Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ULUMUL HADIST

Ilmu Hadist ditinjau dari berbagai aspek


disajikan untuk memenuhi tugas kelompok sementara ganjil tahun akademik 2020/2021
Mata kuliah
ULUMUL HADIST
Minggu, 17 Oktober 2021

Disusun oleh:
1. Diah ayu wulandari 20211200036
2. Fadilah anisatu Hanifah 20211200035
3. Fitriyani 2021120011
4. Iis mariska 2021120012
5. Novi fitriyani 2021120020

Dosen pengampu:
MUHLISIN. M pd. I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


JURUSAN TARBIYAH
sekolah tinggi agama Islam Ash-shidiqiyah Lempuing Jaya Oki
LEMPUING JAYA
2020/2021

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat
rahmat-nyalah tulisan ini dapat diselesaikan pada waktunya. Penulisan makalah
Yang berjudul
" Hadits ditinjau dari berbagai aspek "
Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan- kekurangan.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu dan pengetahuan dan kemampuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami trima dengan
senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang, terutama rekan-rekan
Dosen jurusan ulumul hadist yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan
kelengkapan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini yang jauh dari sempurna ada
manfaat nya
W assalamu'alaikum wr.w

Lubukseberuk, 17 Oktober 2020


Daftar isi
Cover… … … … … … … … 1
Kata Pengantar… … … … … 2
Daftar isi… … … … … . ……
BAB 1 Pendahuluan… … … … … …
1. Latar belakang
2. Rumusan makalah
3. Tujuan makalah
BAB 11 PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Bentuk Asal................................. 2
B. Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asal..................................... 5
C. Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad Dan Perawinya................... 6
D. Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanad............................................... 9
E. Maqbul Dan Maqdud....................................................................... 11
F. Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits).................................. 11
BAB 111 PENUTUP
1. Kesimpulan… . . … … … . ..
2. Saran… … … … . . … … . . .
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 PPENDAHULUAN
Latar belakang
Di dalam mengklasifikasikan hadîts, ulama hadîts berbeda-beda di dalam menetapkan
jumlah macam-macam hadîts. Ibn Taimiyah mengungkapkan, “secara umum, berdasarkan
keadaan Perawi dan keadaan matan hadits sangat banyak macamnya. Menurut Imam
Al-Nawâwiy pembagian hadîts mencapai 65 macam, menurut Al-Suyûtiy pembagian hadîts
mencapai 82 macam, menurut Ibn Katsîr sebanyak 65 macam dan Abu Fadhl al-Jizâwiy –di
dalam kitab Al-Turas- membaginya menjadi 63 macam.
Hal ini terjadi karena mereka melihat klasifikasinya secara umum, dengan tidak melihat dan
menggunakan tipologi yang jelas.
Untuk memudahkan pemahaman dan pengenalan hadîts nabi beserta istilah-istilah yang
terkait dengannya, maka pemakalah akan menjabarkannya di dalam makalah singkat yang
berjudul “Klasifiksi Hadîts Ditinjau Dari Berbagai Aspek”. Pembahasannya meliputi:
Pembagian hadîts berdasarkan bentuk asal, pembagian hadîts berdasarkan sifat asal,
pembagian hadîts berdasarkan Jumlah periwayat, pembagian hadîts berdasarkan kwalitas
serta pembagian hadîts berdasarkan penisbatan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Bentuk Asalnya?
2. Bagaimana Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asalnya?
3. Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad Dan Perawinya?
4. Bagaimana Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanadnya?
5. Apa yang dimaksud dengan Maqbul Dan Maqdud
6. Bagaimana Klasifikasi Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits)?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui klasifikasi hadist ditinjau dari bentuk asalnya
2. Untuk mengetahui Klasifikasi Hadits Ditinjau Dari Sifat Asalnya?
3. Untuk mengetahui Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kwantitas Sanad Dan Perawinya?
4. Untuk mengetahuiKlasifikasi Hadits Berdasarkan Kwalitas Sanadnya?
5. Untuk mengetahui Maqbul Dan Maqdud
6. Untuk mengetahuiKlasifikasi Berdasarkan Penisbatannya (Sumber Hadits)?

