Abstract
This study recognizes the rules of interpretation that
answer contemporary problems. This type of research is
qualitative with a library research study method. The
author explains the meaning of the rules of interpretation,
the various rules of interpretation, and the use of kaidah-
kaidah tafsir in interpretingthe Qur'an Today. The
conclusion of this study is that it is not enough to
understand the Qur'an by referring to the translation alone.
Nowadays we often find in the general public many of
those who have little religious knowledge have dared to
interpret the verses of the Quran only by referring to the
translation, this is of course very prone to distortion of
interpretation. So it is feared that it can trigger social
conflicts in society. Given that in the interpretation of the
Quran must be supported from various scientific
disciplines. So it is very important to learn the rules of
interpretation of the Quran.
Keywords: interpretation, Qur'an, the use of kaidah-kaidah
tafsir in interpretingthe Qur'an Today
Abstrak
Studi ini mengenal kaidah-kaidah tafsir yang menjawab
problem kekinian. Jenis penelitian ini adalah kualitatif
dengan metode kajian library research (kepustakaan).
Penulis menjelaskan makna kaidah-kaidah tafsir, macam-
macam kaidah-kaidah tafsir, dan penggunaan kaidah-
kaidah tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an Masa Kini.
Kesimpulan kajian ini adalah bahwa dalam memahami al-
Qur’an tidak cukup hanya dengan merujukk pada
terjemahannya saja. Dewasa ini sering kita jumpai di
masyarakat umum banyak diantara mereka yang hanya
sedikit memiliki pengetahuan agama telah berani
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran hanya dengan merujuk
pada terjemahannya saja, hal ini tentu saja sangat rentan
terjadi distorsi penafsiran. sehingga dikhawatirkan dapat
memicu konflik sosial di masyarakat. Mengingat bahwa
dalam penafsiran Al-Quran harus ditunjang dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Maka sangat lah penting
mempelajari kaidah-kaidah penafsiran Al-quran.
Keywords: Qur’an, Penafsiran, menafsirkan al-Qur’an
masa kini
Pendahuluan
Sebagai kitab suci ummat Islam, al-Qur’an,
memiliki segenap mu’jizat yang sungguh luar biasa. Ia
diturunkan pada saat di mana masyarakat sangat gemar
dan cenderung dengan sastra dan syair-syair Arab.
Masyarakat Arab pada saat itu sangat kagum dan
apresiatif terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang
mampu untuk menggubah syair-syair indah. Perlombaan
tahunan dilakukan untuk mencari siapa pujangga Arab
yang paling mahir pada saat itu yang begitu dieluelukan.
Di tengah eforia masyarakat Arab terhadap sastra pada
saat itu turunlah al-Qur’an yang isinya sungguh luar biasa
yang tidak bisa ditandingi oleh seorang pujanggapun pada
saat itu bahkan hingga akhir zaman. Allah berfirman:
َ
َ ُ ْ َ َٰ ْ ُ َْ ْ ٰ َ َ ْ ُْ َ ْ ﱡ َ َ ْ َ ْ ُ
K0 ; أن ﻳﺄﺗﻮا ِﺑِﻤﺜِﻞ ﻫﺬا اﻟﻘﺮآِن:9 ﻦ65ِ وا3נ1ِ0ِ'ِנ اﺟﺘَﻤﻌِﺖ ا% ﻗﻞ
ْ
َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ُْ
اXًWن َﺑﻌﻀُﻬْﻢ ِﻟَﺒﻌٍﺾ ﻇِﻬO َوﻟْﻮ כMِLَِﻳﺄﺗﻮن ِﺑِﻤﺜ
1
https://quran.kemenag.go.id/surah/17/88
mengikuti orang yang membawa al-Qur’an itu, yaitu nabi
Muhammad SAW.
Pasca al-Qur’an turun muncul beberapa persoalan,
di antaranya adalah persoalan pemahaman terhadap ayat-
ayatnya (tafsir). Semasa Nabi Muhammad masih hidup
persoalan ini tidak terlalu mengemuka. Hal ini disebabkan
oleh orang-orang di sekeliling beliau (para sahabat) selalu
bertanya terhadap segala persoalan yang menyangkut
dengan pemahaman terhadap ayat al-Qur’an. Di samping
itu mereka juga menyaksikan proses turunnya dan para
sahabat adalah orang-orang yang sangat paham dengan
bahasa Arab itu sendiri.
