Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“HADIST SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. AMALIA ELSA OKTAVIANA (F1A019011)

2. ARLIN FEBRIANA (F1A019019)

3. DITA YUNIARTI AGUSTIN (F1A019045)

4. ETIKA IBTIHAL (F1A019049)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
TAHUN PELAJARAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Bismillahi-rahmanirrahim.

Hanya kepada Allah 'Alim Al-Ghaibi Wa Al-Syahadah segala puja dan


sembah, dan hanya bagi-Nya kalimat syukur dan hamdalah atas segala
perkenaan-Nya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Shalawat beriring salam senantiasa disampaikan untuk junjungan alam Nabi
Besar Muhammad ‫ﷺ‬, yang berjuang siang malam tak kenal lelah, membimbing
manusia di bawah naungan panji-panji akidah tauhidiah.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam mengenai materi "Hadits sebagai Sumber Ajaran Agama Islam".
Penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca, baik untuk kalangan mahasiswa maupun kalangan masyarakat yang
nantinya bisa diajukan sebagai bahan diskusi pada tatap muka perkuliahan.

Peyusun menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih


banyak terdapat kesalahan, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak terutama kepada dosen pembimbing guna untuk
menyempurnakan makalah ini dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi semua
pembaca.

Mataram, 14 September 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………….…...……i

DAFTAR ISI……………………..…………………………………………..…...ii

BAB I PENDAHLUUAN………..………....……………………………….........1
1.1 Latar Belakang ………………………….....………………...................1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………...........2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………….…………..…….……………2
1.4 Manfaat Penulisan…………...…….…………..………...……………...3

BAB II PEMBAHASAN…………...…………………………………..…...……4
2.1 Pengertian Hadits ………………………….....…………………………4
2.2 Kedudukan Hadits terhadap Al-Qur’an…….………………....……...…4
2.3 Fungsi Hadits…………….…………......………………………………5
2.4 Macam-Macam Hadits…………………………………………………..7

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………..……12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..……………….13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Satu-satunya Islam yang hakiki adalah Islam yang mengikuti Al


Qur’an dan Hadits berdasarkan pemahaman para sahabat Nabi radhiyallahu
‘anhum. Inilah pemahaman Islam yang masih murni yang mesti diikuti.

Hadits dalam hukum Islam dianggap sebagai mashdarun tsanin


(sumber kedua) setelah Al-Quran. Ia berfungsi sebagai penjelas dan
penyempurna ajaran-ajaran Islam yang disebutkan secara global dalam Al-
Quran. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan Al-Quran terhadap hadits
sebenarnya jauh lebih besar ketimbang kebutuhan hadits terhadap Al-Quran.

Dalil untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan hadits disebutkan


dalam Muwatho’ Imam Malik,
‫نبيه وسنة هللا كتاب أبدا تضلوا فلن به اعتصمتم إن ما فيكم تركت قد إني‬
‫الحديث‬

“Aku telah tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat
selamanya jika berpegang teguh dengan keduanya yaitu: Al Qur’an dan
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al Hakim, sanadnya
shahih kata AlHakim).[1]

Hadits merupakan peninggalan atau warisan Rasulullah berupa


perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan hukum yang pernah dilakukan
semasa hidup beliau, termasuk sifat-sifatnya[2]. Kita tentunya sebagai umat
Rasulullah harus berpegang teguh untuk mengikuti ajaran Rasulullah.
Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Hasyr 59:7,

َّ َّ‫ٱَّلل إِن‬
‫ٱَّلل شدِي ُد‬ َّ ‫وا‬۟ ُ‫وا وٱتَّق‬
۟ ‫سو ُل ف ُخذُوهُ وما نه ٰى ُك ْم ع ْنهُ فٱنت ُه‬ َّ ‫وما ٓ ءات ٰى ُك ُم‬
ُ ‫ٱلر‬
‫ب‬ ِ ‫…ٱ ْل ِعقا‬
[1]
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc, “Mengikuti Islam yang Murni”, diakses di
https://rumaysho.com/3321-mengikuti-islam-yang-murni.html pada 14 September 2019
pukul 09.40 WIT.
[2]
“Memahami Sumber Hukum Islam Kedua”, diakses di
https://khazanah.republika.co.id/berita/p302vv313/memahami-sumber-hukum-islam-
kedua pada 16 September 2019 pukul 20.10 WIT.

1
“… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

Menyinggung kepada sejarah penyusunan hadits, Sejak masa


Rasulullah ‫ﷺ‬, masa Khulafaur-Rasyidin, sampai kepada masa dinasti
mu'awiyah pada akhir abad pertama hijriyah, hadis-hadis belum ditulis atau
dibukukan. Bahkan nabi pernah melarang menulis hadis, kecuali beberapa
sahabat tertentu yang diizinkan menulis sekedar untuk kepentingan pribadi.
Selama waktu belum dibukukan hadis itu, hadis-hadis beredar di kalangan
kaum muslimin dari mulut ke mulut, diriwayatkan secara lisan, kemudian
dihapalkan dan disimpan dalam ingatan.

Penulisan/pembukuan hadis-hadis baru terjadi mulai awal abad kedua


yaitu pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah ke
delapan Mu'awiyah, yang berkuasa tahun 99-101 H atau 717-720 M. Beliau
memprakarsai pembukuan hadis nabi, antara lain dengan alasan:

a. Proses penulisan Alquran sudah lama selesai, selingga tidak perlu


dikhawatirkan lagi terjadinya campur aduk antara hadis dan ayat-ayat
Alquran;
b. Adanya kekhawatiran akan lenyapnya hadis-hadis nabi dari kalangan
berhubung para perawi hadis yang menyimpan hadis-hadis dalam
ingatannya, banyak yang meninggal.[1]

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang penulisan ini, berikut rumusan masalah yang dapat
dipaparkan:
1) Apa pengertian dari hadits ?
2) Apa fungsi hadits dalam Islam ?
3) Bagaimana kedudukan hadits terhadap Al-Qur’an ?
4) Apa saja pembagian macam-macam hadits ?

[1]
Aminuddin, dkk, “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum” (Bogor,
Ghalia Indonesia, 2014 ), halaman 59.

2
1.3 Tujuan penulisan

Dari rumusan masalah yang dipaparkan di atas, berikut tujuan tulisan


ini yaitu untuk:
1) Mengetahui pengertian hadits.
2) Mengetahui fungsi hadits.
3) Mengetahui kedudukan hadits.
4) Mengetahui macam-macam pembagian hadits secara umum.

1.4 Manfaat penulisan

1) Menambah wawasan penyusun dan pembaca tentang hadits.


2) Pembaca dapat memilah dengan cermat sumber hadis yang tepat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadis

Para muhadditsin (ulama ahli hadis) berbeda-beda pendapatnya


dalam menta’rifkan Alhadis. Perbedaan tersebut disebabkan karena
terpengaruh oleh terbatas dan luasnya obyek peninjauan mereka masing-
masing. Dari sifat perbedaan peninjauan mereka itu melahirkan dua macam
pengertian tentang Alhadis, yaitu pengertian secara terbatas (sempit) dan
pengertian secara luas;

Pengertian hadis secara terbatas (sempit) yaitu sebagaimana


dikemukakan oleh Jumhurul Muhadditsin, ialah:
‫َّللاُ عل ْي ِه وسلَّم ق ْو الً أْ ْو فِ ْعالً أ ْو ت ْق ِريْرا ً أ ْو نحْ و ها‬
َّ ‫ما أ ُ ِضيف ل ِلنَّ ِب ِِّي صلِّي‬
“Ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan ( taqrir)
dan yang sebagainya. ( Manhaj Dzawi’n Nadhar, Muhammad At-Tarmusy,
hal; 7)
Ta’rif ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan,
perbuatan, pem’yataan, dan sifat-sifat atau keadaan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬.
Dan yang lain, yang semuanya itu hanya disandarkan kepada Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬saja.

Pengertian hadis secara luas ialah sesuatu yang disandarkan baik


kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬atau sahabat atau tabi’in, baik berupa perkataan,
perbuatan, pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya. [1]

2.2 Kedudukan Al-hadis terhadap Al-Qur’an


Hadits menempati kedudukan nomor dua setelah alquran, sebagai
sumber norma dan hukum serta ajaran agama islam. Oleh karena itu, selain
patuh kepada alquran, kita juga harus patuh kepada hadist seperti yang
terdapat dalam Al-QS. Al-Hasyr 59:7,
‫شدِي ُد‬ َّ ‫ع ْنهُ فَا ْنت َ ُهوا ۚ َواتَّقُوا‬
َّ َّ‫َّللاَ ۖ ِإن‬
َ َ‫َّللا‬ َ ‫سو ُل فَ ُخذُو ُه َو َما نَ َها ُك ْم‬ َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
‫ب‬ِ ‫ا ْل ِعقَا‬

[1]
Aminuddin, dkk, “Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum” (Bogor, Ghalia
Indonesia, 2014 ), halaman 55.

4
Artinya : “Apa yang didatangkan oleh Rasul kepadamu, maka ambillah dan
apa yang dilarang maka tinggalkanlah.”
Berdasarkan dari arti ayat diatas, kita bisa melihat bahwa Allah
Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk melakukan apa yang Rasul
lakukan atau contohkan kepada kita serta menjauhi segala yang Rasul telah
larang.

Menjadikan hadist sebagai sumber norma dan hukum serta ajaran


agama islam kedua setelah Al-Quran sudah diperintahkan oleh Allah, maka
kita sebagai hambanya harus melaksanakan perintah tersebut. Jika sebuah
perkara yang hukumnya tidak terdapat di dalam al quran , yang harus
dijadikan sandaran berikutnya adalah hadits. Sebagaimana disebutkan dalam
ayat diatas.

2.3 Fungsi Al-Hadis terhadap Al-Qur’an

Al-Qur’an menjadi sumber hukum yang pertama dan Alhadis menjadi


asas perundang-undangan setelah Al-Qur’an. Adapun Al-Hadis terhadap Al-
Qur’an adalah sebagai berikut:

1) Berfungsi menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah


ditentukan oleh Al-Qur’an, maka dalam hal ini keduanya bersama-sama
menjadi sumber hukum. Misalnya Tuhan di dalam Al-Qur’an
mengharamkan bersaksi palsu, sebagaimana firman-Nya:
‫ور ق ْول واجْ ت ِنبُوا‬ ُّ
ِ ‫…الز‬
Artinya: "… Dan jauhilah perkataan dusta." (Alhajj/22: 30)

Kemudian nabi dengan hadisnya menguatkannya sebagai berikut.

‫ قال ! هللا رسول يل بلى ؛ قلنا ؟ الكبائر بأكبر أنبئكم اال‬: ‫ هللا با اإلشراك‬، ‫وعقوق‬
‫ الوالدين‬، ‫ فقال فجلس متكئا روكان‬: ‫أال‬، ‫الزور وقول‬

Artinya: "Perhatikan Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian


sebesar-besarnya dosa besar! Sahut kami, baiklah hai Rasulullah,
Beliau meneruskan sabdanya: yaitu; Musyrik pada-Nya, Menyakiti
kedua orang tuanya. Saat itu rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba
duduk seraya bersabda lagi " Awas berkata (bersaksi) dan seterusnya."
(H.R. Bukhari dan Muslim)

5
2) Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Alquran yang masih
mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) ayat-ayat Alquran yang masih
mutlak dan memberikan tahshis (penentuan khusus) ayat-ayat Alquran
yang masih umum, misalnya perintah mengerjakan sembahyang,
membayar zakat dan menunaikan haji. Di dalam Al-Quran tidak
dijelaskan jumlah Al-Qur’an dan bagaimana cara-cara melaksanakan
shalat, tidak diperinci nishab-nishab zakat dan juga tidak dipaparkan
cara-cara melakukan ibadah haji. Akan tetapi, hal itu telah ditafshil
(dijelaskan secara terperinci) dan ditafsirkan sejelas-jelasnya oleh oleh
Al-Hadits (Kebanyakan dalam hal ini, nabi memberikan contoh secara
praktis dan diikuti dengan perintah agar hal itu dijalankan seperti apa
yang telah dijalankan oleh nabi sendiri . Al-Qur’an mengharamkan
bangkai dan darah secara mutlak, dalam QS. Al-Maidah 5:3,

