Anda di halaman 1dari 19

MEMAHAMI BERBAGAI HAL YANG BERHUBUNGAN

DENGAN AYAT-AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIHAT

Makalah

untuk Memenuhi Tugas Ulumul Qur’an

Oleh:
1. Mutiara lestari (932300420)
2. Muji Indah Rahayu (932300720)

Dosen Pengampu:
H. Imam Masrur M.Th.I, CHt, CI, CT, NLP

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami lantunkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada kami. Sholawat serta salam tetap kami haturkan

kepada Nabi agung Muhammad s.a.w. yang telah membawa kita dari zaman

jahiliyah sampai ke zaman yang penuh ilmu ini.

Makalah yang berjudul “ Muhkam dan Mutasyabihat” ini kami susun

guna memenuhi tugas dari H.Imam Masrur M. Th. I, CHt, CI, CT, NLP dosen

pada mata kuliah Ulumul Qur’an yang senantiasa mendampingi kami untuk

menimba ilmu. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang

“MuhkamdanMutasyabihat” bagi pembaca serta penulis

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir baik yang

secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai

segala ikhtiar kita. Amin.

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A Latar Belakang ............................................................................ 1

B Rumusan Masalah ....................................................................... 2

C Tujuan.......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3

A Pengertian Muhkam Dan Mutasyabihat ...................................... 3

B Macam-Macam Mustasyabihat ................................................... 6

C Pendapat Ulama Mengenai Ayat Muhkam Dan Mutasyabihat ... 9

D Hikmah Dibalik Muhkam Dan Mutasyabihat ............................. 11

BAB III PENUTUP ................................................................................ 14

A Kesimpulan.................................................................................. 14

B Saran ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Al-Quran adalah sumber ajaran Islam dan juga salah satu bukti

mukjizat nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk para umatnya

dan juga untuk orang-orang yang menentang kerasulannya dan menentang

dakwahnya. al-Quran memiliki banyak sekali keistimewaan, selain bahasa

yang digunakan bertutur itu indah, dan jika kita lebih dalam memaknainya,

akan ada banyak kehebatan di dalamnya. Meskipun dengan tingkat

pemahaman yang berbeda.

Sebagai kitab yang menjadi pedoman umat Islam, banyak sekali

ilmu-ilmu yang lahir untuk membahas makna-makna al-Quran. Namun di

balik terlahirnya berbagai ilmu-ilmu yang membahas makna-makna al-

Quran tersebut, ada salah satu realitas dalam diskurs Ulum al-Quran yang

diwarnai dengan perdebatan yang mengenai fenomena ayat-ayat

mutasyåbihât khususnya tentang sifat-sifat Allah SWT.

Ayat-ayat yang terdapat pada Alquran seluruhnya muhkám

maksudnya ialah seluruh kata-katanya yang kokoh, membedakan mana

yang haq dan mana yang bathil, dan membedakan yang benar dengan yang

dusta. Secara keseluruhan, ayat-ayat al-Quran tidak mengandung atau

tidak terdapat kebohongan, dan ayat-ayatnya pun saling berkaitan antara

satu dengan yang lainnya. Tidak adanya perbedaan mana yang lebih tinggi

1
kedudukan atau lebih mulia, karena semua ayat yang tersusun dengan

indah itu adalah datangnya dari Allah SWT.

Bagian yang lain yang terdapat dalam al-Quran yaitu ayat-ayat

mutasyâbihât yaitu yang masih samar atau belum jelas pengertiannya bagi

sebagian orang. Mengenai ayat mutâsyabihât ini, tidak sedikit orang-orang

yang merasa bingung dengan menafsirkannya, namun tidak sedikit pula

yang menafsirkannya.

Dari pernyataan diatas maka penulis ingin mengkaji materi

mengenai muhkam dan mutasyabihat ini, dengan judul “Memahami

Berbagai Hal yang Berhubungan dengan Ayat-Ayat Muhkam dan

Mutasyabihat”

B Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari muhkam dan mutasyabihat?

