Anda di halaman 1dari 54

Izzuddin Abdul Manaf

(konsultasimuamalat.wordpress.com)
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh

• Para ahli sejarah fiqh Islam mengakui bahwa ushul


fiqh lahir bersamaan dengan lahirnya ilmu fiqh
• Pendapat tsb cukup logis mengingat secara
metodologis, fiqh tidak akan lahir tanpa ada
metode istimbath.

Metode Istimbath inilah


yang menjadi inti Ushul
Fiqh
•Dalam sejarah Islam, fiqh
sebagai hasil ijtihad para
ulama, lebih dahulu populer
dan dibukukan dibanding
dengan ushul fiqh

Perumusan fiqh dilakukan


pasca wafatnya Nabi Saw,
yaitu periode sahabat
Sementara Ushul Fiqh
sebagai sebuah metode
Istimbath, baru
tersusun
sebagai sebuah
bidang keilmuan
pada abad 2 H
yaitu Oleh Imam
Syafi’i (150-204 H)
Perkembangan Ushul Fiqh
Zaman
Imam
Zaman
Zaman Zaman Zaman
Sahabat Tabiin Mujtahid/ Pasca
Nabi Saw
Mazhab Syafii

Sumber Sumber 1.Ahli ra’y & *Metode qiyas,


Hukum ada Ahli Hadits Ada 3 Tahap
Hukum : istihsan,
2 : yaitu 1.Thp Awal
Quran,Sunnah 2. Metode Maslahah,
(Quran dan 2.Perkem
Qiyas,Ijma Istimbath; Amal ahli
bangan
Sunnah) Maslahah Qiyas,fatwa Madinah,dll
2. Ijtihad 3.Penyempur
Ijtihad Umar sahabat *Pembukuan
dgn Qiyas naan
& Ali Ushul Fiqh
• Pertumbuhan Ushul Fiqh tidak terlepas
dari pertumbuhan fiqh sejak zaman Rasulullah Saw
Jadi, praktek ushul fiqh sebenarnya telah
ada sejak masa Rasulullah Saw, Namun penyunannya secara
sistimatis dan komprehensif dalam bentuk buku,baru
pada abad 2 H

Sumber hukum Islam di masa Nabi hanya 2,


yaitu Alquran dan Sunnah
Jika muncul suatu kasus, Rasul menunggu wahyu diturunkan,
Jika wahyu tidak turun, maka beliau berijtihad.
Hasil Ijtihad ini disebut dengan hadits (Sunnah)

Hasil Ijtihad Nabi juga disebut Wahyu (An_Najm : 4)


Nabi menggunakan Qiyas dalam menjawab
pertanyaan sahabat (Umar) tentang batal tidaknya
puasa seseorang yang mencium istrinya.
Rasul Saw bersabda,”Apabila kamu berkumur-
kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu
batal”? Umar menjawab, Tidak Batal.

Cara-cara Rasul seperti inilah yang menjadi bibit


munculnya ilmu ushul fiqh
Di masa Nabi, seringkali para sahabat “dilatih” berijtihad
dalam berbagai kasus, seperti 1. Kasus Shalat Ashar
di Bani Quraizah,
2. Kasus tawanan perang, dan 3.
Kasus Tayamum Ibnu Mas’ud dan
Umar bin Khaththab.
Ijtihad tersebut ada yang ditaqrir (diakui) Nabi (Kasus I),
ada yang turun ayat tentangnya (Kasus II)
ada yang dibenarkan Nabi (Kasus III)
Nabi menyuruh para sahabat agar shalat ashar di desa
Bani Quraizah (BQ), namun ternyata sebelum mereka sampai di desa
tersebut, waktu ashar hampir habis.

Maka sebagian sahabat melakukan shalat ashar


di perjalalan meskipun belum sampai di Desa Bani Quraizhah,
karena.Jika shalat ashar di tempat tujuan, waktunya diprediksi sudah
magrib.

Sebagian sahabat tidak mau shalat di perjalanan, karena


Nabi memerintahkan tadinya shalat ashar di Desa Bani Quraizhah.
Mereka ashar di Desa tujuan.

Menurut anda bagaimana sikap dan jawaban Nabi menyelesaikan


Kasus tersebut ?. Siapa yang salah dan siapa yang benar?.
Kepada kelompok
yang shalat, Nabi
mengatakan
Anda telah kreatif memahami
Pesanku dengan melaksanakan shalat
Di perjalanan

Nabi
Saw

“Anda telah mengamalkan sabdaku”

Kepada kelompok
yang tidak shalat di jalan
Tapi di desa BQ Nabi mengatakan
Kelompok ini memahani nash
kelompok
Secara rasional dan kontekstual
yang shalat
di perjalanan

Bibit Ahli Ra’y

kelompok
yang shalat
di Desa Tujuan Kelompok ini mehami nash
Secara literal (tekstual)

Bibit Ahli Hadits


Pada suatu hari Umar dan Ibnu Mas’ud mau
melaksanakan shalat,tapi tidak ada air.Maka mereka
bertayammum, kemudian mereka melaksanakan
shalat.
Beberapa saat selesai shalat, tiba-tiba mereka
menemukan air. Seorang kembali berwudhuk dan
melaksakan shalat, Sementara seorang lagi tidak
mengulangi lagi wudhuk dan shalatnya.

Siapa yang dibenarