Anda di halaman 1dari 10

A.

Pendahuluan
Meneliti suatu kebenaran berita merupakan bagian upaya
membenarkan yang benar dan membatalkan yang batil. Hadist merupakan
sumber ajaran islam yang kedua setelah Al-qur’an. Oleh karena itu,
penelitian tentang kebenaran tentang hadis-hadis nabi itu penting. Sebab,
untuk menghindari diri dari pemakaian dalil-dalil palsu yang digunakan
untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Karena di antara fungsi hadis
menetapkan hukum-hukum yang ada di Al-qu’ran, serta menafsirkan
ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mujmal.
Hadis memiliki beberapa cabang. Diantaranya pembagian hadis
ditinjau dari segi kuantitasnya. Makna tinjauan dari segi kuantitas disini
adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjaditiga bagian
yakni mutawatir, ahad, dan masyhur. Ada juga yang menyebutkan dua
bagian yakni mutawatir dan ahad. Hadis ahad merupakan salah satu
hadist yang ditinjau dari segi kuantitasnya. Dalam makalah ini akan
menjelaskan secara khusus posisi hadis ahad dalam kaitannya tentang
pengertian, klarifikasi, kedudukan, serta contoh-contoh dari hadis ahad
tersebut.
B. Pengertian
Menurut bahasa berasal dari kata aḥād adalah jamak dari wāhid
atau aḥād yang artinya “satu”. Menurut istilah seperti yang ditulis oleh
Mahmūd Ṭahhan dalam bukunya “Taisīr fī Musṭalaḥi al-ḥadīṡ” adalah

‫ُهَو مَا َال َىْح َتِو ي َع َل ُش ُر وِط الَّتَو اُتِر‬


“Hadis yang tidak memenuhi syarat hadis mutawātir”.1
Hadis ahad adalah jenis hadis yang tidak memenuhi ketentuan
hadis mutawatir. Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh kurang dari
(minimal) sepuluh perawi, di salah satu thabaqat (tingkatan) maupun di
1 KementerianAgama, hadis-ilmu hadis kelas XI, (Jakarta:kementerian
agama,2015), hlm.37-38

1
2

seluruh thabaqatnya. Hadis ahad adalah jenis periwayatan yang masih


memungkinkan adanya penyelewengan, manipulasi dan praktek
kebohongan di dalamnya.
Abdul Wahab Khalaf menyebutkan bahwa hadis ahad adalah hadis
yang diriwayatkan oleh satu, dua orang atau sejumlah orang, tetapi
jumlahnya tidak sampai jumlah perawi hadis mutawatir. Sedangkan
menurut Hasbi Ash-shiddiqi, hadis ahad disefinisikan sebagai “khabar
yang jumlah perawinya tidak sampai sebanyak jumlah perawi hadis
mutawatir, baik perawinya satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya
yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak
sampai kepada jumlah perawi hadis mutawatir.2
C. Klasifikasi hadits ahad
Adapun berdasarkankan thabaqahnya masing-masing rawi tersebut,
hadis ahad ini dapat dibagi dalam tiga macam, yaitu masyhur, aziz, dan
gharib.
1. Hadist masyhur
Masyhūr menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau yang
sudah popular. Menurut Istilah hadis masyhūr adalah Hadis yang
diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat
mutawātir.

2
3

Keterangan :
Hadis ini dinamakan hadis masyhūr karena diriwayatkan oleh 3
orang rijāl al- ḥadīṡ atau lebih dan belum sampai derajat mutawātir,
adapun sanadnya adalah sebgai berikut:
a) Ṭabaqah pertama (sahabat) 3 orang (Jabir, Abu musa, Abdullah
bin Umar).
b) Ṭabaqah kedua (tabi’īn kabir) 4 orang (Abu Zubair, Abu Burdah
bin Abi Musa, Abi al-Khair, as-Sya’bi).
c) Ṭabaqah ketiga (tabi’īn shaghir) 5 orang (Ibnu Juraih, Abu Burdah
bin Abdullah, Yazid, Isma’il, dan Abi Safar).
d) Ṭabaqah ke empat (atba’ tabi’īn kabir) 4 orang (Abu Ashim,
Yahya, Ibn alHaris, Syu’bah).
e) Ṭabaqah ke lima (atba’ tabi’īn shaghir) 4 orang (Hasan, Abdullah
bin Humaid, Said, Ibn Wahab, Adam bin Abbas).
4