ْ‫ير ولحْ ُم وال َّد ُم ا ْلميْتةُ عل ْي ُك ُم ُح ِ ِّرمت‬


ِ ‫ا ْل ِخ ْن ِز‬
Artinya : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah dan daging
babi ..." (QS. Al-Ma'idah 5: 3)

Kemudian hadis men-taqyid-kan kemutlakannya dan mentakhsiskan


keharamannya, beserta menjelaskan macam-macam bangkai dan darah,
dengan sabdanya sebagai berikut:

‫ ودمان ميتتان لنا أحلت‬، ‫ والجراد الحوت فأماالميتتان‬، ‫فالكبيد وأماالدمان‬


‫والطحال‬.
Artinya : "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, dan dua macam
darah. Adapun dua bangkai itu ialah bangkai ikan dan bangkai belalang,
sedang dua macam darah itu ialah hati dan limpa." (HR Ibnu Majah dan
Al-Hakim).

3) Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati didalam Al-


Qur'an. Didalam hal ini hukum-hukum atau aturan itu hanya berasaskan
Al-Hadits semata-mata. Misalnya larangan berpoligami bagi seseorang
terhadap seorang wanita dengan bibinya, seperti disabdakan :

‫ال يجمع بين المرأة وعمتها وال بين المرأة وخلتها‬


"Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengn
'Ammah (saudari bapak)-Nya dan seorang wanita dengan khalah
(saudari ibu)-Nya." (HR Bukhari dan Muslim).

6
Juga larangan mengawini seorang wanita yang sepersusuan, karena ia
dianggap muhrim senasab, dalam sabdanya :

‫إن هللا حرم من الرضاعة ما حرم من النسب‬


"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan mengawini seseorang
karena sepersusuan, sebagaimana halnya Allah telah
[1]
mengharamkannya karena senasab." (HR Bukhari dan Muslim).

2.4 Macam- Macam Hadis

a) Dilihat dari segi bentuk:


1) Qauliyah, yaitu hadis yang berupa/berbentuk ucapan/ perkataan nabi.
Contoh :

َ ‫َ ََخي ُْر ُك ْم َم ْن تَعَلَّ َم ا ْلقُ ْرآنَ َو‬:‫سلَّ َم َقال‬


ُ‫علَّ َمه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫ع ْنهُ ع َْن النَّبِي‬ َّ ‫عثْ َمانَ َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬ ُ ‫ع َْن‬

Artinya : Dari Utsman ra, dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, beliau


bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang
yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya.”(HR. al-Bukhari) [2]

2) Fi'liyah, yaitu hadis yang berbentuk perbuatan nabi.

Contoh :
ُ ‫احلَتِ ِه َحي‬
‫ْث‬ ِ ‫علَى َر‬
َ ‫سلَّ َم يُص َِلي‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫َّللاِ قَا َل كَانَ َر‬ َ ‫ع َْن جَابِ ِر ب ِْن‬
َّ ‫ع ْب ِد‬
َ‫ست َ ْقبَ َل ا ْل ِق ْبلَة‬ َ َ َ
ْ ‫ت َ َو َّج َهتْ َف ِإذَا أ َ َرا َد الف ِريضَة نز َل فا‬
َ َ ْ

Artinya : Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah Shalalallahu


‘Alaihi Wa Sallam. shalat di atas tunggangannya menghadap ke mana
arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan
shalat yang fardhu, maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)[3]

[1]
Aminuddin, dkk, “Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum”
(Bogor:Ghalia Indonesia,2014), halaman 57-58.
[2]
“Pengertian Sunnah/Hadits Qauliyah dan Contoh Sunnah/Hadits Qauliyah”, diakses
di https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnahhadits-qauliyah-
dan.html pada 15 September 2019 pukul 08.31 WIT.
[3]
“Pengertian Sunnah/Hadits Qauliyah dan Contoh Sunnah/Hadits Qauliyah”, diakses di
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnahhadits-filiyah-dan.html
pada 15 September 2019 pukul 08.37 WIT.

7
3) Taqririyah, yaitu hadis yang berbentuk/berupa keputusan (hadis yang
yang berupa perbuatan sahabat yang disaksikan atau didengar oleh
nabi ‫ﷺ‬. dan nabi tidak menegur atau menyalahkannya.
Contoh :

‫صعِيدًا‬ َ ‫ْس َمعَ ُه َما َما ٌء فَتَيَ َّم َما‬ َ ‫سفَ ٍر فَ َحض ََرتْ ُه َما الص َََّلةُ َولَي‬ َ ‫سعِي ٍد ا ْل ُخد ِْري ِ قَا َل ََخ َر َج َر ُج ََل ِن فِي‬ َ ‫ع َْن أَبِي‬
‫سو َل‬ ُ ‫ت فَأَعَا َد أ َ َح ُد ُه َما الص َََّلةَ ِب ُوضُوءٍ َولَ ْم يُ ِع ْد ْال ََخ ُر ث ُ َّم أَتَيَا َر‬ ِ ‫صلَّ َيا ث ُ َّم َو َجدَا ا ْل َما َء َب ْع ُد فِي ا ْل َو ْق‬
َ َ‫ط ِي ًبا ف‬ َ
َ ‫ضأ‬َّ ‫سنَّة َوأَج َْزتْكَ ص َََلت ُكَ َوقَا َل ِللَّ ِذي ت ََو‬َ ُّ ‫صبْتَ ال‬ َ َ ‫سلَّ َم فَذَك ََرا ذَ ِلكَ فَقَا َل ِللَّذِي لَ ْم يُ ِع ْد أ‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ
َ ْ َ
‫َوأعَا َد لكَ اْلجْ ُر َم َّرتَي ِْن‬ َ
Artinya : Dari Abu Sa'id Al Khudri radiyallahu 'anhu ia berkata:
"Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan
waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air, lalu mereka
berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan shalat,
kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu
salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu
dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Maka beliau
berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: 'Kamu sesuai
dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup'. Dan beliau juga berkata
kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: 'Bagimu pahala dua
kali' ". (HR. Ad-Darimi) [1]

b) Dilihat dari segi kualitasnya hadis:


1) Shahih ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
hapalannya sempurna (dhabith), sanadnya bersambung, tidak terdapat
padanya keganjilan (syadz), dan tidak cacat ('illah).
Contoh :

‫ب ع َْن ُم َح َّم ِد ب ِْن ُجبَي ِْر ب ِْن ُم ْطع ِِم ع َْن أَبِ ْي ِه قَا َل‬ ٍ ‫شهَا‬ ِ ‫ف قَا َل أ َ َْخبَ َرنَا َما ِلكٌ ع َِن اب ِْن‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
َ ُ‫ع ْب ُدهللاِ ْبنُ يُ ْوس‬
‫ط ْو ِر‬ ِ ‫م قَ َرأ َ فِي ا ْل َم ْغ ِر‬.‫س ْو َل هللاِ ص‬
ُّ ‫ب بِال‬ ُ ‫(رواه البخاري)“سَمِ عْتُ َر‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia


berkata: “telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab
dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku
pernah mendengar rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam membaca
dalam shalat maghrib surat at-thur ”(HR. Bukhari, Kitab Adzan)[2]
[1]
“Pengertian Sunnah/Hadits Qauliyah dan Contoh Sunnah/Hadits Qauliyah”, diakses di
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnahhadits-taqiririyah-
dan.html pada 15 September 2019 pukul 08.39 WIT.
[2]
“Makalah Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif”, diakses di
https://www.nahimunkar.org/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif-serta-
contohnya/ pada 15 September 2019 pukul 09.11 WIT.

8
2) Hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
hapalannya kurang sempurna, sanadnya bersam-bung, tidak terdapat
padanya keganjilan (syadz) dan tidak terdapat cacat ('illah).