Namun seiring waktu berjalan, al-Qur’an tidak
hanya dipahami oleh orang-orang Arab saja, tetapi ia juga
mulai dipahami oleh orang-orang non-Arab (‘ajam)
sehingga muncullah berbagai persoalan. Hal ini
disebabkan oleh semakin jauh jarak antar satu generasi
dengan generasi lainnya. Di samping itu penguasaan
bahasa Arab antar para penafsir itu juga sangat beragam
dan fluktuatif. Fenomena ini menyebabkan munculnya
berbagai persoalan-persoalan seputar tafsir al-Qur’an. 2
Karenanya diperlukan upaya yang lebih produktif
dalam rangka mempertahankan pandangan teologis di
atas. Salah satunya adalah pengembangkan tafsir
kontemporer dengan menggunakan metodologi baru yang
sesuai dengan perkembangan situasi sosial, budaya, ilmu
pengetahuan dan perkembangan peradaban manusia.
Persoalannya adalah bagaimana merumuskan sebuah
metode tafsir yang mampu menjadi alat untuk
2
Muhammad Amin, Kontribusi Tafsir Kontemporer Dalam
Menjawab Persoalan Ummat, dalam jurnal Substantia, Vol. 15, No.
1, 2013, hal. 1-2
menafsirkan al-Qur’an secara baik, dialektis, reformatif,
komunikatif serta mampu menjawab perubahan dan
perkembangan problem kontemporer yang dihadapi umat
manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya
penelusuran sejarah tentang berbagai upaya ulama dalam
mengembangkan kaidah-kaidah penafsiran. Tujuannya
adalah untuk mengetahui prosedur kerja para ulama tafsir
dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga penafsiran
tersebut dapat digunakan secara fungsional oleh
masyarakat Islam dalam menghadapi berbagai persoalan
kehidupan. Kaidah-kaidah ini kemudian dapat digunakan
sebagai referensi bagi pemikir Islam kontemporer untuk
mengembangkan kaidah penafsiran yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
Namun kaidah-kaidah penafsiran di sini tidak
berperan sebagai alat justifikasi benar-salah terhadap
suatu penafsiran al-Qur’an. Kaidah-kaidah ini lebih
berfungsi sebagai pengawal metodologis agar tafsir yang
dihasilkan bersifat obyektif dan ilmiah serta dapat
dipertanggungjawabkan. Sebab produk tafsir pada
dasarnya adalah produk pemikiran manusia yang dibatasi
oleh ruang dan waktu. Dalam upaya memahami dan
menghindari penafsiran ayat-ayat alQur’an yang keliru
diperlukan pengetahuan yang komprehensip tentang
kaidah-kaidah yang berhubungan dengan ilmu tafsir.
3
https://quran.kemenag.go.id/surah/2/127
diturunkan kepada nabi Muhammad saw., penjelasan
akan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum
dan hikmah-hikmahnya. Sedangkan menurut al-Zarqaniy,
tafsir adalah ilmu yang membahas tentang maksud Allah
sesuai dengan kemampuan manusia, dan mencakup di
dalamnya memahami makna dan penjelasan yang
dimaksud.4
Khalid bin Usman al-Sabt, seorang ulama kontemporer
mendefinisikan kaidah sebagai:
ّ
م ﺟﺰﺋّﻴﺔOכo; أ:9 ﻳﺘﻌﺮف ﺑﻬﺎtّrﻜﻢ כo
Secara etimologi tafsir diartikan sebagai
“menyingkap/membuka dan penjelasan mengeluarkan
sesuatu dari tempat tersebunyi/samar ke tempat yang
jelas/terang”. Definisi tersebut menegaskan bahwa kaidah
mencakup semua bagian-bagiannya. Maka kaidah tafsir
didefinisikan sebagai “Ketentuan umum yang membantu
seorang penafsir untuk menarik makna atau pesan-pesan
al-Qur’an”. 5
Jadi pengertian qawa’id al-tafsir dilihat dari segi
bersandarnya kata qawa’id pada kata tafsir berarti semuah
kaidah yang ada hubungannya dengan kegiatan tafsir.
