Anda di halaman 1dari 15

Bersikap Adil Terhadap Anak

Abu Ibrahim Muhammad Ali

Salah satu
sikap orang tua yang sangat penting
untuk selalu diterapkan adalah selalu
berlaku adil sebatas kemampampuan
kepada
anak-anaknya.
Hal
ini
dikarenakan ketidakadilan sangat beasr
pengaruh
buruknya
terhadap
pertumbuhan anak-anak.
Anak-anak diharapkan akan patuh
kepada orang tuanya yang selalu adil
dan tidak pilih kasih, dan orang tua lebih
mudah
mengatur
mereka
karena
mereka semua merasa diperhatikan dan
disayang oleh orang tuanya.

Berbeda dengan sikap tidak adil dan


pilih kasih, maka akan menimbulkan
kecurigaan pada hati sebagian anakanak terhadap orang tuanya yang selalu
memperhatikan
salah
satu
anak
kesayangannya dan mengabaikan yang
lain. Apalagi sebagai anak manusia,
kadang dihinggapi rasa iri dan dengki,
sehingga membuat problem rumah
tangga dan sedikit kesalahan orang tua
yang terjadi akan menjadi kesalahan
yang besar di mata sang anak yang
merasa dirinya tidak diperhatikan oleh
orang
tuanya,
kemudian
dampak
buruknya cepat atau lambat akan
dirasakan oleh orang tua itu sendiri.
Di antara dampaknya, anak menjadi
sulit diatur, wibawa orang tua hilang di
mata anaknya, dan pada akhirnya orang
tua
tidak
bisa
mendidik
dan
menyampaikan
nasehatnya
kepada
anaknya, dikarenakan mereka telah
curiga dan berburuk sangka kepada
orang tuanya.

Pentingnya
Sikap
Adil
Tua Terhadap Anak-anaknya

Orang

Perlu kiranya sebagai orang tua


mengoreksi kembali apakah dirinya
telah berbuat adil kepada anakanaknya, atau malah berat sebelah
kepada
salah
satu
anak
dan
mengabaikan yang lainnya.
Sebagai orang tua harus sangat hatihati agar tidak pilih kasih walaupun dia
tidak menyengaja, karena mau tidak
mau dia harus menanggung akibat dari
semua perilakunya terhadap anaknya.
Oleh karena itu, saudara-saudara Nabi
Yusuf
alaihis
salam tatkala
mulai
merasakan bahwa bapak mereka lebih
condong
hatinya
kepada
Nabi
Yusuf alaihis salam, segera mereka
menuduh
bahwa
bapaknya
telah
berbuat kesalahan yang besar menurut
mereka, seb-agaimana dalam firmanNya:

Ingatlah
tatkala
mereka
berkata:
Sesungguhnya
Yusuf dan
saudara
kandungnya lebih dicintai oleh ayah
kita, padahal kita ini adalah satu
golongan.
Sesungguhnya
ayah kita dalam kekeliruanyang nyata.
(QS.Yusuf[12]:8)
Dan akhirnya dengan prasangka yang
buruk dan disertai rasa iri dan dengki
kepada sesamanya, mereka bersepakat
untuk mencelakakan Yusuf alaihis
salam demi
mengalihkan
perhatian
ayahnya
kepada
mereka
dengan
berbagai cara yang ditempuh dalam
mengenyahkan Yu-suf alaihis salam dari
pandangan ayahnya:




Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke
suatu daerah supaya perhatian ayah
kalian
tertumpah
kepada
kalian
saja, dan setelah itu hendaklah kalian
menjadi
orang-orang yang
baik
(bertaubat
kepada
Alloh).
Salah

seorang di antara mereka mengatakan:


Janganlah kamu bunuh Yusuf,tetapi
masukkan dia ke dasar sumur supaya
dia dipungut oleh orang-orang yang
sedang safar, jika kamu benar-benar
hendak melakukannya. (QS. Yusuf [1
2]: 9-1 0)
Begitulah
akibatnya,
Yusuf alaihis
salam yang masih belia dan tidak
bersalah,
harus
menerima
akibat
ungkapan kasih sayang yang tampak
berlebihan dari ayahnya terhadap
dirinya. Dan begitulah akibatnya, orang
tua tidakdapat menyampaikan nasehat
dan bimbingannya, pada akhirnya
perkataan yang baik, nasehat, dan
petuah tidak akan didengar apabila
disertai sikap yang tidak adil terhadap
salah satu anaknya.
Dampak Buruk Pilih Kasih
Tua Ttrhadap Anaknya