2. Apa saja macam-macam mutasyabihat?

3. Bagaimana pendapat ulama mengenai ayat muhkam dan mutasyabihat?

4. Apa hikmah dibalik muhkam dan mutasyabihat?

C Tujuan

1. Untuk menambah wawasan pengetahuan mata kuliah Ulumul

Qur’an

2. Untuk mengetahui pengertian dari muhkam dan mutasyabihat

3. Untuk mengetahui macam- macam mutasyabihat.

4. Untuk mengetahui pendapat ulama mengenai ayat muhkam dan

mutasyabihat.

5. Untuk mengetahui hikmah dibalik muhkam dan mutasyabihat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A Pengertian Muhkam dan Mutasyabihat

a. Pengertian al-Muhkam secara bahasa

Al-Muhkam secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ َحك َََم‬yang mana

Ibnu Faris –rahimahullah- mengatakan:

‫ظَْل َِم‬
ُّ ‫َوه َُوَا َ ْل َم ْن ُعَمِ نَ َال‬
َ ‫َوأَ َّولَُذَلِكَ َا َ ْل ُح ْك ُم‬.
َ ‫َوه َُوَا َ ْل َم ْن ُع‬,ٌ
َ ‫ٌَواحِ د‬
َ ‫صل‬ْ َ ‫َو ْالمِ ْي ُمَأ‬ ُ ‫َو ْالك‬
َ ‫َاف‬ َ ‫ا َ ْل َحا ُء‬

Artinya: “Huruf al-Ha’, al-Kaf dan al-Mim adalah sebuah asal kata
yang bermakna larangan. Kata pertama yang berakar dari tiga
huruf tersebut adalah Hukum yang berarti melarang dari
sebuah kedzhaliman.” 1

Dikatakan juga: “َ‫علَ ْيهَِ بِ َكذَاَ إِذَاَ َمنَ ْعتُهَُ مِ ْنَ خِ ََلفِ ِه‬
َ َُ‫” َح َك ْمتُه‬, “aku

menghukuminya dengan begini, jika aku melarangnya untuk tidak

menyelisihi sesuatu tersebut”.2

Maka makna hukum pada kalimat diatas adalah melarang, yaitu

makna secara bahasa. Dari sini pulalah tali yang mengikat kepala dan

leher binatang dinamakan dengan ٌَ‫َح َك َمة‬ 3


atau tali kekang, karena

berfungsi untuk melarangnya bergerak agar terkendali.

Kemudian maknanya berubah dengan bertambahnya huruf alif

jika dikatakan ‫ أَحْ ك ََمََ–ََإِحْ كَا ًما‬yang bermakna ‫ أَتْقَنَ ََ–ََإِتْقَانًا‬artinya adalah

menguatkan atau mengokohkan, seperti jika dikatakan: ََ‫ئَ أَي‬ َّ ‫أ َ ْح ََك ْمتُ َ ال‬
َ ‫ش ْي‬

1
Abu al-Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya, “Maqayisu al-Lughah” (Kairo: Dar al-Hadits, cet.
2008 M), hal. 221.
2
Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayyumiy al-Muqriy, “al-Mishbah al-Munir” (Kairo: Dar al-
Hadits, cet.2008 M) hal. 95.
3
Abu Nashr Ismail bin Hammad al-Juhariy w.393 H, “ash-Shihah” (Kairo: Dar al-Hadits, cet.
2009 M) hal. 270.

3
ْ ‫ع ْن‬
َ َ‫َالف‬
َ‫سا ِد‬ َ َُ‫ أَتْقَ ْنتُهَُ فَ َمنَ ْعتُه‬Artinya: “Aku menguatkan sesuatu dan melarangnya

dari kerusakan.4

Abu Hilal al-‘Askariy –rahimahullah- berkata:

ْ ‫اْلحْ كَا ُمَ ِإ ْي َجاد‬


‫َُال ِف ْع َِل‬ ِ ْ ‫َو‬,ُ
َ ‫ص ََل ُحه‬
ْ ‫ْئَ ِإ‬ َّ ‫أ َ َّنَ ِإتْقَانَ َال‬
ِ ‫شي‬

