Anda di halaman 1dari 15

A.

BANGUNAN TRADISIONAL DAN BERSEJARAH

1. RUMAH ADAT

Rumah adat Riau juga disebut dengan rumah adat Melayu. Riau dan Melayu dua kata
yang sudah untuk dipisahkan. Karena orang yang tinggal di Riau sejatinya atau kebanyakan
adalah orang yang bersuku Melayu. Jadi bicara mengenai rumah tradisional Riau sama saja kita
bicara rumah adat Melayu.
Nilai dan filosofis akan ditemukan saat kita mengetahui rumah khas Melayu. Semua
bangunan sejarah yang ada mempunyai alasan kenapa dibangun demikian. Contohnya ada rumah
ada memiliki anak tangga sebanyak 5 buah anak tangga. Ternyata mengacu kepada rukun Islam
yang berjumlah 5. Perpaduan seni dan agama dalam membangun rumah adat Melayu sepertinya
menjadi sebuah syarat yang mutlak dna tidak bisa ditawar lagi.

1. Balai Adat Indra Perkasa

Gedung Balai Adat Indra Perkasa ini juga dipergunakan sebagai gedung serba guna oleh
masyarakat setempat, seperti untuk pertemuan atau acara penting. Kegiatan daerah juga
terkadang diadakan di gedung tersebut. Pesona Balai Adat Indera Perkasa dapat dilihat
ketika sudah memasuki area gedung, jika memasuki area gedung alan menemukan Balai
Utama dengan ukuran yang cukup besar lengkap dengan lima buah balai kecil yang
mengelilingi di kedua sisinya. Saat masuk lewat pintu depan, Anda akan disambut dengan
deretan puisi – puisi Gurindam 12 yang terpajang megang di dindingnya.

Dari bagian depan tersebut, juga dapat melihat langsung pemandangan laut beserta
dermaganya yang sangat panjang dan menjorok ke lautan. Seperti yang sudah dikatakan
pada paragraf pembuka, bahwa gedung ini berhadapan dengan salah satu pantai terkenal
yang ada di kota Tanjung Pinang.

Bagian dalam gedung tidak kalah menakjubkan. Terdapat barisan foto para Sultan yang
pernah memimpin di zaman dahulu dan dipajang pada dinding bagian atas gedung.
Ruangan yang ada di dalam ini memang khusus didesain untuk acara pernikahan. Sehingga,
jangan kaget bila Anda menemukan panggung pelaminan seolah seperti baru saja ada
pasangan yang melangsungkan pernikahannya di gedung ini.

Biasanya, yang melakukan acara pernikahan di gedung ini adalah para penduduk asli yang
tinggal di Pulau Penyengat. Bahkan, bukan hanya satu, melainkan terdapat 3 buah
panggung pelaminan sekaligus dalam satu gedung Balai Adat Indera Perkasa dengan desain
khas Melayu.

Pada sisi kanan dari arah Balai Utama yang terdapat di depan, ada ruangan yang disebut
dengan kamar pengantin. Kamar tidur pengantin diberi warna kuning dengan kelambu
putih dan hiasan kain yang megah terpasang di dinding kamar menambah daya tarik
gedung. Gedung ini memiliki struktur bangunan yang sangat mirip dengan rumah
panggung.
Terdapat mata air yang tersedia di area bawah gedung. Pengunjung yang datang biasanya
membasahi wajah atau sekadar berkumur – kumur untuk merasakan kesegaran mata air
alami yang ada di kota Tanjung Pinang. Sensasi mata air yang dingin akan menepis
panasnya terik matahari.

Sejak dahulu hingga sekarang ini, keberadaan Balai Adat Indera Perkasa dimanfaatkan


untuk pertemuan atau acara penting yang sifatnya formal. Bedanya, di zaman itu para
Sultan berkumpul di gedung untuk membicarakan sesuatu yang penting dan bersifat
tertutup. Berbeda dengan yang terjadi pada sekarang.

