Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH STUDY AL-QUR’AN

USLUB AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH:
NURUL NUZILLAH LESTARI
REHAN AULIA FURQANI (11653203646)
ULYA RAMADHANI. Z (11653203655)
ZENO INDRIANI (11653203643)

KELAS 1 SIF C
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU
TP 2016/2017
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
al-Qur’an diturunkan dalam bentuk bahasa Arab, sebab masyarakat yang
dihadapi pada masa itu adalah masyarakat Arab. Ketika mereka menerima
pemberitaan ini, tentunya ada yang percaya dan mengimani sepenuh hatinya,
tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada yang mengingkari dan tidak mau
mempercayai kebenaran al-Qur’an.
Bahasa Arab pertama sekali dikenal sebagai bahasa orang-orang di Jazirah
Semenanjung Arabia, kemudian setelah datangnya Agama Islam dikenal pula
sebagai bahasa agama sebab al-Quran sebagai pedoman hidup kaum muslimin
itu dituliskan dalam bahasa Arab yang sangat indah susunan dan rangkaian
kalimatnya.
Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menceritakan hal-hal yang
samar dan abstrak. Manusia tidak mampu mencernanya jika hanya
mengandalkan akalnya saja. Sehingga sering kali ayat-ayat tersebut
diperumpamakan dengan hal-hal yang konkret agar manusia mampu
memahaminya.
Bermacam-macam uslub dalam Al-Qur’an ditujukan untuk memikat hati
mereka, agar mereka tertarik untuk menerima kebenaran wahyu. Di antara uslub
yang dipergunakan diantaranya amtsal dan aqsam, untuk memperkuat
kebenaran berita yang akan disampaikan kepada manusia. Untuk memahami itu
semua maka ulama’ tafsir menganggap perlu adanya ilmu yang menjelaskan
tentang perumpamaan dalam al-Qur’an agar manusia mampu mengambil
pelajaran dengan perumpamaan-perumpamaan tersebut. Karena itulah penulis
mencoba menjelaskan tentang ilmu tersebut, yaitu uslub al-qur’an yang terdiri
dari amtsal dan aqsam dalam al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Uslub al-Qur’an ?
2. Apa yang dimaksud degan Amtsal al-Qur’an ?
3. Apa yang dimaksud dengan Aqsam al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan maksud uslub al-Qur’an.
2. Menjelaskan maksud Amtsal al-Qur’an.
3. menjelaskan maksud Aqsam al-Qura’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Uslub Dalam al-Qur’an
1. Pengertian Uslub
Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salban yang berarti merampas,
merampok dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti
jalan[1]jalan di antara pepohonan dan cara mutakallim dalam berbicara
(menggunakan kalimat).[2] Jika dikatakan salaktu usluba fulanin fi kaza, maka
artinya adalah aku mengikuti jalan dan mazhab fulan. Juga jika dikatakan
akhazna fi asaliba minal-qaul,maka artinya aku mengambil seni-seni ucapan
yang bermacam-macam[3]
Sedangkan uslub menurut istilah adalah cara berbicara yang diambil
mutakallim dalam menyusun kalimatnya dan memilih lafaz-lafaznya.[4]
Dengan demikian, uslub merupakan cara yang dipilih mutakallim atau penulis
di dalam menyusun lafaz-lafaz untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna
kalamnya. Dan uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafaz dan makna.

1Munawwir Abdul Fattah dan Adib Bisyri, Kamus al-Bisyri, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), h.
335
2Muhammad ‘Abdul-‘Azim az-Zarqany, Manna hilul-‘Irfan fi ‘Ulumil-Qur’an (Mesir: Dar al-Ihya’,
t.t.), h. 198.
3Ibrahim Anis dkk., al-Mu’jam al-Wasit, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), jilid I, h. 4
4Muhammad ‘Abdul‘Azim az-Zarqany, Op.Cit,h. 198.
Sedangkan dalam aspek keilmunya tentang studi ilmu uslub/gaya bahasa
disebut uslubiyyah atau kita sering menyebutnya dengan istilah stilistika.
Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah
pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam
mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau
ilmu gaya bahasa.
Uslub dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, baik itu kaitannya
dengan tulisan sastra maupun tulisan kebahasan (linguistik). Demikian pula
dapat didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.
Dengan demikian uslub al-Qur’an (stilistika al-Quran) adalah metodenya
yang sempurna dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-
lafaznya. Maka tidak aneh jika uslub al-Qur’an berbeda dengan uslub kitab-
kitab samawiyah lainnya. Sebagaimana juga uslub yang dipakai manusia
berbeda satu sama lain sebanyak kuantitas jumlah mereka, bahkan uslub yang
dipakai seorang akan berbeda sesuai dengan tema dan dan konteksnya.
Namun demikian, uslub al-Qur’an bukanlah mufradat (kosa kata) dan
susunan kalimat, akan tetapi metode yang dipakai al-Qur’an dalam memilih
mufradat dan gaya kalimatnya.[5] Oleh karena itu, uslub al-Qur’an berbeda
dengan hadis, syi'ir, kalam dan buku-buku yang ada, meskipun bahasa yang
digunakan sama dan mufradat (kosa kata) yang dipakai membentuk kalimatnya
juga sama.
Untuk dapat mengetahui posisi uslub al-Qur’an, maka harus diketahui
klasifikasi uslub yang berlaku di kalangan bangsa Arab. Secara global, uslub
dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1). Uslub khitaby (gaya bahasa retorika)

5Ibid, h. 199
Retorika merupakan salah satu seni yang berlaku pada bangsa Arab yang
mempunyai karakteristik dengan kandungan makna yang kuat, memakai lafaz
yang serasi, argumentasi yang relevan dan kekuatan IQ oratornya. Biasanya
seorang orator berbicara mengenai tema yang relevan dengan realitas kehidupan
untuk membawa audiens mengikuti pemikirannya. Uslub yang indah, jelas,
lugas merupakan unsur yang dominan dalam retorika untuk mempengaruhi
aspek psikis audiens.[6]
2). Uslub ‘Ilmy (gaya bahasa ilmiah)
Uslub ‘ilmy harus jauh dari aspek subyektif dan emotif penuturnya, karena
eksperimen ilmiah itu obyektif dan tidak ada hubungannya dengan aspek psikis,
emotif dan kondisi orang yang melakukannya.[7] Uslub ‘ilmiah membutuhkan
logika yang baik, pemikiran yang lurus serta jauh dari imajinasi dan emosi,
karena sasarannya adalah pikiran dan menjelaskan fakta-fakta ilmiah.
Karakteristik uslub ‘ilmiah adalah jelas dan lugas. Namun juga harus
menampakkan efek keindahan dan kekuatan penjelasan, argumentasi yang kuat,
redaksi yang mudah, rasa yang brilian dalam memilih kosa kata dan informasi
yang dapat dipahami dengan mudah.[8] Oleh karena itu, uslub ‘ilmiah harus
tematik dan terhindar dari majaz, kinayah dan permainan kata-kata lainnya.
3). Uslub Adaby (Gaya bahasa Sastra)
Uslub adaby sangat subyektif, karena ia merupakan ungkapan jiwa
pengarangnya, pemikirannya dan emosinya. Oleh karena itu, uslub adaby sangat
spesifik.[9]
Jadi Uslub al-Qur’an adalah metode analisis dan pendekatan yang refrensif
dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya. Uslub al-
Qur’an mempunyai karakteristik, yaitu: sentuhan lafaz al-Qur’an melalui

6‘Ali al-Jarim dan Mustafa Amin, al-Balagah al-Wadihah,(Mesir: Dar al-Ma‘arif, t.t.), h. 12.
7Ibid., h. 15
8Ibid.
9‘Ali al-Jarim dan Mustafa Amin, Op.Cit, h.152.
keindahan intonasi al-Qur’an dan keindahan bahasa al-Qur’an, dapat diterima
semua lapisan masyarakat, al-Qur’an menyentuh (diterima) akal dan perasaan,
keserasian rangkaian kalimat al-Qur’an dan kekayaan seni redaksional.
2. Macam-macam Uslub Al-Quran
Dalam buku-buku ilmu tafsir kita menjumpai beberapa pembahasan yang
apabila kita teliti pembahasan tersebut dapat digolongkan pada pembicaraan
tentang uslub. Karena itu pembahasan uslub-uslub Al-Quran ini meliputi:
1. Amtsalul-Quran (perumpamaan dalam Al-Quran)
2. Jadadul-Quran (pembantahan dalam Al-Quran)
3. Aqsamul-Quran (sumpah-sumpah dalam Al-Quran)
4. Qasasul-Quran (kisah-kisah dalam Al-Quran)
5. Balaghatul-Quran.
Namun penulis dalam hal ini spesifik membahas dan menguraikan
tentang amtsalul Qur’an dan Aqsamul Qur’an saja.

B. Amtsal Dalam al-Qur’an.

1. Pengertian Amtsal

Kata amtsal merupakan bentuk jamak dari mufrod mitslu. Kata mitslu dalam
segi arti maupun bentuk lafazhnya itu sama dengan lafazh syibhu yaitu matsalu,
mitslu dan matsiil yang sama dengan lafazh syabahu,
syibhu dan syabiih. Kata mitslu secara etimologi mempunyai 3 arti,[10] yaitu:

1). Kata mitslu yang artinya sama dengan kata syibhu yaitu penyerupaan.

2). Sebagian ulama’ mengatakan bahwa lafazh mitslu adalah keadaan atau
cerita yang menakjubkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang arab yaitu:

‫ص ِة ْال َع ِج ْي َب ِة ْالشَأ ْ ِن‬


َّ ‫ع َلى اْل َحا ِل َو ْال ِق‬
َ ‫ُطلَ ُق ْال ِمثْ ُل‬
ْ ‫َوي‬

10Manna’ al-Qaththan, Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an (t.t.: Mansyuraat al-‘Ashr al-
Hadiits, t.t.), h.282.
Arti ini banyak digunakan dalam penerapan lafazh mitslu pada al-Qur’an.
Sebagaimana dalam surat Muhammad ayat 15:

ٌ ‫غ ْي ِر َءا ِس ٍن َوأ َ ْن َه‬


َ ‫ار ِم ْن لَ َب ٍن لَ ْم َيت َ َغي َّْر‬
ُ‫ط ْع ُمه‬ َ ٍ‫ار ِم ْن َماء‬ٌ ‫ الَّ ِتي ُو ِعدَ ْال ُمتَّقُونَ ِفي َها أ َ ْن َه‬ù ‫َمثَ ُل‬
ِ ‫صفًّى َولَ ُه ْم ِفي َها ِم ْن ُك ِل الث َّ َم َرا‬
‫ت‬ َ ‫س ٍل ُم‬ َ ‫ع‬ َ ‫ار ِم ْن‬ٌ ‫ار ِبينَ َوأ َ ْن َه‬ِ ‫ش‬َّ ‫ار ِم ْن خ َْم ٍر لَذَّةٍ ِلل‬ٌ ‫َوأ َ ْن َه‬
‫ط َع أ َ ْم َعا َء ُه ْم‬
َّ َ‫سقُوا َماء َح ِميما فَق‬ ِ َّ‫َو َم ْغ ِف َرة ٌ ِم ْن َر ِب ِه ْم َك َم ْن ُه َو خَا ِلد ٌ فِي الن‬
ُ ‫ار َو‬
Artinya: “(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada
orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah
rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya
dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di
dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama
dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang
mendidih sehingga memotong-motong ususnya.”

