mengeluarkan dan mengajarkan.1 Takhrīj ( )َتْخ ِر يْجbersal dari kata kharraja ( )َخ َّر َج
( )َخَّر َج ِت الَس َم اُء ُخ ُرْو ًجartinya : “langit tampak cerah setelah mendung”.
bahasanya adalah “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang
satu”. Kata at-takhrīj sering digunakan pada beberapa jenis pengertian, di antaranya
sanadnya sendiri. Seperti dikatakan ( )َهَذ ا الَح ِد ْيُث َاْخ َر َج ُه ُفاَل ٌنitu berarti pengarang
menyebut suatu Hadis dengan sanadnya pada kitab yang dikarangnya sendiri. Para
ahli Hadis berpendapat bahwa kata dari ikhrāj ( )ِاْخ َر اُجmemiliki pengertian atau arti
1
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, Jakarta : AMZAH 2014. Hal. 2
2
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis, Semarang : Dina Utama Semarang.
Hal. 2
3
M. Syuhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta : Bulan Bintang 1992. Hal.
39
yang sama dengan kata takhrīj ( )َتْخ ِر يْج. Perkataan dari ( )َهَذ ا الَح ِد ْيُث َخ َّر َج ُه ُفاَل ٌنsama
dengan ( )َهَذ ا الَح ِد ْيُث َاْخ َر َج ُه ُفاَل ٌن. Menurut pendapat al-Qāsimi kebanyakan para ulama
ahli Hadis setelah membawa suatu Hadis mereka mengatakan, “Hadis ini dikeluarkan
oleh si fulan” maksud daripada si fulan disini adalah mukharrij ( )ُم َخ ِّر ْجpelaku
takhrīj, atau orang yang menyebutkan riwayat Hadis seperti imam Bukhārī.
Lalu pada kalimat ( )َهَذ االِكَتاُب َخَّر َج ُه ُفاَل ٌن َو ْسَتْخ َر َج ُهpara ulama-ulama
dengan sanad miliknya sendiri, dan dalam sanadnya itu bertemu dengan
perawi yang ada dalam sanad pengarang kitab sebelumnya, baik itu guru dari
)َخَّر َج َاَح اِد ْيَث ِكَتاِب َك َذ اmaksudnya adalah mengembalikan suatu Hadis pada
ulama ahli Hadis yang menyebutkannya dalam kitab mereka berupa jawāmi’,
penjelasan terkait kriteria hukum dari suatu Hadis, beliau beralasan karena
pada masa awal, ulama belum meneliti masalah takhrīj dan juga belum
Menurut pandangan dari Nawir Yuslem, hakikat dari takhrīj ialah melakukan
kegiatan penelusuran atau pencarian suatu Hadis pada berbagai sumber asli kitab
4
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal. 2-3
Hadis yang mana di dalam sumber tersebut dituliskan secara lengkap matan dan
sanad Hadisnya.5
pencarian atau penelusuran suatu Hadis pada berbagai sumber asli kitab dari Hadis
yang bersangkutan, yang mana di dalam sumber tersebut dituliskan secara lengkap
secara lengkap dan juga matan yang utuh dengan metode periawayatan Hadis
yang ditempuhnya.
2. Para Ulama Hadis menjelaskan, berbagai Hadis yang sudah disampaikan oleh
riwayatnya sendiri ataupun riwayat gurunya, temannya atau orang lain dengan
Seperti Imam al-Baihaqī yang sudah mengambil banyak Hadis dari kitab
pengambilannya.
5
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis: Jakarta : PT. Mutiara Sumber Widya. Hal. 395
6
M. Syuhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis Nabi,… Hal. 41
4. Mengungkapkan Hadis Nabi Saw., dengan berdasarkan sumber atau berbagai
berbagai sumber asli, dalam sumber asli tersebut sudah dikemukakan secara
yang baru dari segala sesuatu. Pengertian dari kata Hadis mengandung arti sedikit dan
banyak. Jamaknya adalah ( )َاَح اِد ْيُث, seperti pada kata ( )َقِط ْيُعbentuk jamaknya adalah (
)َاَقاِط ْيُع.
َفَلَع َّلَك َٰب ِخ ٌع َّنْفَس َك َع َلٰٓى َء اَٰث ِر ِهْم ِإن َّلْم ُيْؤ ِم ُنو۟ا ِبَٰه َذ ا ٱْلَح ِد يِث َأَس ًفا
hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan
Maksud dari kata Hadis dalam ayat al-Qur’an di atas ialah al-Qur’an.
7
M. Syuhudi Ismail, Metodelogi Penelitian Hadis Nabi,… Hal. 39
Yakni sampaikanlah risalah yang dibebankan kepadaku. Dengan begitu secara
Dalam pengertian lain Hadis adalah jadīd, lawan dari kata qadīm yang artinya
yang baru ḥidaṡ, ḥudaṡa’ dan ḥudūṡ. Hadis juga berarti qarīb yang berarti yang dekat
atau yang belum lama terjadi. Hadis berarti juga sebagai khabar yang artinya berita,
kepada orang lain) dari makna inilah kemudian diambil perkataan Hadis Rasulullah. 9
pengertiannya adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw. Akan tetapi
hal ini juga terkadang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in.
Lalu ada kata khabar yang dimaksudkan juga dengan segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Saw juga disandarkan kepada sahabat dan juga kepada
tabi’in. Tetapi, para fuqaha khurasan menyebut aṡar untuk yang mauquf dan untuk
Nabi Saw., secara lengkap baik darisegi matannya maupun sanad Hadis yang bisa
ditemukan di kitab-kitab induk atau kitab yang lainnya. Dan untuk menemukan
kualitas Hadis diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap Hadis yang sudah
8
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, Terjemahan Gaya Media Pratama : Jakarta
Cet. 5 2013. hal. 7-8
9
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Pustaka Rizki Putra :
Semarang Edisi ke-3 2009. Hal. 3
10
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits.. Hal. 9
Tujuan dari kegiatan takhrīj Hadis ialah untuk mengetahui sumber asli dari
tersebut. Adapun manfaat dalam melakukan kegiatan takhrīj Hadis ini diantaranya
adalah:11
asli dari suatu Hadis juga siapa saja ulama yang meriwayatkannya.
sanadnya.
3. Melakukan kegiatan takhrīj bisa memperjelas keadaan dari suatu sanad Hadis.
ḍa’if. Maka, akan sangat mungkin mendapati Hadis yang sama dengan
6. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa juga memperjelas perawi yang samar.
sanad.
sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya,
ketersambungannya.
10. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa membatasi nama perawi yang
sebenarnya. Hal ini bisa saja ada perawi-perawi yang memiliki gelar yang
sama. Dengan adanya sanad dari yang lain maka nama perawi yang
12. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa memperjelas arti kalimat yang asing
13. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa menghilangkan hukum syadz yang ada
14. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa membedakan Hadis yang mudraj dari
17. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa membedakan antara periwayatan yang
18. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa menjelaskan waktu dan tempat
munculnya Hadis.
19. Melakukan kegiatan takhrīj Hadis bisa menjelaskan sebab adanya Hadis, yaitu
Melakukan kegiatan takhrīj pada suatu Hadis itu artinya mengungkap para
perawinya dalam kitab sumber disertai dengan bab dan juga hal-hal yang berkaitan
dengan kitabnya. Dan untuk mengetahui penjelasan suatu Hadis disertai dengan
Hadis yang dituliskan. Ketikan menggunakan metode ini peneliti Hadis harus
mencarinya sesuai dengan huruf pertama dalam Hadis, lalu dalam kitab kamus Hadis
mencarinya dengan menggunakan urutan huruf hijaiyah, seperti alif, ba’, ta’ dan
seterusnya. Contoh :
َس َّيُد اَألَّياِم َيْو ُم الُج ُمَعِةlangkah dalam melakukan pencarian Hadis di samping ini adalah
sebagai berikut :
d. Begitu seterusnya hingga sesuai dengan lafal pada awal matan Hadis.
kemungkinannya bisa dengan cepat menemukan Hadis yang sedang ditelusuri. Hanya
saja kekurangannya adalah ketika lafal Hadis pertamanya memiliki perbedaan atau
terdapat kelainan lafal meskipun hanya sedikit itu dapat mempengaruhi dalam proses
13
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal.17
Melihat Hadis di atas, lafal pertama dari Hadis tersebut adalah ( )ِاَذ اَاَتاُك ْمtetapi
jika lafal yang kita hafal atau yang diingat adalah ( )َلْو َاَت اُك ْمmaka proses dalam
matan suatu Hadis, baik itu berupa kata kerja maupun dalam bentuk kata benda.