Artinya: “Itqhannya sesuatu maksudnya adalah memperbaikinya, dan


ihkam adalah menyempurnakan perbuatan dan menguasinya
dengan baik”.5

Maka al-Muhkam َ‫ ا َ ْل ُم ْح َك ُم‬secara bahasa adalah bentuk isim maf’ul

dari َ‫ أَحْ ك ََم‬yang bermakna sesuatu yang dikokohkan atau dikuatkan atau

disempurnakan.

b. Pengertian Mutasyabihat secara bahasa

Al-Mutasyabih secara bahasa berasal dari kata dasar ‫ شبه‬yang

mana dikatakan oleh Ibnu Faris –rahimahullah- :

َ‫ْئ‬ َّ ‫علَىَتَشَابُهَِال‬
َِ ‫شي‬ َ َُّ‫ٌَواحِ دٌَيَدُل‬
َ ‫صل‬ْ َ ‫َو ْال َها ُءَأ‬
َ ‫َُو ْالبَا ُء‬ ِ َ‫ا‬
َ ‫لش ْين‬

Artinya: “bahwa huruf asy-Syin, al-Ba’ dan al-Ha’ satu dasar kata
yang menunjukkan kemiripan sesuatu”6

Ar-Raghib al-Asfahaniy –rahimahullah- menjelaskan

َّ ‫شبَهَُوال‬
bahwasanya al-mutasyabih sebuah kata turunan dari ََُ‫شبَِ ْيه‬ َّ ‫ش ْبهَُوال‬
َّ ‫اَل‬ 7

yang maknanya adalah sebuah kemiripan, beliau berkata:

َ‫ع ْينًاَ َكانَ َأَ ْو‬ َّ ‫ش ْب َهةَُه َُوَأ َ ْن َََلَ َيت َ َمي َُّزَأ َ َحدَُال‬
ْ َ‫ش ْيئَي ِْنَمِ ن‬
َ َِ‫َاْلخ َِرَ ِل َماَ َب ْينَ ُه َماَمِ نَ َالتَّشَابُه‬ ُّ ‫َوال‬

ً‫اَو َح ِق ْيقَ َة‬ َ َ‫اََل‬


َ ‫ط ْع ُم‬ َ ً‫ضهَُ َب ْعضًاَلَ ْون‬ َْ َ ‫َ{َوأُتُواَ ِبهَِ ُمتَشَا ِب َهاَ}َأ‬:‫ََهللاَتعالى‬
ُ ‫يَيُ ْش ِبهَُ َب ْع‬ َ ‫َقَال‬،َ‫َم ْعنًى‬

4
Muhammad bin Ya’kub al-Fayruz Abadiy w.817 H, “al-Qamus al-Muhith” (Kairo: Dar al-
Hadits, cet. 2008 M) hal. 389.
5
Al-Hasan bin Abdullah Abu Hilal al-‘Askariy, “al-Furuq al-Lughawiyah” (Kairo: Dar al-Ilmu
wa ats-Tsaqafah, tanpa tahun)
6
Ibnu Faris, “Maqayisu al-Lughah”, hal. 469.
7
Abu Hilal al-‘Askariy, “Al-Furuq al-Lughawiyah” (Kairo: Dar al-Ilmi wa ats-Tsaqafah) hal.
153.

4
Artinya: “Asy-Syubhah adalah tidak bisa membedakan antara satu
dengan yang lain disebabkan adanya kemiripan antara
keduanya secara kasat mata ataupun makna, Allah Ta’ala
berfirman: “mereka diberi buah-buahan yang serupa…”,
maksudnya adalah sebagiannya menyerupai warna
sebagian yang lain, bukan rasa atau hakikatnya.”8

Maka al-Mutasyabih secara bahasa adalah “sesuatu yang

memiliki kemiripan satu dengan yang lain”.

c. Pengertian al-Muhkam dan al-Mutasyabih Secara Istilah

Para ulama berbeda pendapat atau bermacam-macam dalam

mengungkapkan pengertian al-Muhkam ataupun al-Mutasyabih.

Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:

‫ام‬ ْ ‫ان‬
َِ ‫َال َح ََل ِلَوال َح َر‬ َ ‫َوأ َ َّماَفِ ْيَا َِلصْطِ ََلحَِفَ ُه َوَ َماَأ َ ْح َك َمتْهَُبِاأل َ ْم ِر‬
َ ‫َوالنَّ ْه‬
ِ َ‫ي َِوبَي‬

Artinya: “Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah


ditetapkan atau dikuatkan dengan perintah dan larangan
dan penjelasan tentang halal dan haram.”

ْ ِ‫ظاه ِِرَمعَا ْخت ََِلف‬


‫َال َمعَانِي‬ ْ َ ‫وأماَال َمتَشَابِهَُفأ‬
ُ ‫صلُهَُأنَيَ ْشتَبِهََاللَ ْف‬
َ ‫ظَفيَال‬

Artinya: “Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin


lafadz secara dhzahir sementara maknanya berbeda.”9

Kemudian beliau memaparkan pendapat ulama seputar al-

Muhkam dan al-Mutasyabih, kurang lebihnya seperti yang diikuti oleh

Imam as-Suyuthiy dalam ungkapannya sebagai berikut;10

Al-Muhkam Al-Mutasyabih
Sesuatu yang diketahui apa saja yang hanya diketahui
maksudnya baik secara dzhahir oleh Allah seperti hari kiamat,

8
Abu al-Qasim al-Husein bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy, “al-Mufradat fi Gharib al-
Qur’an” (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2012 M), hal. 280.
9
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy w. 794 H, al-Burhan fi ‘Ulumi al-Qur’an,
(Kairo: Dar al-Hadits, cet. 2006 M) hal. 370.
10
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy w.911 H, al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an, (Kairo: Dar al-
Hadits, cet. 2006 M) hal. 5, Jilid 3.

5
atau ta’wil keluarnya dajjal dan huruf-
huruf muqatta’ah diawal-awal
surat
adalah yang jelas maknanya ayat yang tidak jelas maknanya
sesuatu yang tidak memiliki
sesuatu yang berkemungkinan
kemungkinan ta’wil lebih dari
lebih dari satu penta’wilan
satu
Apa saja yang termasuk Apa saja yang termasuk ghairu
ma’qulu al-ma’na ma’quli al-ma’na
Apa saja yang tidak berdiri
Apa saja yang berdiri sendiri -
sendiri dan membutuhkan
tanpa butuh yang lain sebagai
kepada yang lain –sebagai
penjelas-
penjelas-
Apa saja yang penta’wilannya
Apa saja yang tidak dapat
sesuai dengan nash
diketahui kecuali dengan ta’wil
turunnya(teksnya).
Yang tidak berulang-ulang
Yang berulang-ulang lafadznya
lafadznya
Al-Faraid, janji dan ancaman Kisah dan permisalan
An-Nasikh, halal dan haram, Mansukh, aqsam (sumpah) dan
hudud dan faraid serta apa apa saja yang kita wajib
yang kita wajib mengimaninya mengimaninya namun tidak
dan mengamalkannya untuk diamalkan.
Halal dan haram Selain halal dan haram
Tabel 2.1

B Macam-macam Mutasyabihat

Menurut Abdul Jalal, macam – macam ayat Mutasyabihat ada 3

(tiga) macam :

1. Ayat – ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh

umat manusia, kecuali Allah SWT.

Contoh:

َ‫ب َََلَيَ ْعلَ ُم َهآَا ََِّلَه َُو‬ ْ ‫َو ِع ْندَ ٗهَ َمفَاتِ ُح‬
ِ ‫َالغَ ْي‬

Artinya : “Dan pada sisi Allah–lah kunci – kunci semua yang


ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (Q.S. Al
– An’am : 59)

6
2. Ayat – ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua

orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam.

Contoh: pencirian mujmal, menentukan mutasyarak,

mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dst.

