Anda di halaman 1dari 26

Makna Shalat Tahajud

Ditengah kehidupan yang serba modern, terkadang kita bingung bagaimana mesti

menyelesaikan sebuah persoalan. Tidak ada salahnya kita bermunajat dan memohon
pertolongan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sholat tahajud merupakan penyebab sebuah
permohonan kita dikabulkan. Allah berjanji akan memenuhi doa para ahli tahajud. Rasulullah
bersabda,

‘Dimalam hari, ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan
akherat pasti Allah memberinya. Itu berlangsung pada setiap malam (HR. Muslim, Ahmad
dan Jabir).

Dihadist yang lain Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

‘Allah setiap malam turun ke langit bumi sampai lewat sepertiga malam yang pertama. Dia
berfirman, ‘Akulah Raja. Akulah Raja. Barangsiapa yang berdoa kepadaKu maka Aku
mengabulkanNya. Barangsiapa yang minta kepadaKu maka Aku memberinya. Barang siapa
yang memohon kepadaKu maka Aku mengampuninya dan senantiasa demikian sampai fajar
bersinar (HR. Muslim)

Keajaiban sholat tahajud yang dilakukan pada sepertiga malam akhir sangatlah luar biasa,
karena pada saat-saat tersebut (sepertiga malam terakhir) adalah waktu yang sangat baik
untuk dikabulkan doa-doa kita oleh Allah SWT. Rasulullah dan para sahabat selalu
merutinkan sholat tahajud setiap malam, bahkan sholat tahajud adalah amalan ibadah sunah
yang tertulis dalam Al-Quran. Mengingat begitu dahsyatnya keajaiban sholat tahajud, maka
sudah sepantasnyalah kita merutinkannya setiap malam untuk meminta hajat dan doa kita
dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk bisa merutinkan sholat tahajud memang dibutuhkan
komitmen dan niat yang kuat. Karena akan banyak sekali godaan seperti rasa kantuk dan
malas yang akan membuat kita susah bangun mengerjakan sholat tahajud. Mengingat tingkat
kesulitan yang besar dan godaan yang kuat dalam mengerjakan amalan ini, maka tersembunyi
berbagai keajaiban dan manfaat yang luar biasa bagi siapa saja yang berhasil merutinkannya
setiap malam. Lantas apakahkeajaiban sholat tahaujud yang sangat besar godaanya itu?

Dalam sebuah hadits yang bunyinya :”Perintah Allah turun ke langit diwaktu tinggal
sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru adakah orang-orang yang
memohon (berdoa) pasti akan Kukabulkan, adakah orang yang meminta pasti akan
Kuberikan dan adakah orang yang meminta ampunan pasti akan Kuampuni baginya
sampai tiba waktu subuh” (al Hadits)

Dalam hadits diatas diterangkan bahwa waku sepertiga malam yang akhir adalah saat-saat
yang paling bagus untuk dikabulkan segala doa, permohonan dan ampunan. Maka sholat
tahajud adalah solusi bagi sesiapa saja yang mempunyai hajat agar dikabulkan oleh Allah
SWT.

Keajaiban sholat tahajud dalam kehidupan sehari-hari


Tidak dipungkiri bahwa hidup ini adalah keras dan penuh dengan berbagai problematika
kehidupan yang pelik. Banyak orang yang didera berbagai masalah dan ujian yang terus
menerus datang silih berganti. Nah mengingat amalan sholat tahajud adalah susah dilakukan
karena harus melawan rasa kantuk dan malas, maka bagi sesiapa yang berhasil menaklukan
semua godaan itu maka amalan ini dapat menumbuhkan sikap mental yang kuat, meneguhkan
iman dan taqwa dan memperkuat jiwa kita dalam menghadapai berbagai masalah dan ujian
yang datang silih berganti dalam kehidupan. Sehingga jiwa dan ruhani kita akan lebih siap
menantang kerasnya kehidupan ini.

Keajaiban sholat tahajud dalam bidang kesehatan

Sholat tahajud adalah amalan ibadah yang dilakukan setelah sholat isya sampai subuh dan
utamanya dilakukan pada sepertiga malam yang akhir yaitu 1 jam sebelum sholat shubuh
kira-kira sekitar jam 3 pagi. Ternyata bangun lebih awal sebelum shubuh adalah sangat besar
sekali manfaatnya bagi tubuh. Karena badan akan terasa lebih segar dan aliran darah akan
lebih lancar. Bahkan menurut penelitian bangun lebih awal sebelum subuh dapat
meningkatkan daya tahan tubuh dari penyakit dan memperkuat respon ketahanan sel tubuh.
Karena memang oksigen dari atmosfer bumi yang masih segar itu akan mulai menghilang
ketika matahari terbit sehingga hanya yang bangun lebih awal sajalah yang akan menikmati
oksigen dari atmosfer bumi yang sangat besar manfaatnya bagi kesehatan itu. Ditambah lagi,
orang-orang yang sering mengalami sakit kepala dan sakit pinggang akan hilang seketika
dengan merutinkan sholat tahajud pada sepertiga malam yang akhir.

Keajaiban sholat tahajud tentunya masih banyak keajaiban dan keutamaan sholat tahajud.
Yang ingin merasakan keajaiban sholat tahajud tidak ada salahnya mencoba merutinkan
amalan ini.

MAKNA FILOSOFI GERAKAN SHALAT


BAGI KESEHATAN
18 April 2011 at 00:09 Tinggalkan komentar

Kualitas iman seseorang dapat diukur dengan komitmennya terhadap penegakan ajaran Islam,
baik kaitannya dengan kehidupan pribadi maupun ke-masyarakatan. Salah satu tolok ukur
yang dapat dilihat dalam hubungannya dengan hal di atas adalah komitmen penegakan umat
Islam terhadap rukun Islam yang ada. Utamanya dalam hal ini adalah shalat.
Shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Bahkan shalat merupakan
kewajiban pertama setelah keimanan kepada Allah SWT. Artinya, setelah pengakuan
kebenaran adanya Allah dan utusannya Rasulullah SAW, shalat merupakan manifestasi
keimanan yang pertama. Akan tetapi, apabila kita hayati secara mendalam, shalat merupakan
ibadah yang sangat terasa manfaatnya bagi diri manusia itu sendiri, terutama mengenai
kesehatan sehingga hal itu dirasakan
sebagai kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan.
Shalat akan menjadikan manusia bersikap tawadhu’, rendah hati, tidak sombong dan
tidak angkuh. Anggota tubuh kita yang paling terhormat adalah kepala, akan tetapi di
hadapan Allah pada waktu shalat menjadi sama rendahnya dengan telapak kaki. Karenanya,
orang yang tawadhu’ sadar akan kedudukan (maqam) nya di hadapan Allah.
Manusia akan merasakan kebahagian yang hakiki manakala ia merasa begitu dekat dengan
Allah. Manusia yang dekat dengan Tuhan senantiasa hidup tenteram dan damai. Segala
bentuk tantangan dan godaan duniawi tidak akan bisa mempengaruhi dan mengotori batinnya
sehingga gerakgerik dan perilakunya selalu mendapat petunjuk dan penerangan dari-Nya.
Untuk mencapai itu, tentu manusia harus rajin menghadap dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Dalam konteks ini Allah SWT telah memberikan jalan yang harus ditempuh, yaitu shalat.
Shalat itu merupakan kunci surga dan merupakan penyekat yang menghalangi panasnya api
neraka jahannam. Semua orang Islam sudah maklum bahwa shalat lima waktu adalah
kewajiban yang utama lagi penting, semua orang Islam lakilaki maupun perempuan wajib
mengamalkan selama hidupnya .
Sama sekali tidak ada alasan bagi kaum muslimin kewajiban shalat ini untuk ditinggalkan
walaupun sedang dimana kita berada, pendek kata shalat musti dikerjakan. Rasulullah SAW
bersabda: “Shalat adalah tiang agama. Barang siapa mendirikan shalat, berarti ia
mendirikan agama. Dan barang siapa meninggalkannya berarti ia merobohkan agama “.
Jadi apabila ada orang yang mengaku beragama Islam, tetapi tidak mau shalat, berarti
pengakuannya itu tidaklah benar. Dan orang yang semacam itu ditetapkan masuk neraka. Dari
uraian singkat diatas dapatlah ditarik beberapa pengertian:
– Kalau kita hendak mengetahui kematangan Islam seorang muslim, lihatlah amalan
shalatnya
– Selagi seorang itu masih biasa mengabaikan shalat, sangat boleh jadi Islam dalam dirinya
belum matang
– Sebaliknya, setiap orang yang ta’at ibadatnya menunjukkan Islamnya sudah matang benar
Jika sholat benarbenar di laksanakan secara tuma’ninah (tenang) dan kontinyu Insya
Allah shalat kita dapat menghapus dosa dan kesalahan, disamping itu juga gerakan gerakan
yang ada di dalam shalat dapat menyehatkan fisik dan bahkan dapat berfungsi sebagai
pencegah penyakit.
Secara spesifik, shalat Tahajjud dan shalat Subuh yang kita lakukan selama ini telah
banyak dibuktikan oleh umat muslim bahwa memiliki efek terafis (pengobatan) terhadap
penyakit kanker dan jantung. Kalau dilihat persfektif shalat secara umum bahwa
gerakangerakan khas dalam shalat disinyalir juga menyehatkan. Sholat laksana olahraga fisik
yang memancarkan efek kesehatan bagi tubuh.
Shalat dianggap sebagai amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh
manusia. Gerakangerakannya sudah sangat melekat dengan gesture ( gerakan khas tubuh)
seorang muslim. Namun pernahkah terpikirkan oleh kita manfaat masingmasing gerakan itu?
Sudut pandang ilmiah menjadikan sholat sebagai gudang obat bagi berbagai jenis penyakit.
Berdiri tegak, ber-takbiratul ihram, lalu mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga
atau bahu dan melipatnya di depan dada bagian bawah. Gerakan seperti ini malancarkan
darah, getah bening (limpe) dan kekuatan otot lengan, posisi jantung di bawah otak
memungkinkan darah mengalir lancar keseluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan otot
bahu merenggang sehingga aliran darah kaya akan oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua
tangan didekapkan di depan dada bagian bawah. Sikap ini menghindar dari berbagai
gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
Ruku’, yakni dalam posisi yang sempurna ditandai dengan tulang belakang yang lurus,
sehingga bila diletakan segelas air diatas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala
lurus dengan tulang belakang, postur ini bermanfaat menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi
tulang belakang sebagai penyangga tubuh dari pusat syaraf. Posisi jantung sejajar
dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah, tangan yang bertumpu
di lutut berfungsi relaksasi bagi otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan
kemih untuk mencegah gangguan prostat.
I’tidal, yakni posisi bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah mengangkat kedua
tangan setinggi telinga atau bahu. I’tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum
sujud, gerak berdiri bungkuk, berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik,
organorgan pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara
bergantian. Efeknya pencernaan menjadi lebih lancar.
Sujud, yakni posisi menungging dengan meletakan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi
pada lantai. Manfaatnya aliran getah bening dipompa kebagian leher dan ketiak. Posisi
jantung diatas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran
ini berpengaruh pada daya pikir seseorang, sehingga dapat memacu kecerdasan. Karena itu
lakukanlah sujud dengan tuma’ninah. Jangan tergesagesa agar darah mencukupi kapasitasnya
di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir, khusus bagi wanita, baik rukuk
maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ wanita, juga
memudahkan proses persalinan.
Duduk, terdapat dua macam, yaitu iftirasy pada tahyat awal dan tawarruk pada tahyat akhir.
Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki. Manfaatnya, saat duduk iftirosy kita bertumpu
pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus atau ischiadus. Posisi ini
menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabnya penderitanya tak mampu
berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria
sebab tumit menekan aliran kandung kemih (uretra), kelenjar kelamin pria (prostat) dan
saluran vas deferen. Jika dilakukan dengan benar, postur ini mencegah impotensi. Variasi
posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut
merenggang dan relaks kembali. Gerakan dan tekanan harmonis inilah yang menjaga
kelenturan dan kekuatan organorgan gerak kita.
Salam, yakni gerakan memutar kepala ke kanan dan kekiri secara maksimal. Manfaatnya
adalah relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah dikepala, gerakan
ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
Dari pemaparan tentang fadhilah gerakan sholat bagi kesehatan, ada sebuah riwayat yang
shahih dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
‘Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sebentang sungai di depan pintu salah seorang
diantara kalian, ia mandi dari sungai itu setiap hari lima kali, apakah masih tersisa kotoran?’
Para sahabat menjawab: ‘Tidak!’ Nabi Muhammmad SAW berkata, ‘Maka demikianlah
perumpamaan shalat lima waktu, denganya Allah menghapus semua kesalahan”.
Mungkin kita bertanya-tanya `bagaimana seandainya ada seseorang berolahraga lima kali
sehari, dengan melakukan gerakangerakan khusus yang menyehatkan fisik’. Apakah tidak
mungkin ia akan menjadi orang yang paling sehat di dunia ini? Tentunya hal ini sangat
mungkin sekali. Jika shalat dilaksanakan secara tuma’ninah, tenang dan kontinyu, insya
Allah sholat kita di samping sebagai penghapusan dosa dan kesalahan, juga bisa berfungsi
sebagai penghapus segala penyakit.
Filosofi dalam gerakan shalat
Sholat yang telah Kita lakukan selama ini tentu bukan sekedar kewajiban, namun juga
merupakan kebutuhan untuk jiwa kita. Merupakan sarana agar kita dapat menjalin hubungan
dengan erat dengan sang Maha Pencipta.Dibalik itu semua, ada filosofi yang luar biasa dari
gerakan-gerakan sholat yang kita lakukan sehari-hari.
1. Takbiratul ihram (Awal dan Akhir)
Pengendalian segala sesuatu, sebagaimana hidup dimulai kelahiran, sesuatu yg ada pasti ada
awalnya. Dengan keimanan kita yakin bahwa semuanya berawal dari Allah.Maka dengan
takbir kita mengembalikan kepada segala aktivitas kita adalah karena Allah. Takbiratul ihram
sebagaistarting point sholat, simbol starting perjalan hidup. Berarti penyerahan totalitas pada
yang Maha Awal bahwa karenaNya kita ada dan karenanya kita melakukan perjalanan
hidup. 2. Berdiri (Gerak Perjalanan) Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan,
karena jika duduk dan berdiam kita tidak mungkin bisa berjalan. Tegak artinya kehidupan
harus ditegakkan (ditumbuhkan) pada ruang waktu, iman harus ditegakkan, akhlak harus
ditegakkan, praktek pribadi dan praktek sosial juga harus ditegakkan. Sebagai mana sabda
rosulullah: “Sholat adalah tiang agama (agama didirikan / ditegakkan oleh sholat)”.
Dalam tegak berdiri, posisi kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan
patuh pada segala hukum dan kehendak Allah. Kedua tangan mendekap ulu hati, simbol
bahwa hati harus selalu dijaga kebersihannya dalam perjalanan hidup.

3. Rukuk (Penghormatan)

Mengenal Allah melalui hasil ciptaanNya. Dalam perjalanan hidup, pada ruang ciptaan Allah
kita menemukan, menyaksikan dan merasakan bermacam-macam hal: tanah, air, gunung,
laut, hewan, sistem kehidupan, rantai makanan, rasa senang, rasa sedih, rasa marah,
kelahiran, kematian, pertengkaran, percintaan, ilmu alam, pikiran, manusia sekitar kita, Nabi,
Rosul, dll. Ini merupakan bukti bahwa Allah itu Ada sebagai Pencipta dari semua itu. Dan
kita tahu saat tanpa petunjuk para utusan Allah (Nabi dan Rosul) kita tidak akan tahu jika itu
semua ciptaan Allah dan dengan para utusannya, kita tahu tujuan hidup serta cara mengisi
kehidupan ini agar selamat. 4. Itidal (Puja-puji pada Allah) Kemudian kita berdiri lagi
untuk mengisi perjalanan hidup dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur
setiap saat sehingga tercipta kepatuhan dan ketaatan. Dengan mengetahui hasil ciptaan Allah,
maka akan tumbuh kekaguman dan kecintaan pada Allah sehingga tumbuh rasa cinta dan
iklas atau dengan senang hati akan menjalani menjalani hidup ini sesuai Kehendak
Allah. 5. Sujud (penyatuan diri dengan Kehendak Allah) Jika berdiri di analogikan
dengan perjalan jasadi, maka Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol
dari perjalanan hati (rohani). Dangan sujud hati dan pikiran kita direndahkan serendahnya
sebagai tanda ketundukan total pada atas segala kuasa dan kehendak Allah. Menyatu kan
kehendak Allah dengan Kehendak kita.
Sujud pertam a merupakan penyatuan Kehendak Allah dengan Kehendak ruhani / hati / jiwa
kita. Diselingi permohonan pada duduk antara 2 sujud dengan doa: “Rabbighfirli (ampuni
aku), Warhamni (sayangi aku), Wajburni (cukupkanlah kekuranganku), warfa’ni
(tinggikanlah derajadku), warzuqni (berilah aku rezeki), wahdini (tunjukilah aku), wa’fani
(sehatkan aku), wa’fu’anni (maafkan aku).
Sujud kedua merupakan pernyataan pengagungan Allah secara lebih personal antara
makhluk dengan Sang Pencipta, pernyataan ingin kembali pada Sang Pencipta akhir dari
perjalanan. Dan pada waktu itu juga, kita dianjurkan untuk memanjatkan doa dalam sujud
kita yang panjang 6. Duduk diantara 2 Sujud (Permohonan)Pengungkapan berbagai
permohonan pada Allah untuk memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal
perjalanan menuju pertemuan dengan, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani,
serta pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan
Allah. 7. Attahiyat: Pernyataan Ikrar Tahap pemantapan, karena perjalanan hidup itu naik
turun dan fitrah manusia tidak lepas dari sifat lupa, maka perlu pemantapan yang
di refresh dan diulang untuk semakin kokoh, yaitu dengan Ikrar Syahadat, dengan simbol
pengokohan ikrar melalui telunjuk kanan.Sebelum Ikrar, memberikan penghormatan untuk
para Utusan Allah dan ruh hamba-hamba sholeh (Auliya) yang melalui merekalah kita
mengenal Allah dan melalui ajaranya kita dibimbing ke jalanNya, dan menjadikan mereka
menjadi saksi atas Ikrar kita. Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang
diajarkan Rosululloh Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam
perjalanan kita. Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi (Ibrohim) yang menjadi bapak
induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan permohonan
perlindungan dari kejahatan tipuan Setan dan Jin agar kita dapat tetap istiqomah dan berhasil
mencapai Allah. 8. Salam Salam adalah ucapan yang mengakui adanya manusia lain yang
sama-sama melakukan perjalanan dalam hidup ini (aspek kemasyarakatan). Menunjukkan
bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah kepada
sesama untuk saling bahu membahu menegakkan kehidupan yang harmonis (selaras) dan
tegaknya perdamaian, kesejahteraan dan keamanan di bumi. Salam adalah penutup sekaligus
awal dari mulainya praktek aplikasi sholat dalam bentuk aktivitas kehidupan di lapangan
sampai ke sholat berikutnya. Nah salam itu simbol dari putaran yang dimulai dari kanan ke
kiri dengan poros badan. Jika dihubungkan dengan Hukum Kaidah Tangan Kanan berarti arah
energi ke atas, simbolisasi bahwa perjalanan digantungkan pada Allah SWT (di atas) sebagai
penjamin keamanan dalam perjalanan.

Makna gerakan shalat dalam kehidupan sosial


Niat. Niat yang berarti mempersiapkan hati untuk berkonsentrasi.

Takbir al-Ihram. Adalah sebuah pengakuan akan kebesaran Allah. Menggambarkan


pengumuman ke”sholat”an kita. Visualisasinya seperti ketika ada orang lemah
dianiaya dengan cara disiksa atau dipukuli oleh orang kuat maka si lemah
mengangkat tangannya menutupi kepala dengan kedua tangannya sambil berkata
”ampun..ampun...ampuun. Ini menunjukkan bahwa : Pertama, mengangkat tangan
ketika takbiratul ihram adalah merupakan simbol atau isyarat untuk memohon
ampun dari segala dosa dan kesalahan manusia yang lemah kepada Allah Swt yang
Maha Besar sambil membaca doa iftitah, terus fatihah dan dilanjutkan dengan
membaca salah satu surat dalam al-qur’an yang dianggap mudah. Kedua,
mengangkat tangan juga merupakan kunci pembuka hubungan manusia dengan
Allah sebagai Khaliq (Tawajjuh) dan menutup hubungan manusia dengan sesama
manusia (Mu‟amalah=sosial), terbukti bahwa setelah takbiratulihram dan kedua
tangan disimpan di atas dada, maka orang yang sedang sholat tidak boleh berkata-
kata, tidak boleh meludah, tidak boleh tengok kanan atau tengok kiri dan lain
sebagainya. Inilah substansi takbir al ihram (takbir yang mengharamkan) artinya
setelah takbir ihram tersebut kita diharamkan berbicara, makan, minum dan lain
sebagainya karena akan membatalkan sholat itu sendiri.

Meletakkan kedua tangan di atas dada dalam keadaan berdiri. Tangan kiri
dipegang oleh tangan kanan. Gerakan ini merupakan isyarat atau simbol dari :
Pertama, bahwa posisi kiri merupakan simbol dari kejelekan atau kejahatan (Ahli
syimal=Neraka). Sedangkan posisi kanan merupakan simbol dari kebaikan (Ahli
Yamin=Syurga). Keadaan seperti ini mengandung makna bahwa kuasailah potensi
kejahatan (Al-Fujur) dalam diri kita oleh potensi kebaikan atau ketaqwaan (Al-Taqwa)
sehingga menjadi manusia yang tidak lupa kepada Allah SWT.dan menjadi manusia
yang berbahagia dunia dan akhirat (QS. Al-Syamsyi : 8-10). Kedua, Posisi berdiri
mengandung makna perjalanan hidup (Subul Al-hayat) manusia sejak lahir sampai
meninggal dunia. Oleh karena itu hiduplah di jalan kebenaran secara konsekuen dan
istiqomah dan jangan hidup di jalan kejahatan atau kesesatan yang hina.(QS. al-
Mulk : 2).

Pandangan selalu menunduk ke tempat sujud. Gerakan tersebut mengandung


makna bahwa dalam perjalanan hidup di dunia manusia harus senantiasa ingat akan
tanah tempat sujud artinya kematian, sebab kematian merupakan nasihat yang
paling efektif bagi manusia yang berakal. Dunia merupakan satu-satunya tempat
untuk menebar benih kebaikan. Dan dunia merupakan jembatan untuk menuju
akhirat kelak (al-Dunya Majrah al-Akhirah). Walaupun kematian sesuatu yang sangat
dibenci dan tidak diinginkan kedatangannya oleh manusia tetapi kematian tetap
akan menemuinya jika sudah tiba saatnya.(QS. al-Jum’ah : 8). Kematian datangnya
tiba-tiba dan tidak pernah bisa dihalangi dengan apapun juga. Oleh karena itu
management kematian mesti diperhitungkan oleh orang yang beriman dan
bertaqwa. Orang yang bertaqwa akan menemui kematian dalam keadaan baik
(Toyyibiin) sehingga para malaikat pun berkata : silahkan masuk ke dalam syurga
dengan sejahtera. Selain itu orang yang jiwanya tenang (Mutmainnah) rohnya akan
dipanggil keluar dari jasadnya dengan santun dan penuh kasih sayang serta akan
dikumpulkan di syurga dengan roh- roh orang yang sholeh.(QS. al- Fajr : 27-30).
Kondisi demikian dilakukan pada posisi berdiri. Berdiri bermakna bahwa otak yang
merepresentasikan ego berada di atas hati yang merepresentasikan nurani. Ini
adalah fase dimana ego lebih mengendalikan nurani. Contoh hidup manusia pada
fase ini adalah fase anak-anak. Diberi gambaran bahwa betapa sulitnya anak kecil
berbagi pada sesamanya adalah gambaran betapa anak kecil masih didominasi
kesadaran ego dibandingkan kesadaran nurani. Sering ditemui anak kecil yang tidak
mau berbagi permen yang dimilikinya pada adiknya sekalipun. Karena takut jatahnya
berkurang. Ini adalah fase dimana ego masih berada di atas nurani.

Gerakan berikutnya adalah ruku‟. Adalah gerakan yang menggambarkan bahwa


ego dan nurani berada dalam posisi yang sama, sejajar. Fase ini menggambarkan
fase kehidupan manusia sebagai seorang remaja. Terkadang antara nurani dan
egonya bertentangan. Pernahkah anda merasakan betapa enggannya kita berbagi
tempat duduk di bis kota pada seorang ibu tua? Atau enggannya berbagi uang jajan
kepada seorang peminta-minta di lampu merah? Dalam hati ada pertentangan. Jika
diberi uang kita habis, kalau tidak diberi kok kasihan. Inilah fase yang digambarkan
oleh gerakan ruku’. Seringkali pertentangan itu kemudian dimenangkan oleh ego
kita. Ketidakstabilan fase ini ditegaskan lagi adanya gerakan berdiri sebelum sujud.
Ini menandakan betapa seringkali pertentangan batin ini dimenangkan oleh ego.

Gerakan sujud. Adalah gerakan yang menggambarkan bahwa kini ego berada di
bawah nurani. Adalah penggambaran fase kehidupan manusia berada di fase
pencerahan. Fase kedewasaan. Cerita hikayat tentang Syaidina Ali bin Abi Thalib.
Suatu hari beliau harus membelanjakan uang sebesar 6 dirham ke pasar untuk
membeli roti bagi anak-anak beliau. Namun ditengah jalan, beliau bertemu dengan
seorang fakir yang sungguh perlu dibantu. Jika beliau masih berada di fase ruku’,
tentu bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan beliau. Namun beliau memberikan
semua uang itu kepada fakir tersebut dengan ikhlas. “Semoga Allah memberikan
balasan setimpal kepadamu.” Demikian doa dari sang fakir tersebut. Saat beliau
dalam perjalanan pulang, beliau bertemu dengan seorang sahabat yang sedang
berlebihan makanan. Dan beliau kemudian dibagi yang jumlahnya lebih dari jumlah
yang bisa dibeli dengan uang 6 dirham. Itulah gambaran fase sujud dari seorang Ali
bin Abi Thalib.

Gerakan duduk. Adalah penggambaran dari kepasrahan. Pasrah dan tawakal atas
semua keputusan Allah akan dirinya. Betapa bahwa manusia itu sudah dijamin
semua kebutuhan hidupnya di dunia.

Dan ucapan salam ke kanan dan ke kiri. Adalah penggambaran betapa kita kelak
akan meninggalkan dunia dengan berpamitan kepada orang-orang terdekat kita.
Baik yang di kanan, maupun kiri. Dan memberikan doa, semoga engkau diberi
keselamatan. Selain itu ucapan salam ini merupakan simbol kembalinya dibuka
hubungan manusia dengan manusia yang telah ditutup dengan gerakan
takbiratulihram tadi terbukti setelah kita mengucapkan salam kita diperbolehkan
berkomunikasi kembali dengan sesama manusia. Ttetapi tidak menutup hubungan
manusia dengan Allah Swt sebab seluruh gerakan dalam sholat tadi setelah
diketahui filosofinya harus diwujudkan dalam kontek kehidupan sosial (Innaa sholata
tanha ‟anil fakhsyai wal munkari).

Dari pembahasan diatas, penulis tarik benang merahnya. Maka tujuan sholat adalah:

1. Supaya manusia menyembah, tunduk dan patuh hanya kepada Allah Swt
saja. (Laa Ilaaha illa anaa fa‟budnii = Toha : 14)

2. Supaya manusia senantiasa ingat kepada Allah Swt yang memberi hidup dan
kehidupan. (Wa aqiimishsholata lidzikri = Toha : 14).

3. Supaya manusia terhindar dari perbuatan keji dan munkar. (Innashsholata


tanha anilfakhsya wal munkar = Al-ankabut : 15).

4. Supaya agama dan kalimah- kalimah Allah tetap tegak dan hidup di muka
bumi ini. (Ashsholatu ”Imaduddin = al- Hadits).
5. Pembeda antara seorang Muslim dan seorang kafir (Alfarqu bainal muslimi
wal kaafiri tarkushsholati = al-Hadits, Man taroqashsholata zihaaroon faqod
kafaro = al-Hadits)

Oleh karena itu, kita harus menjadikan sholat dan doa sebagai senjata. Ada sebuah
kepasrahan yang kurang bisa kita maknai pada sholat kita. Dalam ibadah kita. Dan
dalam keseharian kita. Terkadang sholat kita tidak berdasarkan kesadaran dan
kepasrahan kepada Allah Swt. akan tetapi terkadang seolah ada keterpaksaan
dalam melaksanakan sholat, bahkan yang lebih ironisnya seolah ada keterpaksaan
oleh situasi dan kondisi yang yang dianggap menekannya, contoh bila di rumah
seolah ada keterpaksaan dari orang tua nya (bisa kita rasakan sewaktu kita kecil),
bila di kantor seolah- olah ada keterpaksaan dari pimpinannya. Padahal justru sholat
merupakan kebutuhan pokok bagi kita dan kemestian bagi kita, tidak lagi merupakan
kewajiban yang terkadang dibayangi oleh keterpaksaan. Pasrah pada keputusan-
Nya. Dan percaya bahwa Ia tidak akan memberikan kejadian yang hanya akan
menyulitkan kita. Karena hanya Dia yang paling mengerti kita sebagai pencipta kita.
Dan hanya Dia yang sudah menyiapkan penyelesaian terbaik untuk kita. Kita pun
berpasrah diri pada-Mu. Hanya kepadamu kami mohon pertolongan. Hanya
kepadamu kami bermunajat. Dan hanya kepadamu kami minta perlindungan.

Ya Allah. Kami mengadu kepada-Mu. Kami bersujud di hadap-Mu. Dengan segala


kesalahan dan dosa kami. Kami mohon ampun kepadaMu.

Oleh : Hamzah, S.Ag. MH.

Filosofi Sholat Dhuha


Ada 2 (dua) waktu shalat wajib yang memiliki jarak waktu yang cukup lama, Isya - Shubuh
dan shubuh - dzuhur. Isya-shubuh, memiliki waktu tempuh ± 9 jam, disela antara Isya dan
Shubuh Allah memberikan opsi, yaitu shalat sunnah yang layak dilakukan yakni shalat
Tahajjud, Witir, dll. Begitu pula jarak, antara shubuh ke Dzuhur, ada waktu tempuh ± 8 jam
disela antara Shubuh dengan Dzuhur, Allah memberikan opsi tambahan untuk beribadah
kepada-Nya, yakni shalat Dhuha.
Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an surat Ad-Dhuha : "Demi waktu dhuha" (QS. Ad-
Dhuha : 1)
Rosululloh SAW juga bersabda : "Sesungguhnya Allah berfirman : Wahai anak Adam,
shalatlah untuk-Ku 4 rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran)
pada sore harinya"

Selain dalil-dalil yang bersumber dari Allah dan Rosul-Nya, filosofi dhuha bisa ditilik dari
dimensi kesehatan, disaat kita sibuk bekerja, tanpa banyak waktu untuk olah raga, maka
dengan dhuha 4 rakaat sudah menjadi syarat gerakan tersebut, yang sangat berarti bagi
kesehatan tubuh kita. Dari kaca mata psikologis, kegiatan ber-dhuhaa dapat memotivasi dan
menyemangati kita dalam menjemput rizki yang sejatinya memang telah Allah sediakan.

Bahkan, sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah dan cinta pada Rasul-Nya kita
harus yakin bahwa Allah selalu mengintervensi kita dalam setiap lini kehidupan kita,
melimpahkan rizki, membayar hutang, menggapai ilmu yang bermanfaat, mencapai prestasi
kerja yang luar biasa dan dalam setiap hal lainnya tanpa disangka-sangka. Written by Ust.
Rohim, dhuhanasional.com

Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib


Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: ‫صللىِّ لللل ككلل‬
‫سللمم يك ص‬
‫… صماَ لمسن صعسبمد كم س‬

By Abdullah Taslim, Lc., MA. 27 October 2009


18 21030 43
Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫ت ففى‬‫اه لبهه ببييتتاً ففىِ ايلبجنلفة أبيو إفلل بهنفبىِ لبهه ببيي ت‬
‫ضةة إفلل بببنىِ ل‬
‫صللىِ فللف هكلل يِبيوةم ثفينتبيىِ بعيشبرةب بريكبعةت تبطبووتعاً بغييبر فبفريِ ب‬
‫بماً فمين بعيبةد هميسلفةم يِه ب‬
‫صلليفهلن ببيعهد‬‫تأ ب‬‫ه‬ ‫ه‬
‫ت أوم بحفبيببةب فببماً ببفريح ه‬ ‫ بقاًلب ي‬.‫ايلبجنلفة‬

“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah,
(sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah
rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah
aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” [1]

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah rawatib, sehingga Imam an-
Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam bab: keutamaan shalat
sunnah rawatib (yang dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab beliau
Riyadhus Shaalihiin. [2]

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

1. Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan sesudah
shalat wajib lima waktu. [3]

2. Dalam riwayat lain hadits ini dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang
disebutkan dalam hadits di atas[4], yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur[5] dan
dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya’ dan dua
rakaat sebelum Subuh[6]. Adapun riwayat yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum
shalat Ashar”, maka ini adalah riwayat yang lemah[7] karena menyelisihi riwayat
yang lebih kuat yang kami sebutkan sebelumnya. [8]

3. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang menjaga
shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu, sebagaimana
yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, perawi hadits
di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama[9].

4. Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya karena ada
udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha
(menggantinya) di waktu lain[10]. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih. [11]

5. Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan amal ibadah kepada
Alah Ta’ala semata-mata.

6. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara
kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang
paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun
sedikit.” [12]

7. Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan


petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah yang
menjadikan mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi yang datang
setelah mereka.

Footnote:

[1] HSR Muslim (no. 728).

[2] Riyadhus Shalihin (bab no. 195, hal. 1409).

[3] Lihat keterangan Imam an-Nawawi dalam Shahih Muslim (1/502).

[4] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam Syarh Riyadhish Shaalihiin (3/282).

[5] Dikerjakan dua raka’at – salam dan dua raka’at – salam (ed)

[6] HR an-Nasa-i (3/261), at-Tirmidzi (2/273) dan Ibnu Majah (1/361), dishahihkan oleh
syaikh al-Albani dalam Shahih sunan Ibnu Majah (no. 935).

[7] Dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam Dha’iful Jaami’ish Shagiir (no. 5672).

[8] Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 22).

[9] Lihat misalnya kitab Faidhul Qadiir (6/166).

[10] Demikian keterangan yang kami dengar langsung dari guru kami yang mulia, syaikh
Abdul Muhsin al-‘Abbaad, semoga Allah menjaga beliau.

[11] Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 29, 33-34).

[12] HSR al-Bukhari (no. 6099) dan Muslim (no. 783).

***

MADINATULIMAN - Masjid merupakan rumah Allah yang mulya, bahkan juga dikatakan
bahwa tempat yang paling baik di dunia adalah masjid itu sendiri. Seseorang yang masuk
masjid diperintahkan untuk menjaga adab-adab masuk ke dalam masjid, diantaranya adalah
shalat untuk menghormati sebagai penghormatan atas masjid, atau shalat tahiyatul masjid.

Shalat tahiyatul masjid disyariatkan pada setiap waktu ketika masuk masjid dan hukumnya
adalah sunnah yang dilakukan sebanyak dua raka’at. Imam al-Nawawi didalam al-Majmu’
berkata : “Disunnahkan bagi seseorang yang masuk masjid melaksanakan shalat sebanyak 2
raka’at yaitu shalat tahiyatul masjid”

Kesunnahan shalat tahiyatul masjid didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam :

‫إفبذا بدبخبل أببحهدهكهم البميسفجبد فبيليبيربكيع بريكبعتبييفن قبيببل أبين يِبيجلف ب‬


‫س‬
“Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka shalat dua raka’at sebelum
duduk” (HR. Imam al Bukhari dan Muslim)

‫صللبي بريكبعتبييفن‬ ‫َ فبلب يِبيجلف ي‬،‫إفبذا بدبخبل أببحهدهكهم البميسفجبد‬


‫س بحلتىِ يِه ب‬
“Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk hingga
melaksanakan shalat dua raka’at” (HR. Al Bukhori dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini pula, makruh duduk dimasjid sebelum melakukan shalat tahiyatul
masjid bila tanpa ada udzur. Shalat tahiyatul masjid juga tidak dibatasi oleh waktu-waktu
yang dilarang shalat seperti setelah ‘Ashar dan sebagainya.

Imam al-Nawawi didalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan : “Didalam hadits tersebut
mengandung anjuran melaksanakan shalat tahiyatul masjid sebanyak dua raka’at, itu
hukumnya sunnah berdasarkan ijma’ kaum muslimin, namun ada pendapat berbeda yang
diceritakan oleh al-Qadli ‘Iyadl dari Daud adh-Dhohiri dan ashhabnya yang menghukumi
wajib. Didalam hadits tersebut juga mengandung pernyataan kemakruhan duduk tanpa
melakukan shalat terlebih dahulu, makruh yang dimaksud adalah makruh tanzih
(makruh yang tidak berdosa). Selain itu, hadits tersebut juga mengandung anjuran shalat
tahiyatul masjid kapanpun ketika memasuki masjid, inilah madzhab kami (Syafi’iyah), ini
pula yang dipegang oleh jama’ah ulama. Namun, Abu Hanifah, al-Awza’iy dan al-Laits
menghukumi makruh melaksanakan shalat tahiyatul masjid pada waktu-waktu yang
terlarang. Terkait pernyataan ini, ashhab kami (ulama Syafi’iyah kami) memberikan
tanggapan bahwa larangan tersebut adalah umum yang tanpa adanya sebab, karena Nabi
Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah shalat setelah ‘Ashar (ba’da Ashar adalah waktu yang
dilarang shalat, penj) sebanyak 2 raka’at untuk mengqadla’ shalat sunnah Dhuhur. Maka
khusus waktu terlarang, diperbolehkan shalat padanya apabila memiliki sebab. Dan shalat
tahiyatul masjid tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun bahkan Nabi Shallallahu
‘Alayhi wa sallam ketika khutbah di hari jum’at memerintahkan orang yang masuk masjid
kemudian duduk supaya berdiri kembali kemudian shalat dua raka’at, meskipun shalat disaat
khutbah sedang berlangsung itu dilarang namun dikecualikan shalat tahiyatul masjid”.