BAB II
PEMBAHASAN

Hadits dapat diklasifikasi menjadi :

KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BENTUK ASAL


Ulama hadits mendefinisikan hadits secara bahasa dengan ‫( الجديد‬yang baru) dengan lawannya
‫( القديم‬lama) dan secara umum yang dimaksud dengannya adalah segala perkataan Nabi SAW
yang dinukilkan dan disampaikan oleh manusia baik dari segi mendengar atau segi wahyu
dalam keadaan terjaga atau pun tidur.
Sedangkan menurut istilah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat. Didalam buku Manhaj Naqd fi ulumil hadits,
Nuruddin Ithr mendefinisikan bahwa hadits segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kholqiyyah (penciptaan), Khuluqiyyah
(Akhlak) atau apa saja yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.[1]
Diantara contoh hadits yang menggambarkan akhlak Nabi adalah
‫رمضان فى لناساأجود كان رسول كان و لناسا جود أ وسلم عليه هللا صلى هللا‬
“Adalah Rasulullah itu manusia yang penyantun dan lebih penyantun lagi dibulan ramadhan”
dan contoh yang menggambarkan Nabi seorang manusia ciptaan Allah SWT
‫وجها كان الناس حسنأ وسلم عليه هللا صلى اللهرسول‬, ‫خلقا وأحسنه‬,‫ لبائن ا بالطويل ليس‬,‫بالقصير وال‬
“Adalah Rasulullah manusia yang paling baik/indah wajahnya, paling mulia akhlaknya, tidak
terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek”.

a.Hadits Qouli
Hadits Qouli adalah semua ucapan Nabi SAW yang disampaikan dalam berbagai macam
tempat dan kesempatan, dan ulama ushul fiqh juga mendefinisikan hadits Qouli dengan
defenisi yang sama.[2]
Contoh hadits yang menggambarkan perkataan Nabi SAW:
... ‫إنما‬.‫نوى ما امرء لكل وإنما بالنيات ألعمال ا‬
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap seseorang akan
mendapatkan sesuatu ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkan…"
...‫والضرارالضرر‬
“Janganlah membahayakan diri dan membahayakan bagi orang lain…”

b.Hadits Fi’li
Hadits fi’li adalah semua perbuatan Nabi SAW yang diriwayatkan oleh para sahabat seperti
wudhu nabi, tatacara pelaksanaan sholat, pelaksanaan haji, dan lain sebagainya.[3]
Contoh hadits yang menggambarkan perbuatan Nabi SAW :
‫مناسككم عنى خذوا‬
“Ambillah olehmu tatacara manasik haji dariku”

Para ulama ushul fiqh juga mengelompokkan perbuatan Nabi SAW kepada beberapa bagian :
1.Jibilli/Jiblah (perangai/tabiat), yaitu perbuatan atau pekerjaan Nabi SAW yang termasuk
dalam urusan tabiat seperti makannya nabi, minum, duduk, dsb.
2.Qurb (pendekatan/dekat), seperti ibadah sholat, puasa, shodaqoh, dsb.
3.Mu’amalah (hukum syar’i yang mengatur kepentingan individu dengan lainnya), seperti
jual beli, perkawinan, pertanian, dsb.[4]

Adapun kandungan hukum yang terdapat dalam perbuatan Rasulullah SAW tersebut,
bahwasanya fi’liyah Rasulullah SAW adalah pekerjaan-pekerjaan Nabi yang menjadi
penerang bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah SWT seperti beliau mengerjakan
sholat Zuhur empat rakaat, Maghrib tiga rakaat, Isya empat rakaat, Ashar empat rakaat, dan
Subuh dua rakaat. Kesemuanya itu merupakan perbuatan Nabi yang berkedudukan sebagai
hukum asal, andaikata hukum asal yang dikerjakan Nabi itu wajib maka perkerjaan yang
menerangkan cara melaksanakan perintah yang wajib itu juga wajib.

