Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KLARIFIKASI HADIST DARI SEGI PENISBATAN PRAWINYA


Disusun untuk untul memenuhi tugas

Mata Kuliah: ULUMUL HADIST

Dosen Pengampu: Zuhrufatul jannah, M. Ag.

Disusun Oleh:

M. Ananda Auliya’a Mazwar :(200602029)


Nurul Hikmayani :(200602010)

KELAS A
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN dan STUDI AGAMA
UNIVERSITAS NEGERI MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahan rahmat dan hidayat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “KLARIFIKASI HADIST
DARI SEGI PENISBATAN PRAWINYA” ini.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan atas junjungan nabi MUHAMMAD SAW
yang telah membawa kita dari kekegalapan menuju ketenerang yaitu agama islam
yang sangat sempurna dan menjadi hal terindah untuk alam semesta.

Dibuatnya makalah tentang "KLARIFIKASI HADIST DARI SEGI PENISBATAN


PRAWINYA" untuk memberi pengetahuan kepada pembaca untuk mengenal dan
mengetahui manfaat dari komputer yang sudah menjadi kebutuhan saat ini.

Penulis sangat besyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang bejudul


“KLARIFIKASI HADIST DARI SEGI PENISBATAN PRAWINYA”. Disamping itu, kami
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam
mengerjakan makalah ini sehingga dapat trealisasikan makalah ini.

Demikian dari kami sampaikan, kami berharap kepada pembaca untuk memberi
kami saran dan kritik. Dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca.

Penulis

Mataram 14, Februari 2021


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Bentuk Asal..............................................2
B. Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asal..................................................5
C. Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad Dan Perawinya.................................6
D. Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanad............................................................9
E. Maqbul Dan Maqdud...................................................................................11
F. Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits)..............................................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
Di dalam mengklasifikasikan hadîts, ulama hadîts berbeda-beda di dalam menetapkan
jumlah macam-macam hadîts. Ibn Taimiyah mengungkapkan, “secara umum, berdasarkan
keadaan Perawi dan keadaan matan hadits sangat banyak macamnya. Menurut Imam Al-
Nawâwiy pembagian hadîts mencapai 65 macam, menurut Al-Suyûtiy pembagian hadîts
mencapai 82 macam, menurut Ibn Katsîr sebanyak 65 macam dan Abu Fadhl al-Jizâwiy –di
dalam kitab Al-Turas- membaginya menjadi 63 macam.
Hal ini terjadi karena mereka melihat klasifikasinya secara umum, dengan tidak melihat
dan menggunakan tipologi yang jelas.
Untuk memudahkan pemahaman dan pengenalan hadîts nabi beserta istilah-istilah yang
terkait dengannya, maka pemakalah akan menjabarkannya di dalam makalah singkat yang
berjudul “Klasifiksi Hadîts Ditinjau Dari Berbagai Aspek”. Pembahasannya meliputi:
Pembagian hadîts berdasarkan bentuk asal, pembagian hadîts berdasarkan sifat asal, pembagian
hadîts berdasarkan Jumlah periwayat, pembagian hadîts berdasarkan kwalitas serta pembagian
hadîts berdasarkan penisbatan.

B.            RUMUSAN MASALAH


1.             Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Bentuk Asalnya?
2.             Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asalnya?
3.             Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad Dan Perawinya?
4.             Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanadnya?
5.             Apa yang dimaksud dengan Maqbul Dan Maqdud
6.             Bagaimana Klasifikasi Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits)?
BAB II
PEMBAHASAN

Hadits dapat diklasifikasi menjadi :

