Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita
nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah ini.yang bertema “Manhaj Al-Mufassirin”. Makalah ini ditulis untuk
memenuhi perkuliahan pada mata kuliah Ulumul Qur’an 2
Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada
setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian
tugas makalah ini hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada:
Bpk.Dosen pengampu yakni “Dr. H. Syamsyu Syauqoni, Lc. MA . Atas bimbingan dan
tugas yang telah di berikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna serta kesalahan yang penulis yakini diluar batas kemampuan penulis. Maka
dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dibangun dari para
pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya
Robbal alamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Al-Qur'an menyatakan dirinya sebagai hudan li al-nas (pe tunjuk bagi
manusia). Pesan-pesan yang ada di dalamnya berlaku untuk seluruh umat, sholih
likulli zaman wa makan (relevan dengan perkembangan zaman dan tempat) serta
terpelihara keorisinilan nya. Namun, harus diakui bahwa sebutan "hudan" bagi
al-Qur'an menimbulkan problema yang cukup rumit bagi yang mengimani nya.
Pertanyaan pun segera terlontar, misalnya, bagaimana mengimplementasikan
idealisme al-Qur'an, sementara realitas al Qur'an tidak berubah dan tidak boleh
ditambah atau dikurangi?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, para ilmuwan muslim maupun non
Muslim telah banyak menulis dan mengkaji al-Qur 'an. Bahkan, akhir-akhir ini,
usaha-usaha pengkajian al-Qur'an dapat dikatakan cukup menggembirakan,
kendati masih banyak ditemukan menggunakan prosedur yang kurang tepat.
Oleh karena itu, penggalian dan pengkajian al-Qur'an seyogyanya harus tetap
digalakan dengan senantiasa memperhatikan etika dan cara-cara yang ditempuh
oleh para mufasir masa lampau.1
Mufassir, orang yang menafsirkan Al-Qur'an memiliki peranan penting
bahkan turut menentukan bagi pemasyarakatan Al-Qur'an. Untuk itu, mufassir
perlu memiliki persyaratan-persyaratan tertentu.
Guna menghasilkan tafsir Al-Qur'an yang berkualitas, mufassir mutlak
perlu memiliki prasyarat akademik di samping prasyarat-prasyarat lainnya.
Seiring dengan itu, ada sejumlah kaidah tafsir yang mengatur tentang bagaimana
cara menafsirkan Al-Qur'an berikut mekanismenya yang mutlak harus diketahui
dan dipedomani oleh para mufassir.2
B. Rumusan Masalah.
Bagaimana pengertian mufassir, dan Syaratnya?
Bagaimana Adap Seorang Mufassir?
Apa Saja Perangkat Yang yang Dibutuhkan Mufassir?
Bagaimana Metode Penafsiran?
1
Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta, SUKSES Offset, 2009), hal. 315.
2
Muhammad Samin Huma, Ulumul Qur’an, (Depok, Kharisma Putra Utama Offset, 2013), hal.
420.
C. Tujuan.
Menjelaskan Pengertian Mufassir Dan Syarat-Syaratnya.
Menjelaskan Adap Seorang Mufassir.
Menjelaskan perangkat Yang Dibutuhkan Oleh Mufassir
Menjelaskan Metode Penafsiran.
BAB II
PEMBAHASAN
D. Metode Penafsiran.
Yang dimaksud dengan metodologi penafsiran ialah ilmu yang
membahas tentang cara yang teratur dan terpikir baik untuk mendapatkan
pemahaman yang benar dari ayat-ayat Al-Qur’an sesuai kemampuan manusia.
Jika ditelusuri perkembangan tafsir Al-Qur’an sejak dulu sampai sekarang,maka
akan ditemukan bahwa dalam garisbesarnya penafsiran Al-Qur’an ini dilakukan
dalam empat cara (metode), sebagaimana pandangan Al-Farmawi, yaitu:
ijmaliy (global),tahliliy (analistis) ,muqaran (perbandingan), dan mawdhu’iy
(tematik).
3
Muhammad Samin Huma, Ulumul Qur’an, (Depok, Kharisma Putra Utama Offset, 2013), hal.
403-405.
1. Metode Ijmali (Global).
Yang dimaksud dengan metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah
suatu metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara
mengemukakan makna global. Pengertian tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-
Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah
dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut susunan
ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu penyajiannya tidak terlalu jauh
dari gaya bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-
akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu
tafsirnya,
Kitab tafsir yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara lain:
Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karimkarangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir
al Wasith terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain,
serta Taj al Tafasir karangan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
Dalam metode ijmali seorang mufasir langsung menafsirkan Al-
Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Pola
serupa ini tak jauh berbeda dengan metode alalitis, namun uraian di dalam
Metode Analitis lebih rinci daripada di dalam metode global sehingga
mufasir lebih banyak dapat mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
4
Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhui, Dirasat Manhajiyyah
Mawdhu’iyyah, (1977), hal. 114-115.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan.
Kata Manahij al-Mufassirin merupakan kata gabung yang terdiri dari
kata “Manahij” dan kata “Mufassirin”. Kata Manahij merupakan bentuk jamak
dari kata Manhaj. Kata manhaj dan minhaj berarti jalan yang jelas. Orang yang
menafsirkan (Al-Qur’an) disebut mufassir, jamaknya mufassiran atau
mufassirin, jadi manhaj al mufassirin itu jalan yang jelas yang digunakan oleh
para mufasir.
Para mufassir pada dasarnya dituntut supaya memiliki kemampuan
akademik (ilmiah) dalam menafsirkan Al-Qur’an. Untuk dapat menafsirkan Al-
Qur’an, setiap mufassir dituntut supaya membekali dirinya dengan sejumlah
cabang ilmu pengetahuan yang rinciannya telah dikemukakan para ahli tafsir
dengan segala macam perbedaannya.
Yang dimaksud dengan metodologi penafsiran ialah ilmu yang
membahas tentang cara yang teratur dan terpikir baik untuk mendapatkan
pemahaman yang benar dari ayat-ayat Al-Qur’an sesuai kemampuan manusia.
B. Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Mudzakir, Manhaj fi Ulumul Qur’an, (Bogor,P.T Pustaka Lentera AntarNusa,
1992),