c.Hadits Taqriri
Hadits taqriri (penetapan, pengukuhan atau isbat) adalah semua yang diakui oleh Nabi
terhadap yang bersumber dari salah satu sahabat beliau, baik berupa perkataan dan perbuatan,
meskipun perbuatan tersebut dihadapannya atau tidak.[5]
Contoh pertama
Taqrir dari Nabi SAW terhadap kisah dua orang sahabat yang berada dalam perjalanan,
ketika telah masuk waktu sholat mereka tidak menemukan air untuk berwhudu, lalu mereka
bertayamum dan melakukan sholat, setelah beberapa saat dalam perjalanan mereka
menemukan air sebelum waktu sholat tersebut habis, kemudian salah seorang diantara
keduanya berwhudu dan mengulang sholatnya sedangkan yang lain tidak mengulang
sholatnya, kemudian sampailah hal ini kepada Rasulullah SAW, dan Nabi membenarkan
perbuatan keduanya.
d.Hadits Siffati
Hadits Siffati (na’at/sifat) adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sifat dan
kepribadian Nabi SAW, contoh : bahwasanya Rasulullah itu bukanlah orang yang melampaui
batas dan suka berkata kotor, yang mempunyai watak yang keras, beliau juga bukan yang
suka berteriak , keji, dan juga bukan yang suka membuka cela/aib.[6]

B.KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI SIFAT ASAL


Apabila hadits ditinjau dari sifat asal, hadits terbagi kepada dua bagian, yaitu Hadits Nabawiy
dan Hadits Qudsiy.
1.Hadits Nabawiy :
Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan
sifat.
2.Hadits Qudsiy :
Secara bahasa adalah ‫القدسي‬
ُّ dinisbahkan kepada (Al quds) yaitu : Suci dikarenakan
dinisbahkan hadits tersebut kepada dzat yang suci yaitu Allah Subhanahuwata’la.
Secara istilah adalah hadits yang disandarkan oleh Nabi SAW kepada Allah SWT, maksudnya
periwayatan yang diberikan oleh Nabi bersumber dari Kalam Allah SWT, maka Rasul hanya
meriwayatkan dari segi lafaz saja dan apabila seseorang meriwayatakan, maka
periwayatannya dari Rasullah yang bersandarkan kepada Allah SWT.
Dari segi perbedaan kita dapat membedakan antara Hadits Nabawiy dengan Hadits Qudsiy
dan hadits Qudsiy dengan Al Quran :
Hadits Qudsiy dengan Hadits Nabawiy :
a.Hadits Qudsiy maknannya dari sisi Allah yang disampaikan kepada Rasulullah SAW
dengan metode seperti metode turunnya wahyu dan tidak langsung dispesifikasikan kepada
Rasul dan Rasulullah SAW mengatakan ‫ كذاتعالى هللا قال‬sementara itu hafaz susunan katanya
barulah dari sisi Rasulullah SAW. oleh karena itulah dinamakan dengan ً ‫قدسيّا‬.
b.Hadits Nabawiy tidak demikian halnya karena hadits Nabawiy bersifat Taufiqiy, ditetapkan
dengan ijtihad dan pendapat Nabi SAW dari pemahamannya tentang al Quran dengan
memperhatikan hakekat yang terjadi.
Hadits Qudsiy dengan Al Quran :
a.Hadits Qudsiy lafaznya dari sisi Nabi SAW dan maknanya dari Allah SWT dengan jalan
ilham atau ketika tidur dengan wahyu yang ‫ جل ّي‬ataupun tidak. Sementara al-Quran lafaz dan
maknanya murni dari Allah SWT melalui wahyu yang ‫ جل ّي‬dengan perantaraan malaikat Jibril
AS dalam keadaan terjaga dan bukan dalam kondisi tidur atau pun dengan ilham.
b.Hadits Qudsiy sah menggunakan periwayatannya dengan makna, adapun al-Quran
diharamkan riwayatnya dengan makna.
c.Hadits Qudsiy tidaklah beribadah dalam membacanya, sementara al-quran beribadah dalam
membacanya.
d.Al Quran al Karim adalah mu’jizat Allah SWT yang kekal abadi yang berurutan lafaz
kalimat, huruf, susunan katanya, adapun hadits Qudsiy tidaklah berurutan dan tidak pula
mu’jizat.
e.Al Quran diharamkan menyentuhnya bagi orang yang berhadas/tidak suci, sementara hadits
qudsiy tidak demikian halnya.[7]

C.HADITS BERDASARKAN KWANTITAS SANAD DAN PERAWINYA


1.Hadits Mutawatir
Secara etimologi berarti beriringan, berurutan, berkesinambungan, kontinyu. Sedangkan
secara terminologi berarti hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap generasi
sanad, mulai awal (shahabat nabi) hingga akhir (perawi, penulis hadits).
Syarat hadits mutawatir :
§ Rawi haditsnya segolongan orang banyak.
§ Mereka mustahil melakukan kebohongan karena rawi-rawi itu orang banyak yang
berbeda-beda kalangan dan profesi.
§ Rawi yang yang banyak itu meriwatyatkan pada rawi yang banyak pula, mulai dari
permulaan hingga akhir sanad.
§ Bersifat indrawi (diterima oleh panca indra).
Hadits mutawatir dibagi menjadi :
a.Mutawatir lafdhi
Yaitu mutawatir dalam satu masalah yang diriwayatkan dengan menggunakan lafadz
(susunan kata) satu atau lebih namun satu makna yakni dalam konteks masalah itu.
b.Mutawatir ma’nawi
Adalah hadits yang isinya diriwayatkan secara mutawatir dengan bentuk matan yang
berbeda-beda. Umumnya hadits mutawatir dalam jenis ini berupa riwayat tentang perilaku
nabi terhadap lingkungan, cara nabi saw. mengangkat kedua tangan dalam berdo’a, dan
sebagainya.

2.Hadits Ahad
Secara harfiah kata âhâd (‫ )آحاد‬merupakan bentuk jamak dari kata ahad (‫ )أحد‬yang berarti yang
satu, tunggal. Jika dikatakan khabar wahid maka maksudnya adalah khabar atau hadits yang
diriwayatkan oleh seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits Ahad (‫ )الحديث اآلحاد‬adalah hadits
yang diriwayatkan oleh satu orang atau dua orang saja, atau bahkan oleh sedikit orang, atau
seorang saja, dan selanjutnya masing-masing perawi menyampaikan haditsnya kepada
seorang, atau dua orang saja. Jumlah perawi yang demikian dalam setiap tahap tidak
menjadikan haditsnya terkenal sebagaimana jenis lainnya.

Klasifikasi hadits ahad :


a.Hadits masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau lebih pada setiap tingkat sanadnya di
masing-masing jalur, dan tidak melebihi jumlah sanad untuk periwayatan hadits mutawatir.
Hadits masyhur dikelompokkan menjadi :
§ Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Hadits (ahl al-hadits, ‫ )الحديث أهل‬secara khusus.
§ Hadits yang masyhur dikalangan ahli hadits sendiri dan kalangan lainnya (‘Ulama dan
‘awam).
§ Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Fiqh (al-Fuqaha`, ‫)الفقهاء‬.
§ Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Ushul (al-Ushuliyyun, ‫)األصوليّون‬.
§ Hadits yang masyhur dikalangan para Ahli Nahwu (al-Nuhah, ‫)النحاة‬.
§ Hadits masyhur yang terkenal dikalangan masyarakat umum.
b. Hadits aziz
Kata ‘Aziz berarti yang mulia, utama, kuat, dan sangat. adalah hadits yang mempunyai dua
jalur sanad, yang masing-masing terdiri atas dua orang rawi pada setiap level sanadnya. Atau
dengan kata lain, hadits ‘aziz adalah hadits yang mempunyai dua sistem sanad (isnadan,
‫)إسنادان‬.
c.Hadits gharib
Menurut etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang menurut istilah
artinya hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, atau disebabkan
karena adanya penambahan dalam matan atau sanad.
Hadits gharib dibagi menjadi :
o Gharib mutlak Ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi walaupun hanya
dalam satu thabaqat (tingkatan).
o Gharib nisbi Ialah hadits dimana kegharibannya ditentukan karena suatu segi, misalnya dari
segi hanya diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.