3). Ada juga sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa mitslu adalah:
ٌ‫ص ِة ِإذَا َكانَ لَ َها شَأ ْ ٌن َوفِ ْي َها غ ََرا َبة‬
َّ ‫صفَ ِة أ َ ْو ْال ِق‬
ِ ‫َوقَ ْد أ ا ْست ُ ِعي َْر ْال ِمثْ ُل ِل ْل َحا ِل أ َ ْو ْال‬
Yaitu keadaan, sifat atau cerita yang asing dan aneh.

Sedangkan pengertian amtsal secara terminologi ada beberapa definisi yang


dikemukakan oleh para ulama’,[11] yaitu:

1). Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu adab adalah:

‫ى فِ ْي ِه ِب َحا ِل الَّذِي قِ ْي َل‬


َ ‫صدُ ِب ِه ت َ ْش ِب ْيهُ َحا ِل الَّذِي ُح ِك‬
َ ‫سا ِئ ٌر يُ ْق‬ ِ َ‫َو ْال ِمثْ ُل فِي ْاْلَد‬
ٌّ ‫ب َق ْو ٌل ُم ْح ِك‬
َ ‫ي‬
.‫ِْل َ ْج ِل ِه‬
Artinya: “Mitslu dalam ilmu adab adalah ucapan yang disebutkan untuk
menggambarkan ungkapan lain yang dimaksudkan untuk menyamakan atau
menyerupakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan keadaan sesuatu yang
dituju.”

11Ibid, h. 283
Maksudnya adalah menyerupakan perkara yang disebutkan dengan asal
ceritanya. Maka amtsal menurut definisi ini harus ada asal ceritanya. Contohnya
َ ‫( ُربَّ َر ِميَّ ٍة ِم ْن‬banyak panahan dengan tanpa ada
pada ucapan orang arab ‫غي ِْر َر ٍام‬
orang yang memanah). Maksudnya adalah banyak musibah yang terjadi karena
salah langkah. Kesamaannya adalah terjadinya sesuatu dengan tanpa ada
kesengajaan.

2). Pengertian mitslu menurut ulama’ ahli ilmu bayan adalah:

ُ‫ع ََلقَتُهُ ْال ُمشَابِ َهةُ َمتَى فَشَا إِ ْستِ ْع َمالُه‬ ُ ‫از ْال ُم َر َّك‬
َ ‫ب الَّذِي ت َ ُك ْو ُن‬ ُ ‫ْال َم َج‬

Yaitu majas/kiasan yang majemuk yang mana keterkaitan antara yang


disamakan dengan asalnya adalah penyerupaan. Maka bentuk amtsal menurut
definisi ini adalah bentuk isti’aarah tamtsiiliyyah, yakni kiasan yang
menyerupakan. Seperti:[12]

‫َو َما ْال َما ُل َو ْاْل َ ْهلُ ْونَ ِإ ِِل َودَائِ ُع ◊ َو َِل بُدَّ َي ْوما أ َ ْن ت ُ َردَّ ا ْل َودَائِ ُع‬
Tiadalah harta dan keluarga melainkan bagaikan titipan; pada suatu hari
titipan itu pasti akan dikembalikan.

Dalam syair di atas, tampak jelas penyair menyerupakan harta dan keluarga
dengan benda titipan yang dititipkan oleh seseorang kepada kita, yang sama-
sama bisa diambil sewaktu-waktu oleh orang yang menitipkannya.

Melihat dari pengertian-pengertian mitslu di atas, maka amtsal al-Qur’an


setidaknya berupa penyamaaan keadaan suatu hal dengan keadaan hal yang lain.
Penyerupaan tersebut baik dengan cara isti’arah (menyamakan tanpa
menggunakan adat tasybih), tasybih sharih (menyamakan yang jelas dengan
adanya adat tasybih), ayat-ayat yang menunjukkan makna yang indah dan
singkat, atau ayat-ayat yang digunakan untuk menyamakan dengan hal lain.

12Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
h.249.
Karena itulah, kesimpulan akhir dalam mendefinisikan amtsal al-
Qur’an adalah:

‫َت تَ ْش ِبيْها أ َ ْو قَ ْوِل‬ َ ‫ص ْو َر ٍة َرا ِئ َع ٍة ُم ْو ِجزَ ٍة لَ َها َوقَعُ َها ِفي ْالنَّ ْف ِس‬
ْ ‫س َوا ٌء َكان‬ ُ ‫از ْال َم ْعنَى ِفي‬
ُ ‫ِإب َْر‬
‫سَل‬
َ ‫ُم ْر‬
Yaitu menampakkan pengertian yang abstrak dalam bentuk yang indah dan
singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk tasybih maupun majaz
mursal (ungkapan bebas). Definisi inilah yang relevan dengan yang terdapat
dalam al-Qur’an, karena mencakup semua macam amtsal al-Qur’an.