f) Ṭabaqah selanjutnya Abu Tahir, Bukhari dan Muslim


Hadis masyhur dapat digolongkan sebagai dalam beberapa bagian
berikut :
a) Masyhur dikalangan khusus ahli hadis. Seperti hadis yang
menerangkan bahwa Rasulullah saw. Membaca do’a qunut
sesudah ruku’ selama satu bulan penuh dan berdoa atas golongan
ri’il dan zakwan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim dan riwayat Sulaiman At-taimi dari Abi Mijlas dari
Anas
b) Masyhur dikalangan ulama ahli hadis, ulama-ulama lain, dan
dikalangan orang umum. Seperti “Seorang muslim adalah orang
yang menyelamatkan sesame muslim lainnya dari gangguan lidah
dan tangannya.”
c) Masyhur dikalangan ahli fiqih. Seperti “Perkara halal yang
dibenci allah adalah thalaq.”
d) Masyhur dikalangan ahli ushul fiqih. Seperti “Apabila seorang
hakim memutuskan suatu perkara kemudian ia berjihad dan
ijtihadnya itu benar, maka dia memperoleh dua pahala kebenaran,
dan apabila ijtihadnya salah, maka dia memperoleh satu pahala
(pahala ijtihad).”
e) Masyhur dikalangan ahli sufi. Seperti “Aku pada mulanya adalah
harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka Ku-
ciptakan makhluk dan melalui mereka pun kenal kepada-Ku.
f) Masyhur dikalangan ulama-ulama arab. Seperti “Kami (orang-
orang arab) yang apling fasih mengucapkan huruf Dhad sebab
kami dari golongan orang Quraisy”.
g) Masyhur dikalangan masyarakat awam. Seperti “Tergesa-gesa
adalah perbuatan syetan”.
5

Hukum mengamalkan hadis masyhūr boleh dijadikan hujjah jika


hadis derajat hadisnya ṣaḥīḥ atau ḥasan dan jika derajadnya ḍa'īf tidak
boleh dijadikan hujjah untuk menentukan halal haram.
2. Hadist aziz
Hadis ‘azīz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis
yang kuat atau hadis yang jarang, karena memang hadis ‘azīz itu jarang
adanya. Para ulama memberikan definisi sebagai berikut: hadis ‘azīz
adalah: “Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang
periwayat tersebut terdapat pada satu ṭabaqah (tingkatan) saja, kemudian
setelah itu orang-orang pada meriwayatkannya”.
Definisi menurut Mahmud Tahhān adalah: “Hadis ‘azīz adalah
hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijāl al-ḥadīṡ disalah satu
dari semua tingkatan sanad.”
Contoh :

“Rasulullah Saw. bersabda : “Kita adalah orang yang paling akhir


(di dunia), dan yang paling dulu di hari kiamat”.
Hadis ini dinamakan hadis ‘azīz karena ditingkat sahabat hanya dua
orang yaitu Hużaifah bin al-Yaman dan Abu Hurairah, biarpun ṭabaqah
setelahnya diriwayatkan oleh rijāl al-ḥadīṡ yang jumlahnya banyak.
6

3. Hadist ghorib
Hadis garīb menurut bahasa berarti hadis yang terpisah atau
menyendiri dari yang lain. Menurut istilah: . “Hadis yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang sendirian dalam meriwayatkannya, disalah satu
dari semua tingkatan sanad”.
Ditinjau dari segi tempat sendiriannya periwayat, hadis garīb
terbagi menjadi dua macam. Yaitu garīb muṭlaq dan garīb nisbi.
a) Hadist Gharib Mutlaq
Apabila periwayat yang sendirian tersebut pada tingkatan sanad
yang pertama; jika hadisnya marfū’ (hadis yang disandarkan kepada nabi)
maka periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah sahabat, jika
ḥadīṡnya mauqūf (hadis yang disandarkan kepada sahabat nabi) maka
periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah tabi’īn. Jika hadisnya
maqṭū’ (hadis yang disandarkan kepada murid sahabat atau tabi’in) maka
periwayat yang pertama yang sendirian tersebut adalah atba’ tabi’īn.
Contoh:
7

Hadis ini dinamakan hadis garīb muṭlaq, karena ṭabaqah (tingkatan)


pertamanya yaitu Abu Hurairah sendirian.

b) Hadist Gharib Nisbi


Garīb Nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang
rijāl al- ḥadīṡ disalah satu dari semua tingkatan sanad selain tingkatan
sanad yang pertama (sahabat).
Hadis garīb nisbi ada 3 bentuk yaitu;
1) Sendiriannya seorang ṡiqah (perawi yang dipercaya) Yaitu hadis
yang sanadnya satu atau lebih, namun di salah satu tingkatan sanad
selain tingkatan sanad yang pertama hanya ada satu rijāl yang
ṡiqah.
Definisi lain yaitu: hadis yang sanadnya banyak, namun yang ṡiqah
(perawi yang di percaya) hanya satu. Namun definisi ini lemah. Seperti
ada ucapan “tidak ada orang yang ṡiqah yang meriwayatkan kecuali
fulan”.
8