Quraish Shihab mengatakan bahwa komponen-komponen
yang harus ada dalam kaidah-kaidah tafsir antara lain (a)
ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam
menafsirkan al-Qur’an; (b) Sistematika yang hendak
ditempuh dalam menguraikan penafsiran; dan (c)
4
Tasbih, Kedudukan dan Fungsi Kaidah-Kaidah Tafsir, Lihat
Jurnal Farabi, Vol. 10, No. 2, 2013, hal. 108-109
5
Syamsuri, Pengantar Qawa’id Tafsir, Lihat Jurnal Sulesana,
Vol. 6, No. 2, 2011, hal. 92
patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman
ayat-ayat al-Qur’an.
1. Kaidah Qur'aniyah
2. Kaidah Sunnah
3. Kaidah Bahasa
4. Kaidah Usul
1. Kaidah Qur’aniyah
Menurut Ibnu Kasîr bahwa menafsirkan al-
Qur’an dengan al-Qur’an adalah metode tafsir yang
terbaik sesuai dengan petunjuk QS. Al-Qiyamah 75/19:
َٗ ََ َََْ ُ ﱠ
ۗ~ﺎﻧﻪe ﻠ|ﻨﺎ9 ﺛﱠﻢ ِان
“Kemudian sesungguhnya Kami yang akan
menjelaskannya.”
3. Kaidah Bahasa
Al-Qur’an dalam pewahyuannya memperkenalkan
dirinya antara lain menggunakan bahasa Arab sebagai
media komunikasinya. Dengan demikian, seseorang tidak
mungkin memahami kandungan al-Qur’an tanpa
mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab. Di antara kaidah-
kaidah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
Damîr Pada dasarnya damîr itu berfungsi mengganti dan
menempati tempat-tempat lafaz-lafaz yang banyak dengan
sempurna, karena asal mula diletakannya damîr untuk
membuat susunan kalimat yang singkat. Sebagai contoh
firman Allah dalam QS.ْ Al-Ahzab (33)/35:ْ
ٰ ْٰ َ َْ ْٰ َ ٰ ْ ُ َ َْ ْ ُْ َ َ ْ ﱠ
נ واﻟﻘِנﺘِﺖWנ واﻟﻤﺆِﻣנِﺖ واﻟﻘِנِﺘWנ َواﻟُﻤْﺴِﻠٰﻤِﺖ واﻟﻤﺆِﻣِﻨWِْان اﻟُﻤْﺴِﻠِﻤ
ٰ ْٰ َ ْٰ ‚ ‚ ٰ ‚ َ ‚
ِﺸﻌِﺖ¥5נ َواWِْﺸِﻌ¥5ِت َواXٰ¤ِْﻳَﻦ َواﻟﺼXِ¤ِנ َواﻟﺼِﺪﻗِﺖ َواﻟﺼWَْواﻟﺼِﺪِﻗ
َ ُ َ ْٰ ª َ ﱠ ٰ ّ َ َ ْ َ ّ َ َ ْ
נ ﻓُﺮْوﺟُﻬْﻢWْ¬ِﻔِﻈ5נ َواﻟﺼ©ﯩٰﻤِﺖ َواWْנ َواﻟُﻤﺘﺼ ِﺪﻗِﺖ َواﻟﺼﺎۤ©ﯨِﻤWَْواﻟُﻤﺘﺼ ِﺪِﻗ
ْ َ ً ْ َ ‚ َ َﱠ َ ‚ ْ
ﷲ ﻟُﻬْﻢ ﱠﻣﻐِﻔَﺮة ﱠواﺟًﺮاُ ﺪ ا9ا ﱠوا”‚•ﻛٰﺮت اXًWْﷲ ﻛﺜ َ ٰ¬ﻔٰﻈﺖ َوا”‚•ﻛﺮْﻳَﻦ ا5َوا
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ً َ
ﻋِﻈْﻴﻤﺎ
6
Al-Suyuthiy, al-Itqan Fi Ulum al-Qur'an. Vol: 4 (Beirut:
Muassasah al-Kitab al-Thaqafiyyah, 1996), h.468.
mengikutinya, maka tindakan tersebut merupakan bentuk
ibadah kepada mereka (HR Ahmad dan Tirmidzi).”7
3. Kaidah Bahasa
Keragamam sumber itu menjadikan kaidah dimaksud
dapat diterapkan juga dalam bidang ilmu yang berkaitan,
misalnya yang dari segi bahasa tentang fungsi-fungsi
huruf wauw dan perbedaannya dengan tsumma dan fa’.
