Anda di halaman 1dari 21

Kajian Tafsir Tematik Tentang: Haqiqatul Islam;

Makna Islam Dalam Al-Qur’an


Oleh Ali Ridwan Anshory
Hilda Almutiatul Afwa
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Pendahuluan
Sekilas Pandang Tafsir Maudhui
Tafsir Maudhui sebagai sebuah metode penafsiran al-Qur’an dinilai telah memberikan
jalan untuk bisa ‘menangkap’ dan menyingkap kandungan al-Qur’an secara tematik sesuai
kebutuhan manusia dalam semua aspeknya. Berbagai definisi telah dipaparkan para ulama
agar metode ini bisa melengkapi dan memperkaya cakupan aktivitas penafsiran agar lebih
mendalam dan spesifik pada tema tertentu. Diantara definisi para ulama itu antara lain:
a) Muhammad Baqir as-Shadar, dimana menurutnya tafsir maudhu’i adalah kajian
objektif yang memperkenalkan suatu topik tertentu dari salahsatu tema yang
berkaitan dengan ideologis, sosial, kosmos dan cenderung mengevaluasi dari sudut
pandang al-Qur’an untuk menghasilkan teori dan kesimpulan tentang topik-topik
tersebut.1.
b) Fahd ar-Rumi, beliau mengatakan bahwa metode maudhu’i tidak menafsirkan al-
Qur’an sesuai tartib al-Qur’an, tetapi mengumpulkan ayat yang memiliki kesamaan
dan persoalan tema lalu ditafsirkan dan mengambil kesimpulan dari hukum-
hukum didalamnya.2
c) Abdullah al-Hayy al-Farmawi, dimana beliau menyoroti metode tafsir maudhu’i ini
sebagai istilah baru dikalangan ulama kontemporer yang mengandung arti,
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an, yang mempunyai maksud yang sama dalam
arti sama-sama mempersoalkan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan
masa turunnya ayat serta sebab turunnya ayat tersebut lalu diberikan kesimpulan
dan keterangan.3

1
Maazin Syakir at-Tamimi, Ushul Wa Qowaidu at-Tafsir al-Madhu’i Li al-Qur’an, (Iraq; al-Amanah al-
Ammah, 2015), cet.1, hal. 50.
2
Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman ar-Ruumi, Buhust Fii Ushul al-Tafsir Wa Manahijihi, (Maktabah al-
Taubah), hal.62.
3
Abdullah al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’I. hal. 36.
1
Langkah-Langkah Teknis Penelitian Maudhui

Pertama: Menetapkan topik yan akan diteliti . Kedua: Menghimpun ayat yang akan diteliti
. Ketiga: Menyusun ayat tersebut sesuai waktu turunnya . Keempat: Memahami korelasi
antar ayat didalam suratnya. Kelima: Menyusun pembahasan dalam kerangka yang bagus
dan sempurna. Keenam: Melengkapi penafsirannya dengan hadist yang relevan dengan
tema pembahasan. Ketujuh: Mempelajari dan mengkompromikan antar ayat yang umum
dan ayat yang khusus4.

Topik Pembahasan:
Salahsatu tema penting yang akan coba dipaparkan dengan menggunkan metode tafsir
maudhu’i pada makalah ini adalah tentang makna hakikat Islam dengan pendekatan
metode tafsir maudhu’i hanya penulis ingin menjadikan penelitiannya berangkat dari 2
perspektif tafsir Ibnu Katsir dan tafsir an-Nabulsi sebagai referensi induk untuk
kemudian menambahkannya dengan penafsiran lain.

Himpunan Ayat Yang Dikaji Terkait Topik Makna Islam.

No Ayat -Ayat Yang Diteliti


1 Surat Ali Imran: 19
2 Surat Ali Imran: 85
3 Surat Al-Maidah: 3
4 Surat An-Nisaa: 125
5 Surat Ghafir: 66
6 Surat Al-Baqarah: 112
7 Surat Al-Baqarah: 131-132
8 Surat Ali Imran: 83
9 Surat Al-Jinn: 14
10 Surat Al-An’am: 14
11 Surat Ali-Imran: 67
12 Surat Al-Baqarah: 128
13 Surat Fushshilat: 33
14 Surat Al-Qolam: 35
15 Surat Ash-Shaffat: 84

4
Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya.Bandung, Pustaka Setia.
2002.
2
16 Surat Al-An’am:54
17 Surat Muhammad: 35
18 Surat Ath-Thuur: 38
19 Surat Al-Baqarah: 208

Pengertian Islam Secara Etimologi


Pembahasan satu tema tertentu tidak akan lepas dari 2 aspek yaitu etimologi dan
terminologi. Tak terkecuali dengan kata Islam, pembahasan dari 2 aspek ini akan
memberikan satu gambaran utuh tentang apa dan bagaimana hakikat dari Islam itu
sendiri.

Makna Islam secara etimologi seperti yang dikatakan al-Jauhari terambil dari kata ‫السلم‬
dengan mengkasrahkan huruf sin mengandung arti keselamatan,sentosa dan damai, selain
itu bisa juga dimaknai dengan ash-sulhu ‫الصلح‬ yang berarti perdamaian5. Dari kata as-silmi
diubah menjadi berbagai bentuk kata dalam derivasi yang berbeda-beda. Salahsatunya
adalah kata as-salaamah ‫البراءة من العيوب السلامة‬ yang artinya selamat atau bersih dari cacat dan

aib. Dalam ungkapan sering dikatakan ‫سلم فلان من الآفات‬ telah selamat sifulan dari berbagai

bahaya atau aib. Kata lainnya adalah at-tasliim ‫التسليم‬ kata ini memiliki pengertian

‫بذل الرضا بالحكم‬ mencurahkan segala rasa kerelaan atas satu keputusan. Dalam satu ungkapan

dikatakan ‫ وأسلم أمره الى الله‬artinya dia telah menyerahkan segala urusannya kepada Allah6.

Az-Zabidi mengatakan bahwa Allah SWT memiliki nama ‫السلام‬ karena Allah diyaqini dzat
yang meliputi segala makhluknya dan meliputi mereka dengan keselamatan dari ketidak
sempurnaan dan perbedaan. Hal itu disebabkan karena semua ciptaannNya berjalan
diatas aturan yang berdasar pada hikmah. Sifat itu yang menjadikan jin dan manusia
selamat dari prilaku aniaya dan kedzaliman Tuhan karena seluruh perbuatan Allah

