Anda di halaman 1dari 52

1.

Pendahuluan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata Tuhan berarti sesuatu yang diyakini,
dipuja, disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa dan sebagainya.
Sedangkan menurut kamus The Advanced Learner’s Dictionary of Current English, God
berarti any being regarded or worshipped as having power over nature and control over
human affairs atau creator and ruler of the universe dan menurut The New Webster
Encyclopedic Dictionary, God berarti A being conceived of a possessing devine power,
and therefore to be propitiated by sacrifice, worship, and the like atau the Supreme Being
atau the eternal Spirit.
Jika kita lihat kalimat pertama pada Alkitab, ada tertulis, “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi.” Karena itu definisi yang mungkin bisa diterima oleh
semua orang: Tuhan adalah pencipta langit dan bumi. Namun difinisi tersebut masih
perlu diberi penjelasan lebih lanjut, antara lain bagaimana sosok pencipta itu. Wajah
Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata atau diraba dengan tangan, tetapi orang bisa
mengalami atau merasakan kehadiran Tuhan dan orang juga bisa menyaksikan serta
mangagumi karya ciptaan Tuhan. Adalah tepat jika di samping difinisi sebagai pencipta
langit dan bumi, juga ditambahkan difinisi Tuhan sebagai roh atau the eternal Spirit.
Selain menciptakan langit dan bumi, Tuhan juga menciptakan, tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan juga manusia dengan tugas dan kemampuan yang berbeda-beda. Tumbuh-
tumbuhan hanya bisa tumbuh dan berkembang karena tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan kehendak bebas. Pada binatang ada kemampuan untuk melakukan kehendak
bebas secara terbatas. Karena itu binatang bisa pindah dari tempat yang satu ke tempat
yang lain dalam rangka mencari makan untuk menyambung hidupnya. Tetapi manusia,
selain diberi kemampuan untuk melakukan kehendak bebas, juga diberi kemampuan
untuk memecahkan masalah sehingga di antara segala makhluk di muka bumi, manusia
menjadi mahkluk yang memiliki kemampuan tertinggi.
Namun kemampuan manusia yang melebihi binatang tidaklah diberikan oleh
Tuhan dalam bentuk yang sudah jadi tetapi harus diraih oleh manusia itu sendiri. Ketika
bayi manusia dilahirkan ke dunia kemampuan yang diberikan oleh Tuhan lebih rendah
dibandingkan dengan kemampuan yang ada pada bayi binatang. Bayi binatang sudah bisa

1
berjalan sesaat setelah dilahirkan, bahkan bayi binatang tertentu sudah bisa mencari
makan sendiri tidak lama setelah lahir ke dunia. Kemampuan itu tidak ada pada bayi
manusia. Bahkan hanya untuk bisa menggerakan jarinya bayi manusia harus belajar
sendiri yang membutuhkan waktu sekitar empat bulan. Sekitar satu tahun bayi manusia
baru bisa berjalan dan masih dibutuhkan waktu yang lama untuk bisa mencari makan
agar bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kemampuan belajar itulah yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang
lebih tinggi dibanding makhluk lainnya. Namun perlu diingat bahwa yang diberikan
Tuhan adalah kesempatan untuk belajar dan bukan kemampuan belajar, karena ternyata
kemampuan belajar tidak sama pada semua orang. Ada orang yang memanfaatkan
kesempatan hidup di dunia ini untuk terus meningkatkan kemampuan belajarnya tetapi
ada juga orang yang tidak mau belajar.
Sejarah membuktikan bahwa apa yang bisa dipelajari manusia di dunia ini tidak
ada batasnya sehingga selalu ada hal-hal baru yang ditemukan dan bahkan diciptakan
oleh manusia. Batas yang dirasakan oleh semua manusia adalah batas dari umur manusia
itu sendiri.
Kapan manusia akan mati dan bagaimana manusia akan mati, tidak ada yang bisa
mengetahui dan manusia percaya bahwa yang mengetahui hal itu dan kekuasaan untuk
menghidupkan dan mematikan manusia ada pada Tuhan. Dalam ketidaktahuan itu
manusia berusaha menyelamatkan dirinya agar bisa hidup damai dan berusia lanjut
dengan cara mencari jalan menuju kepada sumber kekuatan yang Maha Besar dan abadi,
yaitu Tuhan.
Tetapi karena Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dan tidak bisa diraba, maka
jalan untuk menuju kepada Tuhan pastilah juga bukan jalan yang tampak. Karena itu
menjadi tidak mudah untuk menemukannya dan dalam banyaknya ketidaktahuan tersebut
berbagai upaya dilakukan untuk menawarkan jasa memandu manusia menuju dan
manapaki jalan tersebut.
Secara umum, orang yang menjadi penunjuk jalan menuju kepada Tuhan bisa
dibagi dalam empat kelompok. Pertama orang yang karena tugasnya menjadi penunjuk
jalan bagi sekelompok orang yang memberi kepercayaan kepadanya, kedua orang yang
membuat petunjuk tertulis tetapi tidak secara lengsung menerangkan dan mengantarkan

2
orang yang memerlukan petunjuk jalan tersebut, ketiga orang yang secara langsung
menerangkan dan memberikan bimbingan serta mendampingi mereka yang mencari,
keempat orang melakukan promosi besar-besaran dan menggiring manusia untuk masuk
dalam jalan yang disediakan.
Seorang pemimpin adalah penunjuk jalan bagi sekelompok orang yang
dipimpinnya. Karena sekelompok orang tersebut sudah ada sebelum pemimpin itu
bertugas maka tidak ada usaha dari sang pemimpin untuk menawarkan jalan yang akan
ditapakinya kepada orang di luar kelompoknya karena yang harus diprioritaskan adalah
mengantarkan semua anggota kelompoknya sampai pada tujuan yang mereka sama-sama
cita-citakan.
Di jaman sekarang orang menulis buku sebagian sudah dengan pemikiran
mendapatkan keuntungan materi tetapi tidak demikian di jaman dahulu di mana belum
ada percetakan sehingga menulis buku adalah semata-mata ingin membagikan
pengetahuan kepada sesamanya. Mereka yang menulis buku tidak dengan maksud
menipu atau mencari keuntungan dari orang yang membaca bukunya karena itu isi buku
bisa dipercaya kejujurannya dan jika isi buku tidak benar atau tidak jujur maka yang
membaca juga tidak didorong-dorong untuk percaya kepada isi buku karena antara si
penulis buku dan pembaca belum tentu berkenalan.
Penunjuk jalan yang ingin membantu orang lain dan tidak mengharapkan
keuntungan dari apa yang diberikannya, akan menerangkan dengan jujur kepada orang
yang bertanya tentang jalan menuju ke lokasi tertentu dan jika tampak orang yang
diterangkan masih juga belum paham tidak jarang penunjuk jalan mendampingi sampai
orang tersebut pasti sampai di tempat yang diinginkan. Jika tujuan yang ingin dicapai
harus melalui rintangan atau perjalanan itu berat, penunjuk jalan akan memberitahukan
sebelumnya kepada yang bertanya.
Mereka yang berusaha mendapatkan keuntungan dari orang yang membutuhkan
mencapai tempat tertentu, berusaha menarik sebanyak-banyaknya peserta agar
keuntungan yang didapat menjadi semakin besar. Mereka melakukan promosi bahwa
jalan yang ditawarkan adalah jalan yang terbaik dan tidak jarang promosi itu tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Adakalanya untuk menarik peserta bukan hanya dilakukan
dengan promosi tetapi juga memasang orang di pinggir jalan untuk menyerat mengsa

3
agar mengikuti program yang sudah ditentukan dan mereka yang sudah terjerat dihalang-
halangi untuk mundur bahkan bukan hanya dihalang-halangi tetapi juga tidak jarang
ditakut-takuti dan bahkan diancam.
Banyak jalan yang ditawarkan yang ada di dunia saat ini tetapi dalam buku ini
hanya dipilih enam jalan yang paling banyak dipilih manusia, yaitu jalan yang
ditunjukkan atau diajarkaan oleh: Abraham, Musa, Krishna, Sidharta Gautama, Yesus,
dan Muhammad. Krishna dimasukkan menjadi salah satu dari enam tokoh tersebut karena
menulis buku Mahabharata. Mungkin orang protes karena saya mencampuradukan antara
kitab suci dengan dongeng. Perbedaan kitab suci dengan dongeng sebenarnya tergantung
pada pembacanya bukan pada apa yang tertulis di dalam kitab tersebut. Misalnya jika
dipertanyakan apakah orang yang bernama Abraham pernah hidup di dunia, orang akan
sulit membuktikan. Dan jika tidak ada orang yang bernama Abraham yang pernah hidup
di dunia ini maka cerita tentang Abraham hanyalah dongeng belaka. Demikian juga
tentang pembebasan bangsa Israel dari Mesir bisa diyakini bahwa cerita tersebut
kemungkinan besar tidak berdasarkan kenyataan yang ada. Tetapi hal seperti itu bukan
hanya terdapat pada kitab yang usianya ribuan tahun yang lalu.
Dari keenam tokoh tersebut yang termuda adalah Muhammad dan Alquran yang
disampaikan Muhammad sebagian berisi kisah tentang Abraham jadi juga apa yang
disampaikan Muhammad di dalam Alquran tidak lepas dari unsur dongeng. Karena itu
kita tidak mempersoalkan antara kitab suci dan dongeng, tetapi yang akan ditelaah secara
mendalam adalah apakah yang tertuang di dalam kitab suci dan apa yang dilakukan oleh
orang yang menyampaikan atau menjadi sumber penulisan kitab suci tersebut bermanfat
bagi kehidupan manusia di jaman sekarang.

4
Jalan Keenam

Muhammad

5
1. Asal Mulanya
Karena ayahnya sudah meninggal ketika ia masih berusia tujuh bulan di dalam
kandungan ibunya, Muhammad sudah harus berhadapan dengan penderitaan, sejak
dilahirkan ke dunia. Namun dari segi materi, ia bukanlah anak yang miskin, karena
kakeknya, Abdul Muthalib, adalah saudagar kaya di kota Makah yang berasal dari klan
Hasyim. Kakeknya itu mempunyai enam putri serta sepuluh putra dan dari si bungsu
yang bernama Abdulah yang memperistri Aminah lahirlah Muhammad pada tanggal 20
April 571.
Seperti kebiasaan orang Arab pada waktu itu, Muhammad tidak disusui oleh ibu
kandungnya sendiri, tetapi disusui oleh orang yang dibayar yang tinggal di di luar kota.
Namun setelah disapih, Muhammad dikembalikan oleh inang penyusu kepada ibu
kandungnya dan mulai saat itu Muhammad mendapat kasih sayang dari ibu kandungnya
sendiri. Namun berada dalam dekapan ibunya tidak berlangsung lama, karena sang ibu
dipanggil oleh Tuhan pada waktu bocah itu baru berusia enam tahun dan Muhammad
kembali dirundung kemalangan menjadi anak yatim-piatu.
Selanjutnya Muhammad pindah ke dalam asuhan kakeknya yang sudah berusia
lanjut dan kebahagiaan bersama kekek juga tidak berlangsung lama, karena sang kekek
meninggal pada waktu usia Muhammad baru mencapai delapan tahun. Sebelum
meninggal, kakeknya sudah berpesan bahwa Muhammad harus diasuh oleh pamannya
yang bernama Abu Thalib.
Kebetulan Abu Thalib mempunyai seorang putri, yang bernama Fakhita, yang
usianya tidak terpaut jauh dari Muhammad. Fakhita adalah teman bermain bagi
Muhammad sejak masih kanak-kanak dan setelah menginjak dewasa putri pamanya itu
memikat hatinya dan Muhammad berkehendak mengambilnya menjadi istrinya. Namun
niat itu tidak bisa diwujudkan karena Muhammad adalah seorang yatim piatu yang tidak
punya sumber penghasilan dan Abu Thalib sudah mempunyai rencana menikahkan
putrinya dengan anggota klan Makhzum, yaitu klan bangsawan dalam suku Quraisy
Atas saran dari pamannya, Muhammad kemudian bekerja pada seorang saudagar,
janda kaya yang bernama Khadijah dan tidak lama kemudian hubungan antara majikan
dengan pegawainya berubah menjadi hubungan suami-istri setelah mereka resmi

6
melakukan pernikahan. Khadijah yang sudah berusia 40 tahun dan sudah dua kali
menikah, mengambil Muhammad yang baru berusia 25 tahun, sebagai suaminya.

2. Persoalan yang dihadapi


Ketika Muhammad dilahirkan, bangsa Arab masih hidup dalam komunitas kaum,
yang relatif terpecah-pecah dan berada di antara bayang-bayang dua kekuatan bangsa
besar yaitu Bizantium dan Persia. Di balik dua kekuatan besar tersebut juga ada dua
agama besar yang mengajarkan untuk menyembah kepada Allah, yaitu agama Katolik
dan agama Yahudi. Menghadapi dua agama besar tersebut, sebagian orang Arab merasa
rendah diri, karena bangsa mereka masih memyembah berhala, yang kedudukannya tidak
sederajat dengan Allah yang disembah oleh kedua agama besar tersebut. Namun untuk
bergabung dengan salah satu dari kedua agama penyembah Allah tersebut masih ada
beberapa hambatan yang tidak kecil.
Setelah Yesus disalibkan, orang-orang Yahudi hidup tersebar dan banyak di
antaranya tinggal di wilayah kerajaan Persia. Mereka tetap menjalankan ritual yang
diajarkan Musa dan masih mengharapkan kedatangan seorang penyelamat atau Mesias.
Karena menurut mereka, Yesus yang sudah mati di kayu salib bukanlah Mesias yang
dijanjikan Allah. Sedangkan agama Katolik masih dalam tahap pembentukan dengan
semangat yang menggebu-gebu sehingga terjadi perdebatan yang tajam antara mereka
yang mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan mereka yang mengatakan bahwa Yesus
adalah manusia biasa. Di samping itu bangsa Arab, terutama mereka yang tinggal di
Mekah, mempunyai kebanggaan memiliki Kabah yang setiap tahun dikunjungi oleh
orang-orang dari wilayah di sekitar untuk bersama-sama melakukan ritual tawaf.
Ketika masih tinggal bersama pamannya, Muhammad pernah diajak bergabung
dalam rombongan kafilah ke Syria dan dalam perjalanan tersebut mereka singgah di
rumah seorang biarawan Kristen yang bernama Buhaira. Pada kesempatan lain, ketika
membawa barang dagangan milik Khadijah, Muhammad juga pernah bertemu dengan
pendeta Yahudi. Dari pengalamannya itu Muhammad menyadari bahwa berhala yang
disembah bangsanya, yaitu al-Lata, al-‘Uzza, dan Manah, tidak sama dengan Allah yang
disembah oleh orang Yahudi dan Katolik.

7
Pada tahun 605 suku Quraisy melakukan pemugaran atas bangunan Kabah dan
untuk kelancaran pemugaran, Hajar Aswad - yaitu batu meteor yang jatuh ke bumi yang
dijadikan batu keramat sejak jaman dahulu - dipindahkan untuk sementara. Ketika
hendak mengembalikan ke tempatnya asalnya, timbul perselisihan di antara klan-klan
dalam suku Quraisy. Mereka memperebutkan kehormatan untuk menjadi orang yang
melakukan pemindahkan tersebut dan setelah lima hari beradu mulut, belum juga ada
kata sepakat. Pada hari keenam mereka melihat Muhammad datang ke Kabah untuk
menjalankan ritual mengelilingi Kabah. Mereka memanggil Muhammad untuk
membantu memecahkan kesulitan yang mereka hadapi. Setelah menangkap persoalannya,
Muhammad meminta sehelai kain dan oleh tangannya batu itu diletakkan di atas kain
tersebut, lalu wakil dari tiap-tiap klan diberi kesempatan memegang tepi kain sehingga
batu itu bisa dipindahkan bersama-sama.
Sebagai orang Mekah, Muhammad termasuk salah seorang pengagum Kabah dan
pasti mengetahui cerita tentang Kabah yang pernah akan dihancurkan oleh Abrahah,
Gubernur Abisina di Arab Selatan yang iri dengan kemajuan kota Mekah. Sang gubernur
membuat bangunan suci Kristen di Sana’a, lalu membawa pasukan gajah mendatangi
kota Mekah, bermaksud menghancurkan Kabah. Ketika pasukan itu tiba di kawasan suci
di luar kota Mekah, gajah-gajah itu mendadak tersungkur dan kemudian datang
serombongan burung ababil menghujani pasukan gajah dengan batu api. Orang Mekah
percaya bahwa kekuatan Yang Maha Kuasa telah melindungi tempat pemujaan berhala
kebanggaan mereka.
Mendapat kepercayaan memecahkan masalah pemindahan Hajar Aswad,
Muhammad yang bukan keturunan penguasa dalam suku Quraisy, tampaknya berminat
mempelajari masalah agama lebih dalam lagi. Namun karena tidak bisa baca tulis, kitab
Taurat yang pernah didengarnya dari pendeta Yahudi dan kitab Injil yang pernah
disinggung oleh biarawan Katolik, tidak bisa dibacanya sehingga pengetahuannya tentang
agama Allah hanya sebatas apa yang didengarnya.
Ketika usianya sudah mendekati empat puluh tahun, sebagai seorang laki-laki,
Muhammad masih mempunyai vitalitas yang tinggi, sedangkan istrinya yang sudah
menginjak usia lima puluh lima tahun tidak bisa lagi mengimbangi kebutuhan suaminya.

8
Namun secara ekonomi istrinyalah yang tetap berkuasa. Situasi itu mendorong
Muhammad untuk mencari jalan, menampilkan jati dirinya.

3. Mulai dari Alquran


Dari pergaulannya dengan orang Yahudi dan orang Katolik, Muhammad
mengetahui bahwa orang Yahudi beriman kepada Kitab Taurat dan orang Katolik
beriman kepada Kitab Injil sedangkan bangsa Arab tidak memiliki kitab. Karena itu yang
pertama harus dimiliki oleh bangsa Arab adalah Kitab Suci yang bisa merangkum kedua
kitab tersebut. Ketika melakukan perjalanan ke Syria Muhammad sempat mendengar
pembacaan Mazmur di malam hari yang dilantunkan dari sebuah biara Katolik, maka
gagasan kitab suci untuk bangsa Arab haruslah dalam bentuk syair yang akan memikat
ketika dilantunkan seperti pembacan Mazmur tersebut.
Muhammad juga mengetahui bahwa Musa mendapat Kitab Taurat ketika sedang
berada di Gunung Moria dan untuk mencoba keberuntungannya, ia pergi ke gua Hira,
mencari petunjuk dari Allah. Berada dalam keheningan di dalam gua tersebut tiba-tiba
ada suara yang keluar dari dalam lubuk hatinya. Bahwa suara itu bukan didengar tetapi
keluar dari dalam hatinya diceritakan dalam salah satu ayat Alquran, “Dan sesungguhnya
Alquran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dan dibawa turun oleh al-
Ruhul Amin (Jibril), ke dalam hati (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (26:192-
195)
Suara yang terdengar di dalam hatinya itu adalah suara dalam bahasa Arab karena
bahasa yang dimengerti oleh Muhmmad hanyalah bahasa Arab. Rumusan dari suara itu
kemudian diformulasikan dalam bentuk syair yang diberi nama surat Al-‘Alaq, yang bait
pembukannya berbunyi, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-
mulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (96:1-5)
Mendengar suara hatinya sendiri, Muhammad menjadi takut, karena suara itu
menyebutkan bahwa Tuhan mengajar dengan perantaraan kalam sedangkan ia sendiri
tidak bisa membaca. Lalu apa yang harus dilakukan? Beruntung Muhammad mempunyai

9
seorang istri yang lebih banyak makan garam kehidupan, yang bisa menjadi tempat
berlindung bagi dirinya dan istrinya segera menenangkannya. Lalu Muhammad mencoba
tidur dengan berselimut, tetapi dari dalam lubuk hatinya ia mendengar lagi suara itu, yang
diformulasikannya dalam bentuk surat yang dinamakan Al Muddatstsir, “Hai orang yang
berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhan-mu agungkanlah,
dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (penyembah berhala) tinggalkanlah,
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhan-mu, bersabarlah. Apabila ditiup
sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang
kafir lagi tidak mudah. (74:1-10)
Ternyata Tuhan tidak mempersoalkan tentang ketidakmampuannya membaca
kalam, malah Tuhan memerintahkannya untuk memberi peringatan. Surat itu lebih
panjang dari surat yang pertama dan ia mulai merasa bahwa syair yang dibuatnya jika
dilantunkan dengan baik bisa menggugah perasaan orang. Setelah itu ia mulai
mengumandangkan syair-syair itu di hadapan orang-orang Arab yang berkunjung ke
Kabah, dengan harapan akan ada orang yang mau menjadi muridnya. Ia mengatakan
bahwa apa yang diucapkannya adalah Alquran, yaitu kitab suci yang diturunkan oleh
Allah dalam bahasa Arab dan ditujukan kepada orang Arab.

4. Tidak sekali turun


Ternyata tidak mudah meyakinkan orang sebangsanya bahwa telah turun kitab
suci dalam bahasa Arab yang ditujukan kepada orang Arab. Sebaliknya mereka malah
mempertanyaan kebenaran pernyataan itu. Muhammad yang sudah terbiasa dengan
penderitaan sejak kecil, tidak mudah menyerah dan untuk lebih meyakinkan orang Arab
bahwa Alquran sungguh-sungguh kitab suci yang ditujukkan bagi orang Arab turunlah
ayat-ayat berikut, “(Inilah) Alquran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di
dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (39:28) “Sesungguhnya Kami menjadikan Alquran
dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya)” (43:3) “Sesungguh-nya Kami
mudahkan Alquran itu dengan bahasamu supaya mereka mendapat pelajaran.” (44:58)
Tidak cukup dengan menekankan bahwa Alquran disampaikan dalam bahasa
Arab, ayat berikutnya menegaskan kepada kelompok mana, Alquran itu ditujukan,

10
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Alquran dalam bahasa Arab supaya kamu
memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-
negeri) sekelilingnya.” (42:7)
Namun yang diketahui orang Arab pada waktu itu, kitab suci yang berasal dari
Allah hanya dimiliki oleh orang Yahudi yang menggunakan bahasa Ibrani dan orang
Katolik yang menggunakan bahasa Latin sehingga berita bahwa ada kitab suci untuk
bangsa Arab masih sulit dicerna. Untuk membantah anggapan yang salah, bahwa tidak
mungkin ada kitab suci untuk orang Arab, turunlah ayat berikut, “(Kami turunkan
Alquran itu) agar kamu (tidak) mengatakan, bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada
dua golongan (Yahudi dan Nasrani) saja.” (6:156)
Jika benar ada kitab suci dalam bahasa Arab, timbul pertanyaan, dari siapa kitab
suci itu diturunkan karena Tuhan yang disembah oleh orang Arab bukanlah Allah yang
disembah oleh orang Yahudi dan Katolik. Untuk menangkis ketidakpercayaan tersebut
turunlah ayat, “Katakanlah: Alquran itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia
di langit dan di bumi.” (25:6)
Dengan penjelasan itu mereka masih tetap bertanya, untuk apa kitab suci dalam
bahasa Arab itu diturunkan, dan untuk menjawab pertanyaan tersebut turunlah ayat, “Dan
demikianlah, Kami telah menurunkan Alquran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam
bahasa Arab.” (13:37)
Penjelasan demi penjelasan yang ditambahkan dalam ayat-ayat Alquran ternyata
belum juga menggerakan hati orang Arab untuk percaya sehingga turunlah ayat yang
menerangkan bahwa kedatangan Muhammad sebagai rasul sudah diberitakan dalam Injil,
“Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun sebelumku), yaitu Taurat
dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (61:6) Mendengar ayat tersebut, orang
Arab bukannya percaya tetapi malah berkomentar. Namun dengan sabar Muhammad
mendengarkan komentar itu dan memasukkannya ke dalam Alquran dalam ayat yang
berbunyi, “Kami tidak pernah mendengar hal itu dalam agama yang terakhir; ini
(mengesankan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan, mengapa Alquran
itu diturunkan kepadanya di antara kita?”

11
Kesal karena apa yang disampaikan tidak juga dipercaya, maka turunlah ayat
yang berisi ancaman, “Sebenarnya mereka ragu-ragu terhadap Alquran-ku, dan
sebenarnya mereka belum merasakan Azab-ku. (38:7-8)
Disamping mulai mengancam, ayat berikut juga menantang, “Dan jika kamu
(tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat
membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari
neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”
(2:23-24)
Karena masih juga belum berhasil mendapatkan pengikut, Muhammad semakin
berani menantang dan turunlah ayat, “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain.” (17:88)
Melihat Muhammad yang terus saja memperkenalkan Alquran, komentar orang
Arab meningkat menjadi cemoohan dan cemoohan itu juga dimasukkan di dalam Alquran
dalam ayat, “Bahkan mereka berkata (pula): (Alquran itu adalah) mimpi-mimpi yang
kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia
mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu
diutus.” (21:5)
Cemoohan lain juga dimasukan dalam ayat-ayat berikut, “Dan orang-orang kafir
itu berkata: Alquran ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh
Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain, maka sesungguhnya mereka telah
berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar.” (25:4) “Sehingga apabila mereka datang
kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Alquran ini tidak lain
hanyalah dongengan orang-orang yang dahulu.” (6:25) “Dan mereka berkata:
Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka
dibacakanlah dongangan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (25:5)
Tuduhan yang dilakukan oleh orang-orang Arab tersebut dibantah dalam ayat
berikut, “Dan kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu

12
tidaklah layak baginya. Alquran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi
penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang
hidup (hatinya) dan supaya pastilah ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir.” (36:69-
70) “Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: Sesungguhnya
Alquran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa
orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ajam
sedangkan Alquran adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (16:103)
Komentar yang dilontarkan juga menyangkut diri Muhammad sendiri yang
disampaikan dalam ayat-ayat, “Dan mereka berkata: Mengapa rasul ini memakan
makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang
malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?” (25:7)
“Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada
kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)-nya? Dan orang-orang yang zalim itu
berkata: Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir.”
(25:8)
Karena susah menghadapi orang sebangsanya, Muhammad mencoba berpaling
kepada orang Yahudi yang masih menunggu kedatangan seorang penyelamat, lalu
turunlah ayat, “Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugrahkan
kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu,
dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). Dan berimanlah kamu kepada apa
yang telah Aku turunkan (Alquran) yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat).
(2:40-41)
Untuk lebih meyakinkan orang Yahudi bahwa Alquran juga mengetahui persoalan
mereka, turunlah ayat-ayat, “Sesungguhnya Alquran ini menjelaskan kepada Bani Israel
sebagian besar dari (perkara-perkara) yang mereka berselisih tentangnya.” (27:76) “Dan
sebelum Alquran ini telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini
(Alquran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk peringatan
kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang
berbuat baik.” (46:12)
Ayat-ayat tersebut juga tidak mendapat tanggapan dari orang Yahudi, lalu orang-
orang Arab mulai memperhatikan bahwa ayat-ayat yang dibacakan Muhammad setiap