D.HADITS BERDASARKAN KWALITAS SANAD


1.Hadits Shahih
Kata shahih (‫ )صحيح‬berasal dari kata shahha (ّ‫ )صح‬dan shihhah (‫ )صحّة‬yang berarti sehat, tidak
cacat. Hadits Shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung proses periwayatan oleh orang
yang adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa sifatnya, serta terbebas dari
keganjilan dan cacat.
Dikatakan dengan hadits shohih sekiranya memenuhi criteria dibawah ini:[8]
1.Sabadnya bersambung (dengan mendengar setiap satu orang dari orang lain dari
periwayatannya sampai ke atasnya).
2.Adalatul al- Ruwah (adil dalam artian orang tersebut benar-benar memiliki kemampuan
untuk memikulnya dengan mengacu kepada nilai-nilai taqwa dan wibawa).
3.Dhabit (benar-benar terukur keabsahan penerimaan darinya dengan mengacu kepada apa
yang ia dengar dari seorang syekh kemudian ia hafal dan ia berikan pula kepada yang orang
lain).
4.Terlepas dari kejanggalan dan cacat (orang tersebut benar-benar yang paling terpercaya dari
sumber pengambilan periwayatan hadisnya tanpa ada cacat dan cela).
Ulama membagi hadits shohih menjadi kepada shohih lizatihi dan shohih lighairihi. Shohih
lizatihi adalah hadits yang memenuhi criteria sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumya,
sedangkan shahih lighairihi adalah hadits yang tidak memenuhi criteria yang telah disebutkan
tersebut secara maksimal, misalnya perawi yang adil namun tidak sempurna kedhabitannya.
Akan tetapi terdapat hadits dari jalur yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits
dalam ketegori hasan yang diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih
lighairihi.

2.Hadits Hasan
‫علة الو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده تصال ما‬
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil namun lebih
rendah kedhabitannya tanpa adanya syaz dan illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan dan hadits shahih hanya terletak pada
kedhabitan perawinya saja, hadist shohih perawinya dalam tingkat kedhabitan sempurna
dalam hadits hasan kurang sempurna.
Secara harfiah kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah didefinisikan
sebagai hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang kurang
sempurna kredilitasnya.

3.Hadits dhaif
Dla’if (‫ )ضعيف‬secara harfiah berarti lemah. Hadits Dla’if adalah hadits yang tidak memiliki
syarat sebagi hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Hukum-hukum hadits dhaif :
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan menetapkan suatu hukum maupun sebagai
landasan suatu aqidah, melainkan hanya diperbolehkan dalam hal keutamaan amal.

Syarat membolehkan mengamalkan hadits dhaif menurut Ibnu Hajar:


·Hadits dhaif itu mengenai keutamaan amal
·Kualitas kedhaifannya tidak terlalu sehingga tidak boleh mengamalkan hadits dari orang
pendusta dsb
· Hadits dhaif bersumber pada dalil yang bisa diamalkan
· Pada waktu mengamalkan hadits dhaif tidak boleh mempercayai kepastian hadits itu (niat
ikhtiat/berhati-hati dalam agama)

E.MAQBUL DAN MAQDUD


1. Hadits Maqbul
Kata Maqbul (‫ )مقبول‬secara harfiah berarti “diterima”. Hadits Maqbul adalah hadits yang bisa
diterima kehadirannya sebagai landasan beragama, baik dalam hal ibadah maupun
mu’amalah.
Tingkatan Hadits Maqbul :
a. Ma’mul Bih (‫)هب لوالمعم‬
Yakni hadits yang seharusnya diamalkan pesan-pesannya (wujub al-‘amal bih, ‫)وجوب العمل به‬,
yakni hadits yang mutawatir, shahih, shahih li ghairih, dan hasan.
b. Ghair Ma’mul Bih (‫)به لمعموال غير‬
Yaitu hadits yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi cukup diambil sebagai sumber
informasi, yaitu hadits ahad, dan hadits hasan li ghairih.
2.Hadits Mardud
Kata mardud (‫ )مردود‬berarti “ditolak”. Hadits Mardud adalah hadits yang ditolak karena
memiliki ciri-ciri yang sekaligus alasan untuk ditolak antara lain sebagai berikut:
a.Sanadnya tidak bersambung, atau munfashil (‫)منفصل‬
b.Terdapat perawi yang cacat dalam sanad
c. Cacat matannya.

F.BERDASARKAN PENISBATANNYA (SUMBER HADITS)


1. Hadits Marfu’
Kata marfu’ (‫ )مرفوع‬secara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada posisi yang
tinggi. Maka hadits marfu’ (‫ )المرفوع الحديث‬adalah hadits yang oleh para muhadditsun
dinyatakan sebagai hadits yang disandarkan langsung pada nabi saw., baik sanadnya
bersambung secara utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair muttashil), yakni
terdapat sanad yang terputus didalamnya.