Didalam al-Majmu’, Imam al-Nawawi juga berkata : “Ulama sepakat atas kesunnahan
tahiyatul masjid dan memakruhkan duduk tanpa melakukan shalat tahiyatul masjid bila
tanpa adanya udzur”.

Ketika Shalat dan Khutbah

Apabila seseorang masuk masjid sedangkan shalat jama’ah akan dirikan atau shalat sudah
dirikan setelah memasuki masjid dan belum melaksanakan shalat tahiyatul masjid, maka
tidak perlu shalat tahiyatul masjid, sebaliknya mengikut pelaksanakan shalat fardlu, karena
pahala shalat tahiyatul masjid telah diperoleh dengan langsung shalat fardlu tersebut.

Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda:

‫صبلةب إفلل ايلبميكهتوببةه‬


‫صبلةه فببل ب‬ ‫إفبذا أهفقيبم ف‬
‫ت ال ل‬
“Apabila akan didirikan shalat (iqamah diserukan), maka tidak ada shalat kecuali shalat
maktubah”.

Apabila ketika seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedangkan imam sudah berada
diatas mimbar, maka tetap disunnahkan melaksanakan shalat tahiyatul masjid, berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam:

‫َ فبيليه ب‬،‫ب‬
‫َ ثهلم لفيبيجلف ي‬،‫صلل بريكبعتبييفن‬
‫س‬ ‫َ بوا ي فلبماًهم يِبيخطه ه‬،‫إفبذا بجاًبء أببحهدهكيم يِبيوبم ايلهجهمبعفة‬
“Apabila salah seorang diantara kalian datang pada hari Jum’at dan imam sedang
berkhutbah, maka tetaplah shalat dua raka’at, kemudian duduk” (HR. Abu Daud dan
Ahmad)
Imam Al-Nawawi didalam kitab al-Majmu’ berkata: “Madzhab kami (Syafi’iyah)
menganjurkan bagi seseorang yang masuk masjid pada hari Jum’at dan imam sedang
berkhutbah agar tetap melaksanakan shalat dua raka’at tahiyatul masjid serta
meringankan shalatnya, dan makruh baginya meninggalkan shalat tahiyatul masjid. Inilah
yang dipegang oleh al-Hasan al-Bashri, Makhul, al-Maqburi, Sufyan bin ‘Uyaynah, Abu
Tsaur, al-Humaidi, Ishaq, Ibnu Mundzir, Daud dan yang lainnya. Sedangkan ‘Atha’ bin Abi
Rabah, Syuraikh, Ibn Sirin, al-Nakho’i, Qatadah, Malik, al-Laits, Sufyan al-Tsauri, Abu
Hanifah dan Sa’id bin Abdul ‘Aziz berpendapat tidak dianjurkan shalat apapun. Pendapat
berbeda juga dikemukakan oleh Abu Majlaz bahwa jika ingin shalat maka shalatlah, jika
tidak, ya tidak”.

Namun apabila imam sudah akan mengakhiri khutbahnya, maka tidak boleh shalat sebab
tepat waktu mengawali shalat bersama imam itu fardlu maka tidak boleh menyibukkan
dengan sesuatu yang sunnah.

Raka'at dan Niat Shalat Tahiyatul Masjid

Telah dijelaskan diatas bahwa shalat tahiyatul masjid dilakukan sebanyak dua raka’at
berdasarkan hadits. Namun, apabila shalat tersebut dilakukan lebih dari dua raka’at dengan
satu kali salam maka itu boleh sebagaimana disebutkan didalam kitab Al Majmu' Imam al-
Nawawi, sebab itu termasuk penghormatan pada masjid karena terperinci atas dua raka’at.
Akan tetapi, bila berupa shalat Jenazah, sujud tilawah atau sujud syukur, atau shalat 1 raka’at
maka itu tidak cukup sebagai penghormatan atas masjid.

Dalam hal niat, tidak disyaratkan niat tahiyatul masjid, bahkan boleh shalat dua raka’at
dengan niat shalat mutlaq, niat shalat sunnah rawatib dua raka’at atau selain rawatib, niat
shalat fardlu mu’adah (i’adah), shalat qadla’ ataupun shalat nadzar, semua itu sudah
mencukupi, dan memperoleh pahala shalat yang diniatkan serta pahala tahiyatul masjid.

Masuk Masjid Berulang Kali

Bagaimana bila seseorang bolak balik masuk keluar masjid pada suatu waktu, apakah shalat
tahiyatul masjid cukup satu kali?. Imam al-Nawawi didalam Al Majmu’ berkata: “Seandainya
berulang-ulang masuk masjid pada suatu waktu, shahibut Tatimmab berkata: dianjurkan
melakukan shalat tahiyatul masjid setiap kali masuk, sedangkan al-Mahamili didalam al-
Lubab berkata : aku berharap telah mencukupi shalat tahiyatul masjid sekali saja,
sedangkan pendapat yang pertama lebih kuat dan lebih dekat pemahamannya dengan dhahir
hadits”.

SHALAT SUNNH HAJAT Pembahasan kali ini adalah tentang shalat sunah hajat,
yang mana shalat hajat adalah shalat sunah yang dilakukan karena ada suatu hajat atau
keperluan, baik keperluan duniawi atau keperluan ukhrawi.
Agar hajat dikabulkan Allah, banyak cara yang dilakukan diantaranya adalah berdoa dan
shalat. Shalat Hajat merupakan cara yang lebih spesifik untuk memohon kepada Allah agar
dikabulkan segala hajat, karena arti shalat secara bahasa adalah doa. Sebagaiman firman
Allah:”Dan mintalah pertolonganlah (kepada Allah) dengan sabar dan shalat” ( Al Baqarah :
45 ).
Shalat hajat tidak mempunyai waktu tertentu, asal pada waktu yang tidak dilarang, misalnya
setelah shalat Ashar atau setelah shalat Shubuh.Shalat hajat dilaksanakan dengan Munfarid
(tidak berjamaah) minimal dua rokaat dan maksimal duabelas rakaat.Jika dilaksanakan pada
malam hari maka setiap dua rakaat sekali salam dan jika dilaksanakan pada siang hari maka
boleh empat rakaat dengan sekali salam dan seterusnya.Sabda Nabi saw:”Siapa yang
berwudhu dan sempurna wudhunya, kemudian shalat dua rakaat (Shalat Hajat) dan sempurna
rakaatnya maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat” ( HR.Ahmad ).

Niat shalat Hajat didalam hati berbarengan dengan Takbiratul Ihram

“Aku niat shalat sunah hajat karena Allah”

Membaca doa Iftitah

Membaca surat al Fatihah

Membaca salah satu surat didalam al quran.Afadhalnya, rokaat pertama membaca surat al
Ikhlas dan rakaat kedua membaca ayat kursi (surat al Baqarah:255).

Ruku’ sambil membaca Tasbih tiga kali

I’tidal sambil membaca bacaannya

Sujud yang pertama sambil membaca Tasbih tiga kali

Duduk antara dua sujud sambil membaca bacaannya.

Sujud yang kedua sambil membaca Tasbih tiga kali.

Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian
Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali.Jika dilaksakan empat rakaat
dengan satu salam maka setelah dua rakaat langsung berdiri tanpa memakai Tasyahhud awal,
kemudian lanjutkan rokaat ke tiga dan ke empat, lalu Tasyhhud akhir setelah selesai
membaca salam dua kali.

Setelah selesai shalat Hajat bacalah zikir yang mudah dan berdoa sampaikan hajat yang kita
inginkan kemudian mohon petunjuk kepada Allah agar tecapai segala hajatnya.