5
Pengambilan kata as-silmi sebagai asal dalam kalimat berdasar pada salahsatu pandangan yang berbeda
antara ahli bahasa, dimana ulama ahli Bashrah menetapkan bahwa mashdar adalah ashlul isytiqooqi al-
kalimat sementara ulama Kufah menjadikan Fi’il sebagai asal dalam kalimat. Lihat.
http://www.ahlalloghah.com/showthread.php?t=10262
6
Lihat Taaj al-Lughah wa Shahhah al-‘Arobiyyah, Ismail bin Hammad al-Jauhari. Tahqiq Ahmad ‘Abdul
Ghafur ‘Athaar .Daar al ‘ilmi lil Malayiin . Bairut. 1987. Pada akar kata ‫سلم‬
3
mengandung keselamatan bagi seluruh makhlukNya.7 Dari sini kita bisa mengetahui
bahwa akar kata ‫السلم‬ menunjukan makna kosong dari cacat atau aib. Bentuk derivasi

lainnya dari kata as-silmu adalah ketika diberi imbuhan huruf Hamzah menjadi ‫ أسلم‬maka
imbuhan itu memberi faidah makna muta’adi yang merupakan makna yang paling
masyhur dari wazan ‫ أفعل‬yang memberi makna berkorelasinya katakerja itu pada objeknya
(maf’ul). Seperti yang ditemukan dalam salahsatu ayat yang berbunyi:

َ َ ‫ن ۗ وَقُل ل َِّلذ ِي َن ُّأوتُوا ۟ ٱل ْ كِت‬


َ ‫َٰب و َٱ ْل ُّأم ِي ِۦ‬
۟ ‫ن ءَأَ سْ لَم ْتُم ْ ۚ ف َِإ ْن أَ سْ لَمُوا ۟ فَقَدِ ٱه ْتَدَوا ۟ ۖ َّو ِإن تَو َ َّلوْا‬ ِ َ ‫ى ل َِّله ِ وَم‬
ِ َ ‫ن ٱ َّتبَع‬ َ ِ ‫ْت وَجْ ه‬
ُ ‫ح ٓا ُّجوك َ فَقُلْ أَ سْ لَم‬
َ ‫ف َِإ ْن‬

ِ‫ْك ٱلْبَلََٰ ُغ ۗ و َٱ َّلله ُ بَصِ ير ٌۢ ب ِٱل ْع ِبَاد‬


َ ‫ف َِإنَّمَا عَلَي‬

Artinya: Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah:
"Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan
katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi:
"Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah
mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Q.S. Ali-‘Imran: 20).
Dalam kamus al-Munjid disebutkan bahwa dari akar kata salima terambil kata as-sullam
yang berarti tangga, atau alat untuk naik dan wasilah atau sebab yang menunjukan pada
sesuatu.8
Dari uraian diatas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kata Islam dari segi etimologi
berkisar pada pengertian makna tunduk dan berserah diri (istislam), bersih dan selamat
(as-salaamah), aman dan damai (as-silm).bahkan bisa mengandung makna tangga,
bertahap, tadarruj (as-sullam). Dan makna dasar ini adalah makna yang sesuai dengan
panggilan fithrah setiap manusia sebagai makhluk yang sejak lahir mendambakan makna-
makna diatas.

Pengertian Islam Secara Terminologi al-Qur’an

Islam adalah agama perdamaian dan ajaran pokoknya dapat diklasifikasikan dalam 3
segmen penting; Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar
tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen

7
Lihat Taaj al-‘Aruus Min Jawahir al-Qomus, Sayyid Muhammad Murtadha al-Husaini Az-Zabiidi. Tahqiq
Ali Syiiri. Pada akar kata ‫ سلم‬Daar Al-Fikr. Cet. Beirut 1994.
8
Lihat Kamus al-Munjid Fii al-Lughoh wa al-‘Alam, Daar al-Masyriq, 2014. hal. 347-348
4
tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara
batang, dahan, dan daunya adalah syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak. maka
pengertian Islam dalam bentuk mashdar diinterpretasikan oleh para ulama sebagai nama
sebuah agama yang berorientasi pada sikap penyerahan diri dan ketundukan secara total9.
Di dalam al-Qur’an, kata bermakna Islam yang terambil dari akar kata s-l-m disebut
sebanyak 73 kali, baik dalam bentuk fi’il (kata kerja), mashdar (kata dasar/asal), maupun
isim fa’il (kata sifat/pelaku perbuatan) dengan perincian sebagai berikut:
1. Bentuk fi’il
a. Fi’il madhi (sebanyak 14 kali)
1) Aslama: 5 kali: QS. al-Baqarah 112, Ali-imran 83, al-Nisa 125, al-An’am 14, al-Jin 14
2) Aslamaa: 1 kali pada QS. Al-Shaffat 103
3) Aslamu: 3 kali QS. Ali Imran 20. al-Ma’idah 44, al-Hujurat 17
4) Aslamtum: 1 kali pada QS. Ali Imran 20
5) Aslamtu: 3 kali pada QS al-Baqarah 121, ali Imran 20 dan al Naml 44
b. Fi’il Mudhari’: sebanyak 5 kali
1) Yuslim pada QS Luqman 22
2) Yuslimun pada QS. Al-Fath 16
3) Tuslimun pada QS. Al-Nahl 81
4) Uslima pada QS. Ghafir 66
5) Muslima pada QS. Al-An’am 71
c. Fi’il Amar sebanyak 3 kali
1) Aslim pada QS al-Baqarah 131
2) Aslimu: QS al-Hajj 34 dan al- Zumar 54
2. Bentuk Mashdar sebanyak 9 kali
a. Kata dasar aslama sebanyak 8 kali
1) Al-Islam 6 kali QS. Ali Imran 18,85; al-Maidah 3; al-An’am 125; al-Zumar 22; al-Shaf7

9
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Jilid Kedua, Juz kedua”Surat alu-Imran dan an-Nisa,(Riyadh:
Daar Thoyyibah,1999), 22.
5
2) Islamakum pada QS. Al-Hujurat 17
3) Islamihim pada QS. Al-Taubah 74
b. Kata dasar salima: al-Silm QS. Al-Baqarah 128
3. Bentuk fa’il/kata sifat sebanyak 24 kali
a. Mufrad sebanyak 3 kali
1) Musliman 2 kali QS. Ali Imran 67; Yusuf 101
2) Muslimatun QS al-Baqarah 128
b. Mutsnana 1 kali pada QS. Al-Baqarah 128
c. Jamak sebanyak 38 kali
Muslimun 15 kali pada QS al-Baqarah 132, 133, 136; Ali
Imran 52, 64, 80, 84,102; al-Ma’idah 111; al-Naml 81; al-‘Ankabut 46, al-Rum 53, al-Jin
14.10

Bentuk Surat dan Ayat Makky Tafsir An-Nabulsi Tafsir Ibnu Katsir
Kata /Madaniy
‫الله ِ (إن الدين عند الله ) واحد‬
َّ َ‫ { ِإ َّن الد ِي َن عِنْد‬: ‫وقوله‬
Mashdar Q.S.Ali Imran: Madaniyah
19
‫إسلام‬
‫الإسْ لام ُ } إخبار من الله تعالى وهو الإسلام وهو بالمعنى‬

‫بأنه لا دين عنده يقبله من أحد الواسع يعنى أن تعرف الله وأن‬

‫ وهو اتباع تستسلم له فتطيعه وتنصاع‬، ‫سوى الإسلام‬

‫الرسل فيما بعثهم الله به في كل لأمره ولو تتبعت في آيات‬

‫ حتى ختموا بمحمد صلى القرآن لوجدت أن الله وصف‬، ‫حين‬

‫ الذي سد جميع كثيرا من أنبياءئه بأنهم مسلمون‬، ‫الله عليه وسلم‬

‫الطرق إليه إلا من جهة محمد صلى‬

10
Tim Sembilan, Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha, Jilid 1 (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004). H. 85-86;
Lihat pula al-Ashfahaniy, Mu’jam al-Mufradat Li al-Fadh al-Qur’an, Daar al-Ma’rifat.1998. Cet, Pertama)
hal. 245-247.
6
‫الله عليه وسلم ‪ ،‬فمن لقي الله بعد‬

