Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGNTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
dan hidayahnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat padsa waktunya. Makalah ini
sebagai salah satu tugas kelompok Mata Kuliah ilmu hadits.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, hal itu dikarenakan
kemampuan kami yang terbatas. Namun, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak
akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu.

Kami berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sendiri
dan para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan dating.

Goawa, 07 oktober 2019

penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………………………...ii

Daftar isi…………………………………………………………………………………………iii

BAB I…………………………………………………………………………………………….4

A.Latar Belakang………………………………………………………………………………...4

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….4

C.Tujuan Masalah………………………………………………………………………………..4

BAB II……………………………………………………………………………………………5

A.Pengertian dho’if ……………………………………………………………………………...5

B. Sebab-sebab dho’if ditolak……………………………………………………………………5

C.Macam-macam hadis dho’if.................................................................................................6

BAB III………………………………………………………………………………………….12

Kesimpulan……………………………………………………………………………………...13

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………...14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadits merupakan sumber hokum
kedua setelah kitab suci Al-Qur’an. Hadis merupakan perkataan, perbuatan dan takrir
Nabi Muhammad saw selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu selain kita harus
menjadikaan Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama, kitapun harus mempelajari dan
menjadikan hadis sebagai pedoman dan penguat dari hukum Al-Qur’an.
Kata dhaif secara bahasa adalah lawan dari al-qowiy, yang berarti lemah, hadits
dhaif ini adalah hadits mardud, yaitu hadits yang diolak dan tidak dapat dijadikan hujjah
atau dalil dalam menetapkan suatu hukum. Sedangkan Imam Ibnu Kasir mendefenisikan
hadits dhaif adalah hadits-hadits yang tidak terdapat padanya sifat-sifat shahih dan sifat-
sifat hasan hadits bila ditinjau dari segi kehujjahannya dapat dibedakan menjadi dua
yakni maqbul dan mardud. Hadits maqbul adalah hadits yang dapat diterima dan
dijadikan sebagai hujjah, sementara hadits mardud adalah hadits yang tidak bisa dijadikan
hujjah. Yang menyebabkan sebuah hadits menjadi mardud adalah cacat baik pada sanad
ataupun pada matan. Hadits mardud terbagi kepada dua macam yakni hadits dhaif dan
hadits maudhu’. Makalah ini akan mengkaji tentang hadits dhaif, baik defenisi, macam-
macam hadits dhaif dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hadits Dho’if ?
2. Apa sebab-sebab Hadits Dho’if ditolak ?
3. Macam-macam Hadits Dho’if ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Dho’if
2. Untuk mengetahui sebab-sebab tertolaknya Hadits Dho’if
3. Untuk mengetahui macam-macam Hadits Dho’if
BAB II

PEMBHASAN

A. Pengertian Hadits Dho’if


Kata dha’if menurut bahasa, berarti lemah, sebagai lawan kata dari kuat. Maka,
sebutan hadis dha’if secara bahasa berarti hadis yang lemah atau hadis yang tidak kuat.
Secara istilah, para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadis
dha’if ini. Akan tetapi pada dasarnya, isi dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa
definisi, diantaranya dapat dilihat dibawah ini.
Al-Nahwawi mendefinisikan dengan:
1
‫س ِن‬ ُ ‫ش ُر ْو‬
َ ‫ط ال َح‬ ُ ‫الص َّح ِة َو ََل‬ ُ ‫ش ُر ْو‬
ِّ ِ ‫ط‬ ُ ‫َمالَ ْم ي ُْو َج ُد ِف ْي ِه‬
“hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan hadis hasan”
Menurut Nur AL-Din ‘Itr, bahwa definisi yang paling baik ialah:

ِ ‫ش ُر ْو ِط ْال َح ِد ْي‬
ِِ 2‫ث ال َم ْقب ُْول‬ ً ‫َما فَ ِق َد ش َْر‬
ُ ‫طا ِم ْن‬

“Hadis yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadis Maqbul (Hadis shahih
atau yang hasan)”.
Pada definisi yang ketiga memang disebutkan secara tegas bahwa jika satu syarat saja
(dari persyaratan hadis shahih atau hadis hasan) hilang, berarti hadis itu dinyatakan
sebagai hadis dha’if. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat. Seperti
perawinya tidak adil, tidak dhabit, dan tidak terdapatnya kejanggalan dalam Matan. Hadis
seperti ini dapat dinyatakan sebagai hadis yang paling lemah.

B. Sebab-sebab Hadits dho’if tertolak


Para ahli hadis mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis ini bisa dilihat dari dua
jurusan, yaitu:
1. Sanad Hadis
Dari sisi hadis ini diperinci ke dalam dua bagian:
a) Ada kecacatan pada para perawinya baik meliputi keadilannya maupun kedhabitannya,
yang diuraikan daam 10 macam:
1) Dusta. Hadis yang rawinya dusta disebut maudhu’
2) Tertuduh dusta. Hadis yang rawinya tertuduh dusta disebut matruk
3) Fasiq
4) Banyak salah
5) Lengah dalam menghafal, hadisnya disebut munkar

1
Al-Nawawi,op.cit, hlm. 19 .dan Al-Qasimi,op.cit.,hlm.108.
2
Nur Al-Din Itr, op.cit.,hlm.286.
6) Banyak wahamnya. Hadisnya disebut mu’allal
7) Menyalahi riwayat yang lebih tsiqqah atau dipercaya. Hadisnya disebut mudraj bila
karena ada penambahan suatu sisipan; disebut maq’lub bila diputarbalikkan; disebut
mudhtharib bila rawinya yang tertukar-tukar; disebut muharraf bila yang tertukar
adalah huruf-syakal; dan disebut mushahhaf bila perubahan itu meliputi titik kata.
8) Penganut bid’ah
9) Tidak baik hafalannya. Hadisnya disebut hadis syadz dan mukhtalith.

b) Sanadnya tidak bersambung


1) Gugur pada sanad pertama. Hadisya disebut mu’allaq
2) Gugur pada sanad terakhir (sahabat). Hadisnya disebut hadis mursal
3) Gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan. Hadisnya disebut hadis mu’dhal
4) Jika rawinya yang digugurkan tidak berturut-turut disebut munqathi

2. Matan Hadis
a) Hadis Mauquf
b) Hadis Maqthu

C. Macam-macam Hadits Dho’if


Berdasarkan sebab-sebab diatas, maka macam-macam hadis dha’if ini dikelompokkan
sebagai berikut.
1. Pada Sanad
a) Dha’if karena Tidak Bersambung Sanadnya
1) Hadis Munqathi
Hadis munqathi , adalah hadis yang gugur sanadnya di suatu tempat atau lebih atau
pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya.3
Ini adalah definisi yang mahsyur dikalangan ulama hadis. Akan tetapi, gugurnya
sanad tersebut dibatasi jumlahnya yaitu hanya satu atau dua tapi tidak secara
berurutan. Al-Suyuthi menambahkan bahwa tempat gugurnya tersebut sebelum
sahabat atau pada thabaqat pertama.
Cara mengetahui hadis munqathi ini adalah dengan jalan (a) diketahuinya tidak ada
persambungan sanad hadis yang diketahui setelah melakukan penelitian karena masa
hidup perawi tidak sezaman; (b) diketahui dari sudut pandang perawi hadis yang lain
yang juga meriwayatkan hadis yang sama, dan; (c) diketahui ada kesamaran dalam
tata urutan sanad tersebut. Dan terakhir ini biasanya diketahui oleh orang yang
mempunyai keahlian saja.

3
Ajjaj Al-Khathibmenyusun definisi hadis munqathi ini dengan mengolah perbedaan berbagai definisi yang
diberikan oleh para ulama hadits yang hidup pada masa sebelumnya. Lih. Ajjaj Al-Khatib,op.cit.,hlm.339.
Sebagaiman dicatat oleh Ar-Rasyid Al-Aththar bahwa didalam kitab Shahih
Muslim terdapat sekitan 10 hadis yang munqathi ini. Sebagi contoh hadis yang
diriwayatkan oleh Hamid Al-Thuwail, dari Abi Rafi dari Abi Hurairah bahwasanya
ia bertemu dengan Rasul SAW. Di sebagian jalan di Madinah. Yang benar adalah
hadis Hamid ini dari Abi Bakr Al-Muzanny dari Abi Rafi’ dan seterusnya. Hal ini
diketahui dalam riwayat-riwayat yang ditakhrij oleh imam ahli hadis yang lain.4
Dilihat dari segi persambungan sanadnya, hadis munqathi jelas termasuk kedalam
kelompok hadis dha’if. Dengan demikian, hadis ini tidka dapat dijadikan hujjah. Hal
ini karena, dengan gugurnya seorang perawi atau lebih, menyebabkan hilangnya salah
satu syarat hadis shahih.

2) Mu’allaq
Hadis Mu’allaq yaitu hadits yang rawinya digugurkan seseorang atau lebih diawal
sanadnya secara berturut-turut.
Sebagai contoh hadis mu’allaq adalah Bukhari meriwayatkan hadis dari Bahz Ibn
Hakim dari bapaknya dan dri kakeknya bahwasanya Nabi bersabda:

“ Allah itu lebih berhak untuk dijadikan tempat mengadu malu daripada manusia”.5

Hadis diatas dalam sanad Abu Daud adalah ia menerima dari Abdullah ibn
Maslamah, dari Ubay, dari Bahz ibn Hakim dan seterusnya. Ini berarti Imam Bukhari
dalam kitab shahihnya men-ta’liq- kan kira-kira dua orang perawi.
Hadis mu’allaq yang dibuang seluruh sanadnya ialah apabila seorang Imam hadis
mengatakan: “Rasulullah SAW. Bersabda begini.....” atau ia langsung menyebutkan
matan hadis itu sendiri, tanpa menyebut nama Nabi Muhammad SAW. Dalam sahih
Bukhari banyak ditemukan mu’allaq ini. Seperti dalam kitab Al-Ilm Bab “Al- Ilm
Qabla Al-Qanul wa Al-Amali” tentang hadis:
Hukum hadis mu’allaq ini pada prinsipnya dikelompokka kepada hadis dha’if
yang ditolak, disebabkan dengan adanya sanad secara meyakinkan. Akan tetapi hadi
mu’allaq ini bisa diaggap sahih bia sanad yang digugurkan itu disebutkan oleh hadis
yang bersanad lain. Dalam Sahih Bukhari sendiri ada 1.341 hadis mu’allaq sedang
didalam Sahih Muslim berjumlah 3 buah. Meskipun demikian hadis-hadis tersebut
telah di-ittishal-kan dalam hadis lain. Maksud mereka menta’liqkan sanad tersebut
untuk meringkas dan menghindari perulangan sanad. Dalam Sahih Bukhari, jika ia
menggunakan shighat al-jazm (ungkapan yang pasti/mantap) seperti qala, fa’ala
amara dan dzakara fulanun dalam hadis mu’allaq tersebut maka dihukumi sebagai
hadis sahih. Sedangkan bila memakai sighat yurwa, yudzakaru, yuha, dzukira, dan

4
Al-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi,jilid I, op.cit., hlm.208-209.
5
Ajjaj Al-Khatib, op.cit., hlm.357.
hukiya ‘an fulanin maka dihukmi dha’if. Meskipun demikian menurut Ibnu Al-Shalah
janganlah dikatakan gugur sama sekali, sebab hadis tersebut tercantum dalam kitab
yang telah diberu predikat sahih.6

3) Hadis Mursal
Hadis mursal, ialah hadis yang disandarkan oleh tabi’in kepada rasulullah saw baik
perkataan, perbuatan maupun taqrirnya. Tabi’in tersebut, baik termasuk tabi’in kecil
maupun tabi’in besar.7
Berdasarkan definisi yang dikemukakan Al-Hakim diatas, diketahui adanya dua
macam Hadis Mursal:
a. Mursal al-jali, yaitu disebutkannya (gugur). Nama sahabat tersebut dilakukan oleh tabi’in
besar.
b. Mursal al-khafi, yaitu pengguguran anma sahabat oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini
terjadi karena hadis yang diriwayatkan oelh tabi’in tersebut meskipun ia hidup sezaman
dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun daripadanya.
Termasuk juga kedalam hadis mursal ini, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh seorang
sahabat yang ia sendiri tidak langsung menerima dari Rasul SAW. (karena mungkin ia
masih kecil atau tidak pada majilis Rasul pada saat hadis itu diwarudkan), akan tetapi
dikatakan bahwaia menerima hadis itu dari Rasul SAW. Oleh para ahli hadis, hadis yang
diriwayatkan dengan cara ini disebut mursal al-shahabi.
Para ulama berbeda pendapat tentang menggunakan hadis mursal sebagai hujjah.
Muhammad Ajjaj Al-Khatib menyebutkan bahwa perbedaan tersebut sampai sepuluh
pendapat, tetapi yang tergolong masyur hanya tiga pendapat. Pertama, membolehkan
berhujjah dengan hadis mursal secara mutlak. Ulama yang termasuk kelompok pertama ini
adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan pendapat sebagian ahli ilmu. Kedua,
tidak membolehkan secara mutlak yang menurut Imam Nahwawi, pendapat ini didukung
oleh jumhur ulama ahli hadis, Imam Syafi’i, kebanyakan ulama ahli fiqih dan ahli ushul.
Ketiga, membolehkan menggunakan hadis mursal apabila ada riwyat lain yang musnad,
diamalkan oleh sebagian ulama, atau sebgaian besar ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat
lain yang mursal itu bisa dijadikan hujjah, demikian pendapat jumhur ulama dan ahli hadis.

4) Hadis Mu’dhal
Hadis mu’dhal ialah hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-
turut.
Dengan kedua pengertian diatas, menunjukkan bahwa hadis mu’dhal berbeda
dengan hadis munqathi ‘ pada hadis munqathi’,gugurnya dua orang perawi terjadi
secara terpisah (tidak berturut-turut) serta tidak pada thabaqat pertama.

6
Al-Suyuthi,op.cit., hlm.219-222
7
Al-Hakim, op.cit., hlm.25
5) Hadis Mudallas
Menurut bahasa kata mudallas adalah isim maful dari tadlis, yang berarti
menyembunyikan cacat atau noda barang dagangannya dari pembeli, sehingga
tampak tidak cacat.
Menurut isitilah, hadis mudallas berarti hadits yang diriwayatkan menurut cara
yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda.8
Pada hadis mudallas ini, rawi yang menggugurkan pernah bertemu dengan rawi
yang digugurkan. Pengguguran itu dimaksudkan agar aib atau kelemahan suatu hadis
dapat tertutupi.
Orang yang melakukan tadlis (perbuatannya) disebut mudallis, dan hadisnya
disebut hadis mudallas.
Bila rawi yang diriwayatkan hadis dari seorang syekh yang pernah dia temui,
tetapi hadis tersebut tidak dia dengar dari syekh tersebut melainkan dari syekh yang
lain, maka disebut tadlis alisnad, tadlis jenis ini menggnakan redaksi an-fulanin (dari
si fulan), qala fulanun (fulan berkata), anna fulanun yaqulu (bahwa si fulan berkata),
atau anna fulan fa’ala kadza wa kadza (si fulan melakukan begini dan begitu)
Bila seorang syekh rawi meriwayatkan sebuah hadis dari seorang syekh lalu ia
memberi gelar atau nama panggilan, nama keturunannya atau memberikan sifat-sifat
yang tidak dikenal pada syekh tersebut, maka disebut tadlis al-syuyukh.
Bila seorang rawi meriwayatkan hadis dari seorang syekh yang tsiqqah, dan syekh
tersebut menerima dari syekh yang lemah, dan ia menerima dari syekh yang tsiqqah,
dan seterusnya, kemudian si rawi itu meriwayatkan hadis tersebut tanpa menyebutkan
rawi-rawi yang lemah, maka disebut tadlis al-tswiyah, karena ia menyamakan kualitas
sanad-sanad hadis yang sebenarnya tidak tsiqqah semua menjadi tsiqqah semua.
Mengenai kehujjahan hadis mudallas ini, baik jenis tadlis al-isnad, tadlis al-
syukyukh, maupun tadlis al-taswiyah, secara umum para ulama menyatakan tidak
dapat dijadikan hujjah. Namun diantara para ulama ada yang menyatakan bahwa jenis
tadlis al-isnad dapat dijadikan hujjah.
2. Dha’if karena tiadanya syarat adil
a) Al-Maudhu’
Hadis maudhu yaitu hadis yang dibuat-buat oleh sesorang (pendusta) yang ciptaan ini
dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.
b) Hadis Matruk dan Munkar
hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang tertuduh dusta (terhadap
hadis yang diriwayatkannya), atau tampak kefasikannya, baik pada perbuatan atau pada
perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu”

