Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ahmad Wahyudin

NPM : 131104090118

Semester :Vc

Mata Pelajaran : Filsafat Pendidikan Islam

Dosen : Drs.Yusra Marasabessy.M.ag

“Tinjauan Filosufis Tentang Hakikat Kurikulum Pendidikan”


(Tujuan, Materi, Metode dan Evaluasi)

Pengertian Kurikulum dan Hakikatnya


Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin, curriculumyang arti asalnya a ranning
course, or rase course dan dalam bahasa Perancis berasal dari kata courier yang
artinya berlari. [1]Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi
Kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis
start sampai garis finish.[2]
Dalam bahasa Arab, kata kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj yang berarti
jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.[3]
Pengertian kurikulum yang terdapat daalm kamus Webster, Curriculum is currently
defined in the way: the course and class activities in wich children and yauth engange; the
total range of in class out of class exprencess sponsored by the shool; and the total life
experience the learner (Muhammad Ali, 1992:5). Mengenai definisi tersebut, Ahmad Tafsir
(2005:53) menjabarkan bahwa kurikulum dapat diartikan menjadi dua macam: Pertama,
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau perguruan
tinggi yang memperoleh ijazah tertentu; Kedua, sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan
oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.[4]
Pandangan yang menyatakan kurikulum adalah rencana pelajaran di suatu sekolah
yang sering dikenal sebagai pandangan lama atau tradisional. Dengan pandangan tersebut
seolah-olah belajar di sekolah hanya sekedar membaca buku-buku teks yang sudah di
tentukan sebagai sumber bahan pelajaran. Kurikulum menurut pandangan ini membagi
kegiatan belajar ke dalam kegiatan kurikulum (intra curricular). Kegiatan penyertaan
kurikulum (co-curriculum) dan di luar kegiatan kurikulum (ekstrakurikuler).
Sedangkan menurut pandangan baru atau modern, kurikulum tidak hanya sekedar
rencana pelajaran. Kurikulum diartikan sebagai sesuatu yang nyata yang terjadi dalam proses
pendidikan di sekolah, baik dalam kelas, di luar kelas, dalam pergaulan mereka, olahraga,
pramuka dan sebagainya yang diorganisir oleh sekolah. Semua pengalaman tersebut menurut
pandangan baru dianggap sebagai kurikulum (Mahmud & Tedi Priatna,2005:135-137)[5]
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam
upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati.
Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan memiliki kurikulum masing-masing.[6]
Menurut Hasan Langgulung, paling tidak ada empat aspek utama yang menjadi ciri-ciri
ideal sebuah kurikulum, yaitu:[7]
1.      Menurut tujuan pendidikan yang ingin dicapai
2.      Memuat sejumlah pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan yang memperkaya aktivitas-
aktivitas dan pengalaman peserta didik, sesuai dengan perkembangan peserta didik dan
dinamika masyarakat
3.      Memuat metode, cara-cara mengajar dan bimbingan yang dapat diikuti peserta didik untuk
mendorongnya ke arah yang dikehendaki dan tercapainya tujuan pendidikan yang
dirumuskan
4.      Memuat metode dan cara penilaian yang digunakan untuk mengukur dan menilai hasil
proses pendidikan, baik aspek jasmani, akal, dan al-qalb.