‫بعثته محمدًا صلى الله عليه وسلم‬

‫بدِين على غير شر يعته ‪ ،‬فليس‬

‫بمتقبل ‪ .‬كما قال تعالى ‪ { :‬وَمَنْ‬

‫يَب ْت َ ِغ ]‪[4902‬غَيْر َ الإسْ لا ِم دِينًا‬

‫خرَة ِ‬
‫ل مِنْه ُ [ وَهُو َ فِي الآ ِ‬
‫فَلَنْ يُقْب َ َ‬

‫ن الْخَاسِر ِي َن ] [ } ]‪[4903‬آل‬
‫مِ َ‬

‫عمران ‪ ] 85 :‬وقال في هذه‬

‫الآية مخبرًا بانحصار الدين المتقبل‬

‫عنده في الإسلام ‪ِ { :‬إ َّن الد ِي َن‬

‫الله ِ الإسْ لام ُ}‬


‫عِنْدَ َّ‬

‫ثم قال تعالى ‪ { :‬وَمَنْ يَب ْت َ ِغ غَيْر َ إن الإسلام في جوهره يعنى أن‬
‫‪Q.S.Ali‬‬ ‫‪Imran:‬‬ ‫‪Madaniyah‬‬
‫‪85‬‬
‫ل مِنْه ُ } أي تستسلم له في كل أمر وفي كل‬
‫الإسْ لا ِم دِينًا فَلَنْ يُقْب َ َ‬

‫‪ :‬من سلك طر يقًا سوى ما شَرَعَه نهي وأن تخضع لله في شؤون‬

‫الله فلن يُقْبل منه { وَهُو َ فِي حياتك كلها الدين الحقيقي أن‬

‫ن الْخَاسِر ِي َن } كما قال يحكمك الإسلام بكل تفصيلاته‬


‫خرَة ِ م ِ َ‬
‫الآ ِ‬

‫النبي ]‪[5278‬صلى الله عليه وسلم لا أن تنتفي منه ما يعجبك‬

‫في الحديث الصحيح ‪ " :‬مَنْ عَم ِ َ‬


‫ل وتدع ما لا يعجبك‬

‫ْس عَلَيْه ِ أم ُْرنَا فَهُو َ رَد‬


‫عَمَلا لَي َ‬

‫وقوله ‪ { :‬الْيَوْم َ أَ كْ مَل ُْت ل َك ُ ْم دِينَك ُ ْم (ورضيت ل كم الإسلام دينا )‬


‫‪Q.S.Al-Maidah: 3 Madaniyyah‬‬

‫ْت عَلَيْك ُ ْم نِعْمَتِي وَرَض ُ‬


‫ِيت الإكمال نوعي والإكمال عددي‬ ‫وَأَ ت ْمَم ُ‬

‫‪7‬‬
‫ل َكُمُ الإسْ لام َ دِينًا } هذه أكبر فقد أكمل الله لنا ديننا فلا‬

‫نعم الله ‪ ،‬عز وجل ‪ ،‬على هذه ز يادة وأتم علينا نعمته فلا‬

‫الأمة حيث أكمل تعالى لهم دينهم نقص‬

‫‪ ،‬فلا يحتاجون إلى دين غيره ‪،‬‬

‫ولا إلى نبي غير نبيهم ‪ ،‬صلوات‬

‫الله وسلامه عليه ؛ ولهذا جعله‬

‫الله خاتم الأنبياء ‪ ،‬وبعثه إلى‬

‫الإنس والجن ‪ ،‬فلا حلال إلا ما‬

‫أحله ‪ ،‬ولا حرام إلا ما حرمه ‪،‬‬

‫ولا دين إلا ما شرعه ‪ ،‬وكل‬

‫شيء أخبر به فهو حق وصدق لا‬

‫كذب في‬

‫ن دِينًا م ِمَّنْ أَ سْ لَم َ (ومن أحسن دينا ممن أسلم‬


‫{ وَمَنْ أَ حْ سَ ُ‬
‫‪Q.S.An-Nisa: 125 Madaniyyah‬‬

‫وَجْ هَه ُ ل َِّله ِ } أخلص العمل لربه ‪ ،‬وجهه لله وهو محسن ) فاتجه‬

‫عز وجل ‪ ،‬فعمل إيمانًا واحتسابا ً الى الله وتوكل عليه واطلب‬

‫{ وَهُو َ ُ‬
‫محْسِن } أي ‪ :‬اتبع في عمله رضاه وطبق أمره واترك ما‬

‫ما شرعه الله له ‪ ،‬وما أرسل به نهى عنه فهذا الدين الذي جاء‬

‫رسوله من الهدى ودين الحق ‪ ،‬به القرآن والسنة هو عين ال كمال‬

‫وهذان الشرطان لا يصح عمل‬

‫عامل بدونهما ‪ ،‬أي ‪ :‬يكون‬

‫خالصا صوابًا ‪ ،‬والخالص أن‬


‫ً‬

‫يكون لله ‪ ،‬والصواب أن يكون‬

‫‪8‬‬
‫متبعًا للشر يعة فيصح ظاهره‬

‫بالمتابعة ‪ ،‬وباطنه بالإخلاص ‪،‬‬

‫فمن فقد العمل أحد هذين‬

‫الشرطين فسد‪.‬‬
‫‪Q.S.Ghafir: 66‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫لرب‬ ‫أسلم‬ ‫أن‬ ‫(وأمرت‬ ‫يقول تعالى ‪ :‬قل يا محمد لهؤلاء‬

‫العالمين ) الله الخالق وحده‬ ‫المشركين ‪ :‬إن الله ينهى أن يُعْبَد‬

‫الذي يستحق العبادة فتملك أن‬ ‫أحد سواه من الأصنام والأنداد‬

‫تقيم الإسلام في بيتك وعملك‬ ‫والأوثان‪.‬‬

‫فإذا عملت في هذين الحقلين‬

‫تجوت من عذاب الله ‪...‬‬

‫وقال سعيد بن جبير ‪ { :‬بَلَى مَنْ‬


‫‪Kata‬‬ ‫‪Q.S.Al-Baqarah:‬‬ ‫‪Madaniyyah‬‬
‫‪Kerja‬‬ ‫‪112‬‬ ‫أي طبق أمر الله مخلصا‬

