Anda di halaman 1dari 71

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Tahsin

1. Pengertian Metode Tahsin

Secara bahasa metode tahsin terdiri dari dua suku kata, metode

dan tahsin. Metode sendiri berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang

terdiri dari “metha” berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti

jalan atau cara. Metode diartikan sebagai suatu jalan yang dilalui untuk

mencapai tujuan (Armai Arif, 2002:40). Metode adalah cara yang sistematik

yang digunakan untuk mencapai tujuan (Pasaribu, 1983:18). Sedangkan

menurut Soejono (1990:136) metode adalah cara menyajikan bahan

pengajaran.

Menurut Surakhmad (1995:58) metode adalah cara yang

memberikan jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan itu dengan sebaik-

baiknya, sedangkan metode menurut Usman (2002:4) adalah cara untuk

mencapai tujuan, pendapat Usman sama pengertiannya dari pendapat dari

Surakhmad, bahwa metode sama-sama mencari cara untuk mencapai tujuan,

akan tetapi terdapat sedikit perbedaan, menurut Surakhmad metode harus

mempunyai target/ jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan, sedangkan

menurut Usman metode tidak mempunyai target, dengan kata lain yang

terpenting guru mempunyai cara untuk menyampaikan materi pelajaran

kepada anak didiknya. Adapun pendapat lain yang mendukung mengenai

pengertian metode yaitu menurut Sudarmanto (1993:111). Metode adalah


19
cara atau alat mendapatkan pengetahuan dan mencapai kebenaran

ilmiah/metodologi. Pendapat Sudarmano ini berbeda dengan pendapat

sebelumnya, karena menekankan pada cara mendapatkan pengetahuan dan

mencapai kebenaran ilmiah, bukan cara menyajikan bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode

adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran ke

anak didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.

Berbeda dengan makna metode, Tahsin berasal dari kata kerja

(‫ تَحْ ِس ْينًا‬- ُ‫ يُ َح ِّسن‬- َ‫ ) َحسَّن‬yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan,

memperindah, atau membuat lebih baik dari semula (Annuri: 2016:3).


Tahsin sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang berasal dari
(‫ تَجْ ِو ْيدًا‬- ‫ ي َُج ِو ُد‬- ‫) َج ّو َد‬. Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi
”jawwada” yang berarti membaguskan, menyempurnakan ,
memantapkan. Tajwid menurut bahasa adalah ‫ت بِاْ َجيِّ ِد‬
ِ َ ‫ا‬KKKَ‫ اَألتِي‬yang berarti
memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17). Sedangkan menurut istilah
adalah:

‫َاعهَا لِيَ ُكوْ نَا اَ ْدنَّي اِلَي فَه ِْم ْال َم َعانِ ْي‬
ِ ‫ فِي آد‬K‫تِاَل َوتُهُ تِاَل َوةً تُبَيِّنُ ُحرُوْ فَهَا َويُتَانَّي‬
"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan
memberi hak dan mustahaknya”.

Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu

bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain

sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat yang

nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟ dan lain sebagainya


(Abdur Rauf, 2014:17). Tahsin selalu identik dengan tilawah. Tilawah
sendiri berasal dari kata :

ً‫ تِالَ َوة‬- ‫ يَ ْتلُو‬-َ‫ تَال‬yang artinya bacaan, dan ‫ تِاَل َوةُ اَ ْلقُرْ آ ِن‬artinya bacaan Al-Qur‟an.
Tilawah secara istilah:

‫ فِي آدَا ِعهَا لِيَ ُكوْ نَا اَ ْدنَّي اِلَي فَه ِْم ْال َم َعانِ ْي‬K‫تِاَل َوتُهُ تِاَل َوةً تُبَيِّنُ ُحرُوْ فَهَا َويُتَانَّي‬

Membaca Al-Qur‟an dengan bacaan yang menjelaskan huruf-hurufnya


dan berhati-hati dalam melaksanakan bacaannya, agar lebih mudah
memahami makna yang terkandung di dalamnya(Fathul Bari, hlm 707).

Tahsin tilawah adalah upaya memperbaiki dan membaguskan


bacaan Al-Qur‟an (Annuri, 2016:3). Tilawah Al-Qur‟an adalah salah satu
sarana untuk mendekatkan diri, dan beribadah kepada Allah SWT.
Membaca dengan tartil bagi setiap muslimin dan muslimat, fardhu „ain
hukumnya:

‫َو َرتِّ ِل ۡٱلقُ ۡر َءانَ ت َۡرتِياًل‬


“…dan bacalah Al-Quran Dengan "Tartil"(Al-muzammil:4)
(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 574).

Pada hakikatya tilawah bukanlah hal yang sederhana,namun Dalam


ber tilawah seorang qori‟(pembaca) dituntut untuk menjaga
keaslian(ashalah) bacaan Al-Qur‟an seperti yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui jibril. Allah SWT berfirman:

ُ‫فَإِ َذا قَ َر ۡأ ٰنَهُ فَٱتَّبِ ۡع قُ ۡر َءانَهۥ‬


“apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu,
Dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya
itu”(Al-Qiyaamah:18)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 577).

21
Karena itu, Rasul pun menunjuk dan memberi kepercayaan kepada

beberapa orang sahabat bentuk mengajarkannya, di antara mereka adalah

Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Para

sahabat kemudian mengajarkan kepada para Tabi‟in, dan demikian

seterusnya Al-Qur‟an diajarkan turun temurun dalam keadaan asli tanpa

terkurangi huruf-hurufnya, sampai kalimat-kalimatnya, bahkan sampai

teknis membacanya. Untuk menjaga keaslian Al-Qur‟an, ulama‟ menjaga

sanad Al-Qur‟an (runtutan para pengajar Al-Qur‟an sejak zaman Rasul

hingga sekarang). Maka tidak heran kalau Imam Aljazari mewajibkan

kepada setiap muslim untuk membaca dengan tajwid atau tahsin, karena hal

ini merupakan penjagaan terhadap keaslian Al-Qur‟an. Karena itulah,

metode asasi dan asli dalam mempelajari Al-Qur‟an adalah dengan metode

Talaqqi yaitu mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara langsung

atau berhadap-hadapan, dimulai dari surat Al-Fatihah sampai An-Naas.

Mengingat terbatasnya jumlah orang-orang yang menguasai Al-Qur‟an

terutama dalam hal tilawah, maka ulama‟ ahli qira‟at meletakkan kaidah-

kaidah cara membaca yang baik dan benar yang disebut tajwid (Abdur Rouf,

2014:9-11).

Ulama‟ yang pertama kali menuliskan ilmu tajwid dan

membukukannya adalah Abu Muzahim al Khaqani. Nama aslinya adalah

Abu Musa bin Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan. Mengenai asal dari nama

al-Khaqani ada yang berpendapat bahwa itu adalah nama marga (gelar
kebangsawanan) dari kerajaan Turki dan adapula yang mengatakan bahw

nama itu dinisbatkan pada kakeknya. Di lingkungan tempat ia bermukim, ia

memiliki gelar al-Khaqani al-Alim al-Baghdadi al-Muqri. Beliau lahir pada

tahun 248 H, umurnya ketika ayahnya wafat kira-kira 15 tahun, al-Khaqani

berasal dari keluarga yang berkecimpung di kementerian dalam

pemerintahan Dinasti Abbasiyyah, ayahnya Ubaidiillah adalah seorang

menteri di masa pemerintahan khalifah al-Mutawakkil (Ja‟far bin Mu‟tasim

bin Rasyid) wafat pada tahun 247 H. Jabatan ayahnya masih berlanjut pada

masa pemerintahan khalifah Ahmad bin Ja‟far al-Mutawakkil (Ghanim

Qadduri, 2002).

Keterangan tentang ulama‟ penulis tajwid tersebut diperkuat oleh

perkataan imam ibnul jazari “Dialah orang yang pertama kali menulis

tentang tajwid” para ulama‟ pun menyebut kitab yang ditulis oleh Abu

Muzahim dengan nama Al Qashidah al Khaqaniyah. Apa yang dilakukan

oleh Muzahim benar-benar bermanfaat terutama dalam mempelajari Al-

Qur‟an secara benar. Bahkan setelah itu, bermunculan beberapa ulama‟

lainnya yang menuliskan ilmu serupa. Mereka antara lain: (1) Abul Hasan

Ali bin Ja‟far Muhammad As Sa‟idi ar Razi, wafat pada 410 H, kitab beliau

bernama At Tanbih „ala al Lahnil Jaily wal Lahnil Khafiy, (2) Abu

Muhammad Makki bin Abu Thalib al Qaisi wafat pada 437 H dengan

kitabnya yang berjudul ar Riayah li tajwidil Qiraah wa Tahqiqi Lafzhit

Tilawah. Kemudian Abu Umr Utsman bin Said ad Dhani, kitabnya adalah at

Tahdid fil Itqan wattajwid. Semenjak itu ilmu yang berkaitan dengan

23
makharijul huruf dan sifat-sifatnya dikenal dengan nama Ilmu

Tajwid(www.kabarmakkah.com/2016/04/ulama-yang-pertama-kali-

menemukan-dan-menulis-ilmu-tajwid.html.

Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin

banyak orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca Al-

Qur‟an secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru

atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW,

sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri dan bahasa

(arab atau inggris misalnya), jika hanya mempelajari dari buku tanpa pernah

praktik dan belajar langsung dari orang yang menguasainya, niscaya

hasilnya tak akan maksimal. Ada banyak ragam bacaan Al-Qur‟an.

Rasulullah mengatakan bahwa Al-Qur‟an ini diturunkan dalam tujuh huruf.

Tujuh huruf ini bukan berarti tujuh macam bacaan. Karena menurut para

ulama‟, angka tujuh disini bukanlah bilangan tertentu dalam arti sebenarnya,

melainkan untuk menunjukkan suatu jumlah yang banyak. Ia mempunyai

makna; keringanan, kemudahan, dan keluasan. Maksudnya karena bangsa

arab waktu itu) terdiri dari banyak suku dan kabilah, dimana masing-masing

mempunyai sejumlah perbedaan dalam kosa kata dan logat, maka sangat

terbuka kemungkinan adanya perbedaan dalam bacaan. Dan inilah

fleksibelitas Al-Qur‟an. Dari sini muncullah istilah qiraat sab‟ah 9bacaan

Al-Qur‟an yang tujuh) dan qiraat asyrah (bacaan Al-Qur‟an yang sepuluh).

Istilah qiraat ini disandarkan kepada imamnya dan masing-masing imam

mempunyai dua orang perowi yang meriwayatkan qiraat gurunya. Beberapa


abad kemudian, muncullah seorang imam besar qiraat; imam Al-Hafizh

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Aljazari ad-

Damasyqi Asy-Syafi‟I As-Salafi(w. 833 H), yang terkenal dengan nama

Ibnul Jazari. Dimana dalam dunia qiraat, beliau digelari sebagai syaikhul

qurra‟ (syaikhnya para qari‟) dan khatimatul muhaqqiqin (penutup para

muhaqqiq/ulama peneliti). Beliau menulis kitab manzumah (kitab berbentuk

qasidah) berjudul “Ad-Durrah Al-Mudhiyyah fi Al-Qira‟at Ats-Tsalats Al-

Mutammimah li Al-Asyrah. Kitab ini melengkapi qira‟at sab‟ah

sebelumnya sehingga genap menjadi qiraat asyrah (qiraat yang sepuluh).

Lalu, Ibnul Jazari kembali menulis kitab dua jilid tebal berjudul An-Nasyr fi

Al-Qira‟at Al-Asyr yang menghimpun semua qira‟at mutawatir yang

terdapat dalam Asyathibiyah dan Ad-Durrah dengan semua thariqnya yang

jumlahnya mencapai 980 thariq. Kemudian kitab An-Nasyr ini beliau

ringkas dalam kitab kecil berbentuk qasidah yang berjudul “Thayyibatun

An-Nasyr fi Al-Qira‟at Al-Asyr. Selanjutnya, bacaan Al-Qur‟an atau qiraat

yang berdasarkan kitab ini pun dikenal sebagai thariq Athayyibah. Selain

sejumlah kitabdalam ilmu qira‟at, beliau juga mempunyai beberapa kitab

tajwid, di antaranya, yaitu: At-Tahmid fi Ilmi At-Tajwid dan Al-

Muqaddimah fima „ala Qari‟ Al-Qur‟an An Ya‟lamah, yang lebih dikenal

sebagai Matan Al-Jazariyah, dua kitab ini bisa dibilang merupakan rujukan

utama para ulama‟ tajwid yang datang setelah beliau (Annuri, 2016.
Metode tahsin ini ditulis dan dibukukan oleh Dra. Sarotun. Beliau

lahir di Kabupaten Semarang pada 17 Februari 1967 yang bertempat tinggal

di Jl. Tabing III No.3 Rt.02/V Beji, Ungaran Kabupaten Semarang. Ketika

waktu remaja beliau sangat gigih dalam belajar Al-Qur‟an, haus akan ilmu

Al-Qur‟an, sehingga beliau banyak mengikuti pelatihan bacaan Qur‟an

dengan tujuan mentahsinkan bacaannya. Kemudian beliau mengikuti

program tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang.

Ketekunan beliau dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, beliau langsung

menyetorkan bacaannya kepada H. Ahmad Muzammil MF. Al Hafidz, yang

merupakan koordinator dan pengajar tahsin tahfidz di LTQ Al Hikmah,

Mampang Jakarta Selatan, LTQ Markas Al-Qur‟an Kalisari Jakarta Timur,

FHQ Nurul Hikmah, Ciputat Tangerang, dan beliau adalah juara MHQ

tingkat nasional dan Internasional di Makkah.

Dari pengalaman penulis (Sarotun) dalam mengikuti program

tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan

selanjutnya ikut mengembangkannya. Dalam prakteknya penulis banyak

menemukan kendala ketika berhadapan dengan peserta yang kemampuan

bacaannya masih terbata-bata, dan penulis (Sarotun) menggunakan

pedoman Dauroh Al-Qur‟an, ustadz Abdul Aziz Abdur Ra‟uf, LC. Al-

Hafidz dimana beliau juga mengambil rujukan dari matan Al-Jazari. Dan

sanad beliau urutan 29 dari Rasulullah SAW, Ketika peneliti melakukan

wawancara kepada penulis, Bu Sarotun mengatakan bahwa:

26
Metode tahsin pertama kali digunakan di Indonesia tepatnya
ma‟had Al-Hikmah Jakarta oleh Abdur Rauf sekitar tahun 80 an,
Dauroh Qur‟an dari imam-imam Timur Tengah . Membaca Al-Qur‟an
itu butuh sanad dan beliau urutan 29 dari Rasul, dari salah satu
kekhawatiran beliau berinisiatif untuk membuat buku kemudian
mengajarkan kepada masyarakat agar bacaan Al-Qur‟an masyarakat
Indonesia lebih bagus. Dahulu sering ada Wami lembaga lsm Timur
Tengah yang sering mengadakan Dauroh Qur‟an, waktu di tes
kebanyakan tidak lulus terutama huruf isti‟la‟ seperti shod dan kho‟.
Baca Al-Qur‟an satu huruf berpahala, ketika membaca makhrojnya
benar. Karena satu huruf itu mempengaruhi artinya dalam Al-Qur‟an.
Kemudian Tahsin mulai berkembang di Indonesia mulai dari tempat ke
tempat. Atas dasar keprihatinan yang dalam serta keinginan untuk bisa
berbuat yang terbaik dengan memberikan konstribusi bagi da‟wah dan
pengembangan Al-Qur‟an, maka Sarotun menghadirkan metode
Tahsin Al-Qur‟an dalam bentuk buku. Metode ini ditulis dari
pengalaman penulis dalam mengikuti program Tahsin Al-Qur‟an pada
Lembaga

tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya ikut


mengembangkannya.

Dinamakan metode Tahsin berarti suatu jalan atau cara yang

dilakukan untuk memperbagus, memperbaiki, memantapkan bacaan Al-

Qur‟an agar sesuai haq dan mustahaqnya. Metode Tahsin adalah salah satu

cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat

keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid. Metode ini melalui

talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat

membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya

bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8).


2. Tujuan Metode Tahsin

Secara umum tujuan pembelajaran Al-Qur‟an adalah untuk

menanamkan nilai-nilai ketuhanan kepada anak sejak dini sekaligus sebagai

dasar dalam menghadapi problema kehidupan (Qosim, 2008:34). Selaras

dengan yang disampaikan oleh Amjad Qosim dalam mengajarkan ilmu

27
membaca Al-Qur‟an, Metode Tahsin mempunyai tujuan agar dalam

pengajarannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan ibadah

sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tujuan

metode tahsin menurut (Murjito, 2000:17) adalah sebagai berikut:

a. Menjaga dan memelihara kehormatan, kesucian dan kemurnian Al-

Qur‟an dari cara membaca yang benar, sesuai kaidah tajwid sebagaimana

bacaannya Nabi Muhammad SAW.

b. Menyebarkan ilmu baca Al-Qur‟an yang benar dengan cara yang benar.