Keberadaan gedung memiliki satu fungsi tambahan, yaitu sebagai objek wisata khas dari
Tanjung Pinang, sehingga status gedung yang tadinya bersifat tertutup menjadi terbuka
untuk umum. Namun, bukan berarti hal ini akan menurunkan keeksklusifan gedung.
Gedung ini tetap istimewa karena pertemuan atau acara yang diadakan di dalamnya bersifat
penting atau sacral.

2. Balai Salaso Jatuh

Balai salaso jatuh merupakan sebuah bangunan yang digunakan untuk musyawarah dan kegiatan
bersama lainnya. Jadi bisa disimpulkan bahwa Balai Salaso Jatuh yang berasal dari Riau ini tidak
digunakan untuk rumah pribadi. Tetapi digunakan untuk keperluan musyawarah dan kegiatan
umum lainnya.

Ternyata, rumah adat Melayu ini memiliki sebutan – sebutan lain yang juga dikenal di kalangan
masyarakat sekitar. Ada pun sebutan itu, seperti Balai Panobatan, Balirung Sari, Balai Karapatan
dan masih banyak lagi. Namun akhir-akhir ini fungsi bangunan ini digantikan oleh rumah
penghulu atau masjid.
Rumah khas Riau ini mempunyai selaras keliling, dan memiliki lantai yang lebih rendah dari
ruangan tengah. Selain itu Balai Salaso Jatuh juga diperindah dengan berbagai macam ukiran
yang berbentuk tumbuhan atau hewan. Setiap ukiran yang terdapat di bangunan ini memiliki
sebutan masing-masing.

2. Rumah Adat Melayu Atap Limas Potong

Rumah Atap Limas Potong adalah rumah adat tradisional suku Melayu yang hidup di Riau.
Rumah Atap Limas Potong ini memiliki atap yang berbentuk seperti halnya bangun limas yang
terpotong. Kita dapat menemuinya di Provinsi Riau.

Sebagaimana rumah adat Riau lainnya, rumah ini juga termasuk dalam kelompok rumah
panggung. Panggung pada rumah ini memiliki tinggi sekitar 1.5 meter dari permukaan tanah.
Luas tidaknya rumah ini tergantung kemampuan dan keinginan pemilik.

Semakin kaya orangnya, maka semakin besar pula rumahnya dan juga semakin banyak hiasan
yang ada. Akan tetapi hal itu tidak menjadi patokan utama yang menentukan basar kecilnya
rumah ini. Tergantung keinginan dan kehendak dari sang pemilik rumah.

3. Rumah Adat Riau Yang Disebut Selaso Jatuh Kembar


Rumah adat ini adalah rumah adat yang telah ditetapkan oleh Gubernur Riau (Imam Munandar)
sebagai rumah adat resmi Provinsi Riau. Rumah Selaso Jatuh Kembar ini juga menjadi ikon dan
simbol untuk Provinsi Riau sendiri.

Uniknya, rumah tradisional ini memiliki bentuk hampir mirip dengan bentuk Balai Salaso Jatuh.
Bedanya, apabila Balai Salaso lebih difungsikan untuk kegiatan musyawarah atau kegiatan
bersama lainnya. Sedangkan rumah ini cenderung digunakan untuk keperluan masing-masing
individu.

4. Rumah Adat Melayu Yang Dikenal Sebagai Rumah Belah Bubung

Rumah Adat Belah Bubung juga merupakan rumah dengan struktur panggung dengan tinggi
sekitar 2 meter dari permukaan tanah. Sama seperti kebanyakan rumah adat Melayu.
diberi nama Belah Bubung karena rangka atap dari rumah adat Kepulauan Riau ini dibuat
menggunakan Bubung (bambu) dan desainnya seperti terbelah dua.

Rumah Belah Bubung secara umum dibuat menggunakan material yang berasal dari alam. Untuk
tiang, gelagar, tangga, bendul, dan rasuk digunakan kayu; dinding dan lantai menggunakan
papan; sementara atapnya yang berbentuk seperti pelana kuda terbuat dari daun nipah atau daun
rumbia.

5. Rumah Singgah Sultan Siak

Rumah kayu ini seringkali menjadi tempat persinggahan Sultan Siak, Sultan Syarif Qasim II.

Model bangunan rumah masih seperti aslinya dengan sentuhan warna krem, kuning keemasan,
dan biru.

“Rumah panggung ini terbuat dari kayu, atapnya menggunakan asbes. Pondasinya terbuat dari
tiang seperti ini karena antisipasi pasangnya air sungai,” ujar pemandu wisata Pekanbaru
Heritage Walk, Iwan Syawal, beberapa waktu lalu, dilansir Kompas.

2. MASJID

1. MASJID RAYA SULTAN RIAU

Di Pulau Penyengat, yang berada  di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, berdiri megah
Masjid Raya Sultan Riau yang kental dengan nuansa sejarah dan religinya. Bangunan
peribadatan yang memiliki luas bangunan 18 x 19,8 meter ini merupakan peninggalan masa
kejayaan Kesultanan Islam Riau – Lingga (1828 - 1911).
Masjid Raya Sultan Riau Penyengat merupakan salah satu tinggalan masa kejayaan Kesultanan
Lingga-Riau yang masih tersisa. Pada awalnya, masjid yang dibangun pada 1803, seluruh
konstruksinya menggunakan material kayu.

Di masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman pada 1832,  bangunan
kayu  yang menjadi material utama masjid mulai diganti dengan beton.

Selain itu, tempat ibadah umat muslim yang dicat dengan warna kuning dan hijau terlihat lebih
menonjol dibandingkan bangunan di sekitarnya. Apalagi bila petang menjelang, pendaran lampu
membuat bangunan ini tampak hidup.

Ditilik dari sisi arsitektur, masjid ini sangat unik karena memadukan gaya Timur Tengah dan
Melayu. Hal tersebut tidak menjadi aneh mengingat arsitek pembangunan masjid adalah
pedagang dari India. ”Konon dulu Raja Abdurrahman memanggil ahli khusus [arsitek] dari India,
yang juga seorang saudagar untuk membantu membangun masjid ini.

Namun, sayangnya sampai saat ini tak ada sejarah tertulis yang menyebutkan siapa ahli itu,” ujar
juru kunci masjid yang bernama Hambali ini. Di dalam kawasan masjid terdapat beberapa bagian
bagunan yakni bangunan utama, yang terletak di tengah, dan beberapa bagian pendukung.

Konsep penggunaan arsitektur Melayu terlihat jelas pada rumah Sotoh yang berupa bangunan
bale-bale yang terletak di sebelah kanan dan kiri halaman masjid.

Bangunan ini berbentuk pangggung dan dibuat tanpa dinding di keempat sisinya. Fungsi dinding
digantikan kayu pembatas yang ditatah dengan membentuk ornamen unik.

Rumah Sotoh berfungsi sebagai ruang tamu sekaligus tempat rehat para pelancong yang baru
saja menunaikan sholat. Tidak mengherankan jika ruangan di dalamnya dibiarkan lapang tanpa
perabot. Selain rumah Sotoh, di halaman masjid terdapat dua bangunan lain yang lebih luas.
Bentuk bangunan ini menyerupai rumah Gadang khas Melayu.

Perbedaannya terdapat pada bagian bingkai jendela dan pintu yang dibentuk melengkung, meski
daun pintu dan jendela tetap menyerupai gaya rumah Gadang yang khas dengan kisi-kisi.
Bangunan ini difungsikan sebagai tempat penyimpanan beduk, dapur umum, dan tempat tinggal
marbot atau pengurus masjid.

Beranjak pada bangunan utama masjid, bentuknya sepintas mirik dengan Taj Mahal di Agra,
India. Bangunan utama tempat beribadah ini menerapkan arsitektur Timur Tengah yang identik
dengan kubah, dan menara yang megah dan tinggi menjulang.

Kubah yang menghias atap masjid berjumlah 13. Sementara itu, empat menara yang dibangun di
sudut masjid tingginya mencapai 15 meter, dengan bentuk atap yang runcing dan tiang
penompang yang ramping. Keempat menara ini berbentuk bangunan klasik yang biasa ditemui di
Turki pada masa Bizantium.

Sementara itu, dari rancangan interior nuansa arsitektur Mughal khas India begitu kuat
mencocok mata. Ciri khas dilihat dari penggunaan bingkai gerbang pemisah antaruangan yang
berbentuk lengkung dan berwarna senada dengan ornamen ukiran di langit-langit kubah.

Satu-satunya perabotan dalam interior ruangan yang bergaya nusantara adalah mimbar masjid.
Mimbar yang terbuat dari kayu jati ini, menurut sejarah sengaja didatangkan oleh Raja
Abdurrahman dari Jepara.

3. MUSEUM

1. MUSEUM SANG NILA UTAMA

Di Kota Pekanbaru, ada sebuah museum yang bernama “Museum Sang Nila Utama”

Banyaknya benda budaya maupun benda yang menjadi sumber daya alam yang patut dilestarikan
di Riau, menyebabkan pemerintah daerah Riau menganggarkan pengumpulan benda-benda
tersebut secara bertahap sejak tahun anggaran 1977/1978.

Pembangunan gedung museum sendiri baru dimulai pada tahun anggaran 1984/1985. Pada awal
berdirinya, museum ini dikenal dengan nama Museum Negeri Provinsi Riau. Peresmiannya
dilaksanakan pada 9 Juli 1994 oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Edi Sedyawati.
Setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32
Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah, maka Museum Negeri Provinsi Riau berganti nama
menjadi Sang Nila Utama.

Nama “Sang Nila Utama” berasal dari nama seorang pangeran sriwijaya yang menjadi raja
Bintan dan pendiri kerajaan Singapura pada tahun 1922. Riau dahulunya merupakan pusat
kebudayaan dan pernah berada di puncak kejayaan sebagai kerajaan besar di Indonesia.

Seluruh areal museum mencapai luas hampir dua hektar dan terdiri dari 2 lantai. Sarana dan
prasarana yang ada di sini adalah gedung perkantoran museum, meliputi ruang kepala museum,
ruang administrasi, ruang pengolahan data, ruang storage koleksi, ruang kurator, ruang rapat,
ruang bimbingan, ruang konservasi dan preparasi, serta ruang pameran temporer.
Gedung induk atau ruang pameran tetap mencapai luas 1.123 m2. Bentuk bangunan bergaya
arsitektur rumah tradisional Melayu Riau. Museum Sang Nila Utama juga memiliki beberapa
fasilitas lain yakni taman yang dilengkapi sarana bermain, gedung auditorium yang dapat
digunakan masyarakat umum untuk acara seminar, penyuluhan serta perpustakaan yang dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk mencari informasi dll.
Di halaman depan museum terdapat koleksi yang lumayan besar, berupa miniatur alat
pengeboran minyak sumbangan dari perusahaan minyak Chevron. Di halaman belakang terdapat
koleksi kerangka ikan paus. Saat memasuki gedung utama, kita akan disambut oleh petugas yang
ramah.
Sebelum mengunjungi museum, pengunjung akan diminta untuk menitipkan barang-barang di
penitipan barang. Kemudian, pengunjung dapat mengelilingi sendiri ruang museum. Koleksi-
koleksi yang dipajang di museum ada yang dipajang di dalam lemari kaca atau tanpa lemari
kaca.

Biasanya yang di pajang di lemari kaca tersebut ialah koleksi yang sudah lama dan perlu
perawatan khusus. Tidak semua yang dipajang di museum ini koleksi asli, beberapa merupakan
replika.

Sampai 2013 Museum Daerah Riau “Sang Nila Utama” memiliki koleksi sebanyak 4.298 buah.
Koleksi yang dipamerkan berjumlah sekitar 1.500 buah. Koleksi yang menjadi andalan museum
ini adalah batu siput yang memiliki berat 1 ton ditemukan di Koto Kampar, Koleksi yang
menonjol lainnya ialah sejarah-sejarah Provinsi Riau, ditampilkan foto-foto beberapa tempat
bersejarah serta tokoh-tokoh yang memiliki peran dalam pembangunan provinsi Riau.

Kemudian ada maket dari beberapa situs bersejarah dan tempat penting di provinsi Riau, seperti
maket istana-istana yang berdiri di beberapa kabupaten, serta koleksi pertambangan minyak
bumi Chevron, karena Provinsi Riau adalah salah satu Provinsi yang menghasilkan minyak bumi
terbesar di Indonesia.
Koleksi peralatan dan barang-barang tambang seperti mata bor, replika pompa ayun, batuan
pembentuk minyak bumi, dan crude oil atau minyak mentah menjadi koleksi paling unik yang
jarang ditemukan di museum lainnya.

Di museum ini juga terdapat berbagai miniature seperti miniatur rumah melayu dengan bentuk
Dapur Bubung Panjang yang disebut Gajah Menyusu. Kemudian ada miniature candi muara
takus, istana Siak, Mesjid Raya Pulau Penyengat, Istana Pulau penyengat dan lain-lain.

Pengunjung museum ini tidak hanya dari dalam negeri saja, wisatawan luar negeri juga banyak
yang mendatangi Museum Sang Nila Utama ini. Antara lain dari Malaysia, Malaka, Amerika,
Jepang dan Negara-negara lainnya. Mereka ada yang sekedar berkunjung ada juga yang sedang
melakukan penelitian.
4. BENTENG

1. BENTENG BUKIT KURSI

Benteng Bukit Kursi yang terdapat di Pulau Penyengat merupakan salah satu bukti peninggalan
sejarah Kerajaan Melayu dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan diri dari serangan
musuh. Nama benteng tersebut diambil dari nama tempat di mana benteng itu dibangun, yaitu
Bukit Kursi. Bukit Kursi merupakan lokasi yang cukup strategis untuk benteng pertahanan.
Selain berada pada dataran tinggi di Pulau Penyengat, bukit ini juga langsung menghadap laut
lepas.
Bentang Bukit Kursi terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjung
Pinang, Kota Tanjung Pinang, Propinsi Kepulauan Riau, Indonesia.

Mengingat pentingnya peran Pulau Penyengat sebagai pusat pemerintahan, maka muncullah ide
untuk membangun benteng pertahanan. Ide tersebut disetujui oleh Raja Haji Fisabillah yang saat
itu menjabat sebagai Raja Kerajaan Melayu Riau. Sebuah benteng kemudian dibangun di Bukit
Kursi dalam waktu 4 tahun atau sekitar tahun 1782—1784 M. Untuk menyempurnakan
keberadaan benteng sebagai basis pertahanan kerajaan, maka didatangkan sebanyak 80 meriam
dari Eropa yang dipasang di tiap-tiap sudut strategis untuk memudahkan para prajurit kerajaan
menghalau tentara musuh.

5. ISTANA
1. ISTANA KANTOR PULAU PENYENGAT

Istana Kantor terletak di Pulau Penyengat yang merupakan pulau kebanggaan yang dimiliki oleh
Kepulauan Riau di Tanjungpinang. Pulau ini kaya akan situ peninggalan sejarah dari Kerajaan
Riau. Sehingga pemerintah mengembangkan potensi yang dimiliki pulau untuk menarik
wisatawan agar mengenal Istana Kantor.

Pada tahun 1719 pulau ini menjadi tempat pertahanan untuk Raja Kecil dimana ia akan melawan
serangan yang berasal dari Hulu Riau oleh Tengku Sulaiman. Sedangkan pada tahun 1782
hingga 1784 mendirikan benteng untuk mengahadapi serangan dari Belanda.

Tahun 1844 hingga 1857 Istana Kantor menjadi tempat tinggal untuk Raja Ali beserta kerabat
dan keluarganya dengan sebutan Marhum Kantor. Bangunan yang berdiri kokoh ini merupakan
bangunan utama dengan dua lantai yangberfungsi sebagai kantor dari Raja Ali.