3. Ayat – ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para

pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang

awam. Hal ini termasuk urusan – urusan yang hanya diketahui

Allah SWT dan orang – orang yang rosikh (mendalam) ilmu

pengetahuan.11

Berkait tentang pengelompokan macam-macam mutasyabih ini

ada beberapa pendapat ulama didalamnya, seperti pada kedelapan

hijriyah Imam asy-Syatibiy menuliskan bahwasanya al-Mutasyabih itu

ada tiga: haqiqiy dan idhafiy serta al-Mutasyabih yang terdapat dalam

istinbatnya bukan nash dalilnya.

1. Al-Mutasyabih al-Haqiqiy adalah bagian dari al-Qur’an yang mana

kita tidak dapat memahami maknanya, bahkan seorang

mujtahidpun saat menelitinya tidak bisa mendapatkan maknanya

yang muhkam.

2. Al-Mutasyabih al-Idhafiy adalah bagian dari al-Qur’an yang

sebenarnya maknanya bisa dimengerti dalam syariat akan tetapi

terkadang dirancukan oleh kejahilan atau hawa nafsu sehingga

dalam pandangannya menjadi mutasyabih yang sebenarnya lebih

11
Ramli Abdul Wahid, Ulumulur’an, Jakarta: Raja GranfindoPersada, 1996, hlm. 83.

7
condong kepada muhkam.12 Jenis kedua ini disebut juga dengan

istilah al-Mutasyabih an-Nisbiy yang relative dan hanya ulama

tertentu saja yang dapat memahami maknanya.

3. Al-Mutasyabih dalam istinbat hukum bukan pada ayat atau dalilnya

akan tetapi pada ‘illahnya. Contoh; ayat tentang haramnya bangkai

dan halalnya hewan yang disembelih secara syari sangatlah jelas,

namun timbul syubhat saat kedua daging tersebut tercampur apakah

halal untuk dikonsumsi atau menjadi haram.13

Sementara Imam as-Suyuthiy membagi al-Mutasyabih dari tiga

sudut pandang; dari segi lafadz saja, dari segi makna saja dan dari segi

lafadz dan makna secara bersamaan:

1. Dari segi lafadz saja:

a Terdapat pada satu lafadz saja, seperti al-Abb (َ‫)ا َ ْألَب‬.

b Terdapat pada lafadz yang tersusun lebih dari satu, sepertiََ‫ليسَكمثله‬

َ ‫ شيء‬karena seandainya diucapkan ‫ ليسَمثلهَشيء‬maka ini lebih jelas

untuk dipahami oleh yang mendengarnya.

2. Dari segi makna saja, seperti makna dari sifat-sifat Allah Ta’ala.

Karena sifat-sifat ini tidak dapat kita pahami gambaran hakikatnya.

3. Dari segi lafadz dan makan terbagi menjadi lima macam al-

Mutasyabih;

a. Dari segi populasinya, seperti pada permasalahan al-umum dan al-

khusus.

12
Ibrahim bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaqasy-Syatibiy, “al-
Muwafaqat fi Usulasy-Syari’ah” (Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy, cet. 2013 M) hal. 73, Juz 3.
13
Khalid Utsman as-Sabt, Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan (Kairo: Dar IbnuAffan, cet.
2013 M) hal.214, jilid 2.

8
b. ْ ُ‫فَا ْقتُل‬, dalam surat at-Taubah ayat 5.
Contoh: ََ‫واَال ُم ْش ِركِين‬

c. Dari segi tata caranya, seperti wajib atau sunnah dalam firman

Allah Ta’ala surat an-Nisa’ ayat 3:

َ ِ‫ابَلَ ُك ْمَمِ نَ َالن‬


‫ساء‬ َ ‫ط‬َ َ‫فَا ْن ِك ُحواَ َما‬

d. Dari segi waktu, seperti an-Naskh dan al-Mansukh.

e. Dari segi tempat turunnya ayat tersebut.

f. Dari segi syarat yang menjadi standar sah tidaknya ibadah seperti

syarat shalat dan nikah.

