Anda di halaman 1dari 8

Terjemah al itqan fi ulum al-Qur’an

Kaidah yang berkaitan dengan pertanyaan dan jawaban dalam Al-


Qur’an
Hukum asal terkait pertanyaan dan jawabannya adalah bahwa jawaban
harus sesuai dengan pertanyaan. Tapi terkadang jawaban bisa
menyimpang dari pertanyaan untuk memberi peringatan akan
pertanyaan yang seharusnya diajukan.1 Jawaban semacam ini disebut
sebagai al-uslûb al- hakîm oleh imam al-Sakâkî.2
Contoh dari jawaban yang menyimpang dari pertanyaan seperti pada
QS. al-Baqarah/2:189:
‫ا َ ْن‬Bِ‫رُّ ب‬BBِ‫ْس ْالب‬
َ ‫اس َو ْال َحجِّ ۗ َولَي‬
ِ َّ‫ْت لِلن‬ ُ ‫ َواقِي‬B‫لْ ِه َي َم‬BBُ‫ك َع ِن ااْل َ ِهلَّ ِة ۗ ق‬
َ َ‫﴿ ۞ يَ ْسـَٔلُوْ ن‬
ۖ ‫ا‬Bَ‫وْ تَ ِم ْن اَ ْب َوابِه‬Bُ‫وا ْالبُي‬Bُ‫ َّر َم ِن اتَّ ٰق ۚى َوْأت‬Bِ‫ا َو ٰل ِك َّن ْالب‬Bَ‫وْ تَ ِم ْن ظُهُوْ ِره‬Bُ‫ْأتُوا ْالبُي‬Bَ‫ت‬
)189 :2/‫ ﴾ ( البقرة‬١٨٩ َ‫َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
“189. Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan
sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia
dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki
rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang
yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya,
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Al-
Baqarah/2:189)
Para sahabat bertanya tentang bulan sabit kenapa muncul tipis
seperti benang lalu bertambah sedikit demi sedikit hingga penuh
sempurnah lalu berkurang lagi sedikit demi sedikit dan kembali
seperti semula. Kemudian ayat ini menjawab dengan jawaban
yang menyimpang dari pertanyaan para sahabat bahwa hikmah
1
jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran (mesir: al Haiah al-
Mishriyyah al-’Ammah lil kutub, 1974), Jilid 2, 369.
2
Bisa jadi yang dimaksud adalah Yusuf bin Abi Bakr al-Sakaki (w 626 H)
pengarang kitab Miftah al-Ulum
dari bulan sabit (hilal) adalah supaya menjadi pertanda waktu
bagi manusia juga pertanda datangnya bulan berhaji (dzulhijjah).3
Namun menurut al-Taftazânî pertanyaan ini tidak menyimpang
dari jawaban karena berdasarkan pada hadis sahih yang
diriwayatkan oleh imam al-Thabari dalam Tafsirnya pertanyaan
para sahabat adalah “wahai Rasulullah kenapa hilal diciptakan”.4
Adapun contoh lain yang sahih tentang jawaban yang
menyimpang dari pertanyaan dalam Al-Qur’an ada pada QS. al-
Syu’arâ/26:23-28:
‫ض َو َما بَ ْينَهُ َم ۗا‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ ِ ‫ قَا َل َربُّ السَّمٰ ٰو‬٢٣ ۗ َ‫﴿ قَا َل فِرْ عَوْ نُ َو َما َربُّ ْال ٰعلَ ِم ْين‬
‫ا ِٕى ُك ُم‬BBۤ َ‫ال َربُّ ُك ْم َو َربُّ ٰاب‬
َ َ‫ ق‬٢٥ ‫ن‬Bَ ْ‫ال لِ َم ْن َحوْ لَهٗ ٓ اَاَل تَ ْستَ ِمعُو‬ َ َ‫ ق‬٢٤ َ‫اِ ْن ُك ْنتُ ْم ُّموْ قِنِ ْين‬
ُّ‫ا َل َرب‬BBBَ‫ ق‬٢٧ ‫وْ ٌن‬BBBُ‫ َل اِلَ ْي ُك ْم لَ َمجْ ن‬BBB‫ي اُرْ ِس‬ ْٓ ‫م الَّ ِذ‬Bُ ‫وْ لَ ُك‬BBB‫ا َل اِ َّن َر ُس‬BBBَ‫ ق‬٢٦ َ‫ااْل َ َّولِ ْين‬
-23 B:26/‫عراء‬B‫الش‬ ۤ ( ﴾ ٢٨ َ‫وْ ن‬BBُ‫ا اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعقِل‬Bۗ ‫ب َو َما بَ ْينَهُ َم‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
Bِ ‫ْال َم ْش ِر‬
)28
“23. Fir‘aun bertanya, “Apa itu Tuhan seluruh alam itu?”
24. Dia (Musa) menjawab, “Tuhan pencipta langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika
kamu mempercayai-Nya.”
25. Dia (Fir‘aun) berkata kepada orang-orang di sekelilingnya,
“Apakah kamu tidak mendengar (apa yang dikatakannya)?”
26. Dia (Musa) berkata, “(Dia) Tuhanmu dan juga Tuhan nenek
moyangmu terdahulu.”
27. Dia (Fir‘aun) berkata, “Sungguh, Rasulmu yang diutus
kepada kamu benar-benar orang gila.”