‫أسلم‬ ‫(والوجه) يعبر به عن الذات‬ ‫أَ سْ لَم َ } أخلص ‪ { ،‬وَجْ هَه ُ } قال‬

‫تقول أنا أبتغي بهذا العمل وجه‬ ‫‪ :‬دينه ‪ { ،‬وَهُو َ ُ‬


‫محْسِن } أي ‪:‬‬

‫الله أي أبتغي ذات الله عز‬ ‫متبع فيه الرسول صلى الله عليه‬

‫وجل ‪ .‬أنه يقيم الإسلام في‬ ‫فإن‬ ‫‪.‬‬ ‫وسلم‬

‫بيته أي أنه من فرقه الى قدمه‬ ‫للعمل ]‪[2532‬المتقبل شرطين ‪،‬‬

‫ينطق بإسلامه فإذا حدثك‬ ‫ً‬


‫خالصا لله‬ ‫أحدهما ‪ :‬أن يكون‬

‫فبالقران والسنة وإن نظر ضبط‬ ‫وحده والآخر ‪ :‬أن يكون صوابًا‬

‫بصره وغضه عن محارم الله‬ ‫ً‬


‫خالصا‬ ‫موافقا للشر يعة ‪ .‬فمتى كان‬

‫وإن استمع فلا يستمع الى منكر‬ ‫ولم يكن صوابًا لم يتقبل ؛ ولهذا‬

‫وإن نطق لا ينطق إلا بالحق‬ ‫قال رسول الله صلى الله عليه‬

‫‪9‬‬
‫وإن تكلم ذكر الله وإن سكت‬ ‫وسلم ‪ " :‬من عمل عملا ليس‬

‫فكر في خلق الله وإن رأي‬ ‫عليه أمرنا فهو رد " ‪ .‬رواه مسلم‬

‫أدرك العبرة مما يرى‪..‬‬ ‫من حديث عائشة ‪ ،‬عنه ‪ ،‬عليه‬

‫السلام‪.‬‬

‫ل لَه ُ ر َ بُّه ُ‬
‫وقوله تعالى ‪ِ { :‬إ ْذ قَا َ‬
‫‪Q.S.Al-Baqarah:‬‬ ‫‪Madaniyyah‬‬
‫‪131-132‬‬ ‫(إذ قال له ربه أسلم قال‬

‫أسلمت لرب العالمين) والدين‬ ‫ب الْعَالَمِي َ‬


‫ن}‬ ‫ْت ل ِر َ ِ‬
‫ل أَ سْ لَم ُ‬
‫أَ سْ لِم ْ قَا َ‬

‫في أصله وفي جوهره استسلام‬ ‫أي ‪ :‬أمره‬

‫لله عز وجل وخضوع ول كن‬ ‫الله ]‪[2832‬بالإخلاص له‬

‫للخالق‬ ‫الخضوع‬ ‫هذا‬ ‫لمن‬ ‫والاستسلام والانقياد ‪ ،‬فأجاب‬

‫الخضوع للقوي والخضوع للعليم‬ ‫إلى ذلك شرعًا وقدرًا‪.‬‬

‫وللرحيم وللعدل وللخبير وللطيف‬

‫السمَاوَ ِ‬
‫{ وَلَه ُ أَ سْ لَم َ مَنْ فِي َّ‬
‫‪Q.S.Ali‬‬ ‫‪Imran: Madaniyyah‬‬
‫‪83‬‬ ‫أتخضع لغير الله أتنصاع لغير‬ ‫ات‬

‫الله أتأبى أن تكون عبدا لله‬ ‫وَالأ ْر ِ‬


‫ض } أي ‪ :‬استسلم له من‬

‫أتخشى على الدنيا وهي فانية‬ ‫فيهما طوعا وكرها ‪ .....‬فالمؤمن‬

‫وتعصي الله الذي استسلم له‬ ‫مستسلم بقلبه وقالبه لله ‪ ،‬والكافر‬

‫ال كون بأسره فعرفه المؤمن‬ ‫مستسلم لله كرها ‪ ،‬فإنه تحت‬

‫فخضع له طوعا ‪...‬‬ ‫التسخير والقهر والسلطان العظيم‬

‫وَم ِنَّا (فمن‬ ‫الْمُسْل ِمُو َ‬ ‫وَأَ َّنا‬


‫‪Q.S.Al-Jin: 14‬‬ ‫‪Makkiyaah‬‬
‫تحروا‬ ‫فأولئك‬ ‫أسلم‬ ‫ن‬ ‫م ِنَّا‬ ‫{‬

‫سطُو َ‬
‫ن } أي ‪ :‬منا المسلم ومنا رشدا) أي بحثوا عن الحقيقة‬ ‫الْقَا ِ‬

‫القاسط ‪ ،‬وهو ‪ :‬الجائر عن الحق فوجدوها وطلبوها فوصلوا إليها‬

‫الناكب عنه ‪ ،‬بخلاف المقسط فيدخلون الى الجنة‬

‫‪10‬‬
‫فإنه العادل ‪ { ،‬فَمَنْ أَ سْ لَم َ‬

‫ف َ ُّأول َِئ َ‬
‫ك َتح َ َّروْا ر َ َشدًا } أي ‪:‬‬

‫طلبوا لأنفسهم النجاة‪.‬‬

‫ن أَ َّو َ‬
‫كو َ‬ ‫{ قُلْ ِإنِي ُّأم ِر ُ‬
‫ت أَ ْن أَ ُ‬
‫‪Q.S.Al-An’am:‬‬ ‫‪Madaniyyah‬‬
‫‪14‬‬ ‫(قل إني أمرت أن أكون أول‬ ‫ل‬ ‫ْ‬
‫من أسلم) التفوق مطلوب‬ ‫مَنْ أَ سْ لَم َ } أي ‪ :‬من هذه الأمة‬

‫مطلوبة‬ ‫أيضا‬ ‫والمسارعة‬


‫‪.‬‬

‫الذي يتمنى النجاح‬ ‫فالطلب‬

‫فقط غالبا لا ينجح‬


‫‪Bentuk‬‬ ‫‪Q.S.Ali‬‬ ‫‪Imran: Madaniyyah‬‬
‫(ما كان إبراهيم يهوديا ولا‬ ‫قال محمد بن إسحاق ‪ :‬حدثني محمد‬
‫‪kata‬‬ ‫‪67‬‬

‫مسلم‬ ‫نصرانيا ) فإبراهيم كان مائلا‬ ‫بن أبي محمد ‪ ،‬حدثني سعيد بن‬

‫الى الله والحق فهو مسلم بمعنى‬ ‫جبير أو عكرمة ‪ ،‬عن ابن عباس‬

‫وهو‬ ‫الواسع‬ ‫الإسلام‬ ‫‪ ،‬قال ‪ :‬قال عبد الله بن ُ‬


‫صور يا‬

‫الاستسلام لأمر الله تعالى‬ ‫الأعور ُ لرسول الله صلى الله عليه‬

‫وسلم ‪ :‬ما الهدى إلا ما نحن عليه‬

‫‪ ،‬فاتبعنا يا محمد تهتد ‪[2843] .‬‬

‫وقالت النصارى مثل ذلك ‪.‬‬

‫فأنزل الله عز وجل ‪ { :‬وَقَالُوا‬

‫صارَى َته ْتَدُوا }‬


‫كونُوا هُودًا أَ ْو ن َ َ‬
‫ُ‬
‫‪Q.S.Al-Baqarah:‬‬ ‫‪Madaniyyah‬‬
‫(ربنا واجعلنا مسلمين لك ) إن‬ ‫وقوله تعالى حكاية لدعاء إبراهيم‬
‫‪128‬‬
‫أعلى درجة الإيمان أن يستسلم‬ ‫وإسماعيل ‪ ،‬عليهما السلام ‪{ :‬‬