13
hari terus bertambah, yang berarti Alquran tidak sama dengan Kitab Taurat yang diterima
oleh Musa dari Allah dalam bentuk yang utuh sudah jadi dan komentar itu dimasukkan
dalam ayat, “Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa Alquran itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan
Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (25:32)

5. Nabi bagi orang Arab


Karena sudah berbulan-bulan membacakan ayat-ayat Alquran tetapi belum juga
ada seorang pun yang mau menjadi murid, melalui ayat berikut dicoba dijelaskan
hubungan antara Alquran dengan nabi yang membawakannya, “Dan jikalau Kami jadikan
Alquran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan:
Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah (patut Alquran) dalam bahasa asing
sedang (rasul adalah orang) Arab?” (41:44) “Kami tidak mengutus seorang Rasul pun,
melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka.” (14:4)
Mendengar ada orang Arab yang mengaku sebagai nabi, semakin banyak
komentar yang dilontarkan dan komentar itu juga dimasukkan dalam Alquran, “Dan
mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari
kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: Ini adalah seorang ahli sihir yang
banyak berdusta.” (38:4) “Orang-orang kafir berkata: Sesungguhnya orang itu
(Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir.” (10:2)
Namun komentar itu dibantah pada ayat berikut, “Dan temanmu (Muhammad) itu
bukanlah sekali-kali orang yang gila.” (81:22) “Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak
memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan
ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad)
tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi
peringatan bagi kamu sebelum (menghadap) azab yang keras.” (34:46) “Atau (apakah
patut) mereka berkata: Padanya (Muhammad) ada penyakit gila. Sebenarnya dia telah
membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.”
(23:70)

14
Komentar lain mengatakan kalau ada nabi dari orang Arab kenapa Muhammad
yang dipilih, “Dan mereka berkata: Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada
seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?” (43:3)
Ketidakpercayaan bahwa ada nabi dari orang Arab dicoba dijelaskan alasannya
pada ayat, “(Mereka tidak menerimanya) bahkan mereka terguncang karena telah datang
kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan) mereka sendiri, maka
berkatalah orang-orang kafir: Ini adalah suatu yang amat ajaib.” (50:2)
Orang Mekah malah mulai mencemooh kemampuan Muhammad dan cemoohan
itu yang disertai jawabannya juga dimasukkan dalam Alquran, “Dan mereka (orang-
orang musyrik Mekah) berkata: Mengapa tidak diturunkan kepadamu (Muhammad) suatu
mukjizat dari Tuhannya? Katakanlah: Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu
mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (6:37) “Dan mereka berkata:
Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari
Tuhannya? Maka katakanlah: Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu
tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang
menunggu.” (11:20) “Orang-orang kafir berkata: Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muahmmad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya? Katakanlah: Sesungguhnya Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat
kepada-Nya.” (13:27) ”Dan orang-orang kafir Mekah berkata: Mengapa tidak diturunkan
kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhan-nya? Katakanlah: Sesungguhnya mukjizat-
mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi
peringatan yang nyata.” (29:50) “Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan
ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah.” (14:38)
Kecewa karena orang yang mendengar ketika ayat Alquran dibacakan banyak
yang berpaling dan mereka menuduhnya tidak bisa mendatangkan mukjizat, ayat berikut
berusaha menghibur, “Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu,
maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat
mendatangkan mukjizat kepada mereka, (maka buatlah)” (6:35)
Tantangan membuat lubang di bumi atau tangga ke langit bukannya menghibur
tetapi menambah frustrasi, lalu turunlah ayat, “Sesungguhnya, Kami mengetahui
bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu

15
bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-
orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (6:33)
Sudah dua tahun lebih mencari murid dan belum juga mendapatkan seorang pun,
Muhammad tidak mundur karena dilihatnya mulai ada orang yang menikmati lantunan
ayat-ayat yang disampaikannya sehingga turunlah ayat, “Dan sekiranya ada suatu bacaan
(kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi
terbelah atau oleh karenanya orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Alquran
itulah dia)” (13:31)

6. Hijrah
Setelah sekitar tiga tahun terus membacakan ayat-ayat Alquran, mulai ada
beberapa orang yang bersedia menjadi pengikut dan mereka pada umumnya berasal dari
golongan orang miskin. Kepada mereka yang mau menjadi murid, Muhammad mengajar-
kan cara sembahyang dalam bahasa Arab. Sembahyang tersebut adalah sembahyang
menyembah kepada Allah bukan kepada al-Lata, dewa berhala bangsa Arab dan karena
itu sembahyang yang diajarkan harus menghadap ke arah kiblat, yaitu Bait Allah yang
ada di Yerusalem, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh orang Yahudi bahwa Allah
bersemayam di Bait Allah. Dan banyaknya sembahyang serta waktu sembahyang
disamakan dengan sembahyang yang dilakukan oleh orang Yahudi, yaitu dua kali sehari:
ibadat pagi dan ibadat petang.
Sembahyang itu mula-mula dilakukan di sekitar Kabah, tetapi setelah kegiatan
Muhammad dan pengikutnya menjadi perhatian kaum Quraisy, penguasa Mekah itu
kuatir bahwa kegiatan Muhammad dan pengikutnya akan merusak agama dan
kepercayaan kaum Quraisy. Untuk menghindari ketidaksukaan orang Quraisy,
Muhammad dan kelompoknya melakukan ibadat di siang hari di lembah-lembah di
sekitar Mekah dan di malam hari mereka berjaga-jaga sambil membaca Alquran. Di
samping kegiatan ibadat Muhammad juga mengajarkan mempraktikan pemberian
sedekah bagi orang miskin.
Ketika Muhammad sedang duduk-duduk bersama beberapa pengikutnya orang-
oarng Mukmin, yang dianggap rendah oleh kaum Quraisy, datanglah beberapa pemuka
Quraisy hendak berbicara dengan Muhammad, tetapi mereka mengusulkan supaya orang-

16
orang Mukmin itu diusir. Mengenang peristiwa itu turunlah ayat, “Dan janganlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang
mereka menghendaki keridaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun
terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun
terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga
kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (6:52)
Ketegangan antara kelompok Muslim dan suku Quraisy semakin meningkat
ketika sekelompok anggota Quraisy mendatangi kelompok Muslim yang sedang
melakukan ibadah di lembah sempit di Mekah dan pada peristiwa tersebut sepupu
Muhammad Sa’ad ibn Abi Waqqas menyerang salah seorang suku Quraisy dengan
rahang unta sehingga terluka. Setelah persitiwa penyerangan tersebut keluarga Quraisy
melakukan pemboikotan terhadap keluarga-keluarga yang mendukung kegiatan
Muhammad dan sejak saat itu keselamatan kelompok Muslim di Mekah mulai terancam.
Untuk menyelamatkan umatnya, Muhammad mencari tempat berlindung di luar
kota Mekah dan meminta kepada Raja Najjasyi dari Kerajaan Abesinia agar sudi
menerima orang Muslim. Setelah ada persetuan dari raja itu, pada tahun 616 berangkatlah
sekitar 83 Muslim bersama keluarga mereka, meninggalkan kota Mekah. Berita tentang
kepergian kaum Muslim itu juga sampai ke telinga suku Quraisy dan mereka segera
mengirim dua utusan ke Raja Najjasyi, menceritakan bahwa kaum Muslim telah
mengutuk kepercayaan penduduk Mekah, memecah belah masyarakat dan mereka
menghimbau kepada raja agar mengembalikan pendatang itu ke Mekah.
Jafar adalah salah satu anggota rombongan Muslim yang meninggalkan Mekah
dan setelah tiba di hadapan Raja Najjasyi, ia langsung membaca surat Maryam, yaitu
ayat-ayat Alquran yang sudah disiapkan oleh Muhammad. Surat itu berbunyi, “Maryam
berkata: Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang
manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina! Jibril berkata:
Demikianlah Tuhanmu berfirman: Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu
adalah suatu perkara yang sudah diputuskan. Maka Maryam mengandungnya, lalu ia
menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.” (19:20-22)

17
Raja Najjasyi yang beragama Kristen mendengar sendiri bahwa di dalam Alquran
ada ayat yang berisi pujian terhadap Maryam, ibu kandung Yesus. Ia menjadi terharu
sehingga hasutan yang datang dari utusan Quraisy tidak dihiraukannya lagi. Raja itu
mengijinkan rombongan Muslim untuk tinggal di negerinya dengan mendapatkan
perlindungan dari raja.
Setelah beberapa lama, situasi di Mekah ternyata tidak juga membaik dan hal itu
mendorong Muhammad untuk mencari pelindung baru. Ia segera pergi ke Taif,
mengunjungi tiga kerabatnya untuk meminta agar mereka menerima agama baru yang
diajarkan dan mengakui dirinya sebagai nabi. Namun permintaan itu ditolak mentah-
mentah dan mereka juga menyuruh beberapa budak untuk mengejar Muhammad yang
lari dan berlindung di sebuah kebun anggur. Beruntung Addas penganut agama Kristen
dari Ninive membantu Muhammad serta memberinya anggur.
Situasi yang semakim memburuk, mendorong Muhammad mencari kemungkinan
lain untuk menyelamatkan umatnya. Ketika para peziarah Arab dari luar kota datang ke
Mekah untuk mengadakan ritual tahunan mengelilingi Kabah di tahun 620, Muhammad
mengunjungi kemah-kemah pejiarah yang datang dari Yatrib dan membicarakan tempat
perlindungan bagi kaum Muslim. Para pejiarah tersebut terkesan dengan apa yang
disampaikan Muhammad dan mereka bersedia membantu melindungi umat Muslim. Dan
dengan dukungan dari orang Yatrib tersebut, pada bulan Juli dan Agustus 622 sebanyak
70 Muslim bersama keluarga mereka meninggalkan Mekah menuju Yatrib yang
kemudian dikenal sebagai Medinah.
Setelah kelompok itu pergi, hijrah dilanjutkan dalam kelompok-kelompok kecil
agar tidak menarik perhatian penduduk Mekah. Terhadap mereka yang tidak mau ikut
hijrah Muhammad membacakan ayat, “Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi
belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka,
sebelum mereka berhijrah.” (8:72) Tetapi Muhammad sendiri masih bertahan hidup di
Mekah.
Secara pribadi Muhammad masih merasa aman berada di Mekah karena ia
dilindungi oleh orang kuat dari dalam suku Quraisy. Namun setelah orang yang
melindunginya meninggal pada bulan Agustus 622 keselamatan Muhammad mulai
terancam. Suatu hari sekelompok pemuda mendatangi rumah Muhammad, tetapi orang

18
yang dicari sudah meninggalkan rumah itu bersama Abu Bakar dan bersembunyi di
sebuah gua selama tiga hari. Setelah aman kedua orang itu pergi ke Madinah
menggunakan unta. Untuk mengenang peristiwa pelarian tersebut Muhammad
membacakan ayat yang berbunyi, “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka
sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyirikin
Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: Janganlah kamu
berduka cita, sesungguhnya Allah berserta kita. Maka Allah menurunkan ketenangan-
Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan
kalimat Allah itulah yang tinggi.” (9:40)
Setelah tiba di Madinah, Muhammad membeli sebidang tanah dan membangun
masjid yang selesai dikerjakan pada bulan April 623. Bangunan masjid itu mempunyai
ceruk yang mengarah ke kiblat, yaitu Bait Allah yang terletak di Yerusalem.

7. Ibadat
Di Madinah, hidup tiga klan Yahudi, yaitu: Quraizah, Nadir, dan Qainuqa dalam
pemukimam yang berbeda. Mereka menyambut kedatangan kaum Muslim yang berhijrah
dari Mekah dengan tangan terbuka dan hijrah itu juga bisa dikatakan berhasil tidak lain
karena adanya bantuan dari orang-orang Yahudi. Pertolongan orang-oarng Yahudi
tersebut membuka jalan bagi kaum Muslim untuk menjalin kerjasama yang baik dengan
penduduk yang sudah lama tinggal di Madinah.
Dari pergaulan dengan orang Yahudi, kaum Muslim mengetahui bahwa orang
Yahudi melakukan ibadat siang pada hari Jumat sebagai persiapan menghadapi hari
Sabat. Menyesuaikan diri dengan kebiasaan tersebut, kaum Muslim pada waktu yang
sama juga berkumpul di masjid untuk melakukan sembahyang Jumat dan sejak saat itu,
sembahyang bagi kaum Muslim yang semula dua kali sehari ditambah menjadi tiga kali
sehari, yaitu pagi, siang, dan petang.
Dengan adanya masjid yang juga tempat tinggal Muhammad, kamu Muslim
berkumpul di masjid itu pada jam sembahyang untuk melakukan shalat bersama yang
dipimpin langsung oleh Muhammad. Tetapi karena belum ada jam, mereka yang hendak

19
sembahyang tidak datang pada waktu yang bersamaan dan untuk mengatasi hal itu,
Muhammad berencana menggunakan tanduk atau lonceng sebagai tanda bahwa waktu
sembahyang telah tiba. Rencana itu dibicarakan bersama sahabat-sahabatnya dan muncul
usul untuk menyerukan, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,” dan kemudian ada
tambahan lagi agar juga dikumandangkan, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Marilah kita menegakkan
shalat, marilah kita menegakkan shalat. Marilah kita menuju kemenangan. Allahu Akbar,
Allahu Akbar. Tiada Tuhan selain Allah.” Usul tersebut dipandang baik dan sejak saat itu
sebelum waktu sembahyang ada orang yang memanjat gedung tertinggi di dekat masjid
untuk mengumandangkan azan sebagai panggilan mengikuti shalat.
Sudah menjadi kebiasaan bagi orang Yahudi untuk membersihkan diri sebelum
menghadap Tuhan. Walaupun tidak tepat sama seperti yang dilakukan oleh orang
Yahudi, umat Islam juga diajarkan untuk membersihkan diri sebelum menghadap Tuhan
dan hal itu dituangkan dalam ayat, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamunlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan mempermudah nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
(5:6)
Ketika tiba waktunya bagi orang Yahudi untuk melakukan puasa menjelang
Peringatan Hari Penyelamatan, kaum Muslim juga melakukan puasa pada waktu yang
hampir bersamaan dan untuk menunjukkan kepada orang Yahudi bahwa agama baru
yang diajarkan oleh Muhammad juga sejalan dengan apa yang ada di dalam ajaran agama
Yahudi, kisah-kisah tentang tokoh-tokoh Yahudi juga dimasukkan ke dalam Alquran,
walaupun hanya sepotong-sepotong dan seringkali dalam versi yang berbeda.
Setelah menunjukkan bahwa apa yang dilakukan kaum Muslim tidak
menyimpang dari ajaran agama Yahudi, suatu hari Muhammad mendatangi salah satu
kelompok Yahudi yang tinggal di Madinah dan meminta kepada mereka untuk mau

20
mengakuinya sebagai nabi. Orang Yahudi memang masih menantikan datangnya seorang
nabi baru yang mereka sebut Mesias, namun mereka tidak melihat bahwa Muhammad
sesuai dengan ciri-ciri Mesias yang mereka nantikan dan dengan serta merta mereka
menolak permintaan Muhammad.
Setelah mendapatkan penolakan dari orang Yahudi, menjadi tidak ada gunanya
lagi menyelaraskan ibadat kaum Muslim dengan ibadat Yahudi dan Muhammad mulai
mencari bentuk ibadat yang lebih cocok bagi kaum Muslim. Puasa bagi kaum Muslim
dipindah ke bulan Ramadhan sedangkan jumlah sembahyang yang wajib bagi orang
Islam masih dipikirkan tetapi sudah pasti tidak lagi tiga seperti yang dilakukan oleh orang
Yahudi.
Di suatu malam, ketika sedang memikirkan perkembangan agama yang
diajarkannya, Muhammad merasa dibawa dengan menggunakan Buraq dari Kabah ke
Bait Allah dan pengalamannya itu dituangkan dalam ayat, “Maha suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (17:1)
Pada waktu itu belum ada Masjidil Haram karena Kabah dan sekitarnya masih
dikuasai penyembah berhala dan juga belum ada Masjidil Aqsha karena bangunan itu
masih bernama Bait Allah dan masih dikuasai oleh orang Yahudi. Tetapi Muhammad
sudah berpikir bahwa pijakan utama bagi agama yang dikembangkannya adalah Kabah
dan setelah itu menggunakan Bait Allah sebagai batu loncatan menuju kepada Tuhan.
Muhammad menceritakan perjalan batinnya menunggang Buraq dari Bait Allah
ke Sidratul Muntha di langit ketujuh dan di tempat itu ia mendapat penetapan bahwa
sembahyang untuk umat Islam adalah sebanyak lima kali dalam sehari semalam.
Pengalaman berkunjung ke Sidratul Muntaha dituangkan di dalam ayat, “Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu
yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad
melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliput oleh sesuatu yang meliputnya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhan-nya yang paling besar.” (53:1-22)

21
Perubahan cara beribadat agar tidak sama dengan agama Yahudi salah satunya
dilakukan dengan merubah kiblat yang tidak lagi mengarah ke Bait Allah. Dan suatu hari
Muhammad memerintahkan bahwa sembahyang Islam harus menghadap ke Kabah, yang
waktu itu masih dikuasai oleh suku Quraisy dan digunakan untuk menyembah berhala.
Perintah untuk menjadikan Kabah sebagai kiblat dimasukkan dalam ayat, “Aku hanya
diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya
suci dan kepunyaannyalah segala sesuatu.” (27:91) “Allah telah menjadikan Ka’bah ,
rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia.” (5:97)
Dengan dijadikannya Kabah sebagai kiblat, maka nasib Bait Allah yang dibangun
oleh Salomo (Nabi Sulaeman) lebih dari 1000 tahun sebelum Muhammad lahir, bukan
hanya ditinggalkan, tetapi keberadaannya sudah diremehkan dan ayat Alquran
menyebutkan, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat)
manusia, ialah Baitullah yang di Bakah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk
bagi semua manusia.” (3:96)
Perubahan kiblat tersebut menimbulkan pertanyaan di antara pengikut-
pengikutnya, tetapi pertanyaan itu dijawab dalam ayat, “Orang-orang yang kurang
akalnya di antara manusia akan berkata: Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam)
dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?
Katakanlah: Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendakinya ke jalan yang lurus.” (2:142)
Di dalam Alquran, perubahan kiblat itu juga dijelaskan alasannya, “Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhan-nya; dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (2:144)

8. Menjarah
Sebelum meninggalkan kota Mekah, sebagian dari mereka yang ikut hijrah ke
Madinah mempunyai pekerjaan dan mata pencarian, mereka tentu berharap, di tempat

22
yang baru mereka bisa meneruskan apa yang mereka biasa kerjakan sehingga hidup
mereka dan keluarganya bisa terus berkelanjutan. Tetapi ternyata tidak mudah mendapat
pekerjaan di kota kecil Madinah dan kesulitan dalam mencari sumber untuk membiayai
hidup mulai menjadi kekuatiran bagi kamu Muhajirin, yaitu sebutan bagi mereka yang
hijrah dari Mekah.
Menghadapi kesulitan tersebut, Muhammad berpaling kepada tradisi untuk
melakukan Gazw, yaitu tradisi penjarahan yang dilakukan penduduk di gurun pada waktu
mereka dalam kesulitan. Sebagai langkah pertama, di awal tahun 623, Muhammad
memerintahkan dua kelompok Muhajirin untuk menghadang kalifah Mekah yang sedang
dalam perjalanan menuju Syria. Namun penjarahan itu tidak membawa banyak hasil.
Pada bulan September tahun 623 Muhammad memimpin sendiri penjarahan
terhadap kafilah yang terdiri dari 2500 unta. Tetapi kafilah itu berhasil menghindar dan
untuk meningkatkan efektivitas penjarahan, pada bulan Maret 624 Muhammad
memimpin 350 tentara yang dilatihnya sendiri untuk menghadang kafilah Mekah
pimpinan Abu Sufyan. Muhammad dan rombongan itu menunggu kedatangan kalifah itu
di sumur Badar di dekat Laut Merah, tetapi sekali lagi kafilah itu berhasil meloloskan
diri.
Namun berita adanya penghadangan oleh Muhammad dan pengikutnya sampai
juga ke penguasa di Mekah yang segera mengirim tentara menuju Badar. Dan setelah
mendapat informasi bahwa tentara Mekah sedang menuju Badar, Muhammad dan
pengikutnya mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan perang. Muhammad
membacakan ayat, “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan
(perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong
kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (9:14)
Maka terjadilah perang Islam yang pertama dan perang itu dimenangkan oleh
kaum Muslim, yang pulang ke Madinah dengan membawa 150 ekor unta, 10 kuda, baju
baja serta peralatan perang lainnya dan tawanan 70 orang.
Berhasil dengan perang Badar, kaum Muslim mulai percaya akan kekuatan
mereka. Tidak lama kemudian Muhammad memerintahkan kaum Muslim untuk
mengepung perkampungan Yahudi, yang pernah menolak untuk mengakui bahwa
Muhammad adalah nabi. Pengepungan itu memaksa kaum Yahudi yang tinggal di

23
pemukiman tersebut segera meninggalkan pemukiman mereka dan di bawah ancaman
kaum Muslimin, orang-orang Yahudi di perkampungan itu terpaksa meninggalkan
banyak harta benda dan pindah ke Syria.
Peristiwa pengepungan dan pengusiran orang Yahudi tersebut masuk ke dalam
Alquran, “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari
kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin, bahwa benteng-benteng
mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah
mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka.
Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan
rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang
beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan.” (59:2)
Jika di waktu sebelumnya banyak ayat-ayat di dalam Alquran yang berusaha
menarik minat warga Yahudi, maka setelah terjadinya pengusiran tersebut, Alquran mulai
mencantumkan ayat yang menjelekkan orang Yahudi namun memuji orang Kristen,
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap
orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan
sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang
beriman ialah orang-orang yang berkata: Sesungguhnya kami ini orang Nasrani. Yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menyombongkan diri.” (5:82)
Karena ternyata juga tidak ada orang Kristen yang mau masuk Islam, Alquran
mencantumkan ayat, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih, pada hati dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka,

24
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah
sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (9:34-35)
Pada musim panas berikutnya Muhammad memerintahkan anak angkatnya Zaid
untuk menghadang kafilah Mekah yang membawa perak sebanyak 100.000 dirham.
Kafilah itu sedang beristirahat di sumur Badar ketika disergap dan mereka berlari
ketakutan, meninggalkan seluruh bawaan mereka. Bagaimana rampasan perang harus
dibagi, turunlah ayat, “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat
rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnus sabil.” (8:41) Sedangkan empat
perlima bagian lainnya dibagikan kepada mereka yang berperang.
Perampokan yang dilakukan kaum Muhajirin bukanlah perbuatan dosa dan rezeki
yang didatangkannya juga bukanlah barang haram, karena ada ayat, “Dan ingatlah (hai
para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi
(Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi
kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya
dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (8:26)

9. Perang
Perang yang selama itu telah dilakukan kaum Muslim, adalah akibat dari kegiatan
penghadangan dan perampokan, karena tujuan sesungguhnya adalah mendapatkan barang
rampasan untuk keperluan hidup. Tetapi kemenangan yang diraih dalam perang tersebut
telah menumbuhkan percaya diri pada Muhammad dan pengikutnya bahwa dengan
penyertaan Allah mereka bisa menghadapi musuh-musuh mereka. Maka semangat perang
yang terus dibangkitkan tidak lagi ditujukan semata-mata untuk mendapatkan barang
jarahan tetapi untuk menegakkan agama Allah dan turunlah ayat, “Hai nabi, perangilah
orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.
Tempat mereka adalah neraka jahanam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat
kembali.” (66:9)
Menyaksikan perkembangan Muhammad dan para pengikutnya, kaum Quraisy
sangat kuatir dan untuk mencegah bahaya yang lebih besar, pada tanggal 11 Maret 623,
penguasa di Mekah memerintahkan menyerang Madinah dengan mengirim 3000

25
pasukan, menggunakan 3000 unta dan 200 kuda. Untuk menjawab tantangan tersebut
Muhammad membacakan perintah Allah yang berbunyi, “Hai nabi, kobarkanlah
semangat para Mukmin itu untuk berperang.” (8:65)
Hubungan antara Allah dengan mereka yang mau ikut berperang diterangkan
dalam ayat, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah,
lalu mereka membunuh dan terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
itulah kemenangan yang besar. (9:111)
Setelah segala persiapan bisa dirampungkan, pada tanggal 22 Maret Muhammad
menunggang kuda memimpin sendiri sekitar 1000 orang menuju Uhud yang terletak
sekitar 20 mil dari Madinah, untuk menghadang tentara Mekah. Namun karena jumlah
yang tidak seimbang, tentara Muslim lari pontang panting setelah dipukul oleh tentara
Mekah. Ketika Muhammad berusaha mencegah pengikutnya melarikan diri, ia dipukul
hingga pingsan sehingga tersiar kabar bahwa Muhammad telah tewas. Orang-orang
Mekah yang mendengar bahwa Muhammad telah tewas, merasa tidak perlu lagi
meneruskan perang itu dan mereka kembali ke Mekah. Setelah dihitung, perang itu telah
menewaskan 22 orang Mekah dan 65 orang Muslim.
Muhammad yang segera siuman setelah perang dihentikan, melakukan evaluasi
atas kegagalan pasukannya melawan tentara Mekah. Salah satu dugaannya adalah
banyaknya warga Muslim yang enggan ikut ambil bagian dalam perang melawan
pasukan Mekah, maka turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya
apabila dikatakan kepadamu: Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kamu
merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di
dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.” (9:38)
Kepada orang yang tidak mau ikut berperang juga disampaikan ayat yang berisi
ancaman, “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu
dengan siksa yang pedih dan diganti-Nya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak
akan dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun.” (9:39)

26
Tidak cukup dengan ancaman tersebut, ayat berikutnya masih berbicara tentang
orang yang tidak mau ikut berperang, “Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut
berperang) itu, merasa gembira dengan ditinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan
mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka
berkata: Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini. Katakanlah:
Api neraka jahanam itu lebih sangat panas (nya), jikalau mereka mengetahui.Maka
biarlah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang
mereka kerjakan.” (9:81-82)
Hukuman bagi mereka yang tidak mau ikut berperang tidak bisa ditebus dengan
jalan ikut berperang pada kesempatan berikutnya, karena ada ayat, “Maka jika Allah
mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin
kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah: Kamu tidak boleh keluar
bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku.
Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu
duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (9:83)
Kekesalan terhadap mereka yang tidak mau ikut berperang tidak hanya
dilampiaskan dalam bentuk ancaman neraka bahkan perlakukan terhadap mayat orang
tersebut jika meninggal juga dinyatakan dalam ayat, “Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu
berdiri (mendoakan) di kuburannya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan
Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan pasik.” (9:84)
Hukuman terhadap mereka yang tidak mau ikut berperang bahkan harus dipikul
oleh keturunan mereka, “Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik
hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dan mengazab mereka di dunia dengan harta
dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.” (9:85)
Suku Quraisy yang mengikuti perkembangan di Madinah setelah perang Uhud
menjadi semakin cemas. Karena itu pada bulan Maret 627 mereka mengirim tentara yang
berjumlah 10.000 orang untuk segera menuju Madinah. Menghadapi serangan yang akan
segara muncul, Muhammad hanya mampu mengumpulkan 3000 orang di Madinah.
Jumlah tersebut terlalu sedikit untuk bisa melawan tentara Mekah. Karena itu agar tentara

27
Mekah tidak bisa masuk ke Madinah, Muhammad menginstruksikan untuk membuat
parit di sekeliling Madinah.
Ketika tentara Mekah tiba di luar kota Madinah pada tanggal 31 Maret 627,
mereka tidak bisa melewati parit yang sudah selesai dibuat. Lalu suku Quraisy
memanfaatkan sekutu mereka, kaum Yahudi dari klan Quraizah untuk menyerang kaum
Muslim. Namun suku Yahudi tersebut berhasil dikalahkan dan mereka semua
dimusnahkan dengan cara dibantai.
Ketika perang belum selesai, kaum Muslim sudah berhasil menawan orang
Mekah dan adanya tawanan tersebut dilaporkan kepada Muhammad. Tetapi turunlah
ayat, “Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. (8:67)
Penjarahan atas kafilah Mekah yang semula dimaksudkan untuk menghidupi
mereka yang mengungsi dari Mekah sudah berhasil mengcaukan perdagangan di Mekah
dan untuk memperkuat posisi ekonominya, Muhammad mulai menggerakan perdagangan
langsung antara Madinah dan Syria. Perkembangan tersebut juga akhirnya menarik lebih
banyak orang Mekah untuk pindah ke Madinah yang dengan demikian menempatkan
Madinah sebagai blokade atas kegiatan ekonomi Mekah. Akibat dari perkembangan
tersebut, secara bertahap kegiatan ekonomi di Madinah menjadi semakin kuat sedangkan
di Mekah menjadi semakin lemah.