A.           KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BENTUK ASAL


Ulama hadits mendefinisikan hadits secara bahasa dengan ‫( الجديد‬yang baru) dengan
lawannya ‫( القديم‬lama) dan secara umum yang dimaksud dengannya adalah segala perkataan Nabi
SAW yang dinukilkan dan disampaikan oleh manusia baik dari segi mendengar atau segi wahyu
dalam keadaan terjaga atau pun tidur.
Sedangkan menurut istilah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat. Didalam buku Manhaj Naqd fi ulumil hadits, Nuruddin
Ithr mendefinisikan bahwa hadits segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kholqiyyah (penciptaan), Khuluqiyyah (Akhlak) atau apa
saja yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.1[1]
Diantara contoh hadits yang menggambarkan akhlak Nabi adalah
‫رمضان فى لناساأجود كان رسول كان و لناسا جود أ وسلم عليه هللا صلى هللا‬
“Adalah Rasulullah itu manusia yang penyantun dan lebih penyantun lagi dibulan
ramadhan”
dan contoh yang menggambarkan Nabi seorang manusia ciptaan Allah SWT
‫وجها كان الناس حسنأ وسلم عليه هللا صلى اللهرسول‬, ‫خلقا وأحسنه‬,‫ لبائن ا بالطويل ليس‬,‫بالقصير وال‬

“Adalah Rasulullah manusia yang paling baik/indah wajahnya, paling mulia akhlaknya,
tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek”.

1 [1] Nuruddin Ithr, Manhaj al-Naqd fi Ulum al-hadits, (Beirut: Dar al-Fikri al-Mu’ashir, 2003), h.5
a.            Hadits Qouli
Hadits Qouli adalah semua ucapan Nabi SAW yang disampaikan dalam berbagai macam
tempat dan kesempatan, dan ulama ushul fiqh juga mendefinisikan hadits Qouli dengan defenisi
yang sama.2[2]
Contoh hadits yang menggambarkan perkataan Nabi SAW:
... ‫إنما‬.‫نوى ما امرء لكل وإنما بالنيات ألعمال ا‬
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap seseorang akan
mendapatkan sesuatu ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkan…"
...‫والضرارالضرر‬
“Janganlah membahayakan diri dan membahayakan bagi orang lain…”

b.           Hadits Fi’li


Hadits fi’li adalah semua perbuatan Nabi SAW yang diriwayatkan oleh para sahabat
seperti wudhu nabi, tatacara pelaksanaan sholat, pelaksanaan haji, dan lain sebagainya.3[3]
Contoh hadits yang menggambarkan perbuatan Nabi SAW :
‫مناسككم عنى خذوا‬
“Ambillah olehmu tatacara manasik haji dariku”

Para ulama ushul fiqh juga mengelompokkan perbuatan Nabi SAW kepada beberapa
bagian :
1.             Jibilli/Jiblah (perangai/tabiat), yaitu perbuatan atau pekerjaan Nabi SAW yang termasuk
dalam urusan tabiat seperti makannya nabi, minum, duduk, dsb.
2.             Qurb (pendekatan/dekat), seperti ibadah sholat, puasa, shodaqoh, dsb.
3.             Mu’amalah (hukum syar’i yang mengatur kepentingan individu dengan lainnya), seperti
jual beli, perkawinan, pertanian, dsb.4[4]

2[2] Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-islami, (Beirut: Dar al-Fikr, 1998), Jilid 1, h.450

3[3] Ibid h.450

4[4] Zufran Rahman, Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h.11-12
Adapun kandungan hukum yang terdapat dalam perbuatan Rasulullah SAW tersebut,
bahwasanya fi’liyah Rasulullah SAW adalah pekerjaan-pekerjaan Nabi yang menjadi penerang
bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah SWT seperti beliau mengerjakan sholat Zuhur
empat rakaat, Maghrib tiga rakaat, Isya empat rakaat, Ashar empat rakaat, dan Subuh dua rakaat.
Kesemuanya itu merupakan perbuatan Nabi yang berkedudukan sebagai hukum asal, andaikata
hukum asal yang dikerjakan Nabi itu wajib maka perkerjaan yang menerangkan cara
melaksanakan perintah yang wajib itu juga wajib.