Macam-macam hadits marfu’ :


a. Marfu’ Tashrihi
Yaitu hadits yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir.
b.Marfu’ Hukmi
Yaitu hadits yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan kepada Nabi SAW melalui
kata-kata, misalnya, “Bahwa Rasulullah Saw bersabda “atau” bahwa Rasulullah saw telah
melakukan…”, atau “bahwa telah dilakukan didepan nabi SAW.

2. Hadits Mauquf
Mauquf (‫ )موقوف‬secara harfiah berarti berhenti atau dihentikan. Maka yang dimaksud dengan
hadits mauquf (‫ )ا الموقوفلحديث‬adalah hadits yang dinyatakan oleh seorang shahabi, baik
dengan sistem sanad yang muttashil pada nabi maupun munqathi’. Jadi hadits ini hanya
berhenti pada level shahabi sebagai sandaran informasi.

3. Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ (‫ )مقطوع‬berasal dari kata qatha’a (‫ )قطع‬yang secara harfiah berarti terputus atau
diputuskan, yang berlawan kata washala (‫ )وصل‬dengan arti sampai atau bersambung. Maka
yang dimaksud dengan hadits maqthu’ (‫ )مقطوعاللحديثا‬adalah hadits yang disandarkan kepada
seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dikatakan
terputus karena sanadnya tidak bersandar langsung pada nabi atau bahkan tidak pada
shahabat.
Di antara hadits-hadits yang termasuk kategori tidak diterima atau ditolak pada umumnya
adalah hadits-hadits yang merupakan cabang hadits dha’if dan hadits maudlu’.
Di antaranya sebagai berikut :
a. Hadits mursal
Kata mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di marfu’kan oleh
tabi’i kepada Nabi saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan “Bahwasannya
Rasulullah saw bersabda…”. Atau dapat pula diartikan sebagai hadits yang disampaikan oleh
seorang tabi’in, baik Tabi’in Besar maupun Tabi’in Kecil, tanpa menyebut nama shahabat.
b. Hadits muallaq
Kata muallaq berarti digantung. Sedang menurut terminologinya yaitu hadits yang
perawinya gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau semuanya kecuali
seorang shahabi.
c. Hadits munqathi’
Munqathi’ secara harfiah berarti terputus. Hadits Munqathi’ (‫ )الحديث المنقطع‬adalah hadits yang
dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara tidak berurutan,
misalnya terputusnya sanad pada titik sanad ketiga dan pada titik kelima.
d. Hadits mu’dhal
Secara bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal (‫)المعضل الحديث‬
adalah hadits yang dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara
berurutan, misalnya terputus pada titik sanad ketiga dan pada titik keempat.
e. Hadits matruk
Kata matruk (‫ )متروك‬berarti yang ditinggal atau ditinggalkan. Sedangkan yang dimaksud
dengannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tertuduh sebagai
pendusta, baik terkait dengan masalah hadits maupun lainnya, atau tertuduh sebagai seorang
fasiq, atau karena sering lalai ataupun banyak sangka.
f. Hadits munkar
Munkar (‫ )منكر‬secara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
rawi yang lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya), atau riwayat yang
lebih lemah lagi.
g. Hadits muallal
Secara harfiah, mu’allal (‫ )معلّل‬berarti yang dicacat. Hadits Mu’allal yaitu hadits yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana sebab-sebab tersebut baru
diketahui setelah dilakukan penelitian yang mendalam, dan secara lahiriah hadits tersebut
mempunyai cacat.
h.Hadits mudhtharib
Mudltharrib (‫ )مضطرب‬secara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis, Hadits
Mudltharrib (‫ )المضطرب الحديث‬adalah hadits yang riwayatnya atau matannya
berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seseorang atau banyak rawi, dengan cara menambah,
mengurangi ataupun mengganti. Riwyatnya tidak dapat dianggap kuat salah satunya,
demikian pula matannya.
i. Hadits maqlub
Hadits Maqlub (‫ )المقلوب الحدبث‬adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang di
dalamnya terjadi keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang, atau membelakangkan
yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan. Secara harfiah, kata maqlub
(‫ )مقلوب‬berarti dibalik atau terbalikkan.
j.Hadits mudraj
Mudraj (‫ )مدرج‬berarti dimasukkan atau dilesapkan (mudkhal, ‫)مدخل‬. Maka hadits mudraj
adalah hadits urutan isnadnya diubah, atau hadits yang telah disisipkan perkataan orang lain
ke dalam matannya, baik dari kelompok Shahabi maupun tabi’in, untuk keperluan penjelasan
terhadap makna yang dikandungnya. Jika hadits yang demikian masih bisa dideteksi unsur
penglesapannya kemudian disingkirkan maka menjadi shahih, tetapi jika sulit disortir maka
menjadi dla’if status haditsnya.
k.Hadits mudhallas
Secara harfiah kata mudallas (‫ )مدلّس‬berarti menyembunyikan sesuatu yang cacat. Maka
secara terminologis hadits mudallas adalah hadits yang disamarkan (ditutupi) unsur cacatnya
dalam sanad, dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang rawi menerima banyak hadits dari
seorang gurunya lalu ia meriwayatkan sebuah hadits yang tidak diambil dari gurunya tersebut
tetapi dinyatakan darinya (demi kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.
l.Hadits maudhu’
Hadits Maudhu’ (‫ )الموضوع الحديث‬adalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at Islam tanpa syarat.
Dengan kata lain, hadits maudhu’ adalah hadits palsu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadîts di bagi berdasarkan beberapa tipologi. Pertama berdasarkan bentuk asal, hadîts dibagi
menjadi empat yaitu: hadîts Qauliy, hadîts fi’liy, hadîts Taqrîriy dan hadîts Shifatiy. Kedua
berdasarkan sifat asal, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Qudsiy dan hadîts Nabawiy.
Ketiga berdasarkan jumlah periwayat, hadîts dibagi menjadi dua yaitu: hadîts Mutawâtir dan
hadîts Ahad (Meskipun Hanafiyah membaginya menjadi tiga). Keempat berdasarkan
kwalitas, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Shahîh, hadîts Hasan dan hadîts Dha’îf .
Terakhir berdasarkan penisbatan, hadîts dibagi menjadi tiga yaitu: hadîts Marfû’, hadîts
Mauqûf dan hadîts Maqtû’.