10. Menguasai Mekah


Pada bulan Maret 628 terjadi perubahan pendekatan yang dilakukan Muhammad
dalam menghadapi suku Quraisy, ia tidak lagi memerintahkan perang tetapi memutuskan
untuk berjiarah ke Kabah dengan mengajak para sahabatnya. Dalam jiarah tersebut kaum
Muslim mengenakan jubah putih tradisional bangsa Arab dan tidak membawa senjata
karena ekspedisi itu bukanlah ekspedisi perang. Muhammad mengajak istrinya Ummu
Salamah. Para peziarah mengumpulkan 70 ekor unta yang akan dikurbankan menurut
ritual kuno.
Suku Quraisy tidak melakukan penyerangan terhadap rombongan kaum Muslim
tetapi mereka menghalangi kaum Muslim untuk berjiarah di Kabah. Sesungguhnya kaum
Quraisy tidak berhak melarang penjiarah yang datang karena Kabah terbuka untuk

28
umum, namun Muhammad berusaha bersikap lunak dalam menghadapi suku Quraisy, ia
bersedia membatalkan niatnya berjiarah, tetapi meminta suatu perjanjian bahwa pada
tahun berikutnya, pada waktu kaum Muslim datang ke Mekah, kaum Qurasy diminta
meninggalkan Mekah agar kaum Muslim bisa berjiarah dengan aman.
Muhammad beserta rombongannya kembali ke Madinah dan tahun itu jiarah batal
dilakukan. Namun langkah Muhammad membawa rombongannya mengikuti ritual Arab
kuno sudah menunjukkan kepada bangsa Arab bahwa agama baru yang diajarkannya
tidak menyimpang dari tradisi agama leluhur mereka.
Sesuai dengan perjanjian tahun sebelumnya, pada bulan Maret 629 Muhammad
memimpin ziarah ke Kabah beserta 2600 umat. Suku Qurasy menepati janji mereka tidak
mengganggu kaum Muslim yang melakukan jiarah dengan menyingkir dari Mekah
selama jiarah itu dilakukan.
Setelah berhasil melakukan jiarah mengikuti tradisi Arab kuno tidak berarti
perjuangan Muhammad sudah selesai dan pada bulan Januari 630 Muhammad memimpin
10.000 tentara menuju Mekah. Alasan perang tersebut dijelaskan melalui ayat,
“Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpahnya (janjinya),
padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir rasul dan merekalah yang
pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka
padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (9:13)
Dan apa yang harus dilakukan dengan perang itu dijelaskan dalam ayat, “Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat
mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika
mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan
bagi orang-orang kafir.” (2:191)
Menghadapi serbuan kamu Muslim, penguasa Mekah tidak bisa berbuat banyak
dan mereka membiarkan Muhammad menghancurkan semua berhala yang ada di sekitar
Kabah yang menjadi akhir dari era penyembahan berhala di tanah Arab. Dan untuk
selanjutnya, yang harus disembah hanyalah Allah. Selain perubahan dari berhala menjadi
Allah tidak banyak yang berubah, karena penyembahan itu dilakukan di tempat yang

29
sama dan dengan cara yang hampir sama seperti yang pernah dilakukan dalam tradisi
Arab kuno.
Pada bulan haram menurut tradisi Arab kuno tidak boleh ada perang karena itu
untuk membersihkan kota Mekah dari orang-orang kafir masih harus menunggu
berlalunya bulan-bulan haram. Apa yang harus dilakukan selewat bulan haram telah
diinstruksikan oleh Muhammad melalui ayat, “Apabila sudah habis bulan-bulan haram
itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan
tangkaplah mereka. Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (9:5)
Akhirnya Islam bisa menguasai seluruh kota Mekah dan dengan bangga
Muhammad membacakan ayat, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Alquran ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut
kepada Allah.” (59:21) dan tentang Islam ia membacakan ayat, “Sesungguhnya Agama
(yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (3:19)
Jika pada ayat sebelumnya disebutkan bahwa Alquran ditujukan kepada penduduk
Mekah maka setelah berhasil menguasai Mekah dan sekitarnya, kepada siapa Alquran
ditujukan mengalami perubahan yang dinyatakan dalam ayat, “(Alquran) ini adalah
penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa.” (3:138) Namun perubahan tersebut tidak membatalkan ayat sebelumnya
karena kata-kata Tuhan yang sudah diucapkan tidak bisa diubah seperti diterangkan pada
ayat, “Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu (al-
Quran). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimatnya.” (18:27)

Wanita
Dalam tradisi Arab kuno, wanita mempunyai kedudukan yang terhormat yang
setara dengan kaum pria dan hal itu mudah dilihat pada kisah seorang Kahdijah yang
telah dua kali menikah dan kemudian memilih hidup menjadi janda. Khadijah tidak
bergantung pada belas kasihan laki-laki karena ia mempunyai penghasilan yang cukup
dari usahanya berdagang dan bahkan bisa mempekerjakan laki-laki. Dengan menerima
Muhammad sebagai pegawainya, Kahdijah membuktikan bahwa ia bisa dan mampu

30
menjadi pemimpin bukan hanya bagi sesama kaum perempuan tetapi juga menjadi
pemimpin bagi kaum laki-laki.
Di dalam membina rumah tangga, tradisi Arab kuno juga memberi tempat yang
terhormat bagi kaum perempuan dan hal itu juga bisa dilihat dalam cerita Khadijah
setelah menikah dengan Muhammad. Dari pernikahan itu lahir 2 orang putra, yang
meninggal ketika masih kecil dan 4 orang putri. Perbedaan usia yang cukup besar antara
Muhammad dan istrinya serta kedudukan ekonomi Kahdijah yang lebih kuat dibanding
suaminya tidak menghalangi rumah tangga itu untuk meraih kebahagiaan. Rumah tangga
itu menurut cerita yang beredar hingga sekarang tidak pernah terganggu dengan adanya
perempuan lain yang menarik hati Muhammad dan Muhammad tampak sangat
menghormati istrinya dan sikap Muhammad terhadap perempuan terutama terhadap
istrinya tidak berubah hingga Khadijah meninggal pada tahun 616.
Sebagai seorang pria yang baru berusia 46 tahun dan sudah menjadi pemimpin
umat, adalah wajar bahwa Muhammad yang sudah mempunyai 4 orang putri mengambil
seorang janda berusia 30 tahun yang bernama Saudah untuk menggantikan kedudukan
yang ditinggalkan Kahdijah. Saudah diceritakan sebagai sorang wanita yang pandai
mengatur rumah tangga. Namun dengan mengambil seorang janda lagi sebagai ganti
istrinya yang meninggal, berarti Muhammad belum pernah menikah dengan seorang
gadis seumur hidupnya.
Usia Muhammad ketika itu sudah mencapai 50 tahun dan tentu menjadi
pertanyaan apakah ia masih mampu memikat seorang gadis untuk menjadi istrinya?
Namun rupanya bukan itu cara yang dipilih Muhammad. Abu bakar pengikut dekatnya
mempunyai gadis kecil yang bernama Aisyah yang baru berusia 6 tahun dan gadis kecil
itu diikatnya dalam sebuah pertunangan. Ketika Aisyah masih berusia 9 tahun
dilangsungkanlah pernikanan antara Muhammad yang masih berisitri Saudah, dengan
Aisyah. Namun karena Aisyah belum akil baliq maka kesempurnaan perkawinan itu
masih menunggu saat Aisyah mendapat menstruasi. Dengan mengambil Aisyah yang
masih kanak-kanak sebagai istrinya, Muhammad mendapat istri yang masih sangat
perawan.
Dengan bertambahnya usia, kebutuhan seksual Muhammad ternyata tidak
berkurang sehingga dua istri yang sudah dimilikinya belumlah cukup dan sekitar tahun

31
625 ia kembali mengambil tambahan satu istri lagi, yaitu seorang janda yang suaminya
telah meninggal. Janda itu bernama Hafsyah, berusia 18 tahun, berparas cantik dan
pandai. Ketiga istri-istri tersebut masing-masing diberinya satu ruangan di samping
Masjid di mana Muhammad tinggal dan setiap malam Muhammad tidur berpindah di
antara istri-istrinya secara bergiliran.
Pada tahun 623 Muhammad memimpin ekspedisi melawan klan Mutaliq, mereka
dihadang di sumur Mutahirin, di pantai Laut Merah, sebelah barat laut Madinah,
kelompok itu melarikan diri serta meninggalkan 2000 unta, 5000 domba dan kambing,
dan 200 wanita. Salah satu dari wanita itu adalah Juwariah, putri pemimpin klan itu.
Aisyah yang ikut dalam ekspedisi itu cemas karena wanita itu begitu cantik dan ia
menyaksikan sendiri bagaimana perempuan itu berhadapan dengan Muhammad serta
melakukan tawar menawar soal tebusan. Muhammad menawarkan menikahinya asal
Juwariah mau masuk Islam.
Setelah perang Uhud, sekitar tahun 625, Muhammad menambah satu istri lagi
sehingga seluruhnya berjumlah empat orang dan bilik di samping masjid tempat tinggal
Muhammad ditambah menjadi empat untuk tempat tinggal ke empat istri-istrinya. Istri
baru itu bernama Zainab bin Kuzainah, janda seorang martir perang Badar. Namun pada
bulan januari 626 istri barunya itu yang baru dinikahi delapan bulan, meninggal dan
beberapa bulan kemudian Muhammad mendekati janda sepupunya. Wanita itu bernama
Salamah dan dipanggil Ummu Salamah berusia 29 tahun dan dijadikan istri keempatnya
menggantikan posisi yang ditinggalkan Zainab.
Tindakan Muhammad mengambil istri lebih dari satu orang tidak lepas dari ajaran
Islam, karena di dalam Alquran ada ayat, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.” (4:3)
Tentu yang boleh diambil sebagai istri bukan hanya perempuan yatim dan
Muhammad menyarankan untuk mengambil perempuan merdeka jika mampu tetapi jika
tidak mampu masih ada jalan keluar yang diambil, yaitu mengawini budak sendiri atau

32
budak orang lain dan aturan tersebut dinyatakan dalam ayat, “Dan barangsiapa di antara
kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita
merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman dari budak-budak yang
kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebagian kamu adalah sebagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka dan berilah maskawin mereka
menurut yang patut. (4:25)
Muhammad mengajarkan untuk tidak mengawini perempuan yang bersuami dari
orang yang merdeka. Tetapi larangan itu tidak berlaku jika wanita tersebut adalah budak
yang dimiliki dan aturan tersebut dinyatakan dalam ayat, “Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. (4:24)
Jika kebutuhan laki-laki tidak bisa dipuaskan dengan cara mengawini budak yang
dimiliki, masih ada jalan yang ditunjukkan oleh Muhammad melalui ayat berikut, “Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu
untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.” (4:24) Artinya setelah mencampuri
seorang perempuan dan membayar maharnya maka perbuatan itu tidak termasuk
perbuatan zina.
Bagaimana seorang laki-laki harus memperlakukan isri-istrinya juga dijelaskan
oleh Muhammad dalam ayat, “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki.” (2:223)
Istri yang bagi laki-laki hanyalah tempat bercocok tanam juga harus patuh kepada
suami dan jika ada istri yang tidak patuh, Muhammad mengajarkan apa yang harus
dilakukan, “Sebab itu wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-
wanita yang kamu khawatirkan nusyusnya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (4:34) Artinya, jika