Demikian juga makna-makna yang dikandung oleh setiap
kata, atau bentuk kata itu seperti kala kini/mendatang
(mudhâri’) kala lalu (Mâdhi) atau perbedaan kandungan
makna antara kalimat yang berbentuk verbal
sentencedengan nominal sentence.
Contoh ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan kaidah
tafsir dengan
َ ُ َ َْ َ َ َُ
ilmu kebahasaan ُ , sebagai ُ
berikut:
َُ َ َ َ ْ َ ُﱠ ُ َْ
ﻚ ﻳﻘﺮءونøِ›َﻳْﻮَم ﻧﺪﻋﻮا כ˜ أﻧﺎٍس ِﺑِﺈﻣﺎِﻣِﻬﻢ ﻓﻤﻦ أ ِو÷… ِﻛﺘﺎﺑﻪ ِﺑﻴِﻤ|ِﻨِﻪ ﻓﺄو
َ ْ َ َ
ً َ َ َ ْ َ ُ َ َ
ÙØﻴœِ ُﻳﻈﻠُﻤﻮن ﻓK0·ْﻢ َوùِﻛﺘﺎ
Artinya: “(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) kami
panggil tiap umat dengan pemimpinnya, dan barangsiapa
yang diberikan Kitab amalannya di tangan kanannya
Maka mereka Ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka
tidak dianiaya sedikitpun”.(QS.Al-Isra’:71)
Kata imam dalam ayat tersebut dipahami sebagai
bentuk jamak dari kata umm yang berarti ibu. Pelajaran
yang ditarik dari ayat tersebut, pada hari kiamat orang
akan dipanggil disertai dengan nama ibu. Pemanggilan
dengan nama ibu, bukan nama ayah ini untuk menjaga
perasaan Nabi Isa. Ada beberapa ulama juga yang
7
Ibnu Katsir, Op.Cit., vol. 2, h.420. Riwayat yang senada juga
dingkapkan oleh Al-tabariy, Jami’ al-Bayan Fi Ta’wil al-Qur'an, vol.
6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), h.355; Al-Shawkaniy,
Fath al-Qadir, vol 2, h.355.
menjelaskan Kata imamah di dalam ayat ini dipahami
sebagai “pemimpin”, bukan sebagai umm/ibu. Walaupun
jika dipahami lebih dalam, bentuknya adalah plural. Jadi,
pada hari akhir nanti orang-orang akan dipanggil
besertakan pemimpinnya, bukan ibunya.
4. Kaidah Ushul Fiqh
Dalam kaidah Usuh Fiqh juga banyak diadopsi oleh
Tafsir. Misalnya “Perintah pada dasarnya mengandung
makna wajib, kecuali jika ada yang mengalihkannya”.
Maksudnya adalah jika ada suatu tindakan yang semula
mubah (boleh) akan menjadi haram (dilarang) jika
menimbulkan sesuatu yang haram atau mengakibatkan
hal-hal yang wajib terabaikan. Contoh sebagaimana
firmanْ Allah
ٰ ْ َ Swt dalam surah al-Jumu’ah
ٰ َ ُ ْ َ ﱠ62/9: َ َ ﱠ
‚ َ َ ُُْ ْ ْ ْ ُ َٰ َْ
ِ ِذﻛِﺮ اÜ×ﻤﻌِﺔ ﻓﺎﺳﻌﻮا ِا65ﻠﺼﻠﻮِة ِﻣﻦ ﻳﻮِم ا%ِ ﺎﻳﱡﻬﺎ ا”ِ•»נ اﻣנ ٓﻮا ِاذا ﻧﻮِدي‰ﻳ
ﷲ ْ ﱠ
َ َ َْ ُْ ُ ْ ُ َْ ٰ ُ َ ﱠ َ
ﻜْﻢ ِان ﻛנﺘْﻢ ﺗﻌﻠُﻤْﻮن% XٌWْÌ ﻜْﻢ%َِوذُروا اﻟ`ْﻴَﻊۗ ذ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah
diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jum‘at, maka
segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.”