c.              Hadits Taqriri


Hadits taqriri (penetapan, pengukuhan atau isbat) adalah semua yang diakui oleh Nabi
terhadap yang bersumber dari salah satu sahabat beliau, baik berupa perkataan dan perbuatan,
meskipun perbuatan tersebut dihadapannya atau tidak.5[5]
Contoh pertama
Taqrir dari Nabi SAW terhadap kisah dua orang sahabat yang berada dalam perjalanan,
ketika telah masuk waktu sholat mereka tidak menemukan air untuk berwhudu, lalu mereka
bertayamum dan melakukan sholat, setelah beberapa saat dalam perjalanan mereka menemukan
air sebelum waktu sholat tersebut habis, kemudian salah seorang diantara keduanya berwhudu
dan mengulang sholatnya sedangkan yang lain tidak mengulang sholatnya, kemudian sampailah
hal ini kepada Rasulullah SAW, dan Nabi membenarkan perbuatan keduanya.
d.           Hadits Siffati
Hadits Siffati (na’at/sifat) adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sifat dan
kepribadian Nabi SAW, contoh : bahwasanya Rasulullah itu bukanlah orang yang melampaui
batas dan suka berkata kotor, yang mempunyai watak yang keras, beliau juga bukan yang suka
berteriak , keji, dan juga bukan yang suka membuka cela/aib.6[6]

B.            KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI SIFAT ASAL


Apabila hadits ditinjau dari sifat asal, hadits terbagi kepada dua bagian, yaitu Hadits
Nabawiy dan Hadits Qudsiy.

5[5] Ibid

6[6] http://sakban1.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-hadits-ditinjau-dari.html?m=1 Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019


Pukul 19.00 WIB
1.             Hadits Nabawiy :
Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
dan sifat.
2.             Hadits Qudsiy :
Secara bahasa adalah ‫القدس‚‚ي‬
ُّ dinisbahkan kepada (Al quds) yaitu : Suci dikarenakan
dinisbahkan hadits tersebut kepada dzat yang suci yaitu Allah Subhanahuwata’la.
Secara istilah adalah hadits yang disandarkan oleh Nabi SAW kepada Allah SWT,
maksudnya periwayatan yang diberikan oleh Nabi bersumber dari Kalam Allah SWT, maka
Rasul hanya meriwayatkan dari segi lafaz saja dan apabila seseorang meriwayatakan, maka
periwayatannya dari Rasullah yang bersandarkan kepada Allah SWT.
Dari segi perbedaan kita dapat membedakan antara Hadits Nabawiy dengan Hadits Qudsiy
dan hadits Qudsiy dengan Al Quran :
Hadits Qudsiy dengan Hadits Nabawiy :
a.             Hadits Qudsiy maknannya dari sisi Allah yang disampaikan kepada Rasulullah SAW
dengan metode seperti metode turunnya wahyu dan tidak langsung dispesifikasikan kepada
Rasul dan Rasulullah SAW mengatakan ‫ كذاتعالى هللا قال‬sementara itu hafaz susunan katanya
barulah dari sisi Rasulullah SAW. oleh karena itulah dinamakan dengan ً ‫قدسيّا‬.
b.             Hadits Nabawiy tidak demikian halnya karena hadits Nabawiy bersifat Taufiqiy,
ditetapkan dengan ijtihad dan pendapat Nabi SAW dari pemahamannya tentang al Quran dengan
memperhatikan hakekat yang terjadi.
Hadits Qudsiy dengan Al Quran :
a.             Hadits Qudsiy lafaznya dari sisi Nabi SAW dan maknanya dari Allah SWT dengan jalan ilham
atau ketika tidur dengan wahyu yang ‫ جل ّي‬ataupun tidak. Sementara al-Quran lafaz dan maknanya
murni dari Allah SWT melalui wahyu yang ‫ جل ّي‬dengan perantaraan malaikat Jibril AS dalam
keadaan terjaga dan bukan dalam kondisi tidur atau pun dengan ilham.
b.             Hadits Qudsiy sah menggunakan periwayatannya dengan makna, adapun al-Quran
diharamkan riwayatnya dengan makna.
c.             Hadits Qudsiy tidaklah beribadah dalam membacanya, sementara al-quran beribadah
dalam membacanya.
d.            Al Quran al Karim adalah mu’jizat Allah SWT yang kekal abadi yang berurutan lafaz
kalimat, huruf, susunan katanya, adapun hadits Qudsiy tidaklah berurutan dan tidak pula
mu’jizat.
e.             Al Quran diharamkan menyentuhnya bagi orang yang berhadas/tidak suci, sementara
hadits qudsiy tidak demikian halnya.7[7]

C.           HADITS BERDASARKAN KWANTITAS SANAD DAN PERAWINYA


1.             Hadits Mutawatir
Secara etimologi berarti beriringan, berurutan, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan
secara terminologi berarti hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap generasi
sanad, mulai awal (shahabat nabi) hingga akhir (perawi, penulis hadits).
Syarat hadits mutawatir :
    Rawi haditsnya segolongan orang banyak.
    Mereka mustahil melakukan kebohongan karena rawi-rawi itu orang banyak yang berbeda-
beda kalangan dan profesi.
    Rawi yang yang banyak itu meriwatyatkan pada rawi yang banyak pula, mulai dari permulaan
hingga akhir sanad.
    Bersifat indrawi (diterima oleh panca indra).
Hadits mutawatir dibagi menjadi :
a.             Mutawatir lafdhi
Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan menggunakan lafadz (susunan
kata) satu atau lebih namun satu makna yakni dalam konteks masalah itu.
b.             Mutawatir ma’nawi
Adalah hadits yang isinya diriwayatkan secara mutawatir dengan bentuk matan yang berbeda-
beda. Umumnya hadits mutawatir dalam jenis ini berupa riwayat tentang perilaku nabi terhadap
lingkungan, cara nabi saw. mengangkat kedua tangan dalam berdo’a, dan sebagainya.

2.             Hadits Ahad

7[7] . Ahmad Oemar Hasyim, ‫( قواعد أصول الحديث‬Cairo: Maktabah al Azhar as Syarif,2004), h.25-26
Secara harfiah kata âhâd (‫ )آحاد‬merupakan bentuk jamak dari kata ahad (‫ )أحد‬yang berarti
yang satu, tunggal. Jika dikatakan khabar wahid maka maksudnya adalah khabar atau hadits
yang diriwayatkan oleh seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits Ahad (‫ )الحديث اآلحاد‬adalah hadits
yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang saja, atau bahkan oleh sedikit orang, atau
seorang saja, dan selanjutnya masing-masing perawi menyampaikan haditsnya kepada seorang,
atau dua orang saja. Jumlah perawi yang demikian dalam setiap tahap tidak menjadikan
haditsnya terkenal sebagaimana jenis lainnya.

Klasifikasi hadits ahad :


a.             Hadits masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap tingkat sanadnya di
masing-masing jalur, dan tidak melebihi jumlah sanad untuk periwayatan hadits mutawatir.
Hadits masyhur dikelompokkan menjadi :
    Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Hadits (ahl al-hadits, ‫ )الحديث أهل‬secara khusus.
    Hadits yang masyhur dikalangan ahli hadits sendiri dan kalangan lainnya (‘Ulama dan
‘awam).
    Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Fiqh (al-Fuqaha`, ‫)الفقهاء‬.
    Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Ushul (al-Ushuliyyun, ‫)األصوليّون‬.
    Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Nahwu (al-Nuhah, ‫)النحاة‬.
    Hadits masyhur yang terkenal dikalangan masyarakat umum.
b.             Hadits aziz
Kata ‘Aziz berarti yang mulia, utama, kuat, dan sangat. adalah hadits yang mempunyai dua jalur
sanad, yang masing-masing terdiri atas dua orang rawi pada setiap level sanadnya. Atau dengan
kata lain, hadits ‘aziz adalah hadits yang mempunyai dua sistem sanad (isnadan, ‫)إسنادان‬.
c.             Hadits gharib
Menurut etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang menurut istilah artinya
hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, atau disebabkan karena adanya
penambahan dalam matan atau sanad.
Hadits gharib dibagi menjadi :
o      Gharib mutlak Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi walaupun hanya
dalam satu thabaqat (tingkatan).
o      Gharib nisbi Ialah hadits dimana kegharibannya ditentukan karena suatu segi, misalnya dari
segi hanya diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.
D.           HADITS BERDASARKAN KWALITAS SANAD
1.             Hadits Shahih
Kata shahih (‫ )صحيح‬berasal dari kata shahha (‫ )ص ّح‬dan shihhah (‫ )صحّة‬yang berarti sehat,
tidak cacat. Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung proses periwayatan oleh
orang yang adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa sifatnya, serta terbebas dari
keganjilan dan cacat.
Dikatakan dengan hadits shohih sekiranya memenuhi criteria dibawah ini:8[8]
1.             Sabadnya bersambung (dengan mendengar setiap satu orang dari orang lain dari
periwayatannya sampai ke atasnya).
2.             Adalatul al- Ruwah (adil dalam artian orang tersebut benar-benar memiliki kemampuan
untuk memikulnya dengan mengacu kepada nilai-nilai taqwa dan wibawa).
3.             Dhabit (benar-benar terukur keabsahan penerimaan darinya dengan mengacu kepada apa
yang ia dengar dari seorang syekh kemudian ia hafal dan ia berikan pula kepada yang orang
lain).
4.             Terlepas dari kejanggalan dan cacat (orang tersebut benar-benar yang paling terpercaya
dari sumber pengambilan periwayatan hadisnya tanpa ada cacat dan cela).
Ulama membagi hadits shohih menjadi kepada shohih lizatihi dan shohih lighairihi. Shohih
lizatihi adalah hadits yang memenuhi criteria sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumya,
sedangkan shahih lighairihi adalah hadits yang tidak memenuhi criteria yang telah disebutkan
tersebut secara maksimal, misalnya perawi yang adil namun tidak sempurna kedhabitannya.
Akan tetapi terdapat hadits dari jalur yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits
dalam ketegori hasan yang diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih
lighairihi.

2.             Hadits Hasan


‫علة الو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده تصال ما‬

8[8] http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadis-dari-berbagai-aspek.html?m=1 Diakses Pada Tanggal 03 Oktober


2019 Pukul 20:45 WIB
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil namun lebih
rendah kedhabitannya tanpa adanya syaz dan illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan dan hadits shahih hanya terletak pada
kedhabitan perawinya saja, hadist shohih perawinya dalam tingkat kedhabitan sempurna dalam
hadits hasan kurang sempurna.
Secara harfiah kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah didefinisikan
sebagai hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang kurang sempurna
kredilitasnya.

3.             Hadits dhaif


Dla’if (‫ )ضعيف‬secara harfiah berarti lemah. Hadits Dla’if adalah hadits yang tidak memiliki
syarat sebagi hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Hukum-hukum hadits dhaif :
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan menetapkan suatu hukum maupun sebagai
landasan suatu aqidah, melainkan hanya diperbolehkan dalam hal keutamaan amal.

Syarat membolehkan mengamalkan hadits dhaif menurut Ibnu Hajar:


               Hadits dhaif itu mengenai keutamaan amal
               Kualitas kedhaifannya tidak terlalu sehingga tidak boleh mengamalkan hadits dari orang
pendusta dsb
               Hadits dhaif bersumber pada dalil yang bisa diamalkan
               Pada waktu mengamalkan hadits dhaif tidak boleh mempercayai kepastian hadits itu (niat
ikhtiat/berhati-hati dalam agama)
E.            MAQBUL DAN MAQDUD
1.             Hadits Maqbul
Kata Maqbul (‫ )مقبول‬secara harfiah berarti “diterima”. Hadits Maqbul adalah hadits yang
bisa diterima kehadirannya sebagai landasan beragama, baik dalam hal ibadah maupun
mu’amalah.
Tingkatan Hadits Maqbul :
a.             Ma’mul Bih (‫)هب لوالمعم‬
Yakni hadits yang seharusnya diamalkan pesan-pesannya (wujub al-‘amal bih, ‫)وجوب العمل به‬,
yakni hadits yang mutawatir, shahih, shahih li ghairih, dan hasan.
b.             Ghair Ma’mul Bih (‫)به لمعموال غير‬
Yaitu hadits yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi cukup diambil sebagai sumber informasi,
yaitu hadits ahad, dan hadits hasan li ghairih.
2.             Hadits Mardud
Kata mardud (‫ )مردود‬berarti “ditolak”. Hadits Mardud adalah hadits yang ditolak karena
memiliki ciri-ciri yang sekaligus alasan untuk ditolak antara lain sebagai berikut:
a.             Sanadnya tidak bersambung, atau munfashil (‫)منفصل‬
b.             Terdapat perawi yang cacat dalam sanad
c.             Cacat matannya.

F.            BERDASARKAN PENISBATANNYA (SUMBER HADITS)


1.             Hadits Marfu’
Kata marfu’ (‫ )مرفوع‬secara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada posisi yang
tinggi. Maka hadits marfu’ (‫ )المرفوع الحديث‬adalah hadits yang oleh para muhadditsun dinyatakan
sebagai hadits yang disandarkan langsung pada nabi saw., baik sanadnya bersambung secara
utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair muttashil), yakni terdapat sanad yang terputus
didalamnya.

Macam-macam hadits marfu’ :


a.             Marfu’ Tashrihi
Yaitu hadits yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir.
b.             Marfu’ Hukmi
Yaitu hadits yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan kepada Nabi SAW melalui kata-
kata, misalnya, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda “atau” bahwa Rasulullah saw telah
melakukan…”, atau “bahwa telah dilakukan didepan nabi SAW.

2.             Hadits Mauquf


Mauquf (‫ )موق‚‚وف‬secara harfiah berarti berhenti atau dihentikan. Maka yang dimaksud
dengan hadits mauquf (‫ )ا الموقوفلحديث‬adalah hadits yang dinyatakan oleh seorang shahabi, baik
dengan sistem sanad yang muttashil pada nabi maupun munqathi’. Jadi hadits ini hanya berhenti
pada level shahabi sebagai sandaran informasi.

3.             Hadits Maqthu’


Kata maqthu’ (‫ )مقطوع‬berasal dari kata qatha’a (‫ )قطع‬yang secara harfiah berarti terputus
atau diputuskan, yang berlawan kata washala (‫ )وصل‬dengan arti sampai atau bersambung. Maka
yang dimaksud dengan hadits maqthu’ (‫ )مقطوعاللح‚‚ديثا‬adalah hadits yang disandarkan kepada
seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dikatakan terputus
karena sanadnya tidak bersandar langsung pada nabi atau bahkan tidak pada shahabat.
Di antara hadits-hadits yang termasuk kategori tidak diterima atau ditolak pada umumnya
adalah hadits-hadits yang merupakan cabang hadits dha’if dan hadits maudlu’.
Di antaranya sebagai berikut :
a.             Hadits mursal
Kata mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di marfu’kan oleh tabi’i
kepada Nabi saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan “Bahwasannya
Rasulullah saw bersabda…”. Atau dapat pula diartikan sebagai hadits yang disampaikan oleh
seorang tabi’in, baik Tabi’in Besar maupun Tabi’in Kecil, tanpa menyebut nama shahabat.
b.             Hadits muallaq
Kata muallaq berarti digantung. Sedang menurut terminologinya yaitu hadits yang perawinya
gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau semuanya kecuali seorang shahabi.
c.             Hadits munqathi’
Munqathi’ secara harfiah berarti terputus. Hadits Munqathi’ (‫ )الحديث المنقطع‬adalah hadits yang
dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara tidak berurutan, misalnya
terputusnya sanad pada titik sanad ketiga dan pada titik kelima.
d.            Hadits mu’dhal
Secara bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal (‫)المعضل الح‚‚ديث‬
adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara
berurutan, misalnya terputus pada titik sanad ketiga dan pada titik keempat.
e.             Hadits matruk
Kata matruk (‫ )م‚‚تروك‬berarti yang ditinggal atau ditinggalkan. Sedangkan yang dimaksud
dengannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tertuduh sebagai pendusta,
baik terkait dengan masalah hadits maupun lainnya, atau tertuduh sebagai seorang fasiq, atau
karena sering lalai ataupun banyak sangka.
f.              Hadits munkar
Munkar (‫ )منكر‬secara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi
yang lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya), atau riwayat yang lebih
lemah lagi.
g.             Hadits muallal
Secara harfiah, mu’allal (‫ )معلّل‬berarti yang dicacat. Hadits Mu’allal yaitu hadits yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana sebab-sebab tersebut baru
diketahui setelah dilakukan penelitian yang mendalam, dan secara lahiriah hadits tersebut
mempunyai cacat.
h.             Hadits mudhtharib
Mudltharrib (‫ )مض‚‚‚طرب‬secara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis, Hadits
Mudltharrib (‫ )المضطرب الحديث‬adalah hadits yang riwayatnya atau matannya berlawan-lawanan,
baik dilakukan oleh seseorang atau banyak rawi, dengan cara menambah, mengurangi ataupun
mengganti. Riwyatnya tidak dapat dianggap kuat salah satunya, demikian pula matannya.
i.               Hadits maqlub
Hadits Maqlub (‫ )المقل‚‚وب الح‚‚دبث‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang di
dalamnya terjadi keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang, atau membelakangkan
yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan. Secara harfiah, kata maqlub (‫)مقلوب‬
berarti dibalik atau terbalikkan.
j.               Hadits mudraj
Mudraj (‫ )مدرج‬berarti dimasukkan atau dilesapkan (mudkhal, ‫)مدخل‬. Maka hadits mudraj adalah
hadits urutan isnadnya diubah, atau hadits yang telah disisipkan perkataan orang lain ke dalam
matannya, baik dari kelompok Shahabi maupun tabi’in, untuk keperluan penjelasan terhadap
makna yang dikandungnya. Jika hadits yang demikian masih bisa dideteksi unsur
penglesapannya kemudian disingkirkan maka menjadi shahih, tetapi jika sulit disortir maka
menjadi dla’if status haditsnya.
k.             Hadits mudhallas
Secara harfiah kata mudallas (‫ )مدلّس‬berarti menyembunyikan sesuatu yang cacat. Maka secara
terminologis hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan (ditutupi) unsur cacatnya dalam
sanad, dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang rawi menerima banyak hadits dari seorang
gurunya lalu ia meriwayatkan sebuah hadits yang tidak diambil dari gurunya tersebut tetapi
dinyatakan darinya (demi kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.
l.               Hadits maudhu’
Hadits Maudhu’ (‫ )الموضوع الحديث‬adalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at Islam tanpa syarat.
Dengan kata lain, hadits maudhu’ adalah hadits palsu.
BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
Hadîts di bagi berdasarkan beberapa tipologi. Pertama berdasarkan bentuk asal, hadîts
dibagi menjadi empat yaitu: hadîts Qauliy, hadîts fi’liy, hadîts Taqrîriy dan hadîts Shifatiy.
Kedua berdasarkan sifat asal, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Qudsiy dan hadîts
Nabawiy. Ketiga berdasarkan jumlah periwayat, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts
Mutawâtir dan hadîts Ahad (Meskipun Hanafiyah membaginya menjadi tiga). Keempat
berdasarkan kwalitas, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Shahîh, hadîts Hasan dan hadîts
Dha’îf . Terakhir berdasarkan penisbatan, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Marfû’, hadîts
Mauqûf dan hadîts Maqtû’.

B.            SARAN
Dikarenakan para ulama hadîts berbeda-beda di dalam menetapkan pembagian hadits, dan
perbedaan itu adalah suatu yang wajar, selagi dengan tipologi dan alasan yang jelas, maka ketika
membahas macam-macam hadîts perlu diketahui pembagian tersebut menurut siapa dan
berdasarkan hal apa. Sehingga tidak menimbulkan ketimpangan di dalam pembahasan yang
terkait dengan pembagian hadîts ini
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Oemar Hasyim, 2004. ‫ قواعد أصول الحديث‬Cairo: Maktabah al Azhar as Syarif
Al-Maliki, Muhammad Alwi. 2009. “Ilmu Ushul Hadits”. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Ithr, Nuruddin, 2003. “Manhaj al-Naqd fi Ulum al-hadits”. Beirut: Dar al-Fikri al-Mu’ashir
Rahman,Zufran.1995. “Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam”. Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya
Suparta, Munzier dan Utang Ranuwijaya. 1993. “Ilmu Hadits”. Jakarta: Raja G.
Persada.
Zuhaili, Wahbah.1998. “Ushul Fiqh al-islami”. Beirut: Dar al-Fikr Jilid 1
____. “Klasifikasi Hadits” dalam Subhi, Ash Shalih. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Hadits.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadis-dari-berbagai-aspek.html?m=1 Diakses
Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 20.45 WIB
http://sakban1.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-hadits-ditinjau-dari.html?m=1 Diakses Pada
Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadits-dari-berbagai-aspek.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.30WIB
Http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/06/klasifikasi-hadits.html Diakses Pada Tanggal 03
Oktober 2019 Pukul 19.22 WIB

Anda mungkin juga menyukai