B.     Dasar-dasar Kurikulum
Dua orang penulis pendidikan Islam, Al-Syaibani (1979:523-532) dan Abdul Mujib
(2006:125-131) menetapkan dasar pokok bagi kurikulum tersebut sebagai berikut:[8]
1.      Dasar Religi
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkana gama. Sehingga dasar religi menjadi
dasar utama. Dasar ini ditetapkan berdasarkan nilai-nili Ilahi. Penetapan nilai-nilai tersebut
berdasarkan pada Islam sebagai wahyu yang diturunkan Tuhan untuk umat manusia.
2.      Dasar Filsafat
Dasar filisofi menjadi petunjuk arah bagi tujuan pendidikan Islam. Sehingga kurikulum
mengandung kenbenaran sesuai dengan apa yang dikandung oleh pandangan hidup tersebut
(Islam).
Menurut Abdul mujib (2006:126-128) dasar filosofis ini membawa pada tiga dimensi, yaitu
dimensi ontologis (objek atau sumber), dimensi epistemologis (cara), dan dimensi aksiologis
(manfaat). Uraiannya sebagai berikut:
a.       Dimensi ontologis. Dimensi ini mnegrahkan peserta didik untuk berhubungn langsung
dengan objek yang dikaji. Baik yang berbentuk realitas fisik, ataupun realitas non fisik
(ghaib).
b.      Dimensi epistemologis. Epistemologis menyangkut bagaimana kurikulum dibentuk dan
esensi atau konten kurikulum yang dapat mengarahkan cara memperoleh pengetahuan bagi
siswa. Dan kurikulum dinilai valid apabila didasarkan pendekatan ilmiah. Jadi kurikulum
harus bersifat universal, reflektif dan kritis sehingga dimensi ini berimplikasi pada rumusan
kurikulum.
c.       Dimensi aksiologis. Manfaat (aksiologis) dari rumusan kurikulum pendidikan islam yang
didasari denagn falsafah adalah untuk terciptanya tujuan ideal dari pandangn hidup manusia.
Dalam hal ini Islam. Alhasil aksiologisnya didasarkan pula pada idealitas keberhasilan dalam
Islam.

3.      Dasar Psikologis.
Dasar psikologis kurikulum menurut pendidikan Islam mengandung kondisi peserta didik
berada pada dua posisi, yaitu sebagai anak yang hendak dibuna dan sebagai pelajar yang
hendak mengikuti proses pembelajaran. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan
kurikulum yang sejalan dengan perkembanagn psikis peserta didik.
4.      Dasar Sosiologis.
Dasar ini berimplikasi pada kurikulum pendidikan supaya kurikulum yang dibentuk
hendaknya dapat membantu pengembangan masyarakat. Terutama karena pendidikan
berfungsi sebagai sarana trasnfer of culture (pelestarian kebudayaan), proses sosialisasi
individu dan rekonstruksi sosial.
5.      Dasar Organisatoris.
Dasar ini menjadi acuan dalam bentuk penyajian bahan pelajaran. Dasar ini berpijak pada
teori sikologi asosiasi yang emnagnggap keseluruhan sebagai kumpulan dari bagian-
bagiannya. Dan juga berpijak pada teori sikologi Gestalt yang menggap keseluruhan
mempengaruhi organisasi kurikulum yang disusun secara sistematis tanpa adanya batas-batas
antara berbagai mata pelajaran.

C.    Prinsip-prinsip Kurikulum.[9]
1.      Prinsip pertama adalah pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan
nilainya.
2.      Prinsip kedua adalah prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandungan kurikulum
3.      Prisip ketiga adalah keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum
4.      Prinsip keempat berkaitan dengan bakat, minat kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu
juga dengan alam sekitar fisik dan sosial tempat pelajar itu hidup dan berinteraksi untuk
memperoleh pengetahuan, kemahiran pengalaman dan sikapnya
5.      Prinsip kelima adalah pemeliharaan perbedaan individual antara pelajar dalam bakat, minat,
kemampuan, kebutuhan dan masalahnya
6.      Prinsip keenam adalah perkambangan dan perubahan islam yang menjadi sumber
pengambilan falsafah, prinsip, dasar kurikulum
7.      Prinsip ketujuh adalah prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman, dan aktiva
yang terkandung dalam kurikulum.