8
Definisi ini disusun oleh Drs.Fatchur Rachman, DosenInstitut Agaama Islam Negeri (IAIN) “Sunan
Klijaga”Yogyakarta. Para ahli hadis tidak banyak yang mendefinisikan hadis mudallas ini secara khusus. Fatchur
Rachman, ilmu Mushthalahul hadits, (Baandung: PTAl-Ma’arif, 1991), Cet.Ke-7, hlm.187.
Menurut AL-Qasimi termasuk juga ke dalam kelompok hadis ini, segala hadis yang
diriwayatkan oelh orang yang sudah dikenal suka berbuat dusta dalam persoalan selain
hadis, dan orang yang banyak melainkan kesalahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan hadis munkar ialah hadis yang diriwayatkan oelh
orang yang lemah (perawi yang dha’if), yang bertentangan dengan periwayatan oran
kepercayaan.
Al-Qasimi menyebutkan hadis ini dengan hadis al-fard yang matannya tidak
diriwayatkan kecuali oleh seorang saja, yang memiliki tingkat kedhabitan sangat rendah.
Menurutnya lebih lanjut, bahwa hadis ini ada persamaannya dengan hadis syadz,
disamping ada perbedaannya. Persamaannya, ialah keduannya bertentangan dengan hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqqah atau shaduq sedangkan hadis munkar
diriwayatkan oleh perawi lemah atau cacat.
Para ulama ahli hadis memandang, bahwa hadismatruk dan hadis munkar, adalah dua
macam hadis yang paling lemah setelah hadis maudhu.

3. Dha’if Karena Tiadanya Dhabit


a) Mudraj
Mudraj ialah Hadis yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian
dari) hadis.9
Redaksi tersebut bisa saja milik orang lain baik itu dari sahabat maupun tabi’in , atau
komentar dari perawi sendiri dalam rangka menerangkan suatu makna/maksud suatu
hadis. Tambahan itu bisa jadi terjadi di matan dan juga sanad. Tambahan dalam matan
bisa diawal, ditengah, atau akhir. Semntara idraj dalam sanad padahal bukan termasuk
snad dari hadis tersebut, atau seorang rawi memasukkan matan hadis pada sanad yang
bukan sanadnya.
Cara mengetahui idraj tersebut, adalah dengan (a) studi perbandingan dengan hadis
yang diriwayatkan oleh perawi lain; (b) ada pernyataan dari perawi secara jelas,
(misalnya) bahwasanya ini adalah penjelasan tambahan, ini adalah tafsir, dan lain-lain,
dan (c) ahli telaah hadis menyatakan akan adanya idraj dalam hadis tersebut.
Contoh dibawah ini adalah hadis mudraj pada awal matan, adalah hadis yang
diriwayatkan oleh khathib AL-Baghdadi dengan sandnya dari Abu Hurairah: Pada hadis
tersebut kalimat asbighu al-wudhu’a adalah kalimat Abu Hurairah sendiri.
b) Hadis maqlub
Hadis Maqlub ialah Hadis yang lafaz matannya tertukar pada oleh salah seorang
perawi, atau seseorang pada sanadnya. Kemudian didahulukan dalam penyebutannya,
yang seharusnya disebut belakangan, atau mengakhirkan penyebutan yang seharusnya
didahulukan atau dengan diletakkannya susuat pada tempat yang lain.10