‫العبد لخالق الأكوان‪....‬‬ ‫ك وَم ِنْ‬


‫ر َ َّبنَا وَاجْ عَل ْنَا مُسْل ِمَيْنِ ل َ َ‬

‫‪11‬‬
‫ذُرِيَّت ِنَا ُّأ َّمة ً مُسْل ِمَة ً ل َ َ‬
‫ك وَأَ رِنَا‬

‫َّك أَ ن َ‬
‫ْت‬ ‫ب عَلَي ْنَا ِإن َ‬
‫سكَنَا وَت ُ ْ‬
‫مَنَا ِ‬

‫الرحِيم ُ }‬ ‫الت ََّّو ُ‬


‫اب َّ‬

‫قال ابن جرير ‪ :‬يعنيان بذلك ‪،‬‬

‫واجعلنا‬

‫مستسلمين ]‪[2813‬لأمرك ‪،‬‬

‫خاضعين لطاعتك ‪ ،‬لا نشرك‬

‫معك في الطاعة أحدًا سواك ‪،‬‬

‫ولا في العبادة غيرك‪.‬‬

‫ن قَو ْلا ليس أحد أحسن قولا ممن دعا‬


‫يقول تعالى ‪ { :‬وَمَنْ أَ حْ سَ ُ‬
‫‪Q.S.Fushshilat:‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫‪33‬‬
‫الله ِ } أي ‪ :‬دعا عباد إلى الله فبعد ما صور الله ع‬
‫مِمَّنْ دَعَا ِإلَى َّ‬

‫صالِ حًا وَقَا َ‬


‫ل وجل لنا طر يق كمال الإنسان‬ ‫ل َ‬
‫الله إليه ‪ { ،‬وَعَم ِ َ‬

‫ن الْمُسْل ِمِي َ‬
‫ن } أي ‪ :‬وهو في في نفسه بين الآن طر يق تكميل‬ ‫ِإ َّننِي م ِ َ‬

‫نفسه مهتد بما يقوله ‪ ،‬فنفعه لنفسه الآخرين وهذا صنعة الأنبياء‬

‫ولغيره لازم ومُتَعَدٍ ‪ ،‬وليس هو وعلامة صدق الدعوة الى الله‬

‫من الذين يأمرون بالمعروف ولا هي العمل الصالح فقبل أن‬

‫أن‬ ‫ينبغي‬ ‫الله‬ ‫الى‬ ‫يأتونه ‪ ،‬وينهون عن المنكر و يأتونه تدعو‬

‫‪ ،‬بل يأتمر بالخير و يترك الشر ‪ ،‬تستجيب له‬

‫ويدعو الخلق إلى الخالق تبارك‬

‫وتعالى ‪ .‬وهذه عامة في كل من‬

‫دعا إلى خير ‪ ،‬وهو في نفسه مهتد‬

‫‪ ،‬ورسول الله صلى الله عليه وسلم‬

‫‪12‬‬
‫أولى الناس بذلك ‪ ،‬كما قال محمد‬

‫بن سيرين ‪ ،‬والسدي ‪ ،‬وعبد‬

‫الرحمن بن زيد بن أسلم‪.‬‬

‫وقيل ‪ :‬المراد بها المؤذنون‬

‫الصلحاء ‪ ،‬كما ثبت في صحيح‬

‫مسلم ‪ " :‬المؤذنون أطول الناس‬

‫القيامة‬ ‫يوم‬ ‫أعناقا‬

‫]‪" [25723‬وفي السنن مرفوعا ‪:‬‬

‫" الإمام ضامن ‪ ،‬والمؤذن مؤتمن‬

‫‪ ،‬فأرشد الله الأئمة ‪ ،‬وغفر‬

‫للمؤذنين ]‪" [25724‬‬

‫ل الْمُسْل ِمِي َ‬
‫ثم قال ‪ { :‬أَ فَنَجْ ع َ ُ‬
‫‪Q.S.Al-Qalam:‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫‪35‬‬ ‫ن (أفنجعل المسلمين كالمجرمين)‬

‫كَالْمُجْرِم ِي َ‬
‫ن } ؟ أي ‪ :‬أفنساوي بين هكذا تتوهمون وهكذا تحملون‬

‫هؤلاء وهؤلاء في الجزاء ؟ كلا ل كن الله ينفي أن يعلمل‬

‫والمسلم‬ ‫كالكافر‬ ‫ورب الأرض والسماء ؛ ولهذا المؤمن‬

‫كالمجرم ‪.‬‬ ‫كي َْف َتحْكُمُو َ‬


‫ن }!‬ ‫قال { مَا ل َك ُ ْم َ‬

‫ْب َسل ٍِيم } قال (إذ جاء ربه بقلب سليم ) من‬
‫{ ِإ ْذ جَاء َ ر َ َّبه ُ بِقَل ٍ‬
‫‪Bentuk‬‬ ‫‪Q.S.Ash-Shaffat:‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫‪Kata‬‬ ‫‪84.‬‬
‫سليم‬ ‫ابن عباس ‪ :‬يعني شهادة أن لا إله أجمل التفاسير للقلب السليم إنه‬

‫إلا الله‪ .‬وقال ]‪[25005‬ابن أبي العقيدة الصحيحة فتعاهد قلبك‬

‫َ‬
‫الأشج ‪ ،‬وانتبه له فإذا ضعف القلب‬ ‫حاتم ‪ :‬حدثنا أبو سعيد‬

‫حدثنا أبو أسامة ‪ ،‬عن عَو ْف ‪ :‬ذهبت قوة الجسم مهما كان‬

‫‪13‬‬
‫قلت لمحمد بن سِيرين ‪ :‬ما القلب جلدا‪.‬‬

‫السليم ؟ قال ‪ :‬يعلم ]‪[25006‬أن‬

‫الله حق ‪ ،‬وأن الساعة آتية لا‬

‫ريب فيها ‪ ،‬وأن الله يبعث من في‬

‫القبور‪.‬‬

‫وقال الحسن ‪ :‬سليم من الشرك ‪،‬‬

‫وقال عروة ‪ :‬لا يكون لعانا‪.‬‬

‫وقوله ‪ { :‬و َِإذَا جَاءَك َ الَّذ ِي َن (وإذا جاءك الذين يؤمنون‬


‫‪Bentuk‬‬ ‫‪Q.S.Al-An’am:54‬‬ ‫‪Madaniyyah‬‬
‫‪Kata‬‬
‫ن ب ِآيَاتنَِا فَقُلْ َسلام عَلَيْك ُ ْم بآياتنا فقل سلام عليكم‪)..‬‬
‫يُؤْم ِنُو َ‬
‫السالم‬

