Anda di halaman 1dari 9

METODE TAFSIR: IJMALI

Makalah ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Tafsir
Dosen Pengampu: Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A.

Disusun oleh:
Kelompok 9
Kautsar Gautama Akbar (11220340000044)
Fatimah Nurrahma (11220340000072)
Nafisah Almais Aidiyah (11220340000080)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN AJARAN
2023/2024
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tafsir Ijmali


Secara Bahasa tafsir mengikuti wazan taf’il, yang berasal dari akar
kata al-fasr (‫ )ر س ف‬yang memiliki arti menjelaskan, menyingkap,
menampakkan juga menerangkan. Dengan demikian kata at-Tafsir dan al-
fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup. Ibnu
Manzur menyatakan kata al-fasr berarti menyingkap sesuatu yang tertutup,
sedangkan kata at-tafsir berarti menyingkapkan maksud suatu lafaz yang
musykil. Adib Bisri menjelaskan tafsir menurut Bahasa berarti
menerangkan dan menjelaskan. Al-Qaththan menjelaskan tafsir secara
Bahasa adalah menyingkap.
Abu Hayyan menjelaskan makna tafsir secara istilah yaitu ilmu yang
membahas cara pengucapan lafaz-lafaz Al-Qur’an, menemukan petunjuk-
petunjuknya, menggali hukum-hukumnya,1 Ali Shahabuni mengartikan
sebagai ilmu untuk memahami kitabullah yang telah diturunkan kepada
nabi-Nya SAW juga untuk mengetahui maknanya, hukumnya, dan hikmah
yang dikandung olehnya.
Pengertian tafsir mengandung arti, pengetahuan atau ilmu yang
berkenaan dengan kandungan Al-Qur`an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan
untuk memperolehnya, atau sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan
pengertian-pengertian, hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung
dalam Al-Qur`an.
Tafsir Al-Qur`an adalah penjelasan tentang maksud firman Allah
sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga
apa yang dicerna atau diperoleh seorang mufassir dari Al-Qur`an bertingkat-
tingkat pula.Menafsirkan Al-Qur`an merupakan usaha sungguh-sungguh
yang dikerahkan oleh seorang mufassir untuk memahami dan mendalami

1
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an, (Bogor: Litera antar Nusa, 2013),
455-456 Muhammad Husain Az-Zahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, hal 12

1
kandungan-kandungan dan berbagai aspek yang terdapat dalam ayat-ayat
Al-Qur`an.
Tafsir ijmali yaitu menafsirkan Al-Qur`an secara singkat dan global.
Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna Al-
Qur`an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat
dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas
sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya. Hal ini dilakukan terhadap
ayat per ayat dan surat per surat sesuai dengan urutannya dalam mushaf
sehingga tampak keterkaitan antara makna satu ayat dan ayat yang lain,
antara satu surat dengan surat yang lain.
Dengan metode ini, mufassir berupaya pula menafsirkan kosa kata
Al-Qur`an dengan kosa kata yang ada dalam Al-Qur`an sendiri, sehingga
para pembaca yang melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al-
Qur`an, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosa kata
serupa dalam Al-Qur`an, dan adanya keserasian antara bagian Al-Qur`an
yang satu dan bagian yang lain. Metode ini lebih jelas dan lebih mudah
dipahami para pembaca.
B. Sejarah dan Perkembangannya
Ketika Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah Saw, beliau adalah
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) kepada sahabat-sahabat nabi
tentang arti dan maksud dari kandungan ayat al-Quran yang diwahyukan
itu, terutama dalam kaitannya dengan ayat-ayat yang tergolong tidak
dipahami ataupun samar artinya. Di samping itu pada masa Rasulullah Saw
dan sahabat, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab begitupun dengan
Al-Qur’an juga menggunakan bahasa Arab. Sehingga hal ini tidak menjadi
sebuah masalah krusial yang dapat menghambat pemahaman mereka
terhadap Al-Qur’an. Selain itu mereka juga mengetahui pasti mengenai
asbābunnuzūl setiap ayat, bahkan melihat dan berada langsung ketika ayat
tersebut diturunkan. Karena keadaan tersebut, para sahabat tidak
membutuhkan penafsiran yang bersifat rinci dan panjang lebar, akan tetapi
terpenuhi dengan penafsiran bersifat umum dan global. Sehingga