Kemudian beliau menyimpulkan bahwa dari penjelasan diatas

maka bisa dipahami bahwasanya secara umum al-Mutasyabih terbagi

menjadi tiga:

1. Al-Mutasyabih yang sama sekali tidak bisa kita pahami.

2. Al-Mutasyabih yang bisa dipahami dengan indikasi-indikasi

lainnya.

3. Al-Mutasyabih yang hanya bisa dipahami oleh ulama tertentu.14

C Pendapat Ulama mengenai Ayat Muhkam dan Mutasyabihat

Banyak pendapat ulama dalam mendefinisikan ayat-ayat

muhkamat dan mutasyabihat. Dalam bukunya Al-Zarqani menjelaskan

berbagai pendapat ulama, diantaranya:

Menurut ulama Hanafiah: Ayat-ayat muhkamat ialah ayat-ayat

yang dalalahnya jelas, terang dan tidak mengandung adanya naskh.

Sedangkan ayat-ayat mutashyabihat adalah ayat-ayat yang samar dan

14
Imam as-Suyuthiy, al-Itqhan, hal. 12, Juz 3. Lihatjuga: Manahil al-Qur’an hal.234, jilid
2. Dirasat fi Ulum al-Qur’an al-Karim, hal. 512.

9
tidak dapat diketahui pengertiannya baik secara naqli maupun aqli,

sesuatu yang ketentuannya dirahasiakan oleh Allah, seperti terjadinya

hari kiamat, makna al-ahruf al muqatta’ah (huruf-huruf hijaiyah yang

terputus-putus) pada beberapa permulaan surat.

Menurut ulama Ahl al-Sunnah: Ayat-ayat muhkamat

pengertiannya dapat diketahui baik secara lahiriah ataupun takwil.

Sedangkan ayat mutasyabihat hanya diketahui Allah.

Menurut Ibn ‘Abbas dan ulama Ushul: Ayat-ayat muhkamat

hanya mengandung satu pengertian. Sedang ayat-ayat mutasyabihat

mengandung beberapa perngertian.

Menurut Imam Ahmad: Ayat muhkamadt adalah ayat yang bisa

berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasan. Sedang

mutasyabihat tidak dapat berdiri sendiri dan masih butuh penjelasan,

karena adanya perbedaan dalam pengertiannya.

Menurut ulama muta’akhirin: Ayat muhkamat adalah ayat yang

jelas dan tidak rancu. Sedang ayat mutasyabihat adalah kebalikannya.15

Perbedaan ulama dalam mendefinisikan ayat muhkamat dan

mutasyabihat sebagaimana di atas disebabkan perbedaan dalam

memahami kedudukan dan status lafadََ‫ والراسخونَفيَالعلم‬pada surah ali-

Imran: 7. Mereka memperdebatkan apakah lafad tersebut merupakan

kalimat lanjutan dari kalimat sebelumnya, yaitu menganggap huruf

wawu ( dan) sebagai huruf ‘atfi (kata penghubung) sehingga

pengertianya: “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali

15
Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahil al-‘Urfan fi’Ulum al-Qur’an, Vol II (beirut: Dat
al-Fikr, 1988), h. 275.

10
Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya...”, ataukah sebagi

kalimat baru, yaitu dengan menganggap huruf wawu tersebut sebagai

huruf ibtida’ (berfungsi sebagai permulaan pokok kalimat) sehingga

pengertiannya menjadi, “padahal tidak ada yang mengetahui kecuali

Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya....”.16

Dari uraian terebut, menurut golongan yang pertama ayat-ayat

mutasyabihat dapat dipahami oleh orang-prang yang memiliki ilmu

memahami ayat-ayat mutasyabihat, karena menurut mereka, al-qur’an

turun kepada umat manusia untuk dipahami, termasuk ayat-ayat

mutasyabihat yang merupakan bagian dari A-Qur’an. Sedangkan bagi

golongan yang kedua, ayat-ayat mutasyabihat tidak dapat dipahami oleh

umat manusia, karena menurut mereka, ayat-ayat tersebut diturunkan

untuk menguji iman mereka.

D Hikmah dibalik Muhkam dan Mutasyabihat

Hikmah adanya ayat muhkam:

1. Jika seluruh ayat al Quran terdiri dari ayat ayat muhkamat, maka

sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertiannya jelas.

2. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan Bahasa

lemah, sebab arti dan maknanya sudah cukup jelas.

3. Memudahkan manusia mengetahui maksud, arti, dan

menghayatinya.

Manna’ Khalil al-Qaththab, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj Mudzakir. Bogor: Pustaka Litera
16

AntarNusa 2007) hal 307.

11
4. Mendorong umat untuk giat mehamai, meghayati, dan

mengamalkan isi al-qur’an sebab ayatnya mudah dimengerti dan

dipahami.

5. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam

mempelajari isinya.

6. Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an.

7. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam

memperlajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan

sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus

menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surat yang

lain.17

Hikmah ayat mutasyabihat:

1. Ayat – ayat mutasyabihat menjadi dalil betapa lemah dan

terbatasnya kemampuan manusia. Betapa luas dan mahirnya

manusia tetaplah Tuhan sendirilah yang mengetahui hakekat

sebuah kebenaran.

2. Keberadaanya menjadi cobaan dan ujian bagi manusia ( khususnya

ayat mengenai hari kiamat, siksa neraka, nikmat surga, datangnya

dajjal, dabbah). Mereka mau percaya atau tidak terhadap hal – hal

yang ghaib sebagai pembuktian atas kualitas iman mereka.

3. Menambah wawasan karena dengan sendirinya seorang peneliti

didorong untuk membandingkan pandangannya atau pandangan

madzhab – nya mengenai maksud ayat – ayat mutasyabihat tersebut

17
Abdul Jalal, “Ulumul Qur’an”, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal 230.

12
degan pandangan orang lain atau madzhab lain, sehingga ia akan

menyimpulkan atau sampai pada pendapat yang dekat dengan

kebenaran.

4. Sebagai isyarat bahwa secara umum kandungan al – Qur’an

mencakup kalangan Khawas (orang – orang tertentu) dan awam.

Sifat awam adalah sulit untuk memahami esensi sesuatu. Misalnya,

mereka sulit memahami suatu wujud yang tidak mempunyai

dimensi atau materi. Dalam hal ini Bahasa yang digunakan adalah

Bahasa yang sederhana yang sesuai dengan kemampuan mereka

agar mereka dapat mencernanya, akan tetapi dibalik itu terkandung

makna yang sebenarnya.

5. Sebagai rahmat bagi manusia yang lemah dan tidak tahu segala –

galanya, agar mereka tidak malas dan berusaha untuk

mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Sebagaimana ayat-ayat

tentang kematian dan hari kiamat.

6. Dengan terkandungnya muhkam dan mutasyabihat dalam al-

Qur’an, maka memaksa orang untuk meneliti dan menggunakan

argumen-argumen akal. Dengan demikian ia akan terbebas dari

kegelapan taqlid. Hal ini merupakan indikasi atas kedudukan akal

dan keabsahan untuk memeganginya. Sekiranya seluruh ayat al-

qur’an adalah muhkam, maka tentu tidak memerlukan argument

akal dan tetaplah akal akan terabaikan.18

18
Rasihon Anwar, “ulumul Qur’an” ( bandung; Pustaka Setia, 2006), h.142-143.

13
BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan

1. Muhkam dari segi bahasa artinya melarang, tali kekang,

menguatkan, atau sesuatu yang dikokohkan. Sedangkan secara istilah

adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan dengan perintah dan

larangan dan penjelasan tentang halal dan haram. Mutasyabihat dari

segi bahasa artinya mirip, sesuatu yang memiliki kemiripan dengan

yang lain. Sedangkan dari segi istilah berarti apa yang tidak berdiri

sendiri bahkan membutuhkan penjelasan terkadang dengan

penjelasan ini dan terkadang dengan penjelasan yang lainnya

disebabkan khilaf dalam penta’wilannya

2. Dalam mengklasifikasikan ayat mutasyabihat kebanyakan ulama

membagi menjadi 3 macam. Menurut Abdul Jalal yaitu; ayat yang

tidak dapat diketahui seluruh manusia, yang dapat diketahui manusia

melalui pembahasan dan yang dapat diketahui oleh ahli ilmu.