‫} أي ‪ :‬فأكرمهم برد السلام عليهم وهذا وسام شرف لهم فالسلام‬

‫‪ ،‬وبَشَّرهم برحمة الله الواسعة من الله عليكم فأنتم في مكان‬

‫علي‪..‬‬ ‫الشاملة لهم‬

‫ثم قال لعباده المؤمنين ‪ { :‬فَلا (فلا تهنوا وتدعوا الى السلم‪)..‬‬
‫‪Bentuk‬‬ ‫‪Q.S.Muhammad:‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫‪Kata‬‬ ‫‪35‬‬
‫َتهِنُوا } أي ‪ :‬لا تضعفوا عن فلا تستسلم ولا تيأس بل تحرك‬
‫السلم‬

‫الأعداء ‪ { ،‬وَت َ ْدعُوا ِإلَى َّ‬


‫السلْم ِ } واتخذ الأسباب ‪....‬‬

‫أي ‪ :‬المهادنة والمسالمة ‪،‬‬

‫ووضع القتال بينكم وبين ال كفار‬

‫في حال قوتكم وكثرة عَدَدِكم‬

‫وعُدَدِك ُ ْم‬

‫س َّلم يَسْتَمِعُو َ‬
‫وقوله ‪ { :‬أَ ْم لَه ُ ْم ُ‬
‫‪Bentuk‬‬ ‫‪Q.S.Al-Thuur: 38‬‬ ‫‪Makkiyyah‬‬
‫ن (أم لهم سلم يستمعون فيه‪)..‬‬
‫‪Kata‬‬
‫ف ِيه ِ } أي ‪ :‬مرقاة إلى الملأ هل عندكم من يستمع الى وحي‬
‫سلم‬

‫‪14‬‬
‫ت مُسْتَمِعُه ُ ْم السماء ؟‬
ِ َْ‫ { فَل ْيأ‬، ‫الأعلى‬

‫ فليأت‬: ‫ن مُبِينٍ } أي‬


ٍ ‫بِسُلْطَا‬

. ‫الذي يستمع لهم بحجة ظاهرة‬

‫على صحة ما هم فيه من الفعال‬

‫والمقال‬
Bentuk Q.S.Al-Baqarah: Madaniyyah
Kata 208 ).... ‫آمرا عباده المؤمنين (ادخلوا في السلم كافة‬
ً ‫يقول تعالى‬

‫ أ ْن يأخذوا أي في الإسلام لتكونوا في‬: ‫به المصدقين برسوله‬


‫السلم‬

‫ سلام مع الله وفي سلام مع‬، ‫بجميع ع ُ َرى الإسلام وشرائعه‬

....‫ وترك ذاتك ومع حول كم ادخلوا‬، ‫والعمل بجميع أوامره‬

‫جميع زواجره ما استطاعوا من‬

.‫ذلك‬

، ‫ عن ابن عباس‬، ‫قال العوفي‬

، ‫ والضحاك‬، ‫ وطاوس‬، ‫ومجاهد‬

ُّ
، ‫والسدي‬ ، ‫ وقتادة‬، ‫وعكرمة‬

‫ { ا ْدخُلُوا فِي‬: ‫ في قوله‬، ‫وابن زيد‬

.‫ الإسلام‬: ‫السلْم ِ } يعني‬


ِ

Dari tabel yang memaparkan 2 penafsiran pada ayat-ayat yang memuat akar kata salima
dengan segala derivasinya dapat kita kelompokan dan kita simpulkan beberapa poin
berikut:
1. Surat alu-Imran 19, memberikan pengertian bahwa pengertian al-Islam berarti
tertuju pada satu dien atau agama yang terlembagakan dalam satu tatanan syariat
yang dibawa oleh Rasulullah SAW, hal ini sama dengan ayat yang terdapat disurat
alu-Imran 85. Ibnu Katsir memberi penjelasan yang tidak meragukan kita bahwa
ayat diatas memberikan batasan jelas bahwa agama (diin) yang akan diterima dari

15
pemeluknya hanyalah al-Islam. Makna ini sama dengan ayat 208 di surat al-
Baqarah hanya menggunakan kata as-silmi yang berarti agama (diin). Pandangan
ini linear dengan pandangan mayoritas jumhur mufassirin yang memandang ayat
sebagai makna yang merujuk pada agama/ diin. Hal ini bisa dilhat dalam tafsir
seperti Ibnu Asyur dan Zamakhsyari. Dalam persepsi masyarakat barat, agama
Islam tidak difahami sebagai agama yang mengusung semangat kedamaian,
keselamatan dll, tetapi istilah yang digunakan adalah dengan Muhammadanism dan
Muhammedan. Istilah ini berlaku karena masyarakat Barat selalu menidentikan
satu ajaran agama kepada pendirinya seperti agama Zoroaster yang disandarkan
pada Zrathustra (w.583 SM), agama Budha kepada Sidharta Gautama Budha (lahir
560 SM), begitu juga nama agama Yahudi yang disandarkan pada orang-orang
Yahudi (Jews), asal nama dari negara Juda (Judeta)atau Yahuda11.

2. Surat alu-Imran: 85, dalam penafsiran Nabulsi ditinjau dari esensinya yang
terdalam adalah totalitas kepasrahan pada setiap perintah dan larangan, dan semua
itu tergambar dalam satu aturan agama bernama al-Islam. Untuk itulah dalam
penafsirannya beliau menegaskan bahwa sudah seharusnya setiap individu
bertahkim kepada al-Islam secara total dengan tidak memisahkan sebagian dan
menerima sebagian yang lain. Ini senafas dengan yang disampaikan Ibnu Katsir.

3. Diayat al-Maidah:3, kedua mufassir memberikan pernyataan tentang kenikmatan


dan kesempurnaan terbesar kepada umat ketika Allah menyempurnakan agama
(diin) dengan segala aturan syariat didalamnya. Ayat ini, jika ditinjau lebih jauh
tentang Asbab Nuzul dan Periodisasinya lebih menjelaskan bahwa ayat ini turun di
saat Rasululullah SAW melaksanakan haji wada’ dan ini termasuk ayat Madaniyah
sehingga Islam sebagai satu agama yang terlembagakan semakin jelas tergambar.

4. Ayat surat an-Nisa:25 sekalipun bentuk kata kerja yang mengandung satu
perbuatan yang berarti pasrah dan berserah diri namun, didahului oleh satu kata
kunci yaitu diin yang berarti agama. Ayat ini bermakna satu kepasrahan kepada
agama yang tidak lain adalah Islam. Ini dikuatkan dengan tafsiran Ibnu Katsir yang
mengatakan’…..mengikuti apa yang Allah syariatkan baginya..’

5. Dalam kelompok ayat berikut: Ghafir:66, al-Baqarah:112, al-Baqarah:131-132, alu-


Imran: 83, Jinn: 14, Alu-Imran: 67, al-Baqarah: 128, Fushshilat: 33, al-Qolam:35,

11
Nasaruddin Razak, Dinul Islam (Bandung, Al-Ma’arif, 1977) hal. 55.
16
dan Muhammad: 35, secara umum menjelaskan satu sikap dasar seorang yang
berada dalam agama Islam, dimana sikap ketundukan (al-khudhu’), kepasrahan dan
berserahdiri (al-istislam), patuh dan ta’at (al-inqiyaad wa al-to’at) menjadi karakter
dasar seseorang yang betul-betul beriman dan ber-Islam.