Melakukan jual-beli pada dasarnya dibolehkan,
tetapi jika perbuatan tersebut dikhawatirkan menimbulkan
pengabaian yang wajib seperti jual-beli ketika adzan
jum’at,maka perbuatan tersebut menjadi dilarang
sebagaimana dijelaskan pada terjemah ayat diatas.8
5. Kaidah Ilmu Pengetahuan
Kaidah ini dibangun berdasarkan perspektif yang
dianut oleh berbagai sekte pemikiran Islam. Dalam hal ini
8
M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an …, hlm. 642-
644.
warna tafsir menjadi sangat beragam sesuai dengan
sujektifitas keilmuan masing-masing penafsir. Beberapa
perspektif keilmuan yang berpengaruh dalam penafsiran
al-Qur’an di antaranya adalah ilmu kalam, fiqh, tasawuf,
filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Pada masing-
masing perspektif keilmuan tersebut juga terdapat
berbagai aliran pemikiran yang bermacam-macam.
Munculnya ilmu pengetahuan modern juga berpengaruh
pada corak tafsir umat Islam. Adanya perubahan sosial,
perkembangan ilmu pengetahuan dan bahasa melahirkan
tafsir modern. Arus perubahan dan perkembangan ini
berjalan sedemikian cepat dan bersifat global. Akibatnya
pandangan umat Islam terhadap realitas pun berubah.
sehingga pemahaman terhadap informasi yang bersumber
dari al-Qur’an pun mengalami perubahan.
Selanjudnya, terdapat kaidah terakhir yang
dipaparkan penulis dalam makalah ini adalah kaidah tafsir
kontemporer, yaitu konsep penafsiran yang
dikembangkan oleh para pemikir muslim neo-
modernisme atau post-modernisme. Modernisme Islam
yang tumbuh dan berkembang pada abad ke-19 memang
mampu melahirkan pembaruan pemikiran menuju
masyarakat muslim modern. Akan tetapi di sisi lain
modernisme masih memiliki celah konservatisme dalam
konsep pemurnian Islam. Pendekatan konservatif
terhadap konsep ini kembali menarik Islam ke arah
pemikiran tradidional yang dikenal dengan istilah
puritanisme. Pada saat umat Islam terjebak pada
puritanisme9 ini muncullah pembaru-pembaru Islam abad
9
Paham dan tingkah laku yg didasarkan atas ajaran kaum yg
hidup saleh dan menganggap kemewahan dan kesenangan sebagai
dosa, dalulu paham ini berkembang dikalangan anggota mazhab
ini. Mereka inilah yang dikenal pemikir Islam
kontemporer. Dalam hal penafsiran al-Qur’an, terdapat
banyak variasi tafsir yang ditawarkan. Para pemikir
mampu memberikan alternatif penafsiran yang unik. Di
antara para tokoh penefsiran tersebut adalah Muhammad
Shahrur, dan Fazlurrahman, Nasr Abu Zaid, Farid Esack,
Mohammad Arkoun, Bint Syati’ dan lain-lain.
Penutup
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa dalam memahami al-Qur’an tidak cukup hanya
dengan merujukk pada terjemahannya saja. Dewasa ini
sering kita jumpai di masyarakat umum banyak diantara
mereka yang hanya sedikit memiliki pengetahuan agama
telah berani menafsirkan ayat-ayat Al-Quran hanya
dengan merujuk pada terjemahannya saja, hal ini tentu
saja sangat rentan terjadi distorsi penafsiran. sehingga
dikhawatirkan dapat memicu konflik sosial di masyarakat.
Mengingat bahwa dalam penafsiran Al-Quran harus
ditunjang dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Maka
sangat lah penting mempelajari kaidah-kaidah penafsiran
Al-quran. Dan semoga makalah singkat ini bermanfaat
bagi mereka yang haus akan samudra pengetahuan dan
mengamalkannya, wallahua’lam.
Catatan Akhir
1. https://quran.kemenag.go.id/surah/17/88
Daftar Pustaka