33
ada suami yang meragukan kesetiaan istrinya maka istrinya itu harus dinasihati dan jika
tidak cukup dengan nasihat maka wanita itu harus dipukul.
Kepada wanita yang bukan hanya diragukan kesetiaannya tetapi dituduh sudah
melakukan perbuatan keji, akan medapatkan nasib yang menyedihkan sampai ajal
menjemputnya dan mengenai hal itu ada ayat, “Dan (terhadap) para wanita yang
mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat saksi di antara kamu (yang
menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah
mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah, sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai
Allah memberi jalan yang lain kepadanya.” (4:15)
Alquran sudah menyebutkan bahwa laki-laki boleh mengambil empat istri dan
Muhammad sendiri sudah mempunyai empat istri. Ketika Muhammad masih ingin
menambah satu istri lagi ayat yang sudah tercantum di dalam Alquran tidak diubahnya
tetapi ayat itu juga tidak dianggapnya menjadi penghalang. Namun karena yang ingin
diambil menjadi istrinya adalah istri dari anak angkatnya sendiri maka persoalannya
menjadi agak rumit.
Cerita tentang anak angkat itu berawal ketika Kahdijah menghadiahkan
Muhammad, seorang budak sebagai hadiah perkawinan. Budak yang masik anak-anak
itu bernama Zaid ibn Hartsah, berasal dari suku Kalb dari Arab Utara. Kemudian
hubungan budak itu sangat dekat dengan tuannya dan ketika keluarganya mau menebus,
ia memilih tetap tinggal bersama Muhammad dan atas sikapnya itu Muhammad
membebaskannya dan mengubah statusnya menjadi anak angkatnya.
Setelah itu ada lagi seorang budak perempuan yang dimerdekakan oleh
Muhammad yang bernama Ummu Aiman. Hal itu terjadi setelah Muhammad menjadi
pemimpin Islam dan alasan pembebasan itu karena Ummu Aiman menyatakan masuk
Islam. Pada waktu pembebasan budak itu Muhammad berkata, “Barang siapa yang ingin
menikah dengan wanita ahli surga, maka menikahlah dengan Ummu Aiman.”. Zaid
mendengar apa yang dikatakan Muhammad dan walaupun usia Ummu Aiman jauh lebih
tua, tetapi Zaid meminta agar Muhammad mengijinkannya kawin dengan Ummu Aiman
dan dari perkawinan itu lahirlah Usamah yang menjadi cucu pertama Muhammad.
Setelah Hijarah ke Madinah, dengan alasan usia yang tidak sepadan, Muhammad
menyarankan agar Zaid menceraikan istrinya Ummu Aiman dan mengambil istri yang

34
lebih sebaya dan Muhammad menawarkan kepada Zaid untuk mengambil Zainab.
Sebenarnya Zainab yang masih sepupu Muhammad keberatan karena Zaid pendek dan
gemuk tetapi karena saran itu datang dari Muhammad maka Zainab akhirnya setuju.
Tidak lama setelah perkawinan antara Zaid dan Zainab, rupanya sepupu
perempuannya itu, yang sudah menjadi istri anak angkatnya, menarik perhatian
Muhammad, tetapi tentu tidak sepantasnya ia mengingini istri dari anak angkatnya
sendiri. Zaid bisa membaca apa yang diharapkan ayah angkatnya dan Zaid menyatakan
keinginannya melepas istrinya. Namun hal itu dicegah oleh Muhammad. Dan atas
peristiwa itu turunlah ayat, “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang
Allah telah memberi nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, sedangkan kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakan-Nya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.” (33:37)
Ayat tersebut menyatakan bahwa himbauan Muhammad kepada Zaid agar tidak
menceraikan istrinya sesungguhnya tidak sejalan dengan apa yang ada di dalam lubuk
hatinya karena sesungguhnya Muhammad menginginkan Zainab dan memang akhirnya
Zaid menceraikan Zainab. Maka setelah lepas dari Zaid, bekas istri anak angkatnya itu
diambil oleh Muhammad untuk menambah jumlah istrinya dan untuk membenarkan
tindakannya itu turunlah ayat, “Maka tatkala zaid telah mengakhiri keperluannya
terhadap isrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada
keberatan bagi orang Mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah
ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (33:37)
Pada tahun 629 ketika usianya sudah mencapai sekitar 60 tahun, Muhammad
mendapat hadiah seorang budak, gadis cantik penganut Kristen Koptik yang bernama
Maryam. Untuk menghidari kecemburuan istri-istrinya, Muhammad tidak menempatkan
istri barunya tersebut tinggal di dekat istri-istrinya yang lain. Istri barunya itu diberi
tempat agak jauh di pinggiran kota Madinah. Dan dari hubungannya dengan Maryam,
Muhammad mendapat satu anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim.
Mempunyai banyak istri dan berlaku adil bukanlah perkara yang mudah dan
kesulitan itu juga dialami oleh Muhammad sehingga turun ayat, “Kamu boleh

35
menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu)
dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu
ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tiada
dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan
mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan
kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu.” (33:51)
Ayat tersebut ada setelah terjadi percekcokan di antara istri-istri Muhammad sehingga
selama sebulan ia tidak menggauli istri-istrinya dan bahkan mengancam akan
menceraikan mereka.
Karena istri-istrinya berani melakukan sesuatu yang bisa dikatakan membangkang
terhadap nabi, Muhammad melakukan introspeksi dan untuk kembali menyenangkan
istri-isterinya ia meminum madu sebagai obat kuat. Namun timbul keraguan dalam
dirinya apakah meminum obat kuat termasuk perbuatan yang halal dan karena ragu-ragu
ia menghentikan meminum madu tersebut. Tetapi kemudian turun ayat, “Hai, nabi,
mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari
kesenangan hati istri-istrimu?” (66:1)
Akhirnya memang tidak ada seorang pun dari istri-istrinya yang diceraikan dan
malah Muhammad menuntut kesetiaan dari istri-istrinya bukan hanya selama ia hidup
tetapi selama istri-istrinya itu hidup di dunia ini dan hal itu dinyatakan dalam ayat, “Dan
tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar
(dosanya) di sisi Allah.” (33:53)
Di bandingkan di zaman Arab kuno atau di zaman Khadijah masih hidup, nasib
perempuan dalam Islam, mengalami perubahan yang sangat besar. Perubahan itu bukan
hanya harus dialami ketika kaum perempuan masih hidup di dunia ini, tetapi juga setelah
mereka meninggal, seperti diungkapkan dalam ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang
bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis
remaja yang sebaya.” (78:31-33) Alquran tidak pernah menyebut ada surga untuk kaum
perempuan dan jika pun ada perempuan di surga yang disinggung dalam Alquran,
hanyalah menjadi hiburan bagi laki-laki yang bertakwa.

36
Organisasi
Setelah Muhammad mulai mempunyai banyak pengikut, sebagian dari pengikut
tersebut ternyata berasal dari kalangan keluarga dekatnya. Mereka adalah: Ali ibn Ali
Thalib, sepupunya, Zaid ibn Haritsah, anak angkatnya, empat puterinya. Abu Thalib,
pamannya tidak mau ikut bergabung, namun ia tetap sebagai salah seorang pemimpin
klan Hasyim, ia memberi perlindungan kepada Muhammad. Kemudian ikut juga
sepupunya Abdullah ibn Jahsy, Zainab, Ubaidah, Ummu Fadl dan Ummu Salamah istri-
istri dari pamannya, Asmi istri Ja’far, Safiyah bint Abdul Muthalib bibinya. Tetapi
pamannya Abbas dan Hamzah menolak masuk Islam dan tidak semua anggota keluarga
Muhammad mau ikut, bahkan Abu al-As yang menikah dengan Zainab puteri
Muhammad tetap menolak masuk Islam. Abu al-As mendapat desakan dari anggota
keluarganya agar menceraikan istrinya Zainab. Namun Abu al-As tidak mau menceraikan
Zainab dan tetap menolak menjadi Islam. Perpecahan menyebar di beberapa keluarga,
klan, dan bahkan suku.
Orang pertama yang masuk Islam yang berasal dari luar keluarga adalah Attiq ibn
Usman yang kemudian dikenal dengan nama Abu Bakar dan setelah masuk Islam, Abu
Bakar berhasil mengajak Khalid ibn Sa’id untuk juga ikut bergabung. Setelah jumlah
umat Muslim di Madinah bertambah banyak, pengelompokan berdasarkan hubungan
darah tetap berlaku di samping pengelompokan baru berdasarkan iman. Karena itu
muncul kelompok Muhajirin, yaitu umat Muslim yang hijrah dari Mekah ke Madinah dan
kelompok Ansar, yaitu mereka yang tinggal di Madinah dan sudah sejak lama berada
dalam ikatan suku.
Prinsip kepemimpinan yang dianut untuk menyatukan kelompok-kelompok
tersebut adalah ketaatan seperti dinyatakan dalam Alquran, “Wahai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Alquran) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. ” (4:59) Selama hidupnya Muhammad adalah pemimpin tunggal bagi semua
umatnya dan setelah menguasai Mekah sistem pemerintahan yang dijalankannya adalah
sistem Khalifah yang berkuasa mutlak atas nama Allah.

37
Islam menempatkan laki-laki lebih tinggi dari perempuan dalam berorganisasi dan
Alquran melarang mengangkat perempuan menjadi pemimpin seperti disebutkan dalam
ayat, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (4:34)
Ketika suatu wilayah yang juga berpenduduk Yahudi dan Kristen berhasil
dikuasai oleh Islam, ternyata tidak seluruh umat Yahudi dan Kristen dapat di-Islamkan
dan untuk menjaga kepemimpinan Islam di wilayah tersebut diturunkanlah ayat, “Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu).” (5:51)
Kepada mereka yang tidak memeluk agama Islam dan hidup dalam wilayah yang
diperintah oleh kekuasaan Islam diwajibkan membayar jizyah atau uang keamanan dan
mereka harus menyatakan tunduk kepada penguasa. Dengan konsep bermasyarakat
seperti itu maka mereka yang tidak beragama Islam dan tinggal di wilayah yang dikuasai
Islam tidak akan menjadi bagian dari bangsa karena mereka tidak punya hak atas
pemerintahan dan mereka menjadi warga negara kelas dua.

Musuh yang harus diperangi


Setelah Islam berhasil menguasai Mekah dan sekitarnya melalui serangkaian
perang, dan berhasil menghancurkan berhala-berhala di Mekah, tidak berarti perang yang
harus dilakukan oleh Islam sudah selesai, karena ayat Alquran untuk selamanya
menyerukan, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)
kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Alkitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.” (9:29)
Bagi orang Yahudi dan Kristen, setelah mau membayar uang keamanan dan
menyatakan patuh kepada penguasa Islam, boleh meneruskan tinggal di wilayah yang
dikuasai Islam, walaupun sebagai warga negara kelas dua, tanpa harus takut diperangi,
karena mereka tidak menjadi musuh Islam. Tetapi orang yang bukan kelompok Yahudi

38
dan Kristen harus lebih waspada agar tidak termasuk mereka yang menjadi musuh Islam
dan harus diperangi.
Secara sepintas untuk tidak menjadi target yang diperangi Islam ukurannya jelas
yaitu tidak makan babi, karena babi diharamkan dalam Islam. Namun ternyata
menyatakan makanan yang haram dan tidak haram tidaklah terlalu mudah terutama
produk makanan yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi tinggi karena unsur
babi dalam makanan tersebut tidak bisa dilihat oleh orang awam.
Lebih sulit lagi tentu membedakan mereka yang sungguh-sungguh beriman
kepada Allah dan mereka yang tidak beriman kepada Allah atau yang tidak sungguh-
sungguh beriman kepada Allah. Dan jika mereka harus diperangi maka akan muncul
saling curiga dan saling tuduh di antara sesama anggota masyarakat yang sudah sama-
sama menganut agama Islam, karena suatu kelompok bisa mengatakan bahwa cara
beribadat yang dilakukan kelompok lain menyiratkan tidak beriman kepada Allah.
Fenomena saling tuduh dan saling mengkafirkan di dalam masyarakat Islam mulai
terjadi setelah Muhammad meninggal dan hal itu menunjukkan bahwa organisasi
bermasyarakat yang dibangun Islam menciptakan pertentangan kelompok yang tidak
akan pernah selesai, yaitu pertentangan antara mereka yang mengaku beriman dan
mereka yang dituduh tidak beriman atau kafir.

Akhir perjalanan hidup


Diawali dengan membacakan ayat-ayat Alquran sebagai orang yang buta huruf,
menjelang akhir hidupnya di dunia, Muhammad tetap buta huruf, namun ia bangga telah
menjadi rasul bagi orang yang buta huruf dan mampu mengajarkan mereka kitab, seperti
dijelaskan dalam ayat, “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah).” (62:2)
Ada dua kitab yang disebut dalam Alquran yang harus menjadi pegangan bagi
umat Islam, yaitu Alquran dan Hikmah. Kitab yang pertama yaitu Alquran sudah
disampaikan secara lisan oleh Muhammad sendiri dan kitab itu setara dengan Taurat yang
berisi ucapan Allah sedangkan kitab yang kedua yaitu Hikmah dimaksudkan sebagai
kitab yang setara dengan Injil. Karena Injil berisi tentang riwayat hidup Yesus, maka