6. Dalam ayat 54 surat al-An’am: kata as-Salaam mengandung arti ungkapan salam
yang menjadi syiar kehormatan Islam.

7. Dalam ayat 38 al-Thuur akar kata salima digunakan dalam bentuk kata sullam yang
berarti tangga alat atau sebab yang bisa mengantarkan kepada satu tempat atau
kedudukan. Ini juga selaras dengan fungsi Islam yang akan menjadi sebab naiknya
derajat kemuliaan seseorang diduni dan akhirat.

8. Jika dilihat dari ayat- ayat yang menjadi objek penelitian, kita akan dapat
membedakan hal-hal berikut:

➢ Surat Ali Imran:19, Ali-Imran: 85, Al-Maaidah: 3, An-Nisaa: 125. Dan surat
Muhammad: 35 hanya menggunakan bentuk kata as-salmi. Sama seperti
kata as-silmi di surat Al-Baqarah. Secara khusus berbicara makna agama
sebagai sebuah lembaga keagamaan( institusi).
➢ Surat al-Baqarah 112,143-133,Ali Imran: 83, Jin: 14, al-Qolam: 35, secara
umum berbicara tentang satu prilaku dan totalitas ketundukan.
➢ Surat al-An’am:14: bisa dimungkinkan mengarah pada orang pertama yang
pasrah atau yang memeluk Islam.
➢ Surat Ali Imran: 67. Al-Baqarah: 128, Fushshilat: 33 : Secara khusus
merujuk pada subjek pemeluk agama Islam itu sendiri.
➢ Surat Ash-Shaffat: 84 merujuk pada satu sifat secara spesifik dan tidak
mengarah pada pemaknaan Islam secara khusus hanya darinya bisa diambil
pengertian secara bahasa bahwa Islam mengandung makna keselamatan.
➢ Surat Al-An’am:54: Juga merujuk pada makna ucapan salam tidak secara
khusus menjelaskan makna Islam sebagai agama.
➢ Surat At-Thuur: 38: Merujuk pada makna alat/ sebab yang digunakan untuk
menaiki tangga.

Ketujuh poin diatas akan semakin menegaskan beberapa hal penting dan mendasar
bahwa: Pertama: Apa yang dikatakan sebagian kelompok tentang makna Islam sebagai
satu sikap penyerahan diri secara total dengan mengabaikan makna al-Islam sebagai

17
sebuah lembaga agama, sistem keagamaan, atau institusi keagamaan yang seolah sudah
mati, baku, beku, jumud dan mengungkung kebebasan dirasa tidak tepat12. Kesalahan itu
bukan hanya bertabrakan dengan makna genuine Islam sebagai agama seperti yang
dikatakan para mufassirin sekelas Ibnu Katsir, namun pemahaman itu diikuti oleh para
mufassir kontemporer seperti Ratib Nabulsi. Bahkan ini dikuatkan dengan berbagai
pandangan para ahli tafsir lainnya seperti Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahriir wa al-Tanwiir bahwa
makna Islam menunjukan identitas sebuah agama yang telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW13.Selain itu Islam sebagai sebuah agama atau diin terkandung
didalamnya karakteristik dan sifat permanen yang dimilikinya sebagai agama yang
membawa misi keselamatan, kedamaian, sebagai alat untuk menaiki tangga kemuliaan dll.
Setali dua uang ulama lainnya juga sama, tengoklah apa yang disampaikan Imam
Zamakhsyari didalam tafsirnya al-Kasyaaf mengatakan bahwa ditinjau dari alur kata bisa
dilihat bahwa makna Islam didalam al-Qur’an mengandung makna keadilan dan
ketauhidan. Apa yang difahami oleh Imam Zamakhsyari ini didasarkan pada ayat al-
Qur’an yang berbunyi:

ُ ‫شَهِدَ ٱ َّلله ُ أَ َّنهُۥ ل َ ٓا ِإلََٰه َ ِإ َّلا هُو َ و َٱلْمَل َ َٰٓ ِئكَة ُ و َ ُّأو۟لُوا ۟ ٱل ْعِلْم ِ ق َ ٓا ِئم ًاٌۢ ب ِٱلْقِسْطِ ۚ ل َ ٓا ِإلََٰه َ ِإ َّلا هُو َ ٱلْعَزِيز ُ ٱلْحَكِيم‬

ِ َ ‫ج ٓا ءَهُمُ ٱل ْعِلْم ُ بَغْي ًاٌۢ بَيْنَه ُ ْم ۗ وَمَن ي َ ْكفُر ْ ب َ َِٔـي‬


‫َٰت ٱ َّلله ِ ف َِإ َّن‬ َ َ ‫ِإ َّن ٱلد ِي َن عِندَ ٱ َّلله ِ ٱل ِْإسْ لََٰمُ ۗ وَمَا ٱخْ تَل‬
َ َ ‫ف ٱلَّذ ِي َن ُّأوتُوا ۟ ٱل ْ كِت‬
َ ‫َٰب ِإ َّلا م ِنٌۢ بَعْدِ مَا‬

ِ َ‫ٱ َّلله َ سَر ِي ُع ٱلْحِس‬


‫اب‬

Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.

12
Lihat harian Kompas (18/11/2002) yang bertajuk “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam.” Dalam
artikel tersebut penulisnya mengatakan,’Kebenaran Tuhan lebih besar dari al-Qur’an, Hadist dan seluruh korpus
kitab tafsir yang dihasilkan umat Islam sepanjang sejarah. Oleh karena itu, Islam lebih tepat disebut sebuah proses yang
tak pernah selesai ketimbang sebuah lembaga agama yang sudah mati, baku, beku, jumud dan mengekang kebebasan”.
Ayat Innaa al-diina ‘inda allahi al-Islam (Q.S. Ali-Imran: 19) lebih tepat diterjemahkan sebagai,’
sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah proses yang tak pernah selesai menuju ketundukan
(kepada Yang Maha Benar)”. Selanjutnya penulisnya juga menulis: “Semua agama dengan demikian adalah
benar dengan variasi, tingkat dan kadar kedalamannya yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu”.
Aunul Yaqin, Menolak Liberalisme Islam Catatan Wacana dan Isu Kontemporer”. (Surabaya: MUI
Prov.Jawa Timur, 2012),68-69.
13
Muhammad al-Thaahir Ibnu ‘Asyuur (1879-1873) telah menegaskan bahwa “al” pada kata “islam”
adalah menunjuk pada nama sesuatu yang sudah terang menjadi identitas agama yang dibawa oleh
Muhammad SAW. Lihat Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir” Jilid 3/188.Daar al-Sahnuun. Tunis.
18
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang
telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang
ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah
sangat cepat hisab-Nya.(Q.S. Alu Imran: 18-19)