Istana Kantor merupakan istana yang dimiliki oleh Yang Dipertuan Muda Riau VIII Raja ALI
pada tahun 1844 hingga 1857. Banyak yang mengenal Istana Kantor dengan sebutan Mahrum
Kantor. Dengan luas yang mencapai 1 hektar, bangunan ini termasuk istana kompleks diman
berfungsi sebagai kediaman dan juga kantor.

Kediaman ini merupakan keidaman dari Raja Ali dan juga berserta kerabatnya. Tak hanya itu
istana ini juga berfungsi sebagai kediaman dari bangsawan. Sedangkan pada tahun 1844 istana
ini juga berfungsi sebagai kantor dari Raja Ali.

Sebagaian dari bangunan yang sudah hancur, dan sebagaian masih dalam bentuk bangunan dan
puing yang memperlihatkan kekokohanya. Pintu gerbang dari istana masih berdiri kokoh dengan
pagar tembok yang mengelilingi Istana Kantor ditambah dengan menara pengintai. Untuk
bangunan utama merupakan bangunan dengan dua tinggat dan menjadi kantor.

Bangunan yang berdiri dengan kokoh adalah bangunan utama, bangunan utama dengan dua
lantai yang menjadi awalmula kantor Raja Ali. Dari seluruh bangunan hanya dibatasi dengan
tembok keliling dengan tiga pintu masuk dari arfa barat, timur dan utara. Sedangkan untuk pintu
gapura berfungsi sebagai gapura penjagaan dan pengintaian.

6. MONUMEN

1. Monumen dan Relief Antam Kijang


Kandungan bauksit pertama kali ditemukan di Bintan, Kepulauan Riau, pada tahun
1920 oleh Belanda. Setelah ditemukan kandungan biji bauksit di Kijang membuat
kota kecil ini menjadi terkenal. Telah 80 tahun lebih PT Antam Tbk, beroperasi.
Walaupun kejayaan PT Antam telah berakhir. Namun banyak nilai sejarah yang
diwariskan untuk generasi muda Kijang. Oleh karena itu dilakukan pembangunan
Monumen dan Relief sejarah pertambangan bauksit Kijang.

Terdapat Monumen Patung yang berdiri sejak tahun 2000, dibuat oleh Seniman
Patung bernama Yusman S. Sn. Sosok Yusman telah dikenal di Indonesia. Ia
menciptakan karya patung tujuh presiden Indonesia. Oleh karena itu, atas
kepiawaiannya ia dilirik oleh pemerintah Kabupaten Bintan dan PT. Aneka Tambang
untuk mendirikan monumen patung.

Monumen patung ini dibuat dengan bentuk patung pekerja tambang. Seniman
menetaskan karyanya dengan pandangan masa lalu atau sejarah adanya romusa atau
kerja paksa pada zaman dahulu. Monument patung yang berdiri dengan gagah berani
memegang palu tambang telah lahir dari tangan sang seniman patung popular itu.
Patung ini dibuat menghadap ke arah barat, yaitu ke arah Gunung Lengkuas. Di
bawah patung terdapat empat relief yang menggambarkan situasi pertambangan pada
zaman Belanda dan Jepang.

Di sebelah timur arah belakang patung terdapat sebuah lapangan se-luas 16.635 m2.
Di sana terdapat delapan belas panel relief yang bercerita tentang sejarah
pertambangan bauksit Kijang. Relief tersebut bercerita tentang penambangan bauksit
sejak ditemukan oleh Belanda tahun 1920, penambangan 1935-2010, hingga pasca
tambang 2011.

Inilah kisah dibalik monumen dan relief antam :

Relief pertama, menggambarkan tentang kantor unit pertambangan bauksit Kijang.


Relief ini menggambarakan lokasi Kantor Administrasi Unit Pertambangan Bauksit
Kijang, pengaturan tata taman dan lingkungan asri dan teduh, letaknya berdekatan
dengan dermaga.

Relief kedua, menggambarkan lokasi penambagan bauksit Kijang tempo dulu, yang
dibuat berdasarkan foto kuno zama Belanda.