39
Hikmah juga akan berisi riwayat hidup Muhammad dan sama seperti Injil yang ditulis
setelah Yesus disalibkan maka Hikmah juga walau sudah disebut di dalam Alquran tetapi
masih harus ditulis oleh orang lain setelah Muhammad meninggal.
Pada tanggal 3 Maret 632 Muhammad didampingi semua istri-istrinya, tiba di
kota Mekah dari Madinah memimpin rombongan pejiarah untuk melakukan ritual Arab
kuno di Kabah dan tempat-tempat suci di sektar Bukit Arafah. Pada saat itu tidak ada lagi
orang yang melakukan tawaf karena seluruh pejiarah adalah umat Islam yang melakukan
ritual haji, yaitu ritual baru yang berbeda namanya tetapi isinya nyaris sama dengan ritual
Arab kuno.
Seusai memimpin perjalanan haji dan kembali ke Madinah kesehatan Muhammad
menurun, ia mengalami sakit kepala, lalu sering membelitkan kain di kepalanya dan juga
sering pingsan. Suatu hari ia roboh ketika sedang berada di pondok Maimunah dan istri-
istrinya segera memapahnya ke tempat Aisyah dan tidak lama kemudian ia meninggal
ketika sedang berbaring di pangkuan Aisyah.
Pada waktu itu umur Aisyah baru 20 tahun dan dengan kematian suaminya ia
sudah menjadi janda. Namun ia tidak boleh menikah lagi seumur hidupnya karena sudah
ada larangan dalam Alquran yang menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun pria yang
boleh menikahi bekas istri nabi.
Sampai meninggal, Muhammad tidak menunjuk seorang pengganti sehingga ada
kesulitan dalam memilih siapa yang akan menjadi Khalifah Islam pertama setelah
Muhammad. Dari ayat yang mengatur bahwa umat harus taat kepada pemimpin bisa
disimpulkan bahwa pemimpin bukanlah dipilih oleh umat secara demokratis. Tetapi
mencari pengganti Muhammad dari keturunannya juga menemui kesulitan karena semua
keturunannya yang sudah dewasa hanyalah perempuan sedangkan Alquran mengatur
bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin.
Sebagian mengusulkan Abu Bakar, tetapi kaum Ansar mengusulkan Sa’d ibn
Ubadah dan keluarga nabi mengusulkan Ali tetapi akhirnya yang dipilih adalah Abu
Bakar. Dalam pidato yang diucapkan setelah resmi menjadi Khalifah pertama, Abu Bakar
antara lain mengatakan, “Jika umat tidak bersedia berjuang di jalan Allah, Ia akan
membinasakan mereka. Kejahatan tidak pernah tersebar dalam suatu kaum, Allah-lah
yang akan menimpakan malapetaka kepada mereka semua. Patuhilah aku selama aku

40
tunduk kepada Allah dan rasul-Nya, dan jika aku tidak mematuhi Allah dan rasul-Nya,
kalian tidak perlu menurutiku. Tegakkan shalat. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kamu sekalian.”
Apa yang harus dilakukan oleh Kahlifah yang baru sudah jelas dari pidato
pertama yang diucapkannya, yaitu berjuang di jalan Allah yang artinya perang melawan
orang-orang kafir. Setelah itu pecahlah perang besar melibatkan berbagai bangsa yang
sudah menjadi Islam untuk meluaskan kerajaan Islam dan perang itu sangat berhasil dan
bisa menguasai wilayah ke arah barat sampai ke Spanyol dan yang tak kalah penting Bait
Allah kebanggaan orang Yahudi bisa dikuasai dan diubah menjadi masjid. Semangat
perang yang disemai oleh sang nabi merebak dengan hebat setelah kematiannya.

Jalan Muhammad
Mengikuti apa yang diajarkan Muhammad, melakukan sembahyang lima waktu,
tidak akan mengantar manusia untuk menemukan dirinya sendiri dan jalan itu bukanlah
jalan yang mengantar manusia menjadi orang yang baik. Tanpa usaha dari orang itu
sendiri untuk menjadi orang yang baik, orang yang rajin menjalankan kewajiban shalat
tidak akan menjadi orang yang baik, karena dengan melakukan kewajiban shalat tidak
dengan serta merta Allah akan merubah seseorang menjadi orang yang baik. Banyak
orang yang tidak melakukan ibadah shalat tetapi bisa menjadi orang yang baik dan
memang ada juga orang yang rajin shalat dan bisa menjadi orang baik, tetapi jika orang
bisa menjadi orang yang baik tanpa melakukan ibadah shalat kenapa harus shalat.
Mengikuti apa yang diajarkan Alquran atau mengulangi jalan yang ditempuh
Muhammad, yaitu membagi manusia dalam dua kelompok: orang Mukmin dan orang
kafir, akan menyebabkan pertentangan yang berkepanjangan dan pertentangan itu tidak
akan membawa manusia kepada kedamaian. Karenanya jalan itu bukanlah jalan yang
akan mengantarkan manusia menuju kepada Tuhan.
Mengikuti jalan yang ditempuh Muhammad atau mengikuti apa yang diajarkan
Alquran tentang beristri, akan membawa pertentangan di dalam rumah tangga. Tidak
adanya kesetiaan kepada seorang istri bisa menjadi sumber ketidakdamaian dalam
membangun keluarga, yang akan berakibat buruk bagi perkembangan anak yang pada
akhirnya bukan hanya merugikan keturunan pasangan itu sendiri tetapi juga akan

41
merugikan perkembangan bangsa secara keseluruhan. Ajaran untuk memuaskan nafsu
birahi laki-laki melalui perkawinan tidak akan membawa kepuasaan jangka panjang dan
dengan sendirinya tidak akan mengantar orang yang mengejar nafsu pada kedamaian
yang berarti juga tidak akan mendekatkan orang itu pada Tuhan.
Pada mulanya orang terpikat akan suara Alquran yang dilantunkan, kemudian
orang diajak shalat, membayar zakat dan berserah diri kepada Allah. Setelah itu
terbangun ketaatan pada Allah, Muhammad, dan agama. Mereka yang sadar dan ingin
keluar di tengah jalan diancam menjadi murtad dan masuk ke neraka tetapi mereka yang
terus mengikuti akan mendapat petunjuk mengikuti ibadah haji serta mengunjungi makan
Ibrahim di Mekah. Dan dengan mengorbankan harta benda mereka pergi ke Mekah
berjalan mengelilingi Kabah mengikuti jalan penyembah berhala dalam tradisi Arab
kuno.
Mereka yang tidak sadar, merasa sudah mengunjungi makam Ibrahim tetapi
mereka yang sadar akan mengetahui bahwa jalan yang ditempuh adalah jalan yang sesat,
karena makan Ibrahim masih sekitar 400 km jauhnya dan makan Ibrahim yang
sesungguhnya ada di tanah Kanaan. Mereka tersesat tetapi orang yang memberi petunjuk
sudah mendapat upahnya.

Tujuh Kesalahan Dasar Ajaran Islam


Setelah Islam dipercaya menjadi agama lintas bangsa, kiprahnya di dunia yang
semakin terbuka tampak semakin mengganggu. Gangguan tersebut bersumber dari tujuh
kesalahan dasar:
1. Membagi manusia dalam dua golongan, yaitu Mukmin dan Kafir. Mukmin
adalah orang yang mengakui Muhammad sebagai Rasul Allah sedangkan Kafir adalah
orang yang tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul Allah. Perbedaan antara Mukmin
dan Kafir tidak berkaitan sama sekali dengan budi baik seseorang.
2. Memerintahkan Mukmin memerangi kafir dengan jalan melakukan jihad di
jalan Allah padahal memerangi kafir tidak sama dengan memerangi kejahatan. Kalaupun
ada Mukmin yang baik yang berusaha mengajak kafir yang jahat untuk menjadi Mukmin,
upaya tersebut belum tentu mengurangi kejahatan, karena tidak ada jaminan bahwa kafir
jahat yang menjadi Mukmin akan menjadi orang baik.

42
3. Menghalalkan pembunuhan. Jihad memang dapat dilakukan tanpa kekerasan,
tetapi di samping ajaran jihad, Islam juga menghalalkan Mukmin membunuh kafir jika
diperlukan atau dalam rangka mempertahankan diri. Sekali pembunuhan dibenarkan, soal
alasan dapat dicari dan orang dapat diprovokasi untuk memulai penyerangan sehingga
ada alasan untuk membunuh.
4. Mengajarkan pemuasan nafsu seksual laki-laki. Hubungan seksual antara laki-
laki dan perempuan adalah bagian dari proses evolusi di mana hasil dari hubungan
tersebut dapat melahirkan seorang bayi yang merupakan karya ciptaan Tuhan. Hubungan
seksual adalah bagian yang sakral yang harus dilakukan oleh pasangan dalam ikatan
perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang didasari kasih sayang
dan bukan nafsu semata.
5. Mengajarkan kiblat. Sembahyang memandang ke arah kiblat mengajarkan
bahwa Allah hanya ada di satu tempat. Karena lokasi yang dijadikan kiblat adalah bagian
dari satu negara, dampak dari kiblat, bangsa yang memiliki kiblat merasa lebih tinggi
derajatnya. Padahal, Allah Yang Maha Adil telah memberikan tanah sebagai pusaka
kepada semua bangsa agar tanah tersebut dipelihara dan dibanggakan.
6. Bahasa Arab adalah bahasa Allah. Mengajarkan bahwa sembahyang hanya sah
jika dilakukan dalam bahasa Arab, mengkerdilkan kemampuan Allah yang dapat
memahami bahasa semua umat ciptaannya. Karena bahasa adalah milik bangsa,
pemaksaan bahasa Arab sebagai bahasa yang dimengerti Allah, merendahkan derajat
bangsa lain.
7. Isi Al-Quran harus dipercaya sebagai kata-kata Allah. Kitab suci yang benar
adalah kitab yang berisi pesan yang jika diamalkan akan mengantarkan manusia menjadi
suci bukan dengan cara membaca ayatnya keras-keras lalu mendapat pahala. Kitab suci
berisi kebenaran yang dimengerti manusia yang bersumber dari Tuhan tetapi bukan kata-
kata Tuhan yang harus dipercaya kebenarannya.

Sumber yang digunakan:


1. Departemen Agama Republik Indonesia, Al Quran dan Terjemahannya, Al-Hidayah, Surabaya.
2. Karen Armstrong, Muhammad Biografi Sang Nabi, Jendela, Yogyakarta 2004

43
Agar tidak ada lagi
yang salah jalan

44
Pada waktu agama Buddha yang mengajarkan latihan pegembangan kemampuan
rohani mulai diperkenalkan, tidak ada perlawanan dari pengikut agama Hindu yang juga
mengajarkan pengembangan kemampuan pribadi. Tetapi ketika Yesus meluruskan apa
yang salah pada bangsa Israel yang menempatkan Allah sebagai penguasa tertinggi dari
bangsa Israel, timbul keresahan yang berakibat Yesus disalibkan.
Setelah Gereja Katolik dinyatakan terbuka bagi segala bangsa dengan tidak
mewajibkan sunat, banyak orang Israel tidak mau lagi ikut dalam kegiatan Gereja karena
mereka tetap berpegang pada aturan bahwa mereka yang tidak disunat adalah kafir. Sejak
saat itu timbul dua kelompok penyembah Allah, yaitu bangsa Israel yang tidak mengakui
Yesus sebagai Mesias dan pengikut Gereja yang percaya bahwa Yesus adalah Mesias.
Pertentangan tersebut pada awalnya tidak menyebabkan perang terbuka, karena Gereja
masih berupa kumpulan orang beriman yang berupaya mengamalkan ajaran Yesus dalam
kehidupan sehari-hari dan menjauhkan diri dari kekuasaan. Tetapi potensi konflik antara
dua komunitas tersebut menjadi semakin besar setelah Gereja terlibat pada kekuasaan.
Islam lahir ketika kedua komunitas tersebut sudah berada dalam persaingan
merebut kekuasaan dan dalam upaya mendapat pengakuan sebagai nabi dari kedua
komunitas tersebut, pada mulanya Muhammad dengan sabar mengajarkan alternatif
menyembah kepada Allah dalam bahasa Arab dengan prinsip menghindari kekerasan.
Ketika mendapat serangan dari orang-orang sebangsanya sendiri, Muhammad tetap
menghindari kekerasan dan memilih melakukan hijrah ke Madinah mencari tempat yang
lebih aman.
Tetap ketika merasa terjepit karena sulit mencari makan untuk umatnya,
Muhammad mengatasinya dengan melakukan perampokan terhadap kafilah Mekah yang
sedang dalam perjalanan menuju Syria. Setelah berhasil melakukan perampokan dan
memenangkan perang terhadap kafilah Mekah, jalan kekerasan atas nama agama
merebak mencakup wilayah yang sangat luas dari jajirah Arab hingga ke Spanyol dan
perang agama secara terbuka ahirnya terjadi setelah Gereja mengobarkan perang salib
untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Islam dan kemudian perang agama bukan
hanya terjadi antara Katolik dan Islam tetapi juga antara Katolik dan Protestan.
Jika diukur mulai dari lahirnya Islam hingga sekarang, perselisihan pendapat
antara pemeluk agama yang berbeda sudah banyak berkurang tetapi belum dapat

45
diselesaikan secara tuntas. Dialog yang sudah banyak dilakukan untuk menjembatani
perbedaan pendapat tersebut belum dapat menyelesaikan semua persoalan, salah satu
sebabnya adalah dalam dialog tersebut masing-masing tokoh agama menggunakan kaca
mata iman serta berpegang teguh pada kebenaran ajaran yang mereka percaya. Karena
tidak ada titik temu untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah, sering
kali dilakukan kompromi bahwa semua agama adalah benar dan masing-masing diminta
menahan diri serta menghormati agama lain. Artinya sumber konflik tetap dibiarkan
sementara itu orang diminta menghindari konflik.
Untuk menghilangkan potensi konflik atas dasar agama perlu ada paradigma baru
dalam melihat perbedaan agama yaitu dengan berpegang pada azas manfaat, bukan
memisahkan agama yang benar dari agama yang salah berdasarkan iman, tetapi
memisahkan agama benar dari agama yang salah dengan melihat manfaat yang didapat
oleh pengikut ajaran agama tersebut. Dengan menggunakan cara pandang tersebut kita
dapat memisahkan agama yang mengajarkan sikap kesatria dari agama yang
menghalalkan segala cara, memisahkan agama yang mengajarkan kebenaran dari agama
yang mengejar pembenaran, memisahkan agama yang membangun rumah tangga dari
agama yang mengumbar nafsu birahi, dan memisahkan agama yang membawa
kedamaian dari agama yang menebarkan permusuhan.
Dari enam jalan yang sudah dibahas di dalam buku ini sudah dapat dipilah ajaran
yang menuju kepada Tuhan dari ajaran yang hanya berputar-putar. Tetapi melalui
perjalanan sejarah umat manusia yang panjang, dari keenam jalan yang asli telah
berkembang banyak jalan bercabang yang baru, dan dari begitu banyak jalan baru banyak
di antarnya adalah jalan yang sesat. Walaupun jalan yang dikembangkan bersumber dari
ajaran benar belum tentu hasilnya tetap benar, karena orang yang menyampaikannya
telah menambahkan atau memodifikasi sehingga yang tadinya benar menjadi salah.
Sebaliknya ajaran yang semula salah sudah banyak dipoles sehingga tampak luarnya
terlihat lebih indah dan terkesan menjadi lebih benar dibanding ajaran aslinya. Dengan
demikian kemungkinan orang tersesat mengikuti petunjuk yang salah bisa terjadi bukan
hanya di dalam ajaran yang memang dari dasarnya salah tetapi juga di dalam ajaran yang
seharusnya benar. Sebagai contoh, ada sebuah jemaah yang mengaku mengikuti ajaran
Yesus tetapi melakukan bunuh diri bersama pemimpin mereka.