2
berdasarkan hal itu para ulama berpendapat bahwa pada masa ini metode
yang digunakan Rasulullah dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah metode
ijmāli. Dan keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah
Saw.
Setelah wafatnya Rasulullah Saw, para sahabat tidak mendapatkan
lagi tempat bertanya yang selevel beliau. Akhirnya para sahabat melakukan
ijtihad dalam memahami Al-Quran, khususnya mereka yang tergolong
memiliki kemampuan seperti Khulafaur Rasyidin, Ibnu Abbas, Ubay bin
Ka’ab, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin
Zubair, Ibnu Umar, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin Ash dan
Aisyah. Selain itu mereka juga tidak segan untuk menanyakan suatu
permasalahan sejarah, terutama sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang
tercantum dalam Al-Quran kepada tokoh-tokoh Ahlul kitab yang telah
memeluk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, dan lain-lain.
Contoh tafsir al-Quran pada masa sahabat sepeninggal Rasulullah
Saw yang mengindikasikan dasar-dasar metode tafsir Ijmali adalah ketika
Ibnu Abbas menafsirkan kata “aulamastum” dalam surah An-Nisa [4] : 43
dengan jima’. Ayat tersebut adalah :
‫وا َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنُبًا إِ ََّل‬ ۟ ‫س ٰ َك َر ٰى َحت َّ ٰى ت َ ْعلَ ُم‬
ُ ‫صلَ ٰوة َ َوأَنت ُ ْم‬ ۟ ‫وا ََل ت َ ْق َرب‬
َّ ‫ُوا ٱل‬ ۟ ُ‫ٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
‫سفَ ٍر أ َ ْو َجا َٰٓ َء أ َ َحدٌ ِمن ُكم ِمنَ ْٱلغَآَٰئِ ِط أ َ ْو ٰلَ َم ْست ُ ُم‬ َ ‫ض ٰ َٰٓى أ َ ْو َعلَ ٰى‬ َ ‫وا ۚ َوإِن ُكنتُم َّم ْر‬ ۟ ُ‫سبِي ٍل َحت َّ ٰى ت َ ْغت َ ِسل‬ َ ‫َعابِ ِرى‬
ً ُ‫ٱَّللَ َكانَ َعفُ ًّوا َغف‬
‫ورا‬ َّ ‫وا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ َ ْيدِي ُك ْم ۗ إِ َّن‬ ۟ ‫س ُح‬
َ ‫طيِبًا َفٱ ْم‬ َ ‫ص ِعيدًا‬ َ ‫وا‬ ۟ ‫ُوا َما َٰٓ ًء َفتَيَ َّم ُم‬
۟ ‫سا َٰٓ َء َف َل ْم ت َِجد‬
َ ِ‫ٱلن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,


sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun.

3
Demikianlah penafsiran Rasulullah Saw terhadap ayat-ayat Al-
Quran, demikian pula tafsir para sahabat nabi yang pada umumnya
dijelaskan secara mujmal (global) dalam arti tidak panjang dan bertele-
tele. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat supaya mudah
dipahami oleh orang-orang yang bertanya atau pada umumnya kaum
muslimin pada saat itu. Muhammad Amin menjelaskan bahwa salah satu
karakteristik tafsir, khususnya pada masa sahabat adalah lebih menekankan
pendekatan pada al-ma’na al-ijmali, dan tidak melakukannya dengan
panjang lebar dan mendetail serta membatasi diri pada penjelasan makna-
makna lughawi ( etimologis ) dalam ungkapan sederhana dan singkat.
Dengan demikian metode tafsir ijmali secara historis muncul sejak awal
perkembangan Islam, yakni zaman Rasulullah Saw sampai pada masa
sahabat ( abad I H ).