B.SARAN
Dikarenakan para ulama hadîts berbeda-beda di dalam menetapkan pembagian hadits, dan
perbedaan itu adalah suatu yang wajar, selagi dengan tipologi dan alasan yang jelas, maka
ketika membahas macam-macam hadîts perlu diketahui pembagian tersebut menurut siapa
dan berdasarkan hal apa. Sehingga tidak menimbulkan ketimpangan di dalam pembahasan
yang terkait dengan pembagian hadîts ini
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Oemar Hasyim, 2004. ‫ قواعد أصول الحديث‬Cairo: Maktabah al Azhar as Syarif
Al-Maliki, Muhammad Alwi. 2009. “Ilmu Ushul Hadits”. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Ithr, Nuruddin, 2003. “Manhaj al-Naqd fi Ulum al-hadits”. Beirut: Dar al-Fikri al-Mu’ashir
Rahman,Zufran.1995. “Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam”. Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Jaya
Suparta, Munzier dan Utang Ranuwijaya. 1993. “Ilmu Hadits”. Jakarta: Raja G.
Persada.
Zuhaili, Wahbah.1998. “Ushul Fiqh al-islami”. Beirut: Dar al-Fikr Jilid 1
­____. “Klasifikasi Hadits” dalam Subhi, Ash Shalih. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Hadits.
Jakarta: Pustaka Firdaus.
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadis-dari-berbagai-aspek.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 20.45 WIB
http://sakban1.blogspot.com/2014/05/klasifikasi-hadits-ditinjau-dari.html?m=1 Diakses Pada
Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
http://firusdream.blogspot.com/2014/06/klasifikasi-hadits-dari-berbagai-aspek.html?m=1
Diakses Pada Tanggal 03 Oktober 2019 Pukul 19.30WIB
Http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/06/klasifikasi-hadits.html Diakses Pada Tanggal 03
Oktober 2019 Pukul 19.22 WIB

Anda mungkin juga menyukai