terkait nama-nama kitab induk dan nama ulama yang meriwayatkannya dicantukan
Dalam melakukan takhrīj para ulama yang menyusun kitab-kitab seperti ini
menitikberatkan pada lafal-lafal yang asing. Semakin lafal yang dicari itu asing
(gharīb) maka akan semakin efisien dan mudah untuk menemukannya. Contoh :
ِاَّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َنَهى َع ْن َطَع اِم الُم َتَباِرَيْيِن َاْن ُيْؤ َك َل
Meskipun kata yang digunakan dalam matan Hadis di atas banyak yang bisa
digunakan, seperti ()ُيْؤ َك ُل ( )َطَع ام( )َنَهى, tapi sangat dianjurkan untuk mencarinya pada
kata ( )ْالُم َتَباِر َيْيِنitu karena kata tersebut sangat jarang sekali digunakan. Sehingga
membuatnya sangat mudah untuk ditemukan sumber asalnya. Menurut penelitian kata
( )َتَباَر ىsangat jarang digunakan. Bahkan dikatakan hanya dua kali disebutkan di
Hadis.
b. Bisa melakukan pencarian dengan kata apa saja yang ada pada matan Hadis.
dengan menyebutan nama dari kitab berkaitan, juz, bab dan halaman.
Bahasa Arab yang mumpuni. Itu karena dalam metode ini mengharuskan
Seperti pada kata ( )ُم َتَعِّم ًداdan harus mencarinya dalam kata dasar yaitu ( )َع ِم َد.
b. Terkadang Hadis yang dicari tidak bisa didapatkan hanya dengan satu kata.
c. Dalam metode ini tidak diketahui nama dari perawi pertama atau sahabat yang
pertama dalam Hadis, baik itu dari para sahabat yang Hadisnya bersambung sampai
kepada Rasulullah ataupun dari kalangan tabi’in jika itu termasuk Hadis mursal.
14
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal. 60-61
Langkah awal dalam melakukan takhrīj dengan metode ini adalah dengan
mengenal terlebih dahulu perawi pertama dari Hadis yang bersangkutan lewat kitab-
ini dalam kitab-kitab takhrīj yang menggunakan metode perawi pertama seperti kitab-
kitab aṭrāf ataupun kitab musnad. Setelah menemukan perawi pertama yang
yang terdapat dalam suatu matan Hadis. Setelah mendapati Hadis yang hendak
15
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal. 78
ditakhrīj. Maka, hal pertama yang harus dilakukan dalam hal ini adalah menentukan
tema dari Hadis yang bersangkutan. Terkadang suatu Hadis bisa memiliki banyak
tema di dalamnya. Yang harus dilakukan ialah mencarinya melalui tema-tema yang
َش َهاَد َة َاْن اَل ِاَل َه ِااَّل ُهّللا َو َاَّن ُمَح َّم ًدا َر ُس ْو ُل ِهّللا َو ِاَق اِم الًّص اَل َة: ُبِنَي ْااِل ْس اَل ُم َع َلى َخ ْمَس ٍة
َو ِاْيَتاِء الَّز َك اِة َو َص ْو ِم َر َم َض اَن َو َح ِّج اْلَبْيِت ِلَمِن اْسَتَطاَع ِاَلْيِه َس ِبْياًل
yaitu tentang iman, zakat, tauhid, shalat, haji dan tentang puasa. Jika sudah
menentukan tema yang terkandung dalam matan Hadis, langkah selanjutnya adalah
tema dalam matan suatu Hadis. Karena, jika mendapati kesulitan dalam menentukan
tema dalam matan Hadis maka, proses Takhrīj akan sulit dilakukan.
perawi pertama dalam Hadis sebagaimana metode ketiga. Yang harus dimiliki
c. Metode ini juga sangat membantu memahami maksud Hadis, juga untuk
mencari Hadis yang senada dengan Hadis yang berkaitan. Hal ini akan sangat
a. Ketika seorang peneliti tidak bisa menentukan tema Hadis ataupun kesulitan
Hadis berbeda dengan penyusun. Akibatnya, ini menjadi hal yang tidak
terduga oleh seorang peneliti ketika Hadis yang dimaksud diletaknya oleh
yang seperti ini yaitu metode takhrīj yang menggunakan metode klasifikasi Hadis.