3
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (pustaka belajar), 326.
4
al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 370.
28. Dia (Musa) berkata, “(Dialah) Tuhan (yang menguasai)
timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika kamu
mengerti.”” (Al-Syu'ara'/26:23-28)
Pada ayat ini Fir’aun bertanya tentang apa hakikat dan jenis
Tuhan kemudian Nabi Musa As. menjawab bahwa Tuhan seluruh
alam adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Jawaban
ini menyimpang dari pertanyaan yang diajukan oleh Fir’aun
karena yang ia maksud adalah seperti apa Tuhan itu, sedangkan
untuk menjelaskan hal tersebut perlu menyebutkan bagian-bagian
yang menyusunnya dan Tuhan tidak tersusun dari bagian-bagian.5
Fir’aun kemudian mengolok-olok Nabi Musa dengan mengatakan
kepada orang-orang yang ada disana apakah mereka mendengar
jawaban Nabi Musa yang tidak sesuai dengan pertanyaannya.
Nabi Musa kemudian mengatakan kalimat “in kuntum ta’qilûn”
yang mengisyaratkan bahwa jika Fir’aun benar-benar faham
maka ia akan tau bahwa tidak ada jawaban terhadap pertanyaan
yang ia ajukan karena ia meminta untuk mendefinisikan hakikat
dengan hakikat itu sendiri.6
Dalam Al-Qur’an ada pula jawaban yang lebih umum dari apa
yang ditanyakan agar sesuai dengan kondisi yang ada. 7 contohnya
seperti pada QS. al-An’âm/6:63-64:

5
Fakhruddin al-Razi, Tafsir al-Razi (Beirut: Darul Ihya Turas al-Arabi, 1420),
Jilid 24, 499.
6
al-Razi, Jilid 24, 499.
7
mana’ al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an (Maktabah al-Ma’arif li al-
Nasyri wa al-Tauji’, 2000), 205.
َ ‫ت ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر تَ ْد ُعوْ نَهٗ ت‬
‫ا‬BBَ‫َضرُّ عًا َّو ُخ ْفيَةً ۚ لَ ِٕى ْن اَ ْن ٰجىن‬ ِ ٰ‫﴿ قُلْ َم ْن يُّنَ ِّج ْي ُك ْم ِّم ْن ظُلُم‬
ٍ ْ‫ر‬BB‫ قُ ِل هّٰللا ُ يُنَجِّ ْي ُك ْم ِّم ْنهَا َو ِم ْن ُكلِّ َك‬٦٣ َ‫ِم ْن ٰه ِذ ٖه لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ال ٰ ّش ِك ِر ْين‬
‫ب ثُ َّم اَ ْنتُ ْم‬
)64-63 :6/‫ ﴾ ( االنعام‬٦٤ َ‫تُ ْش ِر ُكوْ ن‬
“63. Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang dapat
menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, ketika
kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara
yang lembut?” (Dengan mengatakan), “Sekiranya Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi
orang-orang yang bersyukur.”
64. Katakanlah (Muhammad), “Allah yang menyelamatkan
kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, namun
kemudian kamu (kembali) mempersekutukan-Nya.”” (Al-
An'am/6:63-64)
Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk bertanya

kepada kafir mekah siapa yang dapat menyelamatkan mereka dari


bencana di laut ataupun daratan. Allah ‫ ﷻ‬kemudian
memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengatakan jawaban
dari pertanyaan yang diajukan namun dengan jawaban yang lebih
panjang dari yang seharusnya. Jawaban yang diperlukan dari
jawaban cukup “Allah yang menyelamatkan kalian dari bencana
itu” namun disana jawabannya ditambahkan redaksi “dan dari
segala bencana”.8 Hal ini untuk mengingatkan bahwa Allah Maha
Kuasa.
Ada juga jawaban yang lebih pendek dari yang seharusnya karena
jawaban itu telah cukup contohnya pada QS. Yunus/10:15:

8
al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 371.
ٰ ِ ‫ا اْئ‬BBَ‫وْ نَ لِقَ ۤا َءن‬BB‫ال الَّ ِذ ْينَ اَل يَرْ ُج‬B
ِ B‫رْ ا ٍن َغ ْي‬BBُ‫ت بِق‬
‫ر‬B َ Bَ‫ت ق‬ ٍ ۙ ‫﴿ َواِ َذا تُ ْت ٰلى َعلَ ْي ِه ْم ٰايَاتُنَا بَي ِّٰن‬
‫وْ ٰ ٓحى‬BBُ‫ا ي‬BB‫ٰه َذٓا اَوْ بَد ِّْلهُ ۗ قُلْ َما يَ ُكوْ نُ لِ ْٓي اَ ْن اُبَ ِّدلَهٗ ِم ْن تِ ْلقَ ۤاِئ نَ ْف ِس ْي ۚاِ ْن اَتَّبِ ُع اِاَّل َم‬
)15 :10/‫ ﴾ ( يونس‬١٥ ‫َظي ٍْم‬ َ ‫ْت َرب ِّْي َع َذ‬
ِ ‫اب يَوْ ٍم ع‬ َ ‫ي ۚ اِنِّ ْٓي اَخَافُ اِ ْن َع‬
ُ ‫صي‬ َّ َ‫اِل‬
15. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami
dengan jelas, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan
dengan Kami berkata, “Datangkanlah kitab selain Al-Qur'an ini
atau gantilah.” Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah pantas
bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri. Aku hanya
mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar
takut akan azab hari yang besar (Kiamat) jika mendurhakai
Tuhanku.” (Yunus/10:15)
Dalam ayat ini ketika kaum kafir mengatakan untuk
mendatangkan Al-Qur’an selain yang ada dihadapan mereka atau
menggantinya Nabi hanya menjawab bahwa ia tidak akan
menggantinya. Hal ini karena mengganti itu lebih mudah dari
menciptakan yang baru sehingga jawaban Nabi dengan tidak akan
mengganti sudah cukup dan juga bermakna ia tidak akan
menciptakan Al-Qur’an yang lain.9
Jawaban juga bisa menyimpang dari pertanyaan jika tujuan dari
pertanyaan itu adalah untuk membuat bingung atau al-ta’annut10
contohnya seperti pada QS. al-Isrâ’/17:84:
‫ٓا اُوْ تِ ْيتُ ْم ِّمنَ ْال ِع ْل ِم اِاَّل‬BB‫ر َرب ِّْي َو َم‬B ِ Bُ‫ح ق‬
ِ B‫رُّ وْ ُح ِم ْن اَ ْم‬BB‫ل ال‬B Bَ َ‫﴿ َويَسَْٔـلُوْ ن‬
ِ ۗ ْ‫رُّ و‬BB‫ك ع َِن ال‬
)85 :17/‫االسراء‬ ۤ ( ﴾ ٨٥ ‫قَلِ ْياًل‬
9
al-Suyuti, Jilid 2, 371.
10
Al-ta’annut juga bisa diartikan keras kepala, maksudnya orang yang
bertanya bermaksud keras kepala dan tidak akan menerima jawaban yang
disampaikan. Juga bisa diartikan sebagai mencari-cari kesalahan. Lihat
Mu’jam al-Wasîth, jilid 2, 630.
85. Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh.
Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan
kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (al-Isra'/17:85)
Ada yang mengatakan bahwa kata al-Rûh itu bisa berarti ruh
manusia atau Al-Qur’an atau Nabi Isya atau juga Jibril atau
malaikat lain. Kaum yahudi bermaksud untuk bertanya dengan
makna apapun yang mereka maksud sehingga ketika dijawab
mereka bisa mengatakan bahwa bukan itu yang mereka maksud.11
A. Kaidah-Kaidah dalam al-Suâl dan al-Jawâb dalam Al-Qur’an
1. Jawaban pada dasarnya harus dikembalikan kepada pertanyaan
Jawaban pada dasarnya harus dikembalikan kepada pertanyaan
agar jawaban dan juga pertanyaannya sesuai. Contohnya pada
QS. Yusuf/12:90:
ۗ ‫فُ قَا َل اَن َ۠ا يُوْ ُسفُ َو ٰه َذٓا اَ ِخ ْي قَ ْد َم َّن هّٰللا ُ َعلَ ْين‬
‫ا اِنَّهٗ َم ْن‬BBَ Bۗ ‫ك اَل َ ْنتَ يُوْ ُس‬
َ َّ‫﴿ قَالُ ْٓوا َءاِن‬
)90 :12/‫ ﴾ ( يوسف‬٩٠ َ‫ض ْي ُع اَجْ َر ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬ ‫هّٰللا‬
ِ ُ‫ر فَاِ َّن َ اَل ي‬Bْ ِ‫ق َويَصْ ب‬ ِ َّ‫يَّت‬
90. Mereka berkata, “Apakah engkau benar-benar Yusuf?” Dia
(Yusuf) menjawab, “Aku Yusuf dan ini saudaraku. Sungguh,
Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami.
Sesungguhnya barangsiapa bertakwa dan bersabar, maka
Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat
baik.” (Yusuf/12:90)
Kalimat ana pada ayat tersebut dikembalikan kepada kalimat
anta yang ada pada pertanyaan dalam ayat itu.
Contoh lainya seperti pada QS. Al ‘Imran/3:81:

11
al-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum al-Quran, Jilid 2, 372.
‫وْ ٌل‬B ‫ا َء ُك ْم َر ُس‬Bۤ B‫ ٍة ثُ َّم َج‬B‫ب َّو ِح ْك َم‬ َ ‫ا‬BBَ‫ َذ هّٰللا ُ ِم ْيث‬B َ‫﴿ َواِ ْذ اَخ‬
ٍ ‫ٓا ٰاتَ ْيتُ ُك ْم ِّم ْن ِك ٰت‬BB‫ق النَّبِ ٖيّنَ لَ َم‬
‫م ع َٰلى ٰذلِ ُك ْم‬Bُْ‫ذت‬B
ْ B‫م َواَ َخ‬Bُْ‫ررْ ت‬B َ B‫ال َءاَ ْق‬B
َ Bَ‫ ُرنَّهٗ ۗ ق‬B‫ص‬ ُ ‫ه َولَتَ ْن‬Bٖ Bِ‫ْؤ ِمنُ َّن ب‬Bُ‫ا َم َع ُك ْم لَت‬BB‫ق لِّ َم‬ Bٌ ‫ص ِّد‬
َ ‫ُّم‬
ّ ٰ َ‫ا َم َع ُك ْم ِّمن‬B۠ Bَ‫ َواَن‬B‫هَ ُدوْ ا‬B ‫اش‬
‫ ﴾ ( ٰال‬٨١ َ‫ ِه ِد ْين‬B ‫الش‬ َ Bَ‫ا ۗ ق‬BBَ‫الُ ْٓوا اَ ْق َررْ ن‬BBَ‫ي ۗ ق‬
ْ َ‫ال ف‬B Bْ ‫ ِر‬B ‫ص‬
ْ ِ‫ا‬
)81 :3/‫عمران‬
81. Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para
nabi, “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu
lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa
yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh
beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman,
“Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas
yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju.” Allah
berfirman, ”Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku
menjadi saksi bersama kamu.” (Al 'Imran/3:81)
2. Jawaban pada dasarnya harus sepadan bentuknya dengan
pertanyaan
Jawaban pada dasarnya harus sepadan bentuknya dengan
pertanyaan, jika pertanyaanya adalah jumlah ismiyah maka
jawabannya juga harus jumlah ismiyah. Demikian juga pada
jawaban yang dikira-kirakan dan tidak ada pada tulisannya
(muqaddar). Ada pendapat dari Ibnu Malik bahwa pertanyaan
man qara’a? (siapa yang membaca) dengan jawaban “zaid” itu
merupakan fâ’il dari fi’l yang dibuang.
Contohnya ada pada QS. Yasin/36:78-79:
َ Bَ‫هٗۗ ق‬BBَ‫ي َخ ْلق‬
ْ‫ل‬BBُ‫ ق‬٧٨ ‫ا َم َو ِه َي َر ِم ْي ٌم‬BBَ‫ال َم ْن يُّحْ ِي ْال ِعظ‬B Bَ B‫ا َمثَاًل َّون َِس‬BBَ‫ب لَن‬
Bَ ‫ َر‬B‫ض‬
َ ‫﴿ َو‬
ٍ B‫لِّ َخ ْل‬BB‫ َو بِ ُك‬Bُ‫ي اَ ْن َشاَهَٓا اَ َّو َل َم َّر ٍة َۗوه‬
ۤ ‫ ﴾ ( ٰي‬٧٩ ۙ ‫ق َعلِ ْي ٌم‬
-78 B:36/‫س‬ ْٓ ‫يُحْ يِ ْيهَا الَّ ِذ‬
)79
78. Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan
asal kejadiannya; dia berkata, “Siapakah yang dapat
menghidupkan tulang-belulang, yang telah hancur luluh?”
79. Katakanlah (Muhammad), “Yang akan menghidupkannya
ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha
Mengetahui tentang segala makhluk, (Yasin/36:78-79)
Referensi:
Qattan, mana’ al-. Mabahis fi Ulum al-Qur’an. Maktabah al-
Ma’arif li al-Nasyri wa al-Tauji’, 2000.
Razi, Fakhruddin al-. Tafsir al-Razi. Beirut: Darul Ihya Turas al-
Arabi, 1420.
Suyuti, jalaluddin al-. Al-Itqan Fi Ulum al-Quran. 4 vol. mesir: al
Haiah al-Mishriyyah al-’Ammah lil kutub, 1974.
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (pustaka
belajar), 326.

Anda mungkin juga menyukai