Relief ketiga, menggambarkan orang Belanda yang datang ke Bintan untuk mencari
timah, namun yang mereka temukan malah bauksit. Kandungan bauksit telah
diketahui sejak tahun 1920, namun penambangan baru dilakukan pada tahun 1935.

Relief keempat, menggambarkan orang Belanda mencari daerah-daerah yang


mengandung bauksit dengan menyuruh orang pribumi membuat lubang dengan
kedalaman tertentu. Setelah itu sampel tanah dibawa ke laboraturium untuk diteliti.
Relief kelima, menggambarkan Belanda menemukan kandungan bijih bauksit di
Bintan, mereka mengeksploitasi hasil tambang bauksit di bawah penggelolaan NV
NIBEM. Belanda mendatangkan para pekerja dari Jawa dan berbagai daerah lainnya
di Indonesia.

Relief keenam, menggambarkan Jepang mengambil ahli penambangan bauksit.


Ketika perang dunia II meletus, Jepang datang ke Indonesia dan mengambil ahli
tambang bauksit Kijang sejak tahun 1942 sampai dengan 1945. Selama itu, Jepang
memberlakukan kerja paksa yang diperlakukan tidak manusiawi, banyak rakyat
Indonesia yang meninggal di lokasi penambangan.

Relief ketujuh, menggambrakn latihan sukarelawan Trikora. Para karyawan unit


pertambanagn bauksit Kijang sempat berlatih militer, bersiap untuk menjadi
sukarelawan dalam perjuanagan membebaskan Irian Barat.

Relief kedelapan, menggambarakan bengkel teknik. Bengkel teknik UPB Kijang ini
dahulunya sebagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan produksi.

Relief kesembilan, menggambarkan tentang berbagai alat modern penunjang


produksi.

Relief kesepuluh, menggambrakan alat berat yang menunjang operasi penambangan.


Alat tersebut guna memasukan bijih bauksit yang masih kotor ke tempat pencucian.

Relief kesebelas, menggambrakan proses pencucian biji bauksit. Pencucian dilakukan


dengan menyemprot air (water-jets).

Relief kedua belas, menggambarkan alat pencucian biji bauksit. Biji bauksit dicuci
terlabih dahulu untuk memisahkan dengan kotoran dan bahan yang tidak diperlukan.
Relief ketiga belas, menggambrakan tongkang dan alat angkut bauksit. Bauksit yang
telah dicuci kemudian dikumpulkan di hopper dan selanjutnya diangkut dengan kapal
tongkang.

Relief keempat belas, menggambrakan tongkang pengangkut biji bauksit.

Relief kelima belas, menggambarkan stock-yard. Stock-yard merupakan dermaga


penampungan biji bauksit yang siap memuat biji bauksit ke kapal dengan
menggunakan belt-conveyor.

Relief keenam belas, menggambarkan kapal pengangut biji bauksit. Biji bauksit yang
telah dimuat di kapal siap untuk diekspor.

Relief ketujuh belas, menggambarkan reklamasi pasca pertambangan. CSR PT Antam


selalu melakuakn kegitan reklamasi dan merawat lingkungan pasca penambangan.

Relief kedelapan belas, menggambarkan pelestarian lingkungan pasca penambangan.


Unit Bisnis Pertambanagan Bauksit Kijang tidak hanya mengeksploitasi namun juga
bertanggung jawab sosail terhadap lingkungan.

“Generasi muda Kijang harus bangga karena tanah tumpah darah mereka ini sejak
zaman dahulu kala sudah terkenal sebagai penghasil bauksit pertama dan terbesar di
Indonesia,” tutur H. Juki, Pensiunan PT Antam, Bagian Gudang.
Kini kawasan yang cukup luas dan tertata dengan sangat rapi dan indah sering dipakai
untuk berbagai kegiatan. Tak jarang warga Kijang melakukan senam, jogging,
olahraga, pentas seni budaya, musik dan hiburan di monumen dan relief Antam ini.

B. UKIRAN TRADISIONAL MELAYU

Anda mungkin juga menyukai