D.    Tujuan, Metode, Evaluasi Kurikulum.


Kurikulum itu setidaknya terdiri dari empat unsur yaitu tujuan, isi (materi), metode, dan
evaluasi.[10]
a.       Tujuan.
Tujuan yang utama dalam pendiidkan Islam adaalh membentuk pribadi muslim yang
paripurna. Memahami dirinya yang terdiri dari dua dimensi. Dimansi abdun atau hamba dan
dimensi khalifah atau pemimpin.
Nyatalah bahwa menetapkan kurikulum itu harus berorientasi pada tujuan pendidikan
yang hendak dicapai. Meskipun ilmu pengetahuan sebagai bagian dari kebudayaan yang
harus manjadi kurikulum pendidikan keterbatasan waktu dan fasilitas untuk suatu tingkat
pendidikan maka haruslah adanya Skala Prioritas.[11]
Adapun hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum ialah hubungn antara tujuan
dan isi pendidikan. Oleh karena itu kurikulum merupakan isi dan jalan untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka sesungguhnya kurikulum yang menyangkut masalah-masalah nilai, ilmu,
teori, skill, praktik, pembinaan mental dan sebagainya. Ini bererti bahwa kurikulum itu harus
menagndung isi pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan perkataan lain
kurikulum harus kaya dengan pengalaman-pengalamn yang ebrsifat membina kepribadian.
Meskipun pada dasarnya tujuan pendidikan yang pokok itu tetap, namun ini tak berarti
bahwa kurikulum itu harus tetap. Kurikulum justru harus berkembang yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat untuk apa pendidikan itu
diselanggarakan. Dengan demikian kurikulum bersifat progresif, berkembang maju, dinamis.
Oleh karena itu kita selalu mengadakan evaluasi kurikulum.
Jadi, hubungn kurikulum dengan pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk
kurikulum yang dilaksanakan. Jika asas filosofia itu menjadi latar belakang pendidikan itu
berupa nilai demokrasi misalnya, maka prinsip kebebesan, prinsip berfikir, individualistis
akan sellau diutamakan.
Adapun salah satu tugas pokok dari filsafat pendidikan itu adalah memberikan kompas
atau arah dari tujuan pendidikan. Suatu tujuan pendidikan yang hendak dicapai itu haruslah
direncanakan atau diprogramkan dalam apa yang disebut kurikulum.[12]
b.      Materi.
            Unsur yang kedua adalah isi (materi). Ibnu Kaldun mengatakan sebagaimana dikutip
oleh Abdul Mujib (2006:149-150) pengelompokan isi kurikulum pendidikan Islam denagn
dua tingkatan diantaranya: Pertama, tingkatan pemula (manha jibtida’i), pada tingkatan ini
materi kurikulum difokuskan pada pembalajaran al-Quran dan as-Sunnah. Beliau memandang
bahwa al-Quran merupaka sumebr segala ilmu pengetahuan dan asas pelaksanaan pendidikan
Islam sedangkan as-Sunnah menjelaskan pemahaman terhadap isi al-Quran.
             Kedua, tingkat atas (manhaj ‘ali) pada tingkatan ini memiliki dua kualifikasi yaitu
ilmu yang denga  zat nya sendiri, seperti ilmu syariah yang emncakup fiqh, tafsir hadist, ilmu
kalam, dan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu yang ditunjukan bukan untuk zatnya sendiri seperti
ilmu lugha, ilmu mtematika, ilmu mantik.[13]
c.       Metode
             Unsur ketiga adalah pola pengajaran atau supaya lebih spesifik disebut metode
pembelajaran. Mengenai berbagai macam metode yang boleh digunakan dalam proses
pembelajaran telah diisyaratkan dalam al-Quran diantaranya adalah metode yang terdapat
dalam Q.S An-Nahl: 125 yang arinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-
Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. “
             Serta metode mambaca yang diungkap dalam Q.S Al-Alaq ayat 1, yang
artinya:   “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”.
d.      Evaluasi.
            Unsur keempat adalah evaluasi. Evaluasi dalam pendidikan Islam mengutamakan
aspek substansi.yang dievaluasi adalah substansi kemakhlukan yaitu ketakwaan kepada Allah
Swt. Jika ketakwaan seseorang baik maka hasil evaluasi terhadap dirinya juga baik.[14]
     Evaluasi pendidikan diartikan pula dengan penilaian pendidikan, yakni  kegiatan menilai
yang terjadi dalam aktivitas pendidikan. Evaluasi itu semacam pengukuran karena dalam
evaluasi digunakan alat ukur tertentu, misalnya alat ukur untuk mengevaluasi keberhasilan
anak didik dalam mata pelajaran bahasa Inggris bidang percakapan adalah dengan alat ukur
tes lisan, yakni semua anak didik diuji keterampilan kecakapannya oleh pendidik satu persatu
atau pendidik mendengarkan percakapan yang dilakukan diantara muridnya.[15]
     Manfaat evaluasi bagi para pendidik adalah dapat diketahuinya tingkat kebarhasilan anak
didik dalam pendidikan, diketahuinya kelebihan dan kekurangan anak didik dalam pelajaran
tertentu.

Sumber : http://pelangimakalah.blogspot.sg/2013/09/makalah-tinjauan-filosufis-tentang.html

Anda mungkin juga menyukai