Demikianlah shalat sunah hajat yang dapat saya sampaikan pada pembahasan kali ini,
semoga bermanfaat yah…

Sholat istikhoro’
Kata istikharah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis (lughawi) artinya
meminta pilihan pada sesuatu.
Dalam istilah ulama fiqh istikharah adalah berusaha memilih yang terbaik salah
satu di antara dua hal (ً‫ )طلب خير المريِن لمن احتاًج إلىِ أحدهما‬dengan cara
shalat dan berdoa.

DALIL SHALAT ISTIKHARAH

Hukumnya shalat istikharah adalah sunnah.

1. Berdasarkan hadits riwayat Bukhari:

‫ك ايلبعفظيفم‬ ‫ بوأبيسأ بله ب‬, ‫ك‬


‫ك فمين فب ي‬
‫ضلف ب‬ ‫ بوأبيستبيقفدهر ب‬, ‫ك‬
‫ك بفقهيدبرتف ب‬ ‫ك بففعيلفم ب‬
‫الللههلم إلني أبيستبفخيهر ب‬
Artinya: Ya Allah aku beristikharah (meminta pilihan) dengan ilmuMu, aku
memohon kekuatan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon keutamaan-Mu.
2. Hadits Bukhari dari Jabir:

ً‫ا صلىِ ا عليه وسلم يِهبعللهمبنا‬ ‫ بكاًبن برهسوهل ل ف‬: ‫بعين بجاًبفةر رضي ا عنه بقاًبل‬
‫اليستفبخاًبرةب ففي الههموفر هكللبهاً بكبماً يِهبعللهمبناً الوسوبرةب فمين ايلقهيرآْفن يِبهقوهل إبذا هبلم أببحهدهكيم فباًلبيمفر‬
‫فبيليبيربكيع بريكبعتبييفن فمين بغييفر ايلفبفريِ ب‬
‫ضفة ثهلم لفيبقهيل‬
Artinya: Rasulullah mengajarkan kami ber-istikharah dalam seluruh perkara
sebagaimana beliau mengajar kami surat Al-Quran. Beliau bersabda, "Apabila
kalian bermaksud sesuatu, maka shalatlah dua raka'at sunnah kemudian
berdoalah..."

SHALAT SUNNAH MUTLAQ


Dalam buletin Al Husna edisi 10, februari 2013 yang telah lalu, telah dibahas
definisi sholat sunnah, juga fadhilahnya. Selain disebutkan juga tentang satu
jenis dari sholat sunnah, yaitu sholat sunnah rawatib, dimana sholat sunnah
rawatib ini adalah sholat yang menyertai sholat fardhu, baik sebelum ataupun
setelahnya.

Pembagian sholat sunnah secara lebih jelasnya sebagai berikut, sesuai yang ada
dalam kitab Fiqih Manhaji:

1. Sholat sunnah yang tidak disunnahkan untuk berjamaah:

a. Sholat sunnah yang menyertai sholat fardhu yang kita kenal dengan sunnah
rawatib: rawatib muakkadah dan rawatib ghairu muakkadah.

b. Sholat sunnah yang tidak mengikuti sholat fardhu, terbagi dua: pertama, sholat
sunnah yang mempunyai nama dan pada waktu tertentu misalnya sholat dhuha
dan sholat witir, kedua sholat sunnah yang tanpa nama dan waktu, dinamakan
sholat sunnah muthlaq.

2. Sholat sunnah yang disunnahkan berjamaah di dalamnya, misalnya sholat


Iedain, sholat tarawih, sholat istisqo, sholat khusuf dan kusuf.

Bahasan kita kali ini yaitu tentang sholat sunnah mutlaq. Apakah artinya? Apa
fadhilahnya? Apa dasarnya?

Sholat sunnah muthlaq yaitu sholat sunnah yang dapat dilakukan seorang
muslim pada malam dan siang hari dengan tanpa sebab misalnya seorang yang
menunggu iqamat sholat setelah ia sholat rawatib sebelumnya, kemudian ia
lanjutkan beberapa rakaat lagi hingga iqamat dikumandangkan, nah beberapa
rakaat tambahan inilah yang dinamakan sholat sunnah mutlaq.

Sholat sunnat mutlaq ini boleh dilakukan pada waktu kapan saja baik malam
atau siang, kecuali pada lima waktu terlarang untuk sholat, yaitu:

1. Ketika matahari mulai terbit hingga dia agak tinggi.

2. Ketika matahari tepat berada di tengah langit hingga dia tergelincir.


3. Ketika matahari mulai tenggelam hingga dia tenggelam sempurna.

4. Setelah shalat subuh hingga matahari meninggi.

5. Setelah shalat ashar hingga matahari terbenam.

Sholat sunnah mutlaq dapat dilakukan dua rakaat dua rakaat seperti dalam
hadits "sholat malam dan siang (dilakukan) dua rakaat dua rakaat" (HR.
Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa'I dan Ibnu Majah, disahihkan Albani).

Sholat sunnah mutlaq ini dianjurkan berdasarkan hadits keutamaan sholat


sunnah secara umumnya, sebagaimana Rasul bersabda kepada Abu Dzar:
"Sholat adalah sebaik-baik perkara, lakukan dengan banyak atau sedikit" (HR.
Ibnu Majah dan Thabrani, dihasankan oleh Albani). Dari Tsauban, Rasulullah
berkata: "Perbanyaklah sujud, sesungguhnya engkau tidak bersujud satu kali
sujud kepada Allah, kecuali Allah akan angkat untukmu satu derajat".
(HR.Muslim), yang dimaksud sujud di sini yaitu sujud dalam sholat, yang
berarti memperbanyak sholat sunnah, karena dengan memperbanyak sholat
secara otomatis akan dapat memperbanyak sujud. Wallahu A'lam.
Wassalamu'alaikum Warahmatullah.

2.Mahram bagi wanita muslimah

Saya mempunyai beberapa pertanyaan seputar mahram bagi wanita


muslimah.

1.seorang wanita yang menikah dengan dengan seseorang yang telah


mempunyai anak laki-laki, apakah anak laki-laki ini nantinya dapat
menjadi mahram baginya, dalam artian bolehkah ia membuka hijab di
depan anak laki-laki dari suaminya ini? Bolehkah pula wanita ini
berangkat haji dengan anak laki-laki ini menjadi muhrimnya?

2. sebaliknya, jika seorang wanita yang sudah mempunyai anak


perempuan, lalu cerai, atau meninggal suaminya, kemudian si wanita
menikah dengan seseorang, apakah anak perempuan ini haram bagi suami
ibunya, bolehkah anak perempuan ini tidak berhijab di depan ayah
tirinya/suami ibunya?. Jazakumullah khoir.

Ummu Amal, Andalus, Kuwait


Jawaban:

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.


Bismillah, Alhamdulillah, was sholatu was salamu ala Rasulillah wa ala alihi wa
sallam, wa ba'du.

Pertanyaan seputar muhrim, begitu si penanya bertanya, padahal yang dimaksud


yaitu mahram. Sebelum lebih jauh kita mengkaji, kita luruskan bahwa yang
dimaksud di sini yaitu “mahram” bukan muhrim. Kata muhrim akan
mempunyai arti: orang yang sedang ihram, baik ihram untuk haji ataupun umrah
ataupun untuk dua-duanya seperti dalam manasik haji Qiran. Dan ini bukan
bahasan kita di sini.

Mahram yaitu orang yang haram dinikahi dari kalangan perempuan ataupun
laki-laki. Sedangkan mahram dari kalangan wanita yaitu orang-orang yang
haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki
ini) boleh melakukan safar bersamanya, boleh melihat wajahnya, tangannya,
boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.