2. Macam-Macam Amtsal al-Qur’an

Secara garis besar, amtsal al-Qur’an terbagi menjadi dua. Pertama


perumpamaan yang disebutkan secara jelas dan tegas. Imam Jalaluddin as-
Suyuthi dalam al-Itqaan menyebutnya sebagai matsal zhahir musharrah
bih. Sedangkan yang kedua disebutkan secara tersirat (matsal
kaamin).[13] Namun apabila diamati secara seksama maka amtsal al-
Qur’an bisa dibagi menjadi tiga macam,[14] yaitu:

1). Al-amtsal al-musharrahah, yaitu perumpamaan yang jelas yang di


dalamnya terdapat lafazh matsal atau lafazh lain yang menunjukkan arti
persamaan atau perumpamaan. Amtsal jenis ini banyak terdapat dalam al-
Qur’an. Seperti yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 261:
ُ‫س ْنبُلَ ٍة ِمائَة‬
ُ ‫سنَا ِب َل فِي ُك ِل‬
َ ‫س ْب َع‬ ْ َ‫َّللاِ َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة أ َ ْنبَت‬
َ ‫ت‬ َ ‫َمثَ ُل الَّذِينَ يُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
‫ع ِلي ٌم‬ َّ ‫ف ِل َم ْن َيشَا ُء َو‬
َ ‫َّللاُ َوا ِس ٌع‬ ُ ‫ضا ِع‬ َّ ‫َحبَّ ٍة َو‬
َ ُ‫َّللاُ ي‬
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat

13Jalaluddinas-Suyuthi, al-Itqaan fii Uluum al-Qur’an (Mesir: Mushthafa ats-Tsani, 1951),


h.132.
14Manna’ al-Qaththan, Op.Cit. h.284
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat ini dijelaskan keuntungan besar bagi orang-orang yang mau
berinfak dengan menyamakannya terhadap orang yang menanam 1 butir biji
yang kelak menghasilkan 700 butir biji. Penyamaan pahala orang yang infak
dengan hasil tanaman pada ayat ini jelas menggunakan lafazhmatsal ( َ‫َمث َ ُل الَّ ِذيْن‬
‫)…يُ ْن ِفقُ ْونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم‬. Dalam ayat ini yang disamakan adalah keuntungan.
2). Al-amtsal al-kaaminah, yaitu perumpamaan yang tidak jelas dengan
tanpa menggunakan lafazh matsal atau sejenisnya, akan tetapi artinya
menunjukkan arti perumpamaan yang indah dan singkat. Makna amtsalseperti
ini akan mengena jika lafazh tersebut dinukilkan kepada hal yang
menyerupainya.

Jadi, sebenarnya dalam al-amtsal al-kaaminah al-Qur’an itu sendiri tidak


menjelaskan bentuk perumpamaan terhadap suatu makna tertentu. Hanya saja
maknanya menunjukkan pada makna suatu perumpamaan.[15]
Tegasnya amtsal jenis ini merupakan perumpamaan maknawi yang
tersembunyi, bukan perumpamaan lafzhi yang jelas.

Salah satu contoh al-amtsal al-kaaminah adalah sebagaimana ungkapan


َ ‫( َخي ُْر ْاْل ُ ُم ْو ِر أ َ ْو‬sebaik-baiknya
ُ ‫س‬
yang disebutkan orang Arab yang berupa ‫ط َها‬
perkara adalah tengah-tengah). Ungkapan ini merupakan hasil perumpamaan
dari beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya:

Surat al-Baqarah ayat 68:

‫ان بَيْنَ ذَ ِل َك…اْلية‬ َ ‫ض َو َِل ِب ْك ٌر‬


ٌ ‫ع َو‬ ِ َ‫… ِإنَّ َها بَقَ َرة ٌ َِل ف‬
ٌ ‫ار‬
Artinya: “…bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda; pertengahan antara itu…”

15Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009), h.316


Surat al-Furqan ayat 67:

‫َوالَّذِينَ ِإذَا أ َ ْنفَقُوا لَ ْم يُس ِْرفُوا َولَ ْم َي ْقت ُ ُروا َو َكانَ َبيْنَ ذَ ِل َك قَ َواما‬
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka
tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.”

Begitu juga masih banyak ungkapan orang-orang arab yang merupakan hasil
perumpamaan al-Qur’an.

3. Al-amtsal al-mursalah, yaitu beberapa jumlah kalimat yang bebas yang


tidak jelas tanpa menggunakan lafazh tasybih. Al-amtsal al-mursalah ini adalah
beberapa ayat al-Qur’an yang berlaku sebagai perumpamaan. Contohnya seperti
dalam surat Yusuf ayat 51:

‫ص ْال َحق…اْلية‬ ِ ‫ت ْام َرأَة ُ ْالعَ ِز‬


ْ ‫يز ْاْلنَ َح‬
َ ‫ص َح‬ ِ َ‫…قَال‬
Artinya: “…Berkata isteri Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu…”

Begitu juga pada surat al-Baqarah ayat 216:

‫ش ٌّر َل ُك ْم…اْلية‬ َ ‫سى أ َ ْن ت ُ ِحبوا‬


َ ‫شيْئا َو ُه َو‬ َ ‫ع‬ َ ‫سى أ َ ْن تَ ْك َر ُهوا‬
َ ‫شيْئا َو ُه َو َخي ٌْر لَ ُك ْم َو‬ َ ‫ع‬
َ ‫… َو‬
Artinya: “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu…”

3. Faedah-faedah Amtsal al-Qur’an

Apabila diamati berbagai macam dan contoh amtsal dalam al-Qur’an, maka
ditemukan bahwa pengungkapan amtsal dalam al-Qur’an mempunyai banyak
faedah. Di antara faedah-faedah tersebut adalah:[16]

1. Menampilkan sesuatu yang abstrak (yang hanya bisa digambarkan


dalam pikiran) ke dalam bentuk sesuatu yang konkret (material) yang dapat

16Rosihon Anwar, Samudera al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.109.


ditangkap indera agar akal dapat menerima pesan yang disampaikan oleh
perumpamaan itu. Karena makna yang abstrak bisa jadi membuat hati masih
ragu maka perlu adanya penggambaran dalam bentuk konkret agar mudah
dicerna. Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 264:

ِ َّ‫صدَقَاتِ ُك ْم بِ ْال َم ِن َو ْاْلَذَى َكالَّذِي يُ ْن ِف ُق َمالَهُ ِرئَا َء الن‬


‫اس َو َِل‬ َ ‫يَاأَي َها الَّذِينَ َءا َمنُوا َِل تُب ِْطلُوا‬
‫ص ْلدا َِل‬ َ َ ‫اب فَأ‬
َ ُ‫صا َبهُ َوا ِب ٌل َفت َ َر َكه‬ ٌ ‫علَ ْي ِه ت ُ َر‬ َ ‫اَّللِ َو ْال َي ْو ِم ْاْل ِخ ِر َف َمثَلُهُ َك َمث َ ِل‬
ٍ ‫ص ْف َو‬
َ ‫ان‬ َّ ‫يُؤْ ِم ُن ِب‬
َ ‫ش ْيءٍ ِم َّما َك‬
‫سبُوا…اْلية‬ َ َ‫َي ْقد ُِرون‬
َ ‫علَى‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka
tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan…”

Dalam ayat tersebut, hilangnya pahala sedekah (abstrak) yang disebabkan


riya’ (pamer) disamakan dengan hilangnya debu di atas batu licin (konkret)
yang disebabkan hujan.

2. Menyingkap makna yang sebenarnya dan menampilkan hal yang gaib


dalam sesuatu yang tampak. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 275:

‫ان ِمنَ ْال َم ِس…اْلية‬


ُ ‫ط‬َ ‫ش ْي‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬
ُ َّ‫الربَا َِل يَقُو ُمونَ إِ َِّل َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَتَ ََخب‬

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila…”
Ayat di atas adalah menceritakan keadaan pemakan riba ketika bangkit dari
kubur kelak pada hari kiamat. Keadaan mereka pada saat itu yang masih gaib
diserupakan dengan keadaan orang gila yang kemasukan setan.[17]

3. Menghimpun arti-arti yang indah dalam ungkapan yang singkat,


sebagaimana yang terdapat dalam amtsal kaaminah dan amtsal mursalah.

4. Mendorong orang untuk beramal dan menimbulkan minat dalam


ibadah dengan melaksanakan hal-hal yang dijadikan perumpamaan yang
menarik dalam al-Qur’an. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 261:
ُ‫س ْنبُلَ ٍة ِمائَة‬
ُ ‫سنَا ِب َل فِي ُك ِل‬
َ ‫س ْب َع‬ ْ َ‫َّللاِ َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة أ َ ْن َبت‬
َ ‫ت‬ َ ‫َمثَ ُل الَّذِينَ يُ ْن ِفقُونَ أ َ ْم َوالَ ُه ْم فِي‬
َّ ‫س ِبي ِل‬
‫ع ِلي ٌم‬ َّ ‫ف ِل َم ْن َيشَا ُء َو‬
َ ‫َّللاُ َوا ِس ٌع‬ ُ ‫ضا ِع‬ َّ ‫َحبَّ ٍة َو‬
َ ُ‫َّللاُ ي‬
Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dengan adanya iming-iming lipat gandanya pahala bagi orang menafkahkan


hartanya di jalan Allah dengan menyerupakannya kepada keuntungan besar
yang diraih seseorang dalam menanam biji-bijian maka manusia akan
terdorong untuk beramal.

5. Dapat menjauhkan seseorang dari sesuatu yang tidak disenangi jiwa.


Seperti dalam surat al-Hujurat ayat 12:

‫ض ُك ْم َب ْعضا أَي ُِحب أ َ َحدُ ُك ْم أ َ ْن َيأ ْ ُك َل لَ ْح َم أَ ِخي ِه َميْتا فَ َك ِر ْهت ُ ُموهُ…اْلية‬


ُ ‫… َو َِل َي ْغتَبْ َب ْع‬
Artinya: “…Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya….”

17Al-Mahalli & as-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain (Surabaya: Dar al-‘Abidiin, t.t.), h.43.
Manusia pasti akan merasa jijik dan tidak suka memakan daging orang lain
yang telah meninggal. Karena itulan Allah SWT menyamakan perbuatan
menggunjing orang lain dengan hal tersebut agar manusia menjauhi perbuatan
tercela itu.

6. Untuk memuji sesuatu yang dicontohkan, seperti pujian Allah kepada


para sahabat Rasulullah dalam surat al-Fath ayat 29:

‫ظ فَا ْستَ َوى‬ ْ ‫اْل ْن ِجي ِل َكزَ ْرعٍ أ َ ْخ َر َج ش‬


َ َ‫َطأَهُ فَآزَ َرهُ فَا ْست َ ْغل‬ ِ ْ ‫…ذَ ِل َك َمثَلُ ُه ْم فِي الت َّ ْو َراةِ َو َمثَلُ ُه ْم فِي‬
َ َّ‫ظ بِ ِه ُم ْال ُكف‬
‫ار…اْلية‬ َ ‫ع ِل َي ِغي‬
َ ‫ب الز َّرا‬ ُ ‫علَى‬
ُ ‫سوقِ ِه يُ ْع ِج‬ َ
Artinya: “…Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka
tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus
di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-
orang mu’min)…”

Dalam ayat ini Allah para sahabat Rasul. Pada permulaan Islam, kaum yang
mau beriman hanyalah sedikit, tidak lebih dari 10. Namun dalam waktu yang
terbilang singkat, yaitu 23 tahun, para sahabat jumlahnya menjadi sangat
banyak dan mampu menaklukkan kaum musyrikin dalam peristiwa fathu
Makkah.

7. Digunakan untuk mencela. Ini terjadi apabila sesuatu yang menjadi


perumpamaan adalah hal yang dianggap buruk oleh manusia. Seperti dalam
surat al-A’raf ayat 176:

‫علَ ْي ِه‬ ِ ‫ض َوات َّ َب َع ه ََواهُ فَ َمثَلُهُ َك َمث َ ِل ْال َك ْل‬


َ ‫ب ِإ ْن تَ ْح ِم ْل‬ ِ ‫َولَ ْو ِشئْنَا لَ َرفَ ْعنَاهُ ِب َها َولَ ِكنَّهُ أ َ ْخلَدَ ِإلَى ْاْل َ ْر‬
‫ث ذَ ِل َك َمثَ ُل ْالقَ ْو ِم الَّذِينَ َكذَّبُوا ِبآيَاتِنَا…اْلية‬ ْ ‫ث أ َ ْو تَتْ ُر ْكهُ يَ ْل َه‬
ْ ‫يَ ْل َه‬

Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan


(derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannyalidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami…”

Dalam mencela orang-orang yang berilmu namun mereka tetap cenderung


kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, Allah menyerupakan mereka
dengan anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.

8. Pesan yang disampaikan melalui amtsal lebih mengena di hati, lebih


mantap dalam menyampaikan nasihat atau larangan serta lebih kuat
pengaruhnya. Dalam kaitan ini Allah berfirman dalam surat az-Zumar ayat 27:

ِ ‫اس فِي َهذَا ْالقُ ْر َء‬


َ‫ان ِم ْن ُك ِل َمث َ ٍل لَ َعلَّ ُه ْم َيتَذَ َّك ُرون‬ َ ‫َولَقَ ْد‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا ِللن‬
Artinya: “Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an
ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.”

4. Tujuan Amtsal al-Qur’an

Para ulama’ ahli tafsir tidak secara jelas menyebutkan tujuan dari amtsal al-
Qur’an. Namun apabila dicermati dari berbagai faedah dan ayat-ayat amtsal al-
Qur’an maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari amtsal adalah agar manusia
menjadikannya pelajaran dan bahan renungan dalam arti contoh yang baik
dijadikan sebagai teladan sedangkan perumpamaan yang jelek sedapat mungkin
dihindari.[18] Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat az-
Zumar ayat 27. Mengenai kedudukanamtsal dalam al-Qur’an, Rasulullah SAW
bersabda dalam hadits riwayat Abu Hurairah:

‫س ِة أ َ ْو ُج ٍه َح ََل ٍل َو َح َر ٍام َو ُم ْح َك ٍم َو ُمتَشَابِ ٍه َو أَ ْمثَا ٍل فَا ْعلَ ُم ْوا‬ َ ‫إن ْالقُ ْرأَنَ نَزَ َل‬
َ ‫علَى خ َْم‬ َّ
‫ام َوات َّ ِبعُ ْوا ْال ُم ْح َك َم َوأَ ِمنُ ْوا ِبا ْل ُمتَشَا ِب ِه َوا ْعتَ ِب ُر ْوا ِب ْاْل َ ْمثَا ِل‬
َ ‫اجت َ ِنب ُْوا ْال َح َر‬
ْ ‫ِب ْال َح ََل ِل َو‬
Artinya: (Sesungguhnya al-Qur’an turun dengan menggunakan lima sisi:
halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal. Kerjakanlah kehalalannya;

18Nashruddin Baidan, Op.Cit, h.259


tinggalkanlah keharamannya; ikutilah muhkamnya; imanilah mutasyabihnya;
dan ambillah pelajaran dari amtsalnya)

Dari dalil al-Qur’an dan hadits di atas maka jelaslah bahwa tujuan amtsal al-
Qur’an adalah sebagai teladan dan bahan renungan sehingga manusia
terbimbing menuju jalan yang benar demi meraih kebahagiaan hidup dunia
maupun akhirat.

C. Aqsam/Qasam Dalam al-Qur’an

1. Pengerian Aqsam

Secara etimologi kata Aqsama merupakan bentuk jamak dari Qasama yang
artinya sumpah. Adapun kata yang memiliki makna sama dengan
kataqasama adalah yamin atau al-half.[19] Tentang yamin, Ibrahim Anis dkk
seperti yang dikutip oleh Hasan Mansur Nasution mengatakan
bahwa qasam sama dengan yamin yang bermakna
sumpah. Qasam dan yaminadalah dua kata sinonim yang berarti
sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat hati jiwa (hati) agar tidak
melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar,
agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah
itu. Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan) karena orang arab
ketika bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya. Selain Qasamsama
dengan yamin, Qasam juga sama dengan half.[20]

Sedangkan secara terminologi ilmu Aqsamul Qur’an adalah ilmu yang


membicarakan tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-
Qur’an.Kemudian yang dimaksud sumpah sendiri adalah sesuatu yang
digunakan untuk menguatkan pembicaraan. Menurut al-Jurjani seperti yang
dikutip oleh Hasan Mansur Nasution sumpah adalah sesuatu yang dikemukakan

19Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Lentera
Antar Nusa, 2010), h. 413
20Hasan Mansur Nasution, Rahasia Sumpah Allah (Bandung: Mizan, 1992), h.7
untuk menguatkan salah satu dari dua berita dengan menyebutkan nama Allah
atau sifatnya.[21]

2. Unsur-Unsur Yang Membentuk Sumpah Dalam Al-Qur’an


Lahirnya suatu sumpah mengharuskan adanya unsur-unsur yang
mendukungnya, yaitu hal-hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah.Tanpa
adanya unsur-unsur dimaksud maka tidak dapat disebut dengan sumpah
Allah.Menurut Ahmad Syadzali sedikitnya terdapat tiga unsur yang harus
dipenuhi jika dikehendaki suatu ucapan menjadi sebuah sumpah, yaitu: fi’il
yangdimuta’addikan atau ditransitifkan dengan “ba”,muqsam bih dan muqsam
‘alayh[22]
1). Fi’il yang berbentuk muta’addi dengan diawali huruf ba’
Sighat qasam baik yang berbentuk uqsimu atau ukhlifu tidak akan berfungsi
tanpa dita’addiyahkan dengan huruf ba’
Allah SWT berfirman:
َ‫علَ ْي ِه َحقًّ َّاو ٰلـ ِكنَّا َ ْكث َ َرالنَّا ِس ََليَ ْعلَ ُم ْون‬ َ ‫س ُم ْوابِاللّٰ ِه َج ْهدَا َ ْي َما ِن ِه ْم ََل َي ْبعَثُاللّٰ ُه َم ْنيَّ ُم ْوتُ ؕ بَ ٰل‬
َ ‫ىو ْعدًا‬ َ ‫َوا َ ْق‬
Artinya: Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya
yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang
mati". (tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai
suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui,[23]
Oleh karena qasam sering dipergunakan dalam percakapan maka ia
diringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan huruf ba’.
Kemudian ba’pun dihilangkan dengan wawu pada isim dzahir , kadangkala
dengan huruf ta’ pada lafadz jalalah.
Contoh dengan huruf wawu:

21Ibid, h.8
22Ibid, h.8
23QS. An-Nahl:38
Allah SWT berfirman:
ِ ِ ‫َوالَّي‬
‫َْلذَايَ ْغ ٰشى‬
Artinya: demi malam apabila menutupi (cahaya siang),[24]
2). Muqsam Bih
Muqsam bih adaah lafad yang terletak sesudah adat qasam yang dijadikan
sebagai sandaran dalam bersumpah yang juga disebut sebagai syarat Muqsam
bih atau mahluf bihmaksudnya adalah sesuatu yang dengannya sumpah
dilakukan.Misalnya Allah bersumpah dengan Allah sendiri atau dengan
sebagian makhluk-Nya.[25] Allah dalam al-Qur’an bersumpah dengan Zatnya
sendiri Yang Maha Suci atau dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya Yang Maha
Besar.[26]
Contoh Allah bersumpah dengan dzatnya sendiri:
‫سي ِ ّٰهللاىَلَعَكِلٰذَو ؕ ْ ُمتـْلِمَعاَمِ َّبن ُؤـَّبـَ ُنتـَل َّ ُمثَّن ُـث َـعـْ ُبتـَلْيِبَرَوى ٰ َلبْ ُلق ؕ اْو ُـث َـعـْبُّيْ َّنلْ َناا ْ ْۤوُرَفَكَنْي َِّذلاَمَع َز‬
َ ِ ‫ٌرْي‬
Artinya: orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak
akan dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu
akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan." yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.[27]
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan
pada Pencipta-Nya, yaitu Allah di samping menunjukkan pula akan keutamaan
dan kemanfaatan makluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia.[28]
Contoh Allah bersumpah dengan makhluk ciptaan-Nya:
Allah SWT berfirman:
‫ضحٰ ى َها‬ َّ ‫َوال‬
ُ ‫ش ْمس َِو‬
Artinya: demi matahari dan cahayanya di pagi hari,[29]

24Q.S.Al-Lail:1
25Hasan Mansur, Rahasia Sumpah Allah (Bandung: Mizan, 1992), h.7.
26Ahmad Syadzali, Op.Cit, h.47
27Q.S. At-Taghabun:7
28Ahmad Syadzali, Op.Cit,h.48
3). Muqsam ‘Alaih
Muqsam ‘alaih adalah bentuk jawaban dari syarat yang telah disebutkan
sebelumnya (muqsam bih). Posisi Muqsam ‘alaih terkadang bisa menjadi
taukid, sebagai jawaban qasam. Karena yang dikehendaki dengan qasam adalah
untuk mentaukidimuqsam ‘alaih danmentahkikannya.[30]
Jawab qasam itu pada umumnya disebutkan. namun terkadang ada juga
yang dihilangkan, sebagaimana jawab “lau” (jika) sering dibuang, seperti firman
Allah:
Allah SWT berfirman:
‫َك ََّللَ ْوتَ ْعلَ ُم ْو َن ِع ْل َم ْال َي ِقي ِْن‬
Artinya: "Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti,"[31]
Penghilangan seperti ini merupakan bentuk/uslub penghilangan yang paling
baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan-Nya. Dan takdir ayat ini
adalah: “Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara
yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan
banyaknya”.
Penghilangan jawab qasam, misalnya:
Allah SWT berfirman:

‫َو ْالفَ ْج ِر‬


‫َولَيَا ٍلعَ ْش ٍر‬
‫ش ْف ِع َو ْال َوتْ ِر‬
َّ ‫َّوال‬
Artinya: demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang
ganjil.[32]

29Q.S. As-Syams:1
30Manna’ Khalil Qathan, Op.Cit, h.418
31Q.S. At-Takatsur:5
32Q.S.Al-Fajr:1-3
Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh
perkataan yang disebutkan sesudahnya seperti:
Allah SWT berfirman:
‫َ َْۤلا ُ ْق ِس ُم ِب َي ْو ِم ْال ِق ٰي َم ِة‬
‫َو َ َْۤلا ُ ْق ِس ُم ِبالنَّ ْفسِاللَّ َّوا َم ِة‬
Artinya: tidak aku bersumpah demi hari kiamat, dan tidak aku bersumpah
dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri).[33]
Jawab qasam disini sudah dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh
firman sesudahnya yaitu:Allah SWT berfirman:
َ ‫سانُاَلَّ ْننَّ ْج َم َع ِع‬
‫ظا َمه‬ ِ ْ ‫سب‬
َ ‫ُاَل ْن‬ َ ‫ا َ َي ْح‬
Artinya: Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan
(kembali) tulang belulangnya?.[34]
Takdirnya adalah : Sungguh kamu akan dibangkitkan dan dihisab.
Untuk fi’il madli yang muttasharif yang tidak didahului ma’mul, maka
jawab qasamnya sering kali menggunakan “lam” atau “qad” contoh: Allah SWT
berfirman:
َ ‫َوقَ ْد خ‬
ّٰ َ‫َاب َم ْن د‬
‫سى َها‬
Artinya: dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
3. Macam-Macam Qasam
Qasam itu adakalanya zahir (jelas,tegas) dan adakalanya mudmar (tidak
jelas, tersirat).
1). Zahir adalah sumpah yang didalamnya disebutkan fi’il
qasam dan muqsam bih. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya,
sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jar, berupa “ba”,
“wawu”, dan “ta”.

33Q.S. Al-Qiyamah:1-2
34Q.S. Al-Qiyamah:3
Di beberapa tempat, fi’il qasam terkadang didahului (dimasuki) “la” nafy,
Dikatakan “la” di dua tempat ini adalah “la” nafi yang berarti tidak , untuk
menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah.
Dan takdir (perkiraan arti) nya adalah: “Tidak benar apa yang
kamusangka,bahwa hisab dan siksa itu tidak ada”. Kemudian baru dilanjutkan
dengan kalimat berikutnya: “Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan
nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan”. Dikatakan pula bahwa
“la” tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan Ia mengatakan: “Aku tidak
bersumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi aku bertanya
kepadanya tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan
mengunpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan karena kematian?
Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah”,
tetapi dikatakan pula, “la” tersebut zaidah (tambahan).Pernyataan jawab qasam
dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan yang
sesudahnya. Takdirnya adalah: “Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan
dihisab.
2). Mudmar adalah sumpah yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam
dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk
kedalam jawab qasam, seperti firman Allah: Allah SWT berfirman:
َ‫ب ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم َو ِمنَ الَّ ِذيْن‬ َ ‫لَـت ُ ْبلَ ُو َّن فِ ْۤ ْي اَ ْم َوا ِل ُك ْم َوا َ ْنفُ ِس ُك ْم َولَـت َ ْس َمعُ َّن ِمنَ الَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْال ِك ٰت‬
‫ع ْز ِم ْاَلُ ُم ْو ِر‬َ ‫ص ِب ُر ْوا َوتَتَّقُ ْوا فَا َِّن ٰذ ِل َك ِم ْن‬ ْ َ ‫ْـرا ؕ َوا ِْن ت‬ ً ‫ا َ ْش َر ُك ْۤ ْوا اَذًى َكثِي‬
Artinya: “ Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu.
dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan
bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.”[35]

35Q.S. Ali Imran:186


4. Faedah Qasam Dalam al-Qur’an.
Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan
ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya.
Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu
ma’ani disebut adrubul khabaras-salasah atau tiga macam pola penggunaan
kalkimat berita, ibtida’i, thalabi, dan ingkari.
Mukhatab terkadang seorang yang berhati kosong (khaliyuz zhanni) sama
saekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan
kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai
penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang
disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya
diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya.Perkataan
yang demikian dinamakan thalabi.
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan
untuknya harus disertai penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau
lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.
Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk
memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa.al-Qur’an
diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang
bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang
mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam
dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan
hukum dengan cara yang paling sempurna.[36]

36Manna’ Qathan, Op.Cit,414


BAB III
Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik konklusi, bahwa uslub al-Quran
adalah metode analisis dan pendekatan yang refrensif dalam menyusun kalimat-
kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya. Uslub al-Quran mempunyai
karakteristik, yaitu: sentuhan lafaz al-Quran melalui keindahan intonasi al-
Quran dan keindahan bahasa al-Quran, dapat diterima semua lapisan
masyarakat, al-Quran menyentuh (diterima) akal dan perasaan, keserasian
rangkaian kalimat al-Quran dan kekayaan seni redaksional.
Amtsal al-Qur’an adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam
bentuk yang indah dan singkat yang mengena dalam jiwa baik dalam bentuk
tasybih maupun majaz mursal (ungkapan bebas), Macam-macam amtsal al-
Qur’an adalah amtsal yang jelas dengan menggunakan lafazh mitslu atau
sesamanya, amtsal yang terselubung tanpa menggunakan
lafazh mitslu dan amtsal yang berupa ungkapan bebas tanpa ada adat tasybih.
Faedah mempelajari amtsal al-Qur’an yang terpenting adalah mendorong
manusia untuk melakukan amal ibadah dan mencegahnya melakukan hal-hal
yang dibenci oleh agama serta menggambarkan hal-hal abstrak dengan hal-hal
yang nyata agar pemahamannya semakin mantap dalam hati manusia..
Tujuannya agar manusia mengambil pelajaran dari al-Qur’an dengan
mengambil hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang buruk demi
mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Amtsal al-Qur’an lebih
mampu dinalar karena hal-hal yang masih abstrak diumpamakan dengan nyata
dan indah sehingga lebih mengena di hati.
Aqsamul Qur’an adalah salah satu kajian dalam Ulumul Qur’an yang
membahas tentang pengertian, unsur-unsur, bentuk-bentuk, tujuan, serta
manfaat (faedah) sumpah-sumpah Allah, dalam menegaskan suatu pernyataan
tertentu, yang terdapat di dalam al-Qur’an, dimana sumpah-sumpah
dalamalQur’an itu menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai Muqsam bih
Aqsamul Qur’an mempunyai tujuan untuk memberikan penegasan atas
suatu informasi yang disampaikan dalam al-Qur’an atau untunuk memperkuat
informasi kepada orang lain yang mungkin sdang mengingkari suatu
kebenarannya, sehingga informasi itu dapat diterimanya dengan penuh
keyakinan

Anda mungkin juga menyukai