Hadis ini dinamakan garīb nisbi (Sendiriannya sorang ṡiqah) karena


hadis ini sanadnya lebih dari satu, namun pada ṭabaqah ke-IV yang ṡiqah
hanya Imam Mālik saja sedangkan yang lain seperti Ibnu Lahi’ah tidak
ṡiqah.
2) Sendiriannya periwayat tertentu dari syekh tertentu. Yaitu: hadis
yang sanadnya satu atau lebih dari satu, namun ada periwayat
tertentu yang hanya sendirian menerima hadis dari syekh tertentu.
Contoh:
‫َاَّن الَّنِبَي َاْؤ َلَم علي الَّص ِفَّيَه ِبِس ِّق َتْمٍر‬
Hadis ini diriwayatkan oleh orang banyak dari Sufyan ibnu
Uyainah, dari Wa’il bin Daud, dari Bakar bin Wa’il, dari Ibnu
Syihab Az-Zuhri, dari Anas bin Mālik dan dari Utsman bin Affan.
Tidak ada rijāl satu pun yang meriwayatkan hadis ini dari Wa’il bin
Daud kecuali Bakar bin Wa’il.
9

3) Sendiriannya Periwayat Suatu Kota tertentu. Yaitu hadis yang


diriwayatkan oleh satu sanad atau lebih namun hanya disuatu kota
tertentu, sedangkan dikota lain tidak ada satupun rijāl al- ḥadīṡ
yang meriwayatkannya. Sehingga ada muḥaddiṡ yang mengatakan
“Fulan hafal hadis sendirian dari penduduk Makkah”, dan lain-lain.
Contoh:
‫ه‬UU‫ح راس‬UU‫لم و مس‬UU‫َم ا َر َو اُه ُم ْس ِلٌم من حدىث عبد هللا بن زىد في صفة وضوء رسول هللا صلئ هللا عليه و س‬
‫ الحاكم هذه سند خرىل تفردبها اهل مصر و لم ىشاركهم فىها احد‬: ‫بماء خىرئ فضل ىدىه قل‬
Hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Zaid tentang sifat
wuḍunya Rasulullah dan mengusap rambut kepalanya dengan air yang
bukan sisa tangan beliau. Namun Imam al-Hakim mengkomentari hadis
ini bahwa hadis ini garīb karena hanya penduduk mesir yang
meriwayatkan hadis ini dan tak satupun dari kota lain meriwayatkannya.
D. Kedudukan Hadist Ahad
Hadis aḥād tidak pasti berasal dari Rasulullah Saw., tetapi hanya
dugaan saja berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan
bahwa hadis aḥād mungkin benar berasal dari Rasulullah Saw., dan
mungkin pula tidak benar berasal dari beliau.
Karena hadis aḥād itu tidak pasti, tetapi diduga (ẓanni atau
maẓnun) berasal dari Rasulullah Saw, maka kedudukan hadis aḥād,
sebagai sumber ajaran Islam, berada dibawah kedudukan hadis
mutawātir.
Para ahli hadis berbeda pendapat tentang kedudukan hadis ahad.

Pendapat tersebut antara lain:

a) Segolongan ulama, seperti Al-Qasayani, sebagian ulama


Dhahiriyah dan Ibnu Dawud, mengatakan bahwa kita tidak wajib
beramal dengan hadis ahad.
b) Jumhur ulama ushul menetapkan bahwa hadis ahad memberi
faedah dhan. Oleh karena itu, hadis ahad wajib diamalkan sesudah
diakui kesahihannya.
10

c) Sebagian ulama menetapkan bahwa hadis ahad diamalkan dalam


segala bidang.
d) Sebagian muhaqqiqin menetapkan bahwa hadis ahad hanya
wajibdiamalkan dalam urusan amaliyah (furu’),
ibadah, kaffarat, dan hudud, namun tidak digunakan dalam
urusan aga’id (akidah).
e) Imam Syafi’i berpendapat bahwa hadis ahad tidak dapat
menghapuskan suatu hukum dari hukum-hukum Al-Quran.
f) Ahlu Zhahir (pengikut Daud Ibnu ‘Ali Al-Zhahiri) tidak
membolehkan men-takhshis-kan umum ayat-ayat Al-Quran dengan
hadis ahad.
E. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas dapat kami simpulkan bahwa
hadis ahad adalah hadis yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah
mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai
derajat mutawatir. Klasifikasi hadis ahad terbagi menjadi masyhur istilahi
dan ghairu istilahi. Hadis masyhur adalah sesuatu yang sudah popular
atau terkenal adalah yang masyhur di kalangan khusus ahli hadis, di
kalangan ulama’ ahli hadis, ulama-ulama lain dan di kalangan orang
umum, di kalangan ulama’ ahli fiqih, ahli ushul fiqih, ahli sufi, masyhur
di kalangan ulama-ulama arab, dan masyhur di kalangan masyarakat
awam.
Hadis ghairu masyur terbagi menjadi Hadis Aziz adalah hadist
yang diriwayatkan oleh dua orang dan Hadis Ghorib adalah hadis yang
diriwayatkan oleh satu orang dan dibagi menjadi dua yaitu Hadis Ghorib
Muthlaq dan Gharib Nisby. Karena hadis aḥād itu tidak pasti, tetapi
diduga (ẓanni atau maẓnun) berasal dari Rasulullah Saw, maka
kedudukan hadis aḥād, sebagai sumber ajaran Islam, berada dibawah
kedudukan hadis mutawātir.

Anda mungkin juga menyukai