Sedangkan menurut Imam as-Syatibiy yaitu; mutasyabihat haqiqi,

mutasyabihat idlafiy, dan mutasyabihat dalam istinbath hokum.

Kemudian menurut Imam as- Suyuthi yaitu; Mutasyabihat dari segi

lafadz, dari segi makna, dan dari segi lafadz bersamaan dengan

makna.

14
3. Perbedaan ulama dalam mendefinisikan ayat muhkamat dan

mutasyabihat disebabkan adanya perbedaan dalam memahami

kedudukan dan status lafad pada surah al-Imran:7.

4. Banyak hikmah yang bisa didapatkan dengan adanya ayat muhkam

dan mutasyabihat.

B Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.

Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang dapat

mendukung untuk lebih baiknya di masa yang akan datang. Penulis juga

menyarankan kepada pembaca, agar selalu membaca buku-buku yang

berkaitan dengan Ulumul Qur’an utamanya yang berkaitan dengan

Muhkam dan Mutasyabihat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad , Abu al-Husein, bin Faris. Maqayisu al-Lughah. Kairo: Dar al-Hadits.
(2008): 221.

Bin al-Muqriy, Ahmad bin Muhammad. Ali al-Fayyumiy. al-Mishbah al-Munir.


Kairo: Dar al-Hadits. (2008): 95.

Bin Hammad al-Juhariy , Abu Nashr Ismail. ash-Shihah. Kairo: Dar al-Hadits.
(2009): 270.

Bin Ya’kub al-Fayruz Abadiy , Muhammad. al-Qamus al-Muhith. Kairo: Dar al-
Hadits. (2008): 389.

Bin Abdullah Abu Hilal al-‘Askariy , Al-Hasan. al-Furuq al-Lughawiyah. Kairo:


Dar al-Ilmu wa ats-Tsaqafah. Tanpa tahun.

Al-‘Askariy , Abu Hilal. Al-Furuq al-Lughawiyah. Kairo: Dar al-Ilmi wa ats-


Tsaqafah. hal: 469.

Bin Muhammad ar-Raghib al-Asfahaniy , Abu al-Qasim al-Husein. al-Mufradat fi


Gharib al-Qur’an. Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy. (2012): 153.

Bin Abdillah az-Zarkasyiy , Badruddin Muhammad. al-Burhan fi ‘Ulumi al-


Qur’an. Kairo: Dar al-Hadits. (2006): 280.

As-Suyuthiy, Jalaluddin Abdurrahman. al-Itqhan fi ‘Ulumi al-Qur’an. Kairo: Dar


al-Hadits. (2006): 370.

Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an, Jakarta: Raja Granfindo Persada. (1996): 5,
Jilid 3.

Bin Musa bin al-Lakhamiy al-Gharnathiy al-Malikiy Abu Ishaqasy-Syatibiy,


Ibrahim. al-Muwafaqat fi Usulasy-Syari’ah. Kairo: Dar Ibnu al-Jauziy.
(2013): 73, Juz 3.

Utsman as-Sabt, Khalid. Qawaid at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan. Kairo: Dar


IbnuAffan. (2013): 214, jilid 2.

As-Suyuthiy, Imam, al-Itqhan, hal. 12, Juz 3.

‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Muhammad. Manahil al-‘Urfan fi’Ulum al-Qur’an.


Beirut: Dat al-Fikr. (1988): 275. Vol II.

Al-Qaththab, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj Mudzakir. Bogor:


Pustaka Litera AntarNusa. (2007): 307.

Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu. (2008): 230.


Anwar, Rasihon. ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. (2006): 142-143.

iv

Anda mungkin juga menyukai