Perkembangan tafsir ijmāli dapat meliputi beberapa aspek dalam


bahasa yang singkat semisal Tafsīr al Farīd Li al-Qurān al-Majīd yang
hanya mengedepankan arti kata-kata, asbabun nuzul dan penjelasan singkat
yang sistematikanya sering berubah-ubah. Dan ada kalanya mengedepankan
arti kata-kata kemudian asbabun nuzul dan makna, tapi juga sering
mendahulukan makna dan asbabun nuzulnya. Selain itu ada juga kitab tafsir
yang menggunakan metode global yang mengedepankan makna sinonim
dari kata-kata yang bersangkutan seperti Tafsīr Jalalain.2

C. Kelebihan dan Kelemahan Metode Tafsir Ijmali


Tafsir sebagai buah pemahaman manusia terhadap teks ayat-ayat Al-
Quran, tentu tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya, demikian juga
dengan metode tafsir Ijmali, pasti memiliki kelebihan dan kelemahan yang
kalau kita Analisa akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang
lainnya. Berikut kelebihan dan kelemahan metode tafsir Ijmali:

2
Akhdiat, Abdul Kholiq, “Metode Tafsir Al-Qur’an: Deskripsi atas Metode Tafsir Ijmali”.
Jurnal Iman dan Spiritualitas, Vol.2, No. 4 (Desember 2022): 646.

4
1. Kelebihan
a. Memiliki karakter yang simplitis dan mudah dimengerti.
b. Tidak mengandung elemen penafsiran israilyat.
c. Akrab dengan Bahasa al-Qur’an, karena seringkali mengemukakan
sinonim.

2. Kelemahan
a. Menjadikan petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial, khususnya bagi orang
awam.
b. Tidak membuka ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai.3
D. Kitab dan Mufassir Ijmali
1. Kitab Tafsir Jalalain
Kitab tafsir ini dikarang oleh dua orang yaitu Jaluluddin as-Suyuthi
dan Jalaluddin al-Mahalli. Metode yang digunakan dalam kitab Tafsir
Jalalain menggunakan metode ijmali (global). Dalam kitab Tafsir ini
terdapat dua jilid yang pertama dituliskan oleh Imam Jaluddin As-Suyuthi
pada permulaan surat al-Baqoroh sampai surat an-Nisa, selanjutnya
diteruskan oleh Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli dari
surat al-Kahfi sampai khatam. Berikut ini adalah biografi pengarang kitab
Tafsir Jalalain:
 Imam Jalaluddin as-Suyuthi
As-Suyuthi lahir setelah maghrib malam Ahad pada permulaan
bulan Rajab tahun 849 H di kota Kairo, ibu kota negara Mesir. Imam
as-Suyuthi telah ditinggal wafat ayahnya sejak kecil. Tercatat ayah
Imam as-Suyuthi wafat ketika Imam as-Suyuthi berusia 5 tahun.
Setelah itu, belum genap umur 8 tahun Imam as-Suyuthi telah
mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an 30 juz. Imam as-Suyuthi
menghabiskan seluruh waktunya untuk mengajar dan menulis. Beliau
wafat pada malam Jumat tanggal 19 bulan Jumadal Ula tahun 911 H.

3
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan
Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 49.

5
Imam as-Suyuthi wafat pada umur 61 tahun lebih 10 bulan lebih 10
hari.
 Imam Jaluluddin al-Mahalli
Nama lengkapnya Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin
Ibrahim bin Ahmad Al-Imam al-Allamah Ahmad Jaluluddin al-
Mahalli. Beliau dilahirkan pada tahun 791 H/ 1389 M Kairo, Mesir.
Dan wafat pada Sabtu pagi, pertengahan Ramadhan 864 H/1459.

2. Kitab Tafsir Muyassar


Kitab tafsir ini dikarang oleh ‘Aidh al-Qarni. ‘Aidh al-Qarni lahir pada
tahun 1379 H (1960 M), ia merupakan seorang penulis yang lahir di
perkampungan al-Qarn. Nama belakang al-Qarni diambil dari daerah
asalnya al-Qarn, di wilayah selatan Arab Saudi. Nama lengkapnya ialah
‘Aidh Abdullah bin ‘Aidh al-Qarni.
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, ‘Aidh al-Qarni memanfaatkan sumber
al-Qur’an, juga sedikit menukil hadits-hadits Nabi Muhammad SAW, dan
membahasnya secara singkat. Metode yang digunakan oleh ‘Aidh al-Qarni
di dalam menafsirkan Tafsir Muyassar cenderung menggunakan metode
Ijmali. Selain menjelaskan ayat-ayat dan surat-surat sesuai dengan urutan
mushhaf, maka ‘Aidh al-Qarni memaknakan ayat-ayat yang ditafsirkan
secara global dalam bentuk sebuah penafsiran.

3. Kitab Tafsir Tanwirul Miqbas min Ibn Abbas


Kitab ini pada dasarnya dikarang oleh Ibnu Abbas, namun dihimpun
oleh Fairuz Abadi. Nama lengkap Ibn ‘Abbas adalah Abdullah Bin bin
Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf Al-Quraisiy Al-
Hasyimi, sepupu Rasulullah. Sedangkan Fairuz Abadi, Nama lengkapnya
adalah Muhammad bin Ya‘qub bin Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad
bin Abi Bakr bin Idris ibn Fadl Allah bin al-Shaikh Abi Ishaq Sahib
pengarang kitab‚ al- Tanbih‛ al-Shaikh Majd al-Din Abu al-Tahir al-
Shairazi al-Fairuz Abadi Shahib‚ al-Qamus. Al-Fairuz Abadi lahir pada

6
Rabi’ al-akhir, ada yang menyatakan Jumad al-Akhir tahun 729 di Kazrun
sebuah kota di Persi antara al-Bahr dan Shairaz.
Sebenarnya, tafsir Tanwirul Miqbas tidak sepenuhnya bersifat Ijmali,
namun juga terdapat metode tafsir bil ma’tsur dan metode tafsir tahlili.
Dikatakan menggunakan metode tafsir bil ma’tsur karena sumber penafsiran
yang digunakan oleh al-Fairuz Abadi dalam penulisan kitab ini adalah
menggunakan metode tafsir bi al-ma’tsur dengan pendapat Ibn ‘Abbas
sebagai ‘sumber’ rujukan penafsiran utama. Selain itu, Ibn ‘Abbas juga
menggunakan syair-syair Arab kuno sebagai sarana penunjang yang
membantu pemahaman makna lafadz yang gharib dari Alquran.
Kemudian, Kedua dalam susunan dan tertib surat tafsir ini ini hanya
terdiri dari satu jilid dengan 600 halaman. Namun sasaran dan tertib ayat
yang ditafsirkan dimulai dari surat al-Fatihah dan berakhir dengan
penafsiran surat an-Nas. Sehingga penafsiran yang dimulai dari awal hingga
akhir merupakan ciri dari tafsir tahlili.
Ketiga, cara penjelasan tafsir Tanwir al-Miqbas sangat global
sehingga memudahkan pembaca sekaligus membiarkan pembaca
mengembangkan sendiri seluas-luasnya pemahaman terhadap Alquran.
Berdasarkan ini, maka kitab tafsir ini masuk dalam kategori penjelasan
ijmali.

7
DAFTAR PUSTAKA

Akhdiat, A. K. (2022, Desember). Metode Tafsir Al-Qur'an: Deskripsi atas Metode


Tafsir Ijmali. Jurnal Iman dan Spiritualitas, 646.

al-Qathan, M. K. (2013). Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an. Bogor: Litera Antar Nusa.

Saleh, A. S. (2007). Metodologi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan


Fazlur Rahman. Jakarta: Sulthan Thaha Press.

Anda mungkin juga menyukai