Contoh :
‫سليْمان ْبنُ ج ْعف ُر حدَّثنا قُتيْبةُ حدَّثنا‬ ِ ‫أ ِبي ْب ِن بك ِْر أ ِبي ع ْن ا ْلج ْو ِني ِع ْمر‬
ُ ‫ان ِب ْيَأ ع ْن الضُّب ِعي‬
ْ ‫ يقُ ْو ُل الع ُد ِّ ِو بِح‬: ‫س ْو ُل قال‬
‫ قال ْاْلشْع ِر ْي ُم ْوسي‬: ُ‫ضر ِة أ ِبي س ِم ْعت‬ ُ ‫ م ص هللاِ ر‬: َّ‫أبْواب إِن‬
‫ف ِظال ِل تحْ ت ا ْلجنَّ ِة‬ِ ‫سيُ ْو‬
ُّ ‫… ال‬.. ‫“ الحديث‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah
menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni
dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar
ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda :
“sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR.
At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi) [1]

3) Dha'if, berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.

Contoh:

ُ ‫ رواية وفي( وأ ْوس‬: ُ‫طه‬


‫طهُ رحْ مة رمضان شه ِْر أ َّو ُل‬ ُ ‫آخ ُرهُ م ْغ ِفرة )ووس‬
ِ ‫ال َّن ِار ِمن ِعتْق و‬
Artinya : “Awal bulan Ramadhân itu adalah rahmat, tengahnya adalah
maghfirah (ampunan) dan akhirnya merupakan pembebasan dari api
neraka“. [HR Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asâkir, Dailami dan lain-lain
lewat jalur periwayatan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu] [2]

4) Maudhu' ialah hadis palsu yaitu hadis yang dibuat-buat oleh seseorang
dan dikatakan scbagai sabda atau perbuatan Rasulullah.
Contoh :

‫ش ِهَالصَّائِ ُم فِي ِعباد ٍة و ِإ ْن كان نَا ِئ ًما ع‬


ِ ‫لى فِرا‬

“Orang yang berpuasa itu tetap dalam ibadah meskipun dia tidur di
atas kasurnya.” (Sanad hadits ini maudhû’ (palsu), karena ada seorang
perawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl. Orang ini
[1]
“Makalah Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif”, diakses di
https://www.nahimunkar.org/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif-serta-contohnya/
pada 15 September 2019 pukul 09.11 WIT.
[2]
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, “Hadits-Hadits Dhaif, Maudhu’ yang banyak
Beredar pada Bulan Ramadhan”, diakses di https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-
dhaif-maudhu-yang-banyak-beredar-pada-bulan-ramadhan.html pada 17 September
2019 pukul 08.13 WIT.

9
termasuk pemalsu hadits, sebagaimana diterangkan oleh Imam adz-
Dzahabi dalam kitab ad-Dhu’afa) [1]

Silahkan, lihat kitab Silsilah ad-Dha’îfah wal Maudhû’ah, no. 653 dan
kitab Faidhul Qadîr, no. 5125

c) Dilihat dari segi siapa yang berperan dalam berbuat/bersabda :

1) Qudsi yaitu nisbah dari al-quds yang artinya suci. Hadits qudsi adalah
hadits yang dinisbahkan pada Dzat Yang Maha Suci, yaitu Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.

Contohnya, Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau


riwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allah berfirman,

‫ ِبي ع ْبدِي ظ ِنِّ ِعند أنا‬، ‫ي ْذك ُُرني ِ ِحين معهُ أنا و‬، ‫س ِه فِي ذكرني ف ِإن‬
ِ ‫ن ْفسِي فِي ذك ْرتُهُ ن ْف‬
‫ل فِي ذكرنِي و ِإ ْن‬
ٍ ‫ل فِي ذك ْرتُهُ م‬
ِ ‫ير م‬
ٍ ‫ِمن ُه ْم خ‬
Artinya : “Aku sesuai anggapan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika
dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku sendiri maka Aku akan
mengingatnya pada diri-Ku, namun jika dia mengingat-Ku di
sekelompok orang maka Aku akan menyebut-nyebut namanya di
kelompok makhluk yang lebih baik.” (HR. Al-Bukhari, no. 7405 dan
Muslim, no. 2675)[2]

2) Marfu' yaitu disandarkan kepada Raulullah.

Contohnya, Riwayat Imam al-Bukhari di kitab Shahih-nya No. 1,


‘Umar radhiyallahu ‘anhu ketika di atas mimbar berkata, ‘saya
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda’:

‫…بالنيات اْلعمال إنما‬

Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…”

[1]
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, “Hadits-Hadits Dhaif, Maudhu’ yang banyak
Beredar pada Bulan Ramadhan”, diakses di https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-
dhaif-maudhu-yang-banyak-beredar-pada-bulan-ramadhan.html pada 17 September
2019 pukul 08.13 WIT.
[2]
“Hadits Qudsi”, diakses di https://yufidia.com/2350-hadits-qudsi.html pada 17
September 2019 09.24 WIT.

10
3) Mauquf yaitu disandarkan kepada sahabat.

Contoh:
‫ عنه هللا رضي طالب بن علي قال‬: ‫هللا يكذِّب أن يعرفون بما الناس حدِّثوا‬
‫؟ ورسوله‬
Ali bin Abi Thalib ra. berkata, ”Berbicaralah kepada manusia sesuai
dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian ingin mereka
mendustakan Allah dan Rasul-Nya?”

4) Maqthu' yaitu disandarkan kepada tabi'in.

Contohnya, perkataan Hasan al Bashri tentang sholat di belakang ahli


bid’ah:
‫صل وعليه بدعت‬
“Shalatlah dan dialah yang menanggung bid’ahnya”[1]

[1]
Muhammad Abduh Al-Banjary, “Hadits Qudsi, Marfu’, Mauquf dan Maqthu’”,
diakses di www.tsaqafah.com/hadits-qudsi-marfu-mauquf-dan-maqthu/
pada 17 September 2019 09.41 WIT.

11
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Pengertian

Secara luas ialah sesuatu yang disandarkan baik kepada Nabi


Muhammad ‫ ﷺ‬atau sahabat atau tabi’in, baik berupa perkataan, perbuatan,
pernyataan (taqrir) maupun sifat dan keadaannya.

3.2 Fungsi dan Kedudukan Al-Hadis terhadap Al-Qur’an

Hadis menempati kedudukan nomor dua setelah alquran, sebagai


sumber norma dan hukum serta ajaran agama islam. Adapun fungsi Al-
Hadis terhadap Al-Qur’an :

1. Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan


oleh
Al-Qur’an,
2. Memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat Alquran,
3. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati didalam Al-
Qur'an.

3.3 Macam-Macam Hadis

Dilihat dari berbagai segi, yaitu :


1. Segi bentuk,
- Qauliyah - Taqririyah,
- Fi'liyah,

2. Segi kualitasnya,
- Shahih - Dhaif
- Hasan - Maudhu’

3. Segi siapa yang berperan dalam berbuat atau bersabda dalam hadis.
- Qudsi - Mauquf
- Marfu' - Maqhtu’

12
DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, dkk. 2014. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum.
Bogor : Ghalia Indonesia.

Muhammad Abduh Tuasikal .2013. “Mengikuti Islam yang Murni”, diakses di


https://rumaysho.com/3321-mengikuti-islam-yang-murni.html (diakses tanggal 14
September 2019).

Anonim. 2018. Memahami Sumber Hukum Islam Kedua.


https://khazanah.republika.co.id/berita/p302vv313/memahami-sumber-hukum-
islam-kedua (diakses tanggal 16 September 2019).

Anonim. 2018. Pengertian Sunnah/Hadits Qauliyah dan Contoh Sunnah/Hadits


Qauliyah. https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnahhadits-
qauliyah-dan.html (diakses tanggal 15 September 2019).

Anonim. 2015. Makalah Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif.


https://www.nahimunkar.org/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif-serta-
contohnya/ (diakses tanggal 15 September 2019).

Hakim, Abdul. 2014. Hadits-Hadits Dhaif, Maudhu’ yang banyak Beredar pada
Bulan Ramadhan. https://almanhaj.or.id/3950-hadits-hadits-dhaif-maudhu-yang-
banyak-beredar-pada-bulan-ramadhan.html (diakses tanggal 17 September
2019).

Anonim. 2011. Hadits Qudsi. https://yufidia.com/2350-hadits-qudsi.html (diakses


tanggal 17 September 2019).

Al-Banjary, Muhammad Abduh. 2015. Hadits Qudsi, Marfu’, Mauquf dan Maqthu.
www.tsaqafah.com/hadits-qudsi-marfu-mauquf-dan-maqthu/ (diakses tanggal 17
September 2019).

13

Anda mungkin juga menyukai