9
Ajjaj Al-Khathib,op.cit.,hlm.370.
10
Subhi Al-Shalih, op.cit.,hlm.191
Tertukarnya hadis disini bisa terjadi pada mmatan(maqlub fi al-matn), dan bisa terjadi
pada sanad. Kedua macam hadis maqlub ini tidak dibenarkan dalam periwayatan , sebba
bisa jadi akan mengubah maksud atau makna hadis tersebut.

c) Hadis mudhtharib
Hadis mudhtharib menurut Al-Suyuthi yaitu Hadis yang diriwayatkan dengan bentuk
yang berbeda-beda padahal dari satu perawi (yang meriwayatkan) dua atau lebih atau dari
da perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditajih).11
Dalam Ibnu Al-Shalah memakai kata “mutasawiyah”, Ibn Jamaah memakai kata
“mutaqawamah” untuk kata mutaqaribat pada definisidiatas. Jadi hadis medhtaharib ini
terjadi karena kurang dhabitnya perawi yang mengakitbatkan terjadi seperti ini.
Kerancuan (idhthirab) ini bisa terjadi di sanad dan matan secara bersama-sama.

4. Dha’if Karena Kejanggalan dan Kecacatan


a) Hadis Syadz
Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi
bertentangan (matannya) dengan periwaytan dan orang yang kualitasnya lebih utama.”
Dengan pengertian ini, periwayatan yang hanya dilakukan melalui satu jalan
sanad,tidak bisa dikatakan syadz, meskipun sanad tersebut lemah. Periwayatan baru bisa
dikatakan syadz , apabila matannya terjadi pertentangan dengan dalil yang lebih kuat.
Maka jika ada hadis yang diriwayatkan melalui satu jalan sanad, hadis yang diriwayatkan
dengan satu jalan sand tersebut menjadi syadz.
b) Hadis Mu’allal
Hadis mu’allal yaitu hadis yang diketahui illatnya setelah dilakukan penelitian dan
penyelidikan meskipun pada lahirnya tampat selamat (cacat).

Dengan kata lain hadis muallal ini adalah hadis yang pada lahirnya tampak selamat
/shih tapi setelah dilakukan penelitian yang mendalam ada kecacatan yang sangat parah.
Ilat sendir kadang terdapat pada sanad dan juga ada di matan. Dan illat pada sanad ada
pula hanya mencacatkan sanadnya saja , sedang matannya sahih.

b. Dha’if dari Segi Matan


Para ahli hadis memasukkan ke dalam kelompok hadis dha’if sudut persandarannya
ini adalah hadis yang mauquf dan yang maqthu’.

1) Hadis Mauquf
Hadis Mauquf ialah hadis yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa
perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik bersambung atau tidak.
Pengertian lain menyebutkan hadis yang disandarkan kepada sahabat

11
Al-Suyuthi,op.cit.,hlm.262-267
Dengan kata lain, bahwa hadis mauquf, adalah perkataan sahabat, perbatannya
atau taqrirnya, dikatakan mauquf karena sandarannya terhenti pada thabaqah sahabat.
Kemudian tidak dikatakan marfu karena hadis inictidak dirafa’kan atau disandarkan
kepada Rasulullah SAW.
Ibnu Al-shalah membagi hadis mauquf kepada dua bagian yaitu mauquf al-
maushul dan mauquf ghair al-maushul. Mauquf al maushul berarti hadis mauquf yang
sanadnya bersambung sampai kepada sahabat sebagai sumber hadis. Sedang mauquf
ghair al maushul berarti hadis mauquf yang snadnya tidak bersambung. Dilihat dari
segi persambungan ini, maka hadis mauquf ghair al maushul dinilai sebagi hadis
ydha’if yang rendah daripada hadis mauquf al mausnul
2) Hadis Maqthu
Hadis maqthu ialah Hadis yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya
baik perkataan maupun perbuatannya” dengan kata kain bahwa hadis mqthu adalah
perkatan atau perbuatan tabi’in.12
Sebgaimana hadis mauquf, hadis maqthu dilihat dari segi sandarannya adalah
haduis yang lemah, yang karenanya tdiak dapat dijadikan hujjah. Diantara para ulama
ada yang menyebut hadus mauquf dan hadis mqthu ii dengan al-atsar dan al khabar.