Orang

Sebagaimana telah disebutkan, sikap


pilih kasih orang tua kepada beberapa
anaknya dampaknya sangat buruk dan
pasti akan dirasakan oleh orang tua itu

sendiri,
dan
bahkan
akan
membahayakan salah satu anak mereka
yang dikasihi lebih dari yang lainnya.
Berkata Syaikh Abdul Ghani an-Nablisi
menjelaskan
kepada
kita
tentang
masalah ini, Pilih kasih orang tua
terhadap anaknya akan menimbulkan
permusuhan,
kedengkian,
dankebencian di antara sesama anakanak itu sendiri, kemudian akibat
selanjutnya
akan
terjadilah
pemutusan hubungan
keluarga
disebabkan oleh sikap pilih kasih omng
tua mereka.[1]
Dampak lain yang tak kalah buruknya,
akan
muncul
dimasa
mendatang
generasi yang durhaka kepada orang
tuanya dan generasi yang selalu
menimbulkan
permusuhan
dengan
saudara-saudara mereka sendiri.[2]
Bagaimana Bersikap Adil Kepada
Anak-anak?
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam telah memberi petunjuk untuk
para pendidik anak-anaknya dalam

mewujudkan sikap adil kepada anak


didiknya, sebagaimana sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari jalan an-Numan bin
Basyir bahwasanya ayahnya datang
membawa
beliau
kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dia
berkata:Sungguh aku telah memberi
pemberian
berupa
seorang budak
milikku kepada anakku ini.Kemudian
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam bersabda: Apakah
semua
anakmu kau beri seperti (anakmu)
ini? Dia
menjawab: Tidak. Maka
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallambersabda: Apakah
engkau
senang apabila mereka (anak-anakmu)
semuanya berbakti kepadamu dengan
sama? Dia
menjawab: Aku
mau
(wahai Rasulullah). Lalu
Nabi shallallahu
alaihi
wa
sallam bersabda: Kalau begitu, jangan
kau lakukan (pilih kasih). (HR. Bukhari
kitab al-Hibah 12, Muslim kitab al-Hibah
(9, 10, 17),Tirmidzi kitabal-Ahkam 30.)

Dan
dalam
riwayat
Muslim
ditambahkan,
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam bertanya
kepadanya: Apakah
kau
lakukan (pemberian itu) kepada semua
anakmu? Dia
menjawab:Tidak
(wahai Rasulullah. Rasulullah shallallah
u alaihi wa sallam bersabda:
Takutlah kamu kepada Alloh dan
berbuatlah
adil
terhadap
anakanakmu! (HR. Muslim kitab al-Hibah 1 3)
Karena sangat pentingnya sikap adil
kepada
anak-anak,
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallamberwasiat dan mengulangnya
hingga tiga kali, beliau bersabda:
Adillah kepada anakmu, adillah kepada
anakmu, adillah kepada anakmu! (HR.
Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Hibban,
dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah
Shahihah no. 1240)
Imam Nawawi mengatakan: Dalam
hadits ini ditunjukkan bahwa sudah
selayaknya untuk disamakan pemberian

itu kepada anak-anaknya, dengan cara


memberi masing-masing anak sama
seperti apa yang diberikan kepada yang
lainnya dan tidak boleh dilebihkan, serta
disamakan (pemberian) baik anak lakilaki atau perempuan.[3]
Generasi terbaik dari kalangan kaum
muslimin (para salafush shalih) telah
memperhatikan pentingnya sikap adil
terhadap anak-anaknya, mereka sangat
berhati-hati dalam masalah yang kecil
sekalipun, di antaranya adalah perihal
mencium
anak-anaknya;
mereka
berusaha adil dalam hal ini, demi
melaksanakan
perintah
Nabi
Muhammad shallallahu
alaihi
wa
sallam yang telah memerintahkan para
sahabatnya untuk bersikap adil sampai
masalah mencium, baik terhadap anak
laki-laki atau perempuan:
Dari
Anas radhiyallahu
anhu bahwasanya ada seorang laki-laki
duduk
bersama Rasulullahshallallahu
alaihi
wa
sallam, kemudian
datanglah anak laki-lakinya maka orang
itu segera mencium anak itu dan

mendudukkannyg
di
pangkuannya,
lalu datanglah
anak perempuannya
maka orang
itu
mengambil
anak
perempuan itu (tidak menciumnya),
dan mendudukkannya
di
sisinya,
kemudian Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda: Engkau tidak adil
kepada dua anak ini!
Thawus mengatakan: Tidak boleh pilih
kasih sampai dalam hal pemberian roti
yang gosong.Demikian juga yang telah
dikatakan oleh Ibnul Mirbarak, Mujahid,
dan Urwah (semoga Alloh merahmati
mereka).
(Dinukil
dari Tahqiqul
Qadhiyah
fil Farq bainar
Risywah
wal Hadiyah hal. 218)
Demikianlah juga yang dilakukan para
salafush shalih. Mereka adil ketika
mencium anak-anaknya dan adil ketika
mendudukkan mereka di pangkuannya.
Mereka tahu bahwa petunjuk Nabi
alaihis
sholatu
was
salam adalah
petunjuk yang paling baik petunjuk ini
tidak kita jumpai di sekolah, madrasah,
atau perguruan tinggi di mana pun.