Agar selaras dengan tujuan di atas dapat direalisasikan secara nyata,

maka metode tahsin berusaha agar dalam mengajarkan ilmu baca Al-

Qur‟an dengan cara yang benar sebagaimana contoh dari sunnah

Rasulullah SAW.

c. Mengingatkan kepada guru-guru Al-Qur‟an agar dalam mengajarkan Al-

Qur‟an harus berhati-hati jangan sembarangan. Membaca Al-Qur‟an

mempunyai kaidah tertentu agar ketika membacanya tidak mengalami

kekeliruan makna yang akan berakibat dosa bagi para pembacanya, untuk

itu para guru Al-Qur‟an harus berhati-hati dalam membaca Al-Qur‟an.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan metode Tahsin adalah

kualitas pendidikan atau pengajaran Al-Qur‟an dengan menyebarluaskan


ilmu membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu

tajwid seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.

28
Unsur-unsur dalam Metode Tahsin .3

a. Makharijul huruf (Tempat-tempat keluar hu

1) Pengertian

:Makhraj ditinjau dari morfologi, berasal dari fi‟il madhi ‫َخ َر َج‬

yang artinya keluar. Lalu dijadikan ber-wazan ‫ َم ْف َع َل‬yang bersigh

isim makan, maka menjadi ‫ َمخَ ِر ُج‬. Bentuk jamaknya adalah ‫ َمخَا َر ٌج‬.
Karena itu, makharijul huruf )‫ ( َمخ َِر ُج ْال ُحرُوْ ِف‬yang diindonesiakan

.huruf keluarnya tempat-tempat artinya: huruf, makhraj menjadi

Suatu nama tempat, yang pada tempat tersebut huruf dibentuk “


.atau diucapkan”(Annuri, 2016 :43)

Dengan demikian, makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf pada

waktu huruf tersebut dibunyikan(Annuri , 2016 :43). Untuk

mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut

disukunkan atau ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup

di belakangnya, lalu bacalah! Tatkala suara tertahan, maka tampaklah

:makhraj huruf dari huruf yang bersangkutan. Kaidahnya adalah


.

ُ‫هُ َوا ْس ٌم الِ ْل َم َح ِل اَلَّ ِذي يُنشَأ ُ ِم ْنهُ ْال َحرْ ف‬

29
Hendaklah kamu mematikan huruf atau mentasydidkannya, “
lalu masukkan hamzah al-washal (alif berharakat). Kemudian
ucapkan (dan dengarkan). Saat suara tertahan, maka
.disanalah letak makhrajnya” (Annuri, 2016:21)

Pembagian Makhraj Huruf )2

Menurut Imam Ibnul Jazari, makharijul huruf itu dibagi menjadi 17

,ketujuh belas makhraj tersebut berada pada lima tempat ,)tujuh belas(

yaitu: َ‫وض َع َْالَجْ وف‬


ِ َ ‫حْ ل‬Kَ‫وض َعا َْْل‬
‫) َ ْه‬makhraj 1( ‫ق‬ Kََِ ‫وض َعاللِّ َسا‬
ِ ‫) َ ْه‬makhraj 3( ‫ِى‬ ِ ‫ َ ْه‬10(
ِ

)makhraj َ ‫يي‬ ِ ‫ َ ْه‬makhraj 2((‫َ ْخي ْش ِو َم‬K‫وضع َا َْْل‬


ِ ‫وضع َال َشفَ ْت‬ ِ ‫) ََ ْه‬makhraj 1(

:Sedangkan secara terperinci berjumlah 17, yaitu


‫‪)b‬‬
‫‪)a‬‬

‫‪)c‬‬

‫ق‪-‬ن‪-ٞ-‬ش‪-‬ج‪-‬ض‪-‬ر‪-ْ-‬ي‪-‬ط‪-‬د‪-‬خ‪-‬ظ‪-‬ر‪-‬ز‪-‬ص‪-‬س‪-‬ز‬

‫‪30‬‬
‫ق‬ Keluar dari pangkal lidah (dekat tenggorokan) dengan

mengangkatnya ke atas langit-langit.

‫ ن‬Seperti makhraj huruf qaf namun pangkal lidah diturunkan.

‫ش‬-‫ج‬-ٞ Keluar dari tengah lidah bertemu dengan langit-langit.

‫ ض‬Keluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengan

gigi geraham.

‫ ي‬Keluarnya dengan menggerakkan semua lidah dan bertemu

dengan ujung langit-langit.

ْ Keluarnya dengan ujung lidah di bawah makhraj huruf

‫ ر‬Keluarnya dari ujung lidah, hampir sama seperti dengan

memasukkan punggung lidah.

‫ط‬-‫د‬-‫ خ‬Keluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gigi bagian

atas.

‫ظ‬-‫ر‬-‫ ز‬Keluar dari ujung lidah. Ujung lidah keluar sedikit dan

bertemu dengan ujung gigi depan bagian atas.


‫ص‬-‫س‬-‫ ز‬Keluar dari ujung lidah yang hampir bertemu dengan gigi

depan bagian bawah.

d) َِْ‫ارف ٌَّشا‬
َ Keluar dari bibir

31
‫ ف‬Keluar dari bibir bawah bagian dalam yang bertemu dengan

ujung gigi seri atas.

ٚ-‫ب‬-َ Huruf mim dan ba keluar dari dua bibir yang dirapatkan,

sedangkan wawu dengan memonyongkan bibir.

َُْٛ
e) ْ‫ٌٌََخا‬K ١ْ ُ‫ ش‬Yang keluar dari rongga hidung adalah huruf-huruf
ghunnah (dengung). Terdapat pada tujuh tempat berikut:Ghunnah

Musyaddadah, Idgham Bighunnah, Lafadz irkam ma‟ana (Idham

Mutajanisain), Idgham Mitslain, Iqlab, Ikhfa‟ haqiqy, Ikhfa‟

Syafawy (Abdur Rouf, 33-38).

b. Sifat-sifat Huruf

Tujuan mempelajari sifat-sifat huruf adalah agar huruf yang

keluar dari mulut kita semakin sesuai dengan keaslian huruf-huruf

Al-Qur‟an itu sendiri. Huruf yang sudah tepat makhrajnya belum

dapat dipastikan kebenarannya sampai sesuai dengan sifat aslinya.

Ketika seseorang mensukunkan huruf pada suatu lafadz, boleh jadi

lidahnya sudah tepat pada posisinya, namun belum dikatakan benar

hingga ia mengucapkannya sesuai dengan sifatnya. Contoh

pengucapan lafadz masjid baru sesuai dengan sifatnya apabila huruf

Dal sudah diqalqalahkan. Sifat-sifat huruf dalam Al-Qur‟an terbagi

menjadi dua, yaitu: Sifat yang memiliki lawan kata, sifat yang tidak

memiliki lawan kata.


32
Sifat-sifat yang memiliki lawan kata )1

ْ َّْٙ ُٙ
)a ُ‫ٌَس‬ٙ‫ا‬Kْ َx ‫جر‬Kَُْْٙ ٌ‫َْا‬

ْ َّْٙ
ُ‫ٌَس‬ٙ‫ا‬Kْ َmenurut bahasa adalah suara yang samar, sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan yang disertai keluarnya