Di atas adalah mahram dari kalangan perempuan, dalam artian siapa saja yang
haram dinikahi bagi seorang laki-laki. Kebalikannya, yaitu mereka yang tidak
boleh dinikahi oleh wanita, maka mereka itulah mahram bagi wanita.

Mahram ini dibagi menjadi tiga bagian: Mahram karena hubungan nasab,
mahram karena penyusuan, mahram karena hubungan pernikahan. Adapun
kedua pertanyaan di atas berhubungan dengan mahram karena hubungan
pernikahan.

Dimana pertanyaan yang pertama tentang anak laki-laki dari suami atau
hubungan anak tiri laki-laki dengan ibu tirinya, anak tiri itu adalah mahram
bagi wanita tersebut karena sebab hubungan pernikahan. Sebagaimana tertulis
dalam ayat, ”Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi
oleh ayahmu..” (QS. An Nisa: 22). Dengan sekedar akad pernikahan ini tanpa
memperhatikan adanya jima' atau tidak, maka dengan sendirinya wanita
tersebut atau ibu tirinya itu tidak boleh menikah dengan anak tiri laki lakinya
walaupun wanita itu telah terjadi perceraian atau kematian suaminya.
Sedangkan pertanyaan no.2 bahwa anak perempuan dari istri yang dinikahi
oleh seorang laki-laki/ hubungan anak tiri perempuan dengan ayah tirinya.
Anak tiri perempuan tersebut haram dinikahi dan menjadi mahram bagi ayah
tirinya jika telah terjadi jima’antara laki-laki tersebut dengan ibu si anak
perempuan itu. Adapun jika sekedar akad nikah, tanpa adanya jima’ kemudian
terjadi perceraian ataupun kematian, maka anak perempuan tersebut boleh
menikah dengan bekas suami ibunya.

Lebih jauh tentang mahram ini dapat kita lihat dalam surat An Nisa: 23. Dan
dalam hadist Bukhori Muslim disebutkan,“Apa yang haram karena nasab maka
itupun haram karena penyusuan.”

Untuk lebih jelasnya kita bisa melihat table di bawah ini :

N Sebab Mahrom
o Mahrom
1 Nasab 1. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki
maupun wanita.
2. Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya
ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
3. Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
4. Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan
kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik
sekandung, seayah atau seibu.
5. Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek
(bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung,
seayah atau seibu.
6. Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah
atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah
baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
7. Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah
atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah
baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
2 Penyusuan Sama dengan golongan di atas, tetapi sebabnya karena
penyusuan. Misalnya pada golongan no.1, yaitu ibu berarti
ibu susu, nenek (ibu dari ibu susu atau ibu dari
bapak/suami dari istri yang menyusuinya. Pada golongan
no.2, yaitu anak maka anak susu adalah mahrom bagi
yang menyusui, dan seterusnya.
Menurut pendapat jumhur, masa menyusui yang dapat
menjadikan hubungan antara anak dan ibu susu menjadi
mahram yaitu ketika anak belum mencapai dua tahun dan
dengan batasan lima kali susuan kenyang.
3 Sebab ikatan1. Ibu mertua, dan yang ke atasnya/nenek istri
pernikahan 2. Istri dari anak laki-laki, istri cucu dan yang seterusnya ke
bawah
3. Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas
4. Rabibah, yaitu anak perempuan dari istri yang
dinikahinya
Catatan: no.1,2,3 Golongan ini menjadi mahram dengan
sekedar adanya akad nikah walaupun belum terjadi jima’
Tetapi golongan no.4, disyaratkan terjadi jima’ hingga
dapat menjadi mahram.

Selain yang disebut di atas, maka bukan mahram. Misalnya saudara perempuan
istri, ataupun bibi istri, maka tidak boleh berduaan dengannya, tidak boleh safar
dengannya, dst yang berhubungan dengan hukum mahram, tetapi tidak boleh
menikahi keduanya jika masih terjadi hubungan pernikahan.Wallahu a’lam.
Adakah Shalat Awwabin?
Pertanyaan:Apakah ada dalil, baik dalam Alquran maupun dalam hadis untuk shalat
awwabin?

Wassalam

Dari: Mardona

Jawaban:

Shalat awwabin adalah istilah untuk shalat dhuha yang dikerjakan di saat matahari sudah
panas (di akhir waktu dhuha) atau shalat dhuha secara umum. Namun ada anggapan dari
sebagian orang yang menamakan shalat sunah yang dilaksanakan antara maghrib dan isya’
dengan istilah shalat awwabin. Benarkah penggunaan istilah ini?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang bisa menjaga shalat dhuha
kecuali orang awwab (sering bertaubat). Dan dia (dhuha) adalah shalat awwabin (shalatnya
orang yang suka bertaubat).” (Silsilah As-Shahihah, no. 703).

Syaikh Al-Albani mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat bantahan bagi orang yang
menamakan shalat enam rakaat setelah maghrib dengan “Shalat Awwabin”, karena penamaan
ini tidak ada asalnya.” (Shahih Targhib wa Tarhib, 1:423).

Terdapat beberapa hadis yang menganjurkan shalat sunah antara magrib dan isya, diantaranya
hadis yang diriwayatkan An-Nasa’i, dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Saya mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan saya shalat magrib bersama
beliau. Kemudian beliau shalat (sunah) sampai isya. Al-Mundziri dalam At-Targhib wa
Tarhib menyatakan, sanad hadis ini jayid.

Setelah membawakan berbagai dalil tentang anjuran shalat sunah antara magrib dan isya, As-
Syaukani mengatakan:

“Ayat dan hadis yang disebutkan menunjukkan disyaratkannya memperbanyak shalat antara
magrib dan isya. Al-iraqi mengatakan, ‘Di antara sahabat yang shalat antara magrib dan isya
adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Salman Al-Farisi, dan Ibnu Malik dari kalangan Anshar.
Kemudian di kalangan tabi’in, ada Al-Aswad bin Yazid, Utsman An-Nahdi, Ibnu Abi
Mulaikah, Said bin Jubair, Ibnul Munkadir, Abu Hatim, Abdullah bin Sikkhir, Ali bin Husain,
Abu Abdi Rahman Al-Uhaili, Qodhi Syuraih, dan Abdullah bin Mughaffal. Sementara ulama
yang juga merutinkannya adalah Sufyan At-Tsauri. (Nailul Authar, 3:60)

Sementara ulama dari empat mazhab menegaskan dianjurkannya melaksanakan shalat antara
magrib dan isya, berdasarkan hadis dan praktik para sahabat. Bahkan ulama Mazhab Hambali
menyebutnya sebagai qiyamul lail. Karena waktu malam itu antara magrib sampai subuh.
Dari sinilah, sebagian ulama menyebut shalat antara magrib dan isya sebagai shalat al-
awabin.

Dalam Mughni Al-Muhtaj dinyatakan:


Di antara shalat sunah adalah shalat awwabin. Dinamakan juga dengan shalat al-ghaflah
(waktu lalai), karena umumnya orang lalai dari shalat ini disebabkan makan malam, tidur,
atau semacamnya. Jumlahnya 20 rakaat, antara magrib dan isya. Al-Mawardi mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya dan beliau menyatakan, ‘Ini
adalah shalat awwabin’. Disimpulkan dari hadis ini dan hadis dari Hakim, bahwa istilah
shalat awabin bisa digunakan untuk menyebut shalat antara maghrib dan isya dan shalat
dhuha”. (Mughni Al-Muhtaj, 3:151)

Hanya saja, hadis yang berisi pernyataan bahwa shalat sunah antara maghrib dan isya sebagai
shalat awwabin, termasuk hadis yang dhaif, sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Hadis
tersebut didhaifkan Al-Albani, karena hadis tersebut termasuk hadis mursal.

Allah a’lam

Disadur: Fatawa Syabakah islamiyah, no. 27572

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Sumber: https://konsultasisyariah.com/12140-apakah-shalat-awwabin.html

Anda mungkin juga menyukai