46
Agar jumlah orang yang tersesat pada jalan yang salah dapat dikurangi, perlu ada
petunjuk yang dapat memberi penjelasan mana jalan yang benar dan mana jalan yang
salah dan karena jalan yang salah dapat terjadi bukan hanya pada keenam jalan yang
sudah dibahas di dalam buku ini tetapi juga pada turunan dari keenam jalan tersebut,
petunjuk yang perlu diberikan haruslah menjadi perhatian semua orang. Pada dasarnya
penjelasan yang perlu diberikan adalah mengajak masyarakat untuk selalu kritis dengan
bertanya pada diri sendiri apa manfaat mengikuti ajaran yang disampaikan kepada
dirinya.
Buku ini berusaha memperlihatkan mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang
salah, agar orang tidak memilih jalan yang salah atau menyadarkan orang yang berada di
jalan yang salah untuk segera melakukan perubahan. Apakah buku ini akan berguna,
jawabannya tentu tergantung pada pembaca itu sendiri.
Ada orang yang mempunyai pengetahuan yang luas dan setelah membaca buku
ini, dengan mudah memahami di mana letak salah dan benarnya dari enam ajaran
tersebut. Jika orang tersebut adalah penganut ajaran yang salah atau salah
menginterpretasikan ajaran yang selama ini diikutinya, masih ada dua kemungkinan, ia
akan berubah atau tidak akan berubah. Bagi mereka yang punya keberanian untuk
berubah dan merasa perlu menyelamatkan sisa hidupnya dengan mengikuti ajaran yang
benar, perubahan dapat segera terjadi. Tetapi bagi mereka yang mempunyai kepentingan
tertentu dengan ajaran yang selama ini dianutnya, misalnya ada ketergantungan ekonomi,
sosial, atau politik tentu tidak mudah untuk melakukan perubahan dengan serta merta.
Mereka memerlukan jalan keluar yang bijaksana agar perubahan yang harus dilakukan
tidak menimbulkan gejolak ekonomi, sosial, atau politik.
Tetapi pasti ada juga orang yang tidak dapat langsung percaya akan apa yang
ditulis di dalam buku ini dan agar mereka dapat menjadi percaya, perlu dianjurkan
menelusuri hingga ke sumber yang digunakan dalam buku ini atau membaca buku lain
sebagai perbandingan. Kepada mereka yang ingin menelusuri lebih dalam ke sumber asli
yang digunakan di dalam buku ini perlu disarankan untuk menangkap inti sari dari apa
yang disampaikan atau diajarakan dari buku tersebut dan tidak membacanya secara
sepotong-sepotong agar kesimpulan yang ditarik tidak menyesatkan.

47
Seorang yang membaca buku Mahabharata, akan mengetahui bahwa Karna
dilahirkan melalui telinga oleh Dewi Kunti. Bagian cerita tersebut diletakkan di bagian
awal buku dan jika orang tersebut tidak meneruskan membaca hingga tuntas tentu akan
mendapat kesan bahwa Mahabharata tidak memberi pesan moral yang bisa digunakan
untuk kehidupan sekarang. Hanya mereka yang berhasil membaca hingga Yudhistira
masuk ke surga akan menangkap pesan moral yang ada di dalam buku tersebut.
Di dalam kitab Taurat ada tertulis, “Haruslah engkau benar-benar
mempersembahkan sepersepuluh hasil bumi yang tumbuh di ladangmu, tahun demi
tahun.” (Ulangan 14:22) Jika ayat tersebut dipercaya sebagai perintah dari Tuhan tanpa
melihat kondisi bangsa Israel pada waktu itu tentu bisa diartikan bahwa ada kewajiban
bagi manusia untuk mempersembahkan sepersepuluh dari penghasilannya, apa pun
bentuknya, kepada Tuhan. Tetapi jika kitab Taurat dibaca secara keseluruhan akan bisa
dipahami bahwa persepuluhan tersebut digunakan untuk membiayai kehidupan para
imam yang pada waktu itu mempunyai peranan besar sebagai pemuka masyarakat.
Sebagaian besar apa yang dilakukan oleh para imam di jaman Musa, sekarang sudah
ditangani oleh pegawai pemerintahan yang hidupnya dibiayai dari pajak. Artinya, mereka
yang sudah memenuhi kewajiban membayar pajak, juga sudah memenuhi kewajiban
persepuluhannya.
Di dalam Injil ada ayat yang berbunyi, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah
Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi
siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Markus 16:15-16) Jika kita membaca Injil
secara keseluruhan kita akan menemukan pesan “Jangan menghakimi” sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa ayat pada Markus 16:15-16 tersebut tidak konsisten dengan inti
dari ajaran Yesus yang mengajarkan kasih. Injil ditulis oleh orang yang mencoba
merekonstruksi apa yang dikatakan Yesus dan kemudian diterjemahkan dari bahasa asli
ke bahasa lain sehingga ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam meneruskan pesan
yang diucapkan Yesus.
Seorang tokoh mengutip surat Al Baqaroh 62, “Sesungguhnya orang-orang
Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi-in, siapa saja
di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal
saleh, mereka akan menerima Pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekuatiran terhadap

48
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (2:62) Dengan hanya membaca ayat
tersebut bisa disimpulkan bahwa Alquran menganjurkan toleransi terhadap orang Yahudi
dan Nasrani. Tetapi Alquran juga mengajarkan, “Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu
putra Allah, dan orang Narani berkata: Al-Masih itu putra Allah. Demikian itulah ucapan
mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang
terdahulu. Dilaknati Allahlah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling.” (9:30)
Kedua ayat tesebut ada di dalam Alquran dan karena Alquran disebutkan oleh
Muhammad sebagai ucapan Allah yang tidak dapat diubah, dari kedua ayat tersebut tidak
dapat disimpulkan bahwa Islam mengajarkan toleransi.
Di samping orang yang dapat memahami isi buku ini pasti ada juga orang yang
setelah membaca buku ini tetap tidak percaya dan juga tidak mau mencari informasi lebih
lanjut, karena yang diandalkannya adalah apa yang dikatakan dan diperbuat oleh
pemimpin. Selama mereka masih dapat melihat pemimpin yang menjalankan ritual yang
sesungguhnya tidak membangun peradaban masyarakat yang damai, orang yang tidak
dapat memahami buku ini akan berpegang pada apa yang dicontohkan oleh pemimpin
tersebut.
Bagi mereka yang selama ini menjadi pengikut agama yang kemudian diketahui
salah tidaklah mudah untuk berubah, apalagi jika ritual yang diikutinya sudah menjadi
kebiasaan serta mendarah daging. Diperlukan keberanian untuk melakukan perubahan
dan tentu saja sangat ideal jika yang pertama menyadari adanya ajaran agama yang salah
adalah para pemimpin dan para pemimpin tersebut berani melakukan perubahan mulai
dari diri mereka sendiri sehingga rakyat kebanyakan dengan mudah melakukan
perubahan mengikuti jejaknya. Tetapi jika pemimpin tidak mau berubah karena ada
kepentingan tertentu maka orang-orang yang menyadari perlunya ada perubahan harus
mengambil inisiatif.
Jalan terbaik untuk menggiring para pemimpin melakukan perubahan adalah
membangun opini publik dan dalam membangun opini publik diperlukan keterlibatan
media massa yang berani menurunkan ulasan tentang ajaran agama yang salah secara
profesional dan proporsional sehingga terjadi diskusi secara terbuka. Namun publikasi
dan diskusi secara terbuka hanya dapat dilakukan di negara yang menganut sistem
pemerintahan yang demokratis di mana kebebasan mengemukakan pendapat mendapat

49
jaminan. Tetapi di negara yang menganut sistem pemerintahan dengan tangan besi, tentu
tidak mudah mempengaruhi masyarakat agar dapat melihat adanya ajaran agama yang
salah.
Di jaman dunia yang sudah mengglobal kita tidak dapat membiarkan ada
masyarakat yang masih hidup dalam ketertinggalan karena menganut ajaran agama yang
salah. Kita sudah tahu bahwa akibat dari ketertinggalan dan ketertutupan tersebut akan
mengganggu ketertiban dunia secara keseluruhan. Untuk menghadapi negara yang
tertutup terhadap perubahan, ada baiknya lembaga internasional, dalam hal ini PBB
berperan aktif menyadarkan para pemimpin negara-negara tersebut untuk melakukan
perubahan.
Dalam jangka panjang bukan hanya perubahan yang harus dikejar tetapi juga
harus ada upaya yang konsisten agar ajaran agama yang salah tidak lagi disebarkan dan
jalan untuk menghapus ajaran salah dari muka bumi harus dilakukan melalui sistem
pendidikan, yaitu memasukkan pendidikan agama yang komprehensif ke dalam
kurikulum sehingga anak didik dapat mengetahui adanya ajaran yang benar dan yang
salah.
Sekarang ini, ada tokoh agama yang baik, yang memberikan bimbingan yang baik
kepada umatnya tetapi agama yang diajarkannya adalah ajaran yang salah. Tetapi ada
juga tokoh agama dari agama yang sesungguhnya mengajarkan ajaran yang benar tetapi
membimbing umatnya dengan banyak penyimpangan sehingga umat yang mengikutinya
tersesat. Alangkah baiknya jika orang yang mempunyai integritas yang baik juga
mengajarkan agama yang dari dasarnya sudah baik sehingga bimbingan kepada umat
bukan hanya disampaikan dengan baik tetapi juga isinya baik. Jika hal itu dapat terus
dikembangkan, dengan sendirinya agama yang baik yang berada di tangan orang yang
tidak baik akan ditinggalkan pengikutnya dan demikian juga agama yang tidak baik yang
disebarkan oleh orang baik akan tampak salahnya sehingga yang akan diikuti banyak
orang adalah ajaran baik yang disampaikan oleh orang yang baik.
Jika Anda merasa bahwa buku ini perlu dibaca oleh lebih banyak orang agar
damai di muka bumi dapat segera diwujudkan, Anda dapat berpartisipasi dengan
menyarankan kepada orang yang Anda kenal untuk membaca buku ini atau memberikan
buku ini sebagai hadiah kepada orang yang menurut Anda.perlu membaca buku ini.

50
Cover Belakang
Buku ini menjelaskan enam jalan yang diajarkan oleh Krishna Dwipayana Wyasa,
Sidharta Gautama, Abraham, Musa, Yesus, dan Muhammad.

Krishna Dwaipayana Wyasa menulis buku Mahabharata menjelaskan jalan yang


ditempuh Pandawa sampai ke Surga. Si penulis cerita belum pernah mengalami sendiri
perjalanan tersebut tetapi dengan kekuatan pikirannya ia dapat menggambarkan jalan
terbaik menuju Tuhan.

Sidharta Gautama meninggalkan kemewahan duniawi mencari jalan menunju Nirvana.


Setelah melalui perjuangan batin yang berat ia sampai pada kondisi kekosongan sehingga
berhak disebut Buddha. Pengalamannya mendapatkan penerangan sempurna yang
kemudian dibagikan kepada orang yang mau mengikutinya adalah jalan menuju Tuhan.

Abraham tidak mencari jalan menuju Tuhan tetapi dalam kesulitan yang dihadapinya
tiba-tiba ia bertemu dengan Tuhan yang kemudian selalu hadir mendampinginya dalam
mengayuh bahtera kehidupan. Jalan hidup berkeluarga yang ditempuh Abraham adalah
jalan bersama Tuhan.

Musa bertemu Tuhan setelah melihat semak berapi yang tidak membakar semak tersebut
lalu Tuhan mengutus Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Musa berjalan
membimbing bangsa Israel menuju tanah yang dijanjikan Tuhan dan perjalanan
memimpin bangsa Israel tersebut adalah perjalanan bersama Tuhan.

Yesus banyak melakukan perjalanan, tetapi bukan perjalanan itu yang diajarkan sebagai
jalan menuju Tuhan karena Yesus mengatakan, “Akulah jalan.” Setelah Yesus disalibkan
Rasul Paulus mengajarkan Jalan Yang Lurus, yaitu jalan yang boleh ditempuh oleh
mereka yang mau menerapkan apa yang diajarkan Yesus.

Ketika Muhammad lahir, berbagai jalan menuju Tuhan sudah ditulis di dalam kitab-kitab
suci. Tetapi Muhammad yang buta huruf tidak dapat membaca buku-buku tersebut, lalu

51
berdoa kepada Tuhan, “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus.” Tuhan menjawab,
“Bacalah.” Karena tetap tidak dapat membaca, Muhammad mengajarkan kepada
pengikutnya, sembahyang lima kali sehari sebanyak tujuh belas kali berseru kepada
Tuhan, “Tunjukanlah kami jalan yang lurus.”

52

Anda mungkin juga menyukai