-mutabariyaini (ْن ِ Eَ)ال ُمتَب
ِ اريَيE
karena kata tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama Hadis, penggunaan
َ َ )تَبdi dalam kitab induk Hadis (yang berjumlah Sembilan) hanya dua kali.
kata tabara (ارى
Beberapa keistimewaan metode ini adalah (1) Metode ini mempercepat pencarian Hadis;
(2) Para penyusun kitab-kitab Takhrij dengan metode ini membatasi Hadis-Hadisnya dalam
beberapa kitab, juz, bab dan halamnnya; (3) Memungkinkan pencarian Hadis melalui kata-kata
apa saja yang terdapat dalam matan Hadis.
Selain mempunyai keistimewaan, metode ini juga memiliki kelemahan diantaranya (1)
Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmunya secara
memadai, karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata
dasarnya, seperti kata muta’ammidan mengharuskan mencarinya melalui kata ‘amida; (2)
Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang menerima Hadis dari Nabi
SAW. Karenanya, untuk mengetahui nama sahabat, harus kembali kepada kitab-kitab aslinya
setelah men-Takhrij nya dengan kitab ini; (3) Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan
satu kata sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu Hadis, baik, perawi tersebut dari
kalangan sahabat, bila sanadnya Muttashil sampai kepada Nabi SAW, atau dari kalangan
Tabi’in, apabila Hadis tersebut Mursal11. Metode ini mencantumkan Hadis-Hadis yang
diriwayatkan oleh perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam
metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap Hadis yang hendak di Takhrij, dan
setelah itu barulah mencari nama perawi pertama tersebut
Keuntungan dengan metode ini adalah, bahwasanya proses Takhrij dapat diperpendek;
karena dengan metode ini diperkenalkan sekaligus para ulama Hadis yang meriwayatkannya
beserta kitab-kitabnya.
11
Ibid, h. 29.
Akan tetapi, kelemahan dari metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik,
apabila perawi pertama hadis yang hendak diteliti itu tidak diketahui, dan demikian juga
merupakan kesulitan tersendiri untuk mencari Hadis diantara Hadis-Hadis yang tertera dibawah
setiap perawi pertamanya yang jumlahnya kadang-kadang cukup banyak.
Maksud dari metode ini adalah penelusuran Hadis yang didasarkan pada topik, seperti
bab shalat, nikah, dan jual beli 12. OLeh karena itu, untuk melakukan Takhrij dengan metode ini,
perlu terlebih dahulu disimpulkan tema-tema dari suatu hadis, dan kemudian baru mencarinya
melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini.
Keistimewaan dari metode ini adalah, bahwa metode ini hanya menuntut pengetahuan
akan kandungan Hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang lafaz pertamanya, pengetahuan
bahasa arab dengan perubahan katanya, atau pengetahuan lainnya. Metode ini juga mendidik
ketajaman pemahaman Hadis pada diri peneliti, memperkenalkan kepadanya maksud Hadis yang
dicarinya dan Hadis-Hadis yang senada dengannya.
Akan tetapi, metode ini juga tidak luput dari kekurangan, terutama apabila kandungan
Hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti, sehingga dia tidak dapat menentukan temanya,
maka metode ini tidak mungkin diterapkan. Demikian juga, apabila pemahaman si mukharrij
tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab, maka dia akan mencari Hadis tersebut ditempat
yang salah. Umpamanya, Hadis semula disimpulkan oleh mukharrij sebagai Hadis peperangan,
ternyata penyusun kitab diletakkan pada Hadis tafsir.
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para ulama Hadis
dalam menyusun Hadis-Hadis, yaitu 13penelusuran hadis berdasarkan status hadis. Karya-karya
tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya, seperti
12
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), h. 9.
13
ibidI, h. 9.
Hadis-Hadis Qudsi, Hadis Masyhur, Hadis Mursal, dan lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan
membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah melakukan takhrij hadis.
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses Takhrij. Hal ini karena
sebagian besar hadis-Hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat
sedikit, sehingga tidak tidak memerlukan upaya yang rumit.Namun, karena cakupannya sangat
terbatas, dengan sedikitnya hadis-Hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus
menjadi kelemahan dari metode ini.
Demikianlah metode-metode Takrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti Hadis
dalam rangka mengenal Hadis-Hadis Nabi SAW dari segi sanad dan matan nya, terutama dari
segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud) nya suatu Hadis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan Takhrij Hadis adalah menunjukkan atau
mengemukakan letak asal Hadis pada sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya di
kemukakan Hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian dijelaskan
kualitas Hadis yang bersangkutan.
Adapun manfaat kita mempelajari Takhrij Hadis adalah, (1) Memperkenalkan sumber-
sumber Hadis, kitab-kitab asal dari suatu Hadis beserta Ulama yang meriwayatkannya;
(2)Memperjelas perawi Hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan diantara
sanad-sanad; (3)Dapat mengungkap karaguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi;
(4)Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya Hadis.
Dalam melaksanakan Takhrij Hadis, adapu metode yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011.
Majid Kon Abdul, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, Jakarta: AMZAH, 2014.
Yuslem Nawir, Metodologi Penelitian Hadis, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.