Imam Zamakhsyari mengatakan, bahwa firman Allah ۗ ُ‫ ِإ َّن ٱلد ِي َن عِندَ ٱ َّلله ِ ٱل ِْإسْ لََٰم‬merupakan
kalimat jumlah permulaan (isti’naf)dan penguat bagi kalimat jumlah yang pertama. Jika
ditanyakan apa manfaat penguatan ini, maka bisa aku katakan, bahwa kalimat َ ‫ل َ ٓا ِإلََٰه َ ِإ َّلا هُو‬

merupakan makna ketauhidan sementara ۚ ِ‫ ق َ ٓا ِئم ًاٌۢ ب ِٱلْقِسْط‬merupakan makna keadilan. Maka

jika kedua kalimat ini digandengkan dengan kalimat ۗ ُ‫ ِإ َّن ٱلد ِي َن عِندَ ٱ َّلله ِ ٱل ِْإسْ لََٰم‬maka jelaskan
bahwa itu merupakan isyarat bahwa al-Islam itu adalah keadialn dan ketauhidan dan
inilah makna ad-diin yang dikehendaki Allah SWT, dan apa yang berada diluar makna
ketauhidan dan keadilan maka menurut Imam Zamakhsyari dia tidak memiliki ari apa-
apa . Dari dasar ini beliau mengatakan satu kesimpulan yang jelas berbeda dengan Ahlu
Sunnah dimana beliau mengatakan,

‫وهو الدين عند الله وما عداه فليس عنده في شيئ من الدين وفيه أن من ذهب الى تشبيه أو ما يؤدي اليه‬

‫كإجازة الرؤ ية أو ذهب الى الجبر الذي هو محض الجور لم يكن دين الله الذي هو الإسلام‬

Itulah agama disisi Allah dan selain agama Islam ini maka tidak memiliki kedudukan
apapun di sisi Allah SWT. Maka kelompok manapun yang menyerupkan Allah dengan
apapun atau apapun yang mendorong kepada tasybih seperti melegalkan adanya ru’yah
kepada Allah atau berpegang pada keyakinan jabriyah maka itu merupakan murni
perbuatan yang jahat yang tidak bisa kejahatan itu disebut agama yang tidak lain adalah
Islam14.
Menyelami penafsiran para ulama pada akar kata salima/ al-silmu/as-salamah yang
merujuk pada makna satu institusi agama tentu akan memiliki implikasi baik terhadap
agama Islam itu sendiri tak terkecuali pada pemeluknya pada hal-hal berikut:
1. Menafikan Klaim Kebenaran Milik Semua Agama.

Tafsir Al-Kasyaf. Abu al-Qosim Jaarullah Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Khowarizmi (467-538
14

H). Daar al-Ma’rifah. Beirut.2005. Hal164-165.


19
Dengan melihat makna kebahasaan dari apa yang terdapat didalam al-Qur’an dan
pandangan para mufassirin pada akar kata aslama menjadi al-Islam, sebagai satu institusi
agama jelas akan menolak kesimpulan universal bahwa segala sesuatu yang tunduk, patuh
dan menyerahkan diri pada aturan-aturan Allah, pada dasarnya ia termasuk dalam
katagori muslim. Terlebih jika kita padu padankan dengan pernyataan Rasulullah SAW
dalam hadistnya,

‫والذي نفسي بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ومات ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا‬

‫كان من أهل النار‬

Artinya: “Demi jiwaku yang berada dalam genggamannya tidaklah seseorang mendengar tentang aku,
dari umat ini, baik Yahudi maupun Nashrani dan mati sementara dia tidak beriman kepada apa
yang aku diutus dengannya kecuali dia akan menjadi penduduk ahli neraka”. (HR Muslim).

2. Membebaskan Pemeluknya Pada Dekonstruksi Konsep-Konsep Agama Islam.


Yang dimaksud dengan konsep-konsep agama disini seperti konsep kafir, murtad,
munafik, al-haq, dakwah, jihad, amar makruf nahi munkar dll. Memahami makna Islam
sebagai agama akan meyakini kebenaran ajaran yang kita yaqini dan imani. Seseorang
tidak akan menjadi ragu berdakwah, dan menyampaikan kebenaran dan mencegah
kemungkaran karena dia berangkat dari satu keyakinan penuh akan konsep agama yang
diyakininya.
3. Menumbuhkan Rasa Kepuasan Akan Nilai Fitrah Yang Dibawa Islam.
Berangkat dari segala makna yang tersimpan dalam akar kata salima/ as-silmu/ as-salaamah,
dengan segala derivasinya melahirkan satu kepuasan akan nilai-nilai dasar yang dibawa
agama Islam seperti: Keselamatan, kepasrahan, Ketundukan, Kebersihan dll.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dalam disimpulkan bahwa pendekatan tafsir dengan metode tafsir
maudhu’i (tematik) memberi ruang besar agar setiap orang mampu menemukan jawaban
atas problematika dan dinamika yang berkembang yang bisa jadi jawaban itu tidak
ditemukan dengan pendekatan tafsir tahlili dll. Perkembangan ilmu, cakrawala berfikir
membutuhkan satu kajian al-Qur’an yang spesifik terkait topik-topik tertentu. Contoh
terkait hal itu bagaimana metode tafsir tematik (maudhu’i) menemukan jalannya untuk
mengurai dan sekaligus menjawab akan makna dari hakikat Islam baik ditinjau secara

20
etimologis maupun terminologi al-Qur’an. Bukan hanya karakter dasar Islam yang dapat
ditemukan namun argumen tentang Islam sebagai lembaga dan institusi keagamaan dapat
dipertahankan dengan kokoh.

Daftar Pustaka
Abdullah al-Hayy al-Farmawi. Metode Tafsir Maudhu’I.
Abu al-Qosim Jaarullah Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Khowarizmi. Tafsir Al-
Kasyaf (467-538 H). Daar al-Ma’rifah. Beirut.2005.
Al-Ashfahaniy, Mu’jam al-Mufradat Li al-Fadh al-Qur’an, Daar al-Ma’rifat.1998. Cet,
Pertama) hal. 245-247.
al-Munjid Fii al-Lughoh wa al-‘Alam. Daar al-Masyriq.
Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman ar-Ruumi. Buhust Fii Ushul al-Tafsir Wa Manahijihi.
(Maktabah al-Taubah).
Ibnu Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Jilid Kedua. Juz kedua” Surat ali-Imran dan an-
Nisa”. (Riyadh: Daar Thoyyibah,1999).
Maazin Syakir at-Tamimi. Ushul Wa Qowaidu at-Tafsir al-Madhu’i Li al-Qur’an. (Iraq; al-
Amanah al-Ammah, 2015), cet.1.
Muhammad al-Thaahir Ibnu ‘Asyuur. Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir” Jilid 3/188. Daar al-
Sahnuun. Tunis.
Razak, Nasaruddin. Dinul Islam. (Bandung, Al-Ma’arif, 1977).
Tim Sembilan. Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha. Jilid 1 (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2004).
Yaqin, Aunul. Menolak Liberalisme Islam.”Catatan Wacana dan Isu Kontemporer”.(Surabaya:
MUI Prov.Jawa Timur, 2012).

21

Anda mungkin juga menyukai