5. kemungkinan Hadis Dha’if menjadi Hasan


Hadis dhaif bisa naik derajatnya menjadi hadis hasan bila satu riwayat dengan
yang lainnya sama-sama saling menguatkan. Akan tetapi, ketentuan ini tidak bersifat
muthlaq.ketentuan ini hanya berlaku bagi para perawi yang lemah hafalanya. Akan
tetapi, kemudian ada hadis dhaif lain yang diriwayatkan oleh perawi yang sederajat
pula. Hadis tersebut bisa naik derajatnya menjadi hasan. Demikian pula hadis yang
lemah karena irsal atau tadlis dalah satu perawinya.
Sementara bila ke dhaifan sebuah hadis karena pwrawinya disifati fisq dan
tertuduh dusta makan kedhaifan tadi tidak bias terangkat.

12
Al-Iraqi,op.cit.,,hlm.59 Al-Qasimi,op.cit.,hlm.139, dan Ajjaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits,op.cit.,hlm.381.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Kata dha’if menurut bahasa, berarti lemah, sebagai lawan kata dari kuat. Maka,
sebutan hadis dha’if secara bahasa berarti hadis yang lemah atau hadis yang
tidak kuat.
2. Sebab-sebab tertolaknya hadis dho’if bias dilihat dari dua jurusan yaitu sanad
hadis dan matan hadis dimana sanad hadis terbagi atas dua yaitu adanya kecacatan
pada para perawinya baik meliputi keadilannya maupun kedhabitannya dan
sanadnya tidak bersambung. Sedangkan matan hadis terbagi atas dua yaitu hadis
Mauquf dan hadis Maqthu
3. Macam-macam hadis dho’if terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Dho’if Karena tidk bersambung sanadnya
1) Hadis Munqati
2) Mu’allaq
3) Hadis Mursal
4) Hadis Mu’dhal
5) Hadis Mudallas
b. Dho’if Karena tiada syarat adil
1) Al-Maudhu
2) Hadis Matruk dan Hadis Munkar
c. Dho’if karena tiadanya dhabit
1) Mudraj
2) Hadis Maqlub
3) Hadis Mudhtharib
4) Hadis Mushahhaf dan Muharraf
d. Dho’if kejanggalan dan kecacatan
1) Hadis syadz
2) Hadis Mu’allal
DAFTAR PUSTAKA

Al-Nawawi,op.cit, hlm. 19 .dan Al-Qasimi,op.cit.,hlm.108.


Nur Al-Din Itr, op.cit.,hlm.286.

Ajjaj Al-Khathibmenyusun definisi hadis munqathi ini dengan mengolah perbedaan berbagai
definisi yang diberikan oleh para ulama hadits yang hidup pada masa sebelumnya. Lih. Ajjaj Al-
Khatib,op.cit.,hlm.339.

Al-Suyuthi, Tadrib Al-Rawi,jilid I, op.cit., hlm.208-209.


Ajjaj Al-Khatib, op.cit., hlm.357.

Al-Suyuthi,op.cit., hlm.219-222
Al-Hakim, op.cit., hlm.25

Definisi ini disusun oleh Drs.Fatchur Rachman, DosenInstitut Agaama Islam Negeri (IAIN)
“Sunan Klijaga”Yogyakarta. Para ahli hadis tidak banyak yang mendefinisikan hadis mudallas
ini secara khusus. Fatchur Rachman, ilmu Mushthalahul hadits, (Baandung: PTAl-Ma’arif,
1991), Cet.Ke-7, hlm.187.

Ajjaj Al-Khathib,op.cit.,hlm.370.
Subhi Al-Shalih, op.cit.,hlm.191

Al-Suyuthi,op.cit.,hlm.262-267

Al-Iraqi,op.cit.,,hlm.59 Al-Qasimi,op.cit.,hlm.139, dan Ajjaj Al-Khathib, Ushul Al-


Hadits,op.cit.,hlm.381.

Anda mungkin juga menyukai