:nafas. Hurufnya berjumlah 10, yakni

‫خ‬-‫ن‬-‫س‬-‫ص‬-‫خ‬-‫ش‬-ٖ-‫ز‬-‫ح‬-‫ف‬

‫ َْجر‬ٙ ٌ‫َ ْا‬menurut bahasa artinya jelas, sedangkan menurut istilah

adalah pengucapan huruf yang tidak disertai dengan

keluarnya nafas. Hurufnya ada 18 yaitu selain huruf-huruf

ْ َّْٙ
ُ‫ٌَس‬ٙ‫ا‬Kَْ

َُٚ
)b ‫َ اٌِّ َش ُذج‬x ‫ُج‬Kَ ‫ا‬ٚ َ‫ٌَّرخ‬Kٌّ‫َ َا‬

‫َ اٌِّ َش ُذج‬menurut bahasa artinya kuat, sedangkan menurut istilah

adalah pengucapan huruf dalam keadaan suara yang tertekan

-‫ أ‬karena sangat bergantung kepada makhrajnya. Hurufnya

:berjumlah 8, yaitu ‫خ‬-‫ن‬-‫ب‬-‫ط‬-‫ق‬-‫د‬-‫ج‬

َُٚ
‫ُج‬Kَ ‫ا‬ٚ َ‫ٌٌَّّرخ‬K‫َ َا‬menurut bahasa adalah lemah. Sementara menurut

istilah adalah pengucapan huruf yang disertai terlepasnya

suara dengan bebas, karena tidak terlalu bergantung kepada

makhrajnya. Hurufnya selain ‫َ اٌِّ َش ُذج‬


‫‪)c‬‬ ‫َ اإل ِ‪ْK‬سِْرْ ع َُلء‬
‫ي ‪ِ x‬‬ ‫َ اإلِ ِ‪ْK‬سِْرفا ُ‬

‫‪33‬‬
‫ْسِْرْ ع َُلء‬Kِ ِ‫ َاإل‬,terangkat artinya bahasa menurut nakgnades

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

terangkatnya lidah ke atas langit-langit . Hurufnya berjumlah

yaitu ,7:‫ظ‬-‫ق‬-‫ط‬-‫غ‬-‫ض‬-‫ص‬-‫خ‬

‫ي‬ ِ menurut bahasa artinya menurun, sedangkan menurut


ُ ‫ْسِْرفا‬Kِ ‫َ اإل‬

istilah adalah pengucapan huruf disertai turunnya lidah dari


َُ ْ‫ْسِْر‬Kِ ِ‫ َاإل‬.
langit -langit . Hurufnya ada 21 yaitu selain huruf ‫علء‬

)d ْ َْ َ
ُ ‫اإلطثا‬
‫ق‬ x
َُKَ ٔ‫اإل‬
‫فراُح‬
َ ِ ِ
‫اإلطثاق‬
َ ُ ْ َِ menurut bahasa artinya lengket, sedangka

istilah adalah pengucapan huruf dalam keadaan bertemunya

:lidah dengan langit-langit. Hurufnya ada 4, yaitu

‫ظ‬-‫ط‬-‫ض‬-‫ص‬

‫فَرا ُح‬Kِ‫َ اإِْْْٔٔل‬menurut bahasa artinya terpisah, sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf disertai dengan menjauhnya

-dari langit-langit. Hurufnya berjumlah 23, yaitu selain huruf

ْ َ

huruf ‫اإلِطَثاق‬
)e ِ x ‫خ‬
ُ ‫َ اإلْ َرَل‬
‫ق‬ ُ ‫َ اإلِصْ َّا‬

ِ menurut bahasa artinya bagian lancip lidah, sedangkan


ُ ‫َ اإلْ َرَل‬
‫ق‬
menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya mudah

.bibir dan lidah ujung dari makhrajnya karena keluar

:Hurufnya ada 6, yaitu ‫ب‬-‫ي‬-ْ-َ-‫ر‬-‫ف‬

34
‫َاإلِصْ َّا ُخ‬ ,tertahan artinya bahasa menurut nakgnades

menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya keluar

dengan tertahan, karena relatif sulit. Biasanya huruf-huruf ini

selalu berada pada kata ruba‟i(yang terdiri dari 4 huruf) atau

khumasi(terdiri dari 5 huruf) bersama huruf idzlaq. Kata yang

terdiri dari huruf ishmat , biasanya bukan dari bahasa arab

:asli, seperti lafadz ‫َع ْس َْجذ‬

Sifat-sifat yang tidak memiliki lawan kata )2

:yaitu 7, ada jumlahnya ini Sifat ,١ٌٍُٓ‫ َِّ ْا‬,‫ٍََمُح‬Kµ ٍَْ‫ َْاٌَم‬, ‫ ُر‬١‫ف‬ َِّ ٌ‫َ ا‬
ْ ‫ص‬
,‫ ُر‬٠ ْ‫َّاٌرْ ىر‬, ُ‫َاإْٔلِ ِحراَف‬, ‫ش ْس ِططَاٌَُح‬ٟ ِ‫ ْـَاإل‬ْٟ , ‫َّ اٌ َّ ِرف‬
ِ

)a ‫ر‬١ُ‫ف‬ َِّ ٌ‫َ ا‬.menurut bahasa artinya suara yang mirip burung
ْ ‫ص‬

Sedangkan menurut istilah adalah tambahan suara yang keluar

:dari dua bibir. Huruf-hurufnya ada 3, yaitu ‫ز‬-‫ش‬-‫ص‬

b) ‫ٍََمُح‬Kµ ٍَْ‫ َْ اٌَم‬menurut bahasa artinya bergetar. Sedangkan menurut


istilah adalah pengucapan huruf sukun yang disertai dengan
getaran suara pada makhrajnya sehingga terdengar suara yang

kuat. Hurufnya ada 5, yaitu: ‫د‬-‫ج‬-‫ب‬-‫ط‬-‫ق‬

Harus kelihatan lebih jelas dan kuat ketika waqaf pada huruf

yang bertasydid, seperti: ‫ َْاٌ َحج‬-‫ َْاٌ ََّحك‬-‫ َّذة‬Kَََٚٚ


c) ١ٌٍُٓ‫ َِّ ْا‬menurut bahasa artinya lembut. Sedangkan menurut istilah
adalah pengucapan huruf yang lembut tanpa harus
35
memaksakan. Yaitu pengucapan huruf “wau” dan “ya” mati

ْٛ
sebelumnya huruf berkharakat fathah, seperti: َ‫ٌخ‬ٛ‫ْف‬K , ‫ت‬١َْ‫ٌد‬

ِٔKْْٔ َُKَ‫ ُف‬menurut bahasa artinya miring. Sedangkan menurut


d) ‫ارحإلَِا‬
istilah adalah huruf yang pengucapannya miring setelah keluar
dari ujung lidah. Hurufnya ‫ ر‬dan ‫ي‬

‫ ر‬miring ke bagian punggung lidah, sedangkan ‫ ي‬miring ke

bagian permukaan lidah.

e) ‫رٌا‬Kَِّ‫ر َِّْْى‬٠ْ‫ُر‬ menurut bahasa artinya mengulangi. Sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

bergetarnya ujung lidah. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf ‫ر‬

f) ْٟ‫ِشفَّرٌا‬Kََِّّ menurut bahasa artinya menyebar. Sedangkan menurut


istilah adalah pengucapan huruf yang disertai menyebarnya
angin di dalam mulut. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf ‫ش‬.

g) ُ‫ٌََحاَط ِطسْإلَِا‬Kٌ menurut bahasa artinya memanjang. Sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

memanjangnya suara dari awal sisi lidah sampai akhirnya.

Sifat ini hanya dimiliki oleh ‫ض‬.

Dari uraian sifat-sifat di atas, dapat terlihat bahwa setiap

huruf hijaiyyah memiliki sifat huruf yang tidak kurang dari 5


sifat, dan tidak lebih dari 7 sifat. Contohnya sifat huruf yang

dimiliki oleh huruf ‫ ط‬adalah: (1) Dari segi nafas, ia bersifat

36
)2( ,‫ٌََجَْا‬Kٌ ‫ُر‬ْٙKْٙ Dari segi suara, ia bersifat ُ)3( ,‫ٌَِّشا‬Kَِّ ‫ ج َذ‬Dari segi
ِ ‫َُُءلع‬Kَ Dari segi
terangkatnya pangkal lidah, ia bersifat )4( ,‫ْرسْإلَِا‬
ُ ْ َ
pertemuan lidah dan langit-langit, ia bersifat )5( ,‫ثطإلا‬
ِ ‫ َقا‬Dari

segi mudah dan susah mengeluarkannya, ia bersifat‫خاَُّصْ إلَِا‬,

(6) Sifat lainnya adalah memantulnya suara ُ‫ٍَََح ٍ َمْ ٌمَْا‬Kµ (Abdur Rouf,
2003:27-31).

c. Tajwid

Tajwid menurut bahasa berarti al tahsin atau membaguskan


(Abdur Rauf, 2014:17). Tajwid berasal dari (َّ‫ج‬َٛ‫د‬- ٠َ‫ ُدِّ ُج‬ٛ - ‫ْجذ‬Kََْ ٠ْٛ‫)اذ‬.
ِ

Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi ”jawwada”


yang berarti membaguskan, menyempurnakan , memantapkan.

Tajwid menurut bahasa adalah ‫َا‬K‫ذِأل‬


َِ ١َ ‫َِِخا‬Kَ ِ‫ٌٌََجْ ات‬K ١ِّ‫ ِذ‬yang berarti

memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17).

Tajwid menurut istilah adalah Ilmu yang mempelajari

segala sesuatu tentang huruf, baik haq-haq nya, sifat-sifatnya,

panjang pendeknya, dan lain sebagainya. Seperti tarqiq, tafkhim,

dan yang semisalnya. Berdasarkan-pengertian-pengertian di atas

ruang lingkup tajwid secara garis besar dapat kita bagi menjadi dua

bagian:
1) Haqqul Harf yaitu segala sesuatu yang wajib ada (‟azimah)

pada setiap huruf. Hak huruf meliputi (shifatul hurf) dan tempat-

tempat keluarnya huruf (makharijul hurf). Apabila haq huruf

37
ditiadakan, maka semua suara yang dikeluarkan tidak mungkin

mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas. 2)

Mustahaqqul harf yaitu hukum-hukum baru („aridiah) yang timbul

oleh sebab-sebab tertentu setelah haq-haq huruf melekat pada

setiap huruf. Hukum-hukum ini berguna untuk menjaga haq -haq

huruf tersebut, makna-makna yang terkandung di dalamnya serta

makna-makna yang dikehendaki oleh setiap rangkaian huruf (

lafadz). Mustahaqqul huruf meliputi hukum-hukum seperti idzhar,

,ikhfa‟, iqlab, idghom, qolqolah, tafhim

.tarqiq, mad, waqof, dan lain-lain (Abdurrohim, 2003:3-5)


‫ُٗم‬Kُٗ ‫ْسرَّح‬Kََْ َُُِٚٚKِ ‫ٗم‬Kُُٗ ‫ئ َّح‬
ِ ٗ َِ‫اج َِ ِ َعا ْعطا‬
ٍ ‫ر‬َ ‫رف ِْٓ َ ِْخ‬
ٍ ‫ِ ا ْخراَ ُج ُِّ ًو َْح‬

dengan keluarnya tempat dari huruf setiap Mengeluarkan "

memberi hak dan mustahaknya”(Abdur Ro‟uf, 2014:17).

Menurut Abu Hasyim (2007:11-12) tajwid secara istilah adalah

keluarnya semua huruf hijaiiyah dari makhrojnya (tempat

keluarnya) dengan memberikan haq dan keharusannya dari sifat

tersebut. Adapun haq dari sifat itu adalah sifat lazim yang tidak

berubah dari semua keadaannya seperti sifat jahr, syiddah, isti‟la,

istifal, ithbaq, qolqolah, dan sebagainya. Sedangkan keharusan dari

sifat-sifatnya tersebut adalah sifat yang bisa berubah seperti sifat

.idzhar, idgham, iqlab, ikhfa‟, tarqiq, tafkhim

َُٛ٘ ْ ْٛ ٌ
‫فاخ‬
ِ ‫ص‬ َِّ ٌ‫َِٓ ا‬Kَ ِ‫ٗم‬Kُُٗ ‫ْسرَّح‬Kََْ َُُِٚٚKِ ‫ٗم‬Kُُٗ ‫رف َّح‬ ٌٍِKٌُ ٌٍُْ ُ ُ٘Kَ ‫ذ‬٠ُ ْٛ‫رج‬
ٍ ‫ِٗا ْعطَا ُء ُِّ ًو َْح‬Kِ‫ ْع َرفُِ ِٗت‬٠ُ ‫ٍِْع‬ K ‫َّ ا‬
ِ
‫‪ْ َٚ‬اٌُُّ ِ‪ْٚKِْ ٚ‬ذد ‪َْ َ ٚ‬غ‪َ ١‬ر ٌ‪ِK‬ره َ َّواٌرْ رلْ ‪١‬ك َّ‪Kََٚٚ‬اٌرْ ْ َ‪ِ٘ٛ ٔٚ‬‬
‫فح ُِ‪َ Kِْ Kََٚ ١‬‬
‫٘‪ْٛ‬حّا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٌِ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬

‫‪38‬‬
“ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui
bahgaimana cara memenuhkan/memberikan haq huruf dan
mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan
sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya
(Annuri, 2016:17).

Pengertian ilmu tajwid adalah ilmu yang dipergunakan

untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj) dan sifat-

sifatnya serta bacaan-bacaannya (Hasanudin, 1995:118). Ilmu

tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat

keluarnya huruf (makhraj), dan sifat-sifatnya serta bacaan-

bacaannya (Soenarto, 1988:6). Dan dikatakan bagi orang yang baik

dalam bacaan Al-Qur‟an adalah mujawwid (Abu Hasyim,

2007:11). Para ulama‟ mendefinisikan tajwid yakni memberikan

kepada huruf akan haq-haq dan tertibnya, mengembalikan huruf

pada makhraj dan asalnya serta menghaluskan pengucapannya

dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa,

dan dipaksakan. Para ulama‟ menganggap Qiraat Qur‟an (apalagi

menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah kerusakan

atau kesalahan yang menimpa lafaz, baik secara hafiy maupun

secara jaliy. Lahn Jaliy adalah kerusakan pada lafadz secara nyata

sehingga dapat diketahui oleh ulama‟ qiraat maupun lainnya

menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khafiy adalah

kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh ulama‟

qiraat dan para pengajar qur‟an yang cara bacanya diterima

langsung dari para ulama‟ qiraat dan kemudian dihafalkan dengan


39
teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu (Al-

Qattan, 2007:265-266).

Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang agung, yang

dijadikan pedoman hidup oleh seluruh kaum Muslimin.

Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan

kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus

mampu membaca ayat-ayat Al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan

yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah salah satu tujuan

mempelajari ilmu tajwid, sebagaimana diterangkan oleh syekh

Muhammad al-Mahmud rahimahullah:

ْ ْٛ ٌَٝ ُٗ ٍُ ُْٛKْٛ ‫ ا‬ٌِِّٕٙ ٠‫اف ح‬ٝ ‫َامذ‬ ْْ َ ٠ِّٛ Kَ


َ ْKُُْٛ ‫ٌٍّا‬Kٌ‫ٌٌََخ ْا ِٓ َع ْاِ َس‬K ‫َط‬Kَِ‫ف ءِا‬
‫ص‬ ِ َKَِ‫َا َعذ هللاِ بِا‬Kٌ َٝ‫ ا َغ‬٠‫ُ َر‬Kُٗ ‫غُت‬
ِ ْٟ‫ ْـ‬ٟ‫رو‬ ْ ُْ
‫ٌَ ْ ِ ِ ُ ا‬Kٌِ‫ْر ٌما ِعف‬Kُ ‫ َع ِْآ‬Kَµ ٍََٝٝ َِ‫ِّمٍُذا‬َٟ َِٓٓKَِ ‫ٌََحا‬Kٌ ْ‫ٌا ِج َرض‬K‫ِح ٌََٕٕث‬
ُ ْ
َِ
َْ ُ ُٗ
‫ألا‬Kَ‫صْف‬ َ ‫ ِح‬١‫ِح‬ َِّ Kَّ ‫ِل‬ِٚKََٚ ١ًَْ ‫ ا َغ‬٠‫ َر‬Kُٗ

“Tujuan (mempelajari ilmu tajwid) ialah agar dapat membaca


ayat-ayat Al-Qur‟an secara betul (fasih) sesuai yang diajarkan
oleh Nabi SAW. Dengan kata lain, agar dapat memelihara lisan
dari kesalahan-kesalahan ketika membaca kitab Allah Ta‟ala
(Abdurohim, 2003:5)

Hukum mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu

adalah fardhu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Ini

artinya, mempelajari ilmu tajwid secara mendalam tidak diharuskan

bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili beberapa orang saja.

Namun, jika dalam satu kaum tidak ada seorang pun yang
mempelajari ilmu tajwid, berdosalah kaum itu. Adapun hukum

membaca Al-Qur‟an dengan memakai aturan-aturan tajwid adalah

40
fardu „ain atau merupakan kewajiban pribadi. Membaca Al-Qur‟an

sebagai sebuah ibadah haruslah dilaksanakan sesuai ketentuan.

Ketentuan itulah yang terangkum dalam ilmu tajwid. Dengan

demikian memakai ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur‟an

hukumnya wajib bagi setiap orang, tidak bisa diwakili oleh orang

lain. Apabila seseorang membaca Al-Qur‟an dengan tidak

.memakai tajwid, hukumnya berdosa (Abdurohim, 2003:6)

:Dalam kitab Hidayatul Mustafid fi Ahkamit Tajwid dijelaskan


‫ِْسٍٍَِّْح‬Kٍََّ µِ ُِ َ ٚ ‫ِْس‬
ٍِ KٍُُِْK ُِ ِْٓ ‫ئ‬
ٍ ‫ََع ُِّ ًو َال ِر‬ ِ ٗ ُ‫ع‬
Kµٍََ ٝ ١ٍٓ‫ت َ ْفرضُ َْع‬ َ ْٚ
ًَِّ ٌ ‫ح َا‬٠ٍَ ‫ِوفا‬
َ ُ‫ت َ ْفرض‬
ْ ٌ ْ
ِٗ ‫ع‬ٍُِ ِ‫َا‬

ilmu tajwid (hukumnya) fardhu kifayah dan Mempelajari “


mengamalkannya fardhu „ain

bagi setiap pembaca Al-Qur‟an (qori‟) dari umat islam laki -laki
.dan perempuan (Annuri, 2016:17)

:Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan


‫ص َل‬
َ ‫و‬
ِ ِْ
َ ‫ه اَليْه‬
ِ َ ‫َنه بِهِ هلَِْلا ُ اَ ْنزََل َو َه َك‬
ُ ‫ذ ا من‬
ِ ِ
ُ ‫آث أل‬ ٌ َ‫َل ُيَ ِو ِد اَ ْلقُرْآ ن‬
ْ ‫ن‬ْ َ‫م م‬
ِ
ٌ ‫و ْيد حَ ْت‬
ٌ ‫م َلز‬
ِ
ِ ‫التج‬
ْ
ِ ُ َ ْ
‫خذ ب‬
ْ ‫و ا أل‬
َ

Membaca Al -Qur‟an dengan tajwid hukumnya wajib, barang siapa“


yang membacanya tidak dengan tajwid ia berdosa, karena dengan
tajwidlah Allah menurunkan Al-Qur‟an dan demikianlah Al-Qur‟an

.sampai kepada kita dari-Nya” (Abdurohim, 2003:6)


41
B. Pembelajaran Al-Qur’an di SMP Islam Assalamah, Kota Depok

1. Pembelajaran Al-Qur’an

Hakekat pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar

(KBM) riil dalam kelas (Parera, 1996:11). Dalam bahasa arab

disebut ta‟lim yang merupakan masdar dari „allama (Warsita,

2008:85). Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1

ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Menurut pendapat Miarso ada lima interaksi yang dapat

berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1)

Reaksi antar pendidik dengan peserta didik, 2) Reaksi antar sesama

peserta didik atau antar sejawat, 3) Interaksi peserta didik dengan

narasumber, 4) Reaksi peserta didik bersama pendidik dengan

sumber belajar yang sengaja dikembangkan, 5) Reaksi peserta

didik dengan lingkungan belajar. Dalam interaksi belajar mengajar,

metode pembelajaran dipandang sebagai suatu komponen yang ada

di dalamnya dimana komponen yang satu dengan yang lainnya

saling mempengaruhi.

Metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai, sehingga semakin baik

penggunaan metode pembelajaran, maka semakin berhasil suatu

tujuan, artinya apabila guru dapat memilih metode yang tepat yang
42
disesuaikan dengan bahan pembelajaran, murid, situasi, kondisi,

media pembelajaran, maka semakin berhasil tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai.

Hal ini membutuhkan sarana-prasarana, media yang lebih

memadai dan yang terpenting adalah kemampuan dan kemauan

guru untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya

dalam teori pengajaran. Khususnya yang berkenaan dengan teori

pembelajaran.

Menurut E. Mulyasa (2003:100), pembelajaran pada

hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang

lebih baik. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2009:9)

menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang paling mempengaruhi pencapaian

tujuan belajar. Dalam konsep pendidik tersebut pembelajaran

merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu

peserta didik agar dapat berkembang sesuai maksud dan tujuan

penciptanya. Pendidikan dan pembelajaran merupakan salah satu

wahana yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan potensi peserta didik menuju jalan kehidupan yang

disediakan oleh penciptanya. Di samping itu sistem pendidikan di

sekolah dan disistem nasional akan mewarnai pembaharuan


43
pendidikan, khususnya pembaharuan dalam proses belajar

mengajar. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara membaca

buku, belajar di kelas atau di sekolah. Dan dalam prosesnya

diwarnai interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan

untuk membelajarkan peserta didik, sehingga dari pengertian di

atas, timbul pertanyaan apa pembelajaran membaca Al-Qur‟an itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu akan

penulisan bahasa tentang definisi Al-Qur‟an itu sendiri.

Al-Qur‟an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca.

Al-Qur‟an adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf‟ul

yaitu maqru yang dibaca (Ash-Shiddieqy, 2009:1-2). Menurut

istilah ahli agama („uf syara‟) ialah nama bagi Kalamullah yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam

mushaf. Para ahli ushul fiqh menetapkan bahwa Al-Qur‟an adalah

nama bagi keseluruhan Al-Qur‟an dan nama untuk bagian-

bagiannya.

Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang menjadi sumber segala

hukum dan menjadi pedoman pokok dalam kehidupan, membahas

tentang pembelajaran (Ismail, 2008:11). Dalam Al-Qur‟an banyak

sekali ayat yang berhubungan dengan pembelajaran dan metode

pembelajaran. Sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Al Alaq ayat

pertama (dalam lima ayat yang merupakan wahyu pertama) yang

berbicara tentang keimanan dan pembelajaran, yaitu:


44
Bacalah (Wahai Muhammad) Dengan nama Tuhanmu Yang
menciptakan, Ia menciptakan manusia dari sebuku darah
beku, Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar manusia melalui Pena dan tulisan, Ia mengajarkan
manusia apa Yang tidak diketahuinya(Q.S. Al-Alaq 1-5)
(Terjemah Al-Qur‟an, hlm597).

Al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara berangsur-

angsur dengan lafal dan maknanya.

Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa

pembelajaran membaca Al-Qur‟an adalah upaya untuk

membelajarkan Al-Qur‟an (sebagai sumber hukum, pedoman

hidup, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya) pada peserta

didik.

Adapun mempelajari Al-Qur‟an dapat dibagi menjadi


empat tingkat, yaitu:

Pertama, tingkat mengenal huruf dengan baik dan

membacanya dengan tepat. Bentuk huruf Al-Qur‟an diawali kata,

bentuk di tengah-tengah kata, dan terletak di akhir kata.

Kedua, membaikkan (membaguskan) bacanya. Dalam hal

ini ada ilmu tersendiri baginya, yaitu yang disebut dengan” ilmu

tajwid” (ilmu membaguskan bacaan Al-Qur‟an).

45
Ketiga, mempelajari maknanya (arti kata-kata) karena Al-

Qur‟an diturunkan dengan bahasa arab. Allah SWT berfirman

dalam surat Yusuf ayat 2, yaitu:

Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab itu sebagai Quran Yang


dibaca Dengan bahasa Arab, supaya kamu (menggunakan akal
untuk) memahaminya(Q.S. Yusuf:2)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 235)

Keempat, mempelajari tafsirannya Al-Qur‟an sebagai dasar

pokok ajaran Islam, ia hanya mempelajari yang pokok-pokok saja,

akan tetapi isinya sangat luas dan dengan sastra yang sangat tinggi.

Oleh sebab itu dapat dipahami dan dilaksanakan perlu adanya

penafsiran (Depag, 1989:348).

2. Pola Pembelajaran

Metode Tahsin dapat dilaksanakan dengan sarana dan

prasarana yang relatif terbatas. Yang sangat dibutuhkan

sesungguhnya adalah tingkat komitmen dan kesungguhan pendidik

dalam melaksanakan metode tersebut. Hal ini tidak berarti

prasarana dan sarana tidak penting. Keberadaan prasarana dan

sarana apalagi lengkap dan memadai amat menentukan terhadap

efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Adapun pola

pembelajarannya Metode Tahsin menggunakan metode talaqqi,

yaitu salah satu metode mengajar peninggalan Nabi Muhammad


SAW yang terus menerus dilakukan oleh orang-orang setelah Nabi

SAW, para sahabat, tabi‟in, hingga para ulama bahkan sampai

46
sekarang terutama untuk daerah Madinah dan Makkah dan Mesir.

Metode Talaqqi adalah cara pertemuan guru dan murid secara face

to face. Metode ini melalui talaqqi (bertemu langsung) dan

musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) berhadapan langsung

dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai

kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8).

Tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai

dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap sampai pada

tingkat sempurna. Selain pada sifat dan makhrajnya, metode tahsin

juga menekankan agar membaca Al-Qur‟an satu alifnya tidak

kepanjangan, dan dalam bacaannya itu tidak diseret melainkan

diayun, kemudian dengungnya diberikan haqnya. Penggunakan

Metode Tahsin dapat memudahkan siswa dalam mempelajari Al-

Qur‟an, karena Model penulisan dan pembelajarannya dengan

pendekatan makharijul huruf (tempat keluar huruf), tidak

berdasarkan huruf hijaiyah, sehingga akan memudahkan siswa

untuk mempelajarinya. Karena mempelajari huruf-huruf yang sama

tempat keluarnya, dan disusun berdasarkan kedekatan bacaan-

bacaan, sehingga memudahkan siswa/santri untuk mempraktekkan

sesuai dengan hukum tajwid. Penyusunannya dimulai dengan

huruf-huruf yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga

siswa/santri akan termotivasi untuk semangat belajar. Penulisan

huruf dalam metode Tahsin menggunakan khot utsmani sehingga


47
sejak awal siswa dibiasakan dengan Al-Qur‟an standar, dan ini

akan memudahkan dia membaca Al-Qur‟an (Sarotun, 2013:13).

Metode Tahsin ini ialah membaca Al-Qur‟an yang

langsung memasukkan dan mempratekkan bacaan tartil sesuai

dengan kaidah ilmu tajwid. Sistem pendidikan dan pengajaran

metode Tahsin melalui sistem pendidikan berpusat pada murid dan

kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/ tahun dan tidak

secara klasikal, tetapi secara individual (perseorangan).

Santri/anak didik dapat naik kelas/ jilid dengan syarat: (1)

Sudah menguasai materi/ paket pelajaran yang diberikan di kelas,

(2) Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA.

Program yang dimiliki Metode Tahsin adalah 30 jam atau 30

pertemuan, yang terdiri dari beberapa jilid buku, tahsin disusun

berdasarkan urutan dan tertib materi yang harus dilalui dengan cara

bertahap. Adapun isi dari masing-masing jilid adalah: a. Jilid 1

Cara membaca huruf tidak dieja, dibaca sesuai harokatnya.

Guru memberi contoh tiap judul dengan bacaan tahqiq (bacaan

lambat) dan ditirukan oleh anak. Selanjutnya member contoh cara

membaca di bawah judul dengan bacaan tartil(agak cepat dari

bacaan tahqiq). Berikutnya anak membaca sendiri sampai lancer


dan benar. Tidak boleh dibaca panjang, usahakan tiap huruf ada

jeda (dalam rangka menyempurnakan makhroj dan sifat hurufnya).

48
Guru tidak boleh menuntun, cukup mengingatkan bila terjadi

kesalahan dalam bacaan. Sempurnanya pengucapan huruf

berharokat fathah dengan membuka mulut. Pada jilid pertama yaitu

mempelajari huruf-huruf hujaiyyah seperti pada umumnya, tetapi

jika menggunakan metode tahsin mengenalkan huruf hijaiyyah

sesuai dengan kelompok sifat dan makhrajnya. Pada jilid 1

diprogramkan dalam 10 jam/pertemuan. Pertemuan (1)

َ Kََٚ ٚ َ‫ ََ ف‬.
Mengajarkan huruf-huruf yang keluar dari dua bibir yaitu ‫ب‬

Pertemuan (2, 3, 4) Huruf-huruf yang keluar dari ujung lidah yaitu

َ ‫ص َز‬
‫س‬ َ َKَْ ْ‫ َر‬. Pertemuan (5,6) Huruf-huruf yang keluar
َ ‫ي َخ َد َط َظ زَ َر‬

َ Kَ َٞٞ ‫ق‬
dari tengah, pangkal dan sisi lidah yakni: ‫ش َج‬ َ . Pertemuan
َ َ‫ض ن‬

(7, 8) Huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan ‫ َع َح خَ َغ‬Kََٖ ٖ‫ َء‬.

Pertemuan (9, 10) Huruf-huruf bersambung berharakat kasroh dan

dhummah, melafadzkan huruf berharokat kasroh dengan

menurunkan bibir bawah, menyempurnakan bacaan huruf

berharakat dhummah dengan memonyongkan bibir. Setelah selesai

jilid 1 diadakan tes, bila tidak ada kesalahan dan lancar maka anak

bisa naik ke jilid 2 (Sarotun, 2011:1).

b. Jilid 2

Jilid 2 memuat tentang tanwin, perubahan huruf ‫خ‬, mad asli,

sukun, tasydid, fathah panjang, sifruh mustadir dan hamzah

washol, lafdhul jalalah, waqof, mad shilah qoshiroh, mad iwad,

mad badal. Melanjutkan jam/pertemuan berikutnya, yaitu:


49
Pertemuan (11) Huruf yang berharakat fathatain, kasrotain,

Dhummatain. Pertemuan (12, 13) Mad Asli 1 (Mad Thobi‟I, Badal,

Shila Qoshiroh). Pertemuan (14, 15) Pelajaran huruf-huruf

bersukun. Pertemuan (16) Idhar Syafawi, Idhar Halqi. Pertemuan

ke (17, 18) Hukum Alif Lam, Hamzah Washal, Sifrul Mustadir,

Lafdhul Jalalah. Pertemuan (19) Waqof. Pertemuan (20) Mad Asli

II (Mad „Iwad, Tamkin). Para siswa yang telah menyelesaikan jilid

2 dapat dievaluasi menggunakan tes kenaikan. Penilaian

berdasarkan bacaan sesuai dengan tajwid, makhroj dan sifatul

huruf serta hukum bacaan yang sudah dipelajari (Sarotun, 2011:7).

c. Jilid 3

Jilid 3 memuat pertemuan yang ke 21 sampai 30;

1) Mad yang bertemu dengan sukun karena waqof yaitu mad

aridhlissukun, mad liin

2) Huruf-huruf khoisyum: huruf-huruf yang membacanya dengan

dengung di hidung/ghunnah seperti ghunnah musyaddadah,

idghom mislain, idghom mutajanisain, ikhfa‟ syafawi, iqlab,

idghom bighunnah, ikhfa‟ haqiqi.

3) Mad yang bertemu dengan hamzah yaitu mad wajid muttasil,

mad jaiz munfasil, mad shilah thowilah.

4) Qolqolah
5) Idghom: idghom bilagunnah, idghom mutamasilain, idghom

mutajanisain, idghom mutaqorribain

50
6) Mad yang bertemu sukun murni, tasydid: mad farqi, mad lazim

mukhofaf kalimi, mad lazim mutsaqol kalimi, mad lazim

mukhoffaf harfi, mad lazim mutsaqqol harfi.

7) Bacaan tafhim dan tarqiq: hukum ra, huruf-huruf isti‟la‟, lafdhul

jalalah.

8) Tanda waqof dan washol.

Setelah mnyelesaikan jilid 3, santri dievaluasi

menggunakan test kenaikan jilid, penilaian berdasarkan bacaan

sesuai dengan tajwid yang sudah dipelajari pada jilid 1-3. Bila

lulus test siswa naik ke Al-Qur‟an juz 27, mulai surat (Adzariyat

sampai dengan Al-Mursalat) ditambah pelajaran jilid 4, bila

telah menyelesaikan jilid 4+ juz 27, 28, 29 baru masuk juz 1 dan

Buku Pedoman Dauroh Al-Qur‟an (Sarotun, 2013:13).

d. Jilid 4

Setelah jilid 3 selesai, anak-anak dilanjutkan pada jilid 4

yang memuat tentang: hamzah washol dan hamzah qatha‟, Hamzah

washol dan hamzah qatha‟ waqof wal ibtida‟, istilah-istilah dalam

Al-Qur‟an, dan melanjutkan juz 27 hingga juz 30 (Sarotun,

2013:6).

1) Hamzah qotho‟ dan hamzah washol, merupakan bagian penting

yang harus diketahui oleh setiap pembaca Al-Qur‟an untuk


mencapai tilawah yang benar dan baik. Penulisan hamzah qotho‟

dan hamzah washol pada mushaf Indonesia sudah dilengkapi

51
dengan harakatnya, sedangkan pada mushaf cetakan timur

tengah tidak dilengkapi dengan harakat, karena mengikuti

kaidah penulisan yang aslinya, sehingga menimbulkan masalah

bagi pembacanya.

2) Waqof wal ibtida‟

Waqof artinya berhenti disuatu kata ketika membaca Al-

Qur‟an baik di akhir ayat maupun di tengah ayat yang disertai

nafas, sedangkan berhenti dengan tanpa nafas disebut saktah.

Ibtida‟ ialah memulai ayat setelah seseorang berhenti dati

tilawah.

3) Istilah-istilah dalam Alqur‟an

Di dalam Al-Qur‟an terdapat sejumlah istilah atau ayat-ayat

yang hanya ada di surat-surat tertentu yang harus kita kuasai,

dengan cara mengkaji dan bertalaqqi dalam rangka lebih

menyempurnakan tilawah kita. Seperti: Ayat sajdah, saktah,

isymam, imalah, Tashiil, naql, nun wiqoyah, roum, shifrul

mustadir, shifrul mustadir qoim

3. Teknik mengajar Metode Tahsin

Teknik dalam pembelajaran menjadi suatu hal yang penting

untuk mencapai sebuah tujuan pembelajaran, dan guru dituntut

untuk kreatif dalam menentukan teknik pembelajaran yang akan

diberikan kepada anak didik. Dalam pembelajaran membaca Al-


52
Qur‟an dengan menggunakan metode tahsin ada beberapa teknik

yang digunakan.

Menurut (Munir, 2007:23) teknik-teknik tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Individual

Individual adalah mengajar dengan memberikan materi

pelajaran orang perorang sesuai dengan kemampuannya

menerima pelajaran, sehingga dengan demikian strategi

mengajar individual adalah proses belajar mengajar yang

dilakukan dengan cara satu per satu sesuai dengan materi

pelajaran yang dipelajari atau dikuasai anak didik.

b. Klasikal Individual

Klasikal adalah belajar mengajar dengan cara memberikan

materi pelajaran dengan cara massal (bersama-sama) kepada

sejumlah anak didik dalam satu kelompok. Sedangkan menurut

Syaiful Sagala (2006:185) pembelajaran klasikal adalah kegiatan

penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya

dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model

pembelajaran klasikal ini diterapkan oleh guru dalam proses

pembelajaran membaca Al-Qur‟an di kelas.


Tujuan klasikal Individual adalah agar guru dapat

menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-

prinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan

53
semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar.

Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah

proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian

waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual. Untuk

mengajarkan membaca Al-Qur‟an kepada anak didik dengan

teknik mengajar klasikal individual dibutuhkan waktu kurang

lebih antara 10-15 menit untuk mengajar secara klasikal dan 45-

50 menit untuk mengajar secara individual (Munir, 2007:24).

c. Klasikal Baca Simak

Teknik belajar membaca Al-Qur‟an dengan klasikal baca

simak dengan dilakukan dengan cara anak didik membaca

dengan cara anak didik membaca bersama-sama secara klasikal

dan bergantian membaca secara individu atau kelompok, murid

yang lain menyimak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik

membaca Al-Qur‟an dengan metode tahsin sangat bervariasi,

dimana teknik yang digunakan bisa disesuaikan dengan kondisi

kemampuan anak dan kondisi kelas, sehingga tujuan

pembelajaran Al-Qur‟an dapat tercapai (Munir, 2007:25).

Santri/anak didik dapat naik kelas/ jilid dengan syarat: (1)

Sudah menguasai materi/ paket pelajaran yang diberikan di

kelas, (2) Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA.


54
4. Langkah-langkah Implementasi

a. Praktis, artinya: langsung (tanpa dieja). Contoh ‫ بََا‬baca A, BA

(bukan alif fathah A, ba‟ fathah ba), dan dibaca pendek jangan

sampai dibaca panjang Aa Baa, atau Aa Ba, dll.

b. Sederhana, kalimat yang dipakai menerangkan diusahakan

sederhana asal dapat difahami, cukup memperhatika bentuk

hurufnya saja, jangan menggunaka keterangan yang teoritis,

cukup katakana: “perhatikan ini!” ‫ب‬


َ bunyinya Ba, begitupula

dengan bacaan yang lain. Ketika bertemu dengan huruf

bergandeng dan memberikan panjangnya cukup diayun.

c. Sedikit demi sedikit, tidak menambah sebelum lancar

Mengajar tahsin tidak perlu terburu-buru, ajarkan sedikit

demi sedikit asal benar, jangan menambah pelajaran baru

sebelum lancar, dan bacaan masih terbata-bata.

d. Tidak menuntun dalam membaca

Seorang guru cukup menerangkan dan membaca berulang-

ulang pokok bahasan setiap babnya sampai anak mampu

membaca sendiri tanpa dituntun latihan dibawahnya

e. Waspada terhadap bacaan yang salah, anak lupa terhadap

pelajaran yang lalu itu sudah biasa dan wajar, anak lupa dan

guru diam itulah yang tidak wajar. Terlalu sering anak membaca
salah itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar

itulah bibit dari kesalahan. Maka agar ini tidak terus-menerus

55
terjadi dalam bacaan Al-Qur‟an, maka harus waspada setiap ada

anak salah baca tegur langsung, jangan sampai menunggu

sampai bacaan berhenti. (Sarotun, 2013:4).

Untuk mengetahui bagaimana bacaan siswa di SMP Negeri

4 Ungaran, pertama yang kita lakukan adalah membaca Al-Qur‟an

secara acak, setelah itu membaca secara bersama-sama. Kemudian

secara individual agar kita mengetahui sejauh mana pencapaian

bacaan siswa/ santri, seperti yang diungkapkan penulis:

Pertama siswa atau santri membaca secara acak, baru


membaca bersama-sama kemudian dengan individual
secara bergilir, kalau dengan klasikal kita tidak tahu
bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita
dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu sehingga
kita mengetahui bagaimana kemampuan anak dalam
membaca Al-Qur‟an (Sarotun, 4-12-2016).

5. Strategi Pembelajaran

Selain menggunakan metode talaqqi atau berhadapan

langsung dengan guru, agar anak tidak jenuh dan bosan dalam

menerima pelajaran, guru harus mempunyai strategi-strategi

pembelajaran:
a. Metode Pembelajaran Tutor Sebaya

Metode tutor sebaya akan memudahkan siswa untuk lebih

cepat memahami apa yang diajarkan oleh temannya,

dibandingkan yang diajarkan oleh guru. Karena belajar dengan

teman menjadikan siswa bebas untuk menyampaikan gagasan-

gagasan atau pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang

56
belum mereka pahami dan mereka ketahui. Suherman (2003:43),

menjelaskan metode tutor sebaya sebagai metode pembelajaran

dimana kelompok yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran ,

memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan

dalam bahan pelajaran yang dipelajarinya. Inti dari

pembelajaran tutor sebaya dikemukakan oleh Sutamin (2013)

adalah pembelajaran yang pelaksanaanya dalam membagi kelas

dalam kelompok-kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan

hanya guru melainkan teman sebaya yang pandai dan cepat

dalam menguasai suatu materi tertentu.

b. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang terjadinya

suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku

yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami peserta

didik secara nyata atau tiruannya, lebih lanjut Syaiful Sagala

(2012:211) menyatakan bahwa:


Metode demonstrasi dalam belajar mengajar adalah
metode yang digunakan seorang guru atau orang luar yang
sengaja didatangkan, atau murid sekalipun untuk
mempertunjukkan gerakan-gerakan suatu proses dengan
prosedur yang benar dengan disertai keterangan-
keterangan kepada seluruh dunia, dalam metode
demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama
serta dengan penuh perhatian dan partisipasi.

Sedangkan menurut Aqib (2010:96) metode demonstrasi adalah

suatu cara mengajar dengan mempertunjukkan cara kerja suatu

benda, benda itu dapat benda sebenarnya atau suatu model.

57
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa demonstrasi

adalah metode yang dalam pembelajarannya adalah dengan cara

memperagakan baik itu siswa maupun oleh guru.

c. Metode Pemberian Tugas

Menurut Roestiyah (1996: 132) metode pemberian tugas

memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang

lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama

melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam

mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. Metode

pemberian tugas dimana guru memberikan sejumlah tugas

terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian

mereka disuruh untuk mempertanggungkawabkannya. Tugas

yang diberikan guru bisa berbentuk memperbaiki,

memperdalam, mengecek, mencari informasi, atau menghafal

pelajaran. Metode ni mempunyai 3 fase yaitu: 1. Fase pemberian

tugas, 2. Fase pelaksanaan tugas, 3. Fase pertanggungjawaban

tugas.

Anda mungkin juga menyukai