Kitab-kitab jenis seperti ini sangat membantu dalam melakukan kegiatan penelusuran
16
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal.122-123
Kelebihan dan kekurangan dalam metode klasifikasi Hadis
dalam melakukan kegiatan Takhrīj. Karena, sebagian besar Hadis-hadis yang ditulis
berdasarkan klasifikasinya yang dimuat dan ditulis dalam kitab itu sangat sedikit, dan
sangat simpel. Dan kekurangannya adalah terbatasnya kitab-kitab Hadis yang ditulis
berdasarkan klasifikasinya.17
Untuk melakukan kegitan Takhrīj Hadis, banyak sekali kitab-kitab yang telah
baik kitab yang kecil maupun kitab-kitab Takhrīj dalam bentuk yang besar. Berikut
Jalāluddīn al-Suyūṭi
Suyūṭi
17
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal.195
18
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal. 16
b. Kitab Fihris Ṣaḥīḥ Muslim karya Muhammad Fuād 'Abdu al-Bāqī
Mizzī
d. Kitab-kitab Musnad
Jalāluddīn al-Suyūṭi
19
Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis Kajian Tentang Metodelogi Takhrij dan Kegiatan
Penelitian Hadis, Bandung : Tafakur 2012. Hal. 29-73
e. Kitab al-Kāmil Fī al-Ḍu'afāi karya Ibnu 'Adi
dari segi sanad maupun matan, diperlukan terlebih dahulu rumusan Hadis ṣaḥiḥ dari
ulama-ulama terdahulu yang sudah mengalami perkembangan dari masa ke masa. Ini
perlu dilakukan mengingat rumusan Hadis ṣaḥiḥ adalah pondasi utama sebagai tolak
Selain itu ada rumusan lain tentang Hadis ṣaḥīḥ di kalangan ulama yang
20
Abu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij Hadis… Hal. 196
21
Dr. Asrar Mabrur Faza, Hadis-hadis Bermasalah dalam Shahīh Muslim Kritik Sisi
Kontoversial Hadis, Yogyakarta : Zahir Publishing 2021. Hal. 79
al-Ṣalāḥ, yaitu: "Hadis ṣaḥīḥ adalah Hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh (perawi) adil (dan) dābit dari (perawi) yang dābit dan adil
(pula) hingga jalur sanad terakhir dan tidak mengandung syāz dan ‘illat".
rumusan seperti rumusan Ibnu Ṣalāḥ tentang standar keṣaḥīḥan Hadis dengan
orang kepercayaan dari orang kepercayaan sejak dari awal sampai akhir
serta Subhi Salih mengikuti rumusan dari Ibnu Ṣalāḥ meskipun dalam
dapat disimpulan tolak ukur keṣaḥīḥan sanad Hadis adalah sebagai berikut :
dari awal sanad sampai kepada akhir sanad. Batasan dari akhir sanad ini
ada 3 macam, yaitu Hadis yang sanadnya sampai kepada Rasulullah Saw.,
disebut marfu’, Hadis lain yang hanya sampai pada tingkat sahabat Nabi
Saw., disebut mauqūf dan Hadis lain yang hanya sampai pada tingkat
22
Asrar Mabrur Faza, Hadis-hadis Bermasalah dalam Shahīh Muslim Kritik Sisi
Kontoversial Hadis, Yogyakarta : Zahir Publishing 2021. Hal. 80-81
tabi’in disebut maqtū. Ketiga batasan akhir ini menjadi penentu dari
Keadilan atau al-‘adālah yang ditekankan dalam hal ini adalah tentang
terhindar dari anggapan syādz atau keganjilan yaitu suatu kondisi dari
lain yang lebih banyak darinya ataupun lebih tinggi kualitas hafalannya.
Syarat lain yang harus ada pada perawi adalah para perawi Hadis terhindar
dari‘illāt. Jalur sanad yang memiliki kecacatan ini bisa berakibat pada
23
Dr. Asrar Mabrur Faza, Hadis-hadis Bermasalah dalam Shahīh Muslim Kritik Sisi
Kontoversial Hadis, Yogyakarta : Zahir Publishing 2021. 82-83
(idraj) antara Hadis, maka hal ini diperlukan adanya pembuktian terhadap
ada atau
Untuk menentukan ṣaḥīḥ atau tidaknya sanad suatu Hadis, maka semua
kaidah yang sudah dipaparkan di atas harus terpenuhi dan dijadikan sebagai acuan
24
Dr. Asrar Mabrur Faza, Hadis-hadis Bermasalah dalam Shahīh Muslim Kritik Sisi
Kontoversial Hadis, Yogyakarta : Zahir Publishing 2021. Hal. 87-92