Oleh karena itu, para pendidik di rumah,


sekolah-sekolah, atau lainnya yang
kurang memperhatikan masalah ini,
mereka selalu dihadapkan kepada
berbagai problema anak-anaknya yang
tak kunjung henti. Anak-anak selalu
bertengkar, ribut, dan berkelahi, tidak
pernah
ada
keharmonisan
dalam
keluarga. Akhirnya, berbagai hukuman
terpaksa
ditegakkan
demi
menenangkan suasana. Akan tetapi, tak
lama kemudian, keributan, perkelahian,
dan pertengkaran terjadi lagi dan
begitulah seterusnya.
Banyak di antara para pendidik berpikir
pendek bagaimana cara mengatasi
setiap masalah yang terjadi pada anakanak, akan tetapi mereka lalai akan
sebab utama dari problema tersebut,
yang mana kalau mereka tahu sebab
tersebut akan menjadi mudah bagi
mereka mengatur anak-anaknya (Sebab
itu adalah sikap adil, tidak pilih kasih).
Kapan
Sebagian
Dilebihkan?

Anak Boleh

Sesungguhnya termasuk berbuat adjl


adalah
menyamaratakan
segala
kebutuhan baik nafkah, hadiah, pakaian,
dan kebutuhan lainnya. Melebihkan
salah satu di antara anaknya adalah
perbuatan zhalim yang diancam oleh
[Rosul] Alloh:
Rasulullah shallallahu
alaihi
wa
sallam bersabda:
Kezhaliman adalah
kegelapan di hari kiamat. (H R. Muslim
kitab al-Bir 56-57, ad-Darimi kitab asSair 72, Ahmad 21(92, 106) dan 3/323)
Akan tetapi, apabila salah satu dari
anak-anak
itu
mempunyai
suatu
kebutuhan yang lebih dari lainnya
lantaran sebab yang diperbolehkan
sedangkan
yang
lainnya
tidak
membutuhkannya, maka seperti ini
boleh dilebihkan menurut kebutuhan
masing-masing.
Sebagai contoh; Anak yang duduk di
bangku
sekolah
dasar
kebutuhannya lebih banyak daripada an
ak yang belum sekolah, anak yang
menderita
penyakit
membutuhkan

biaya yang lebih banyak daripada


saudara-saudaranya [yang] tidak
menderita penyakit; maka orang tua
boleh melebihkan kebutuhan salah satu
anaknya
yang kebutuhannya
lebih
banyak daripada yang lainnya. sebatas
kebutuhan mereka, karena ini termasuk
nafkah wajib yang harus diberikan oleh
orang tua kepada anaknya.[4]
Begitu juga, anak perempuan biasanya
kebutuhan pakaiannya lebih banyak dan
lebih mahal dari pada anak laki-laki, dan
demikianlah seterusnya.[5]
Sebagaimana
disebutkan
bahwa
seorang bapak adalah pemimpin dalam
keluarganya, maka dia harus memenuhi
kebutuhan
keluarganya
terutama
kebutuhan yang berkaitan dengan
kemaslahatan
mereka
disesuaikan
dengan al-Quran dan Sunnah karena
hal itu akan berpahala, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
Dinar (harta) yang paling
diinfaqkan oleh seseorang
dinar yang
dibelanjakan
keperluan keluarganya. (HR.

utama
adalah
untuk
Muslim

kitab az-Zakat bab


Nafaqah ala al lyal3/78)

Fadhl an-

Kebutuhan Yang Menyelisishi Syari


atau Berlebihan
Apabila anak-anak menuntut kepada
orang tuanya suatu kebutuhan yang
menyelisihi syariat Islam, berbahaya,
atau berlebihan maka orang tua tidak
boleh memenuhinya, karena memenuhi
kebutuhan
seperti
ini
adalah
mengantarkan
mereka
kepada
perbuatan yang dilarang dan termasuk
tolong-menolong dalam perbuatan dosa.
Sebagai contoh, apabila anak meminta
pergi ke tempat hiburan yang di
dalamnya banyak kemaksiatan, atau ke
tempat-tempat yang dikeramatkan oleh
banyak orang seperti tempat yang
digunakan sebagai ajang kesyirikan
maka
orang
tua
wajib
menolak
kebutuhan seperti ini. Apabila anak
menuntut supaya dibelikan mainan
yang membahayakan. Atau menuntut
untuk dibelikan pakaian yang sangat
mahal
padahal
orang
tua

penghasilannya pas-pasan maka orang


tua tidak harus menuruti semua
keinginan anak yang seperti ini.
Demikianlah, agama kita yang mulia
dan sempurna telah menunjukkan
kepada kita hak dan kewajiban masingmasing dari orang tua dan anaknya,
menjelaskan yang halal dan haram serta
yang mubah, menjelaskan apa saja
yang perlu dipenuhi dan apa yang tidak
boleh dipenuhi dari kebutuhan anakanak. Wallohu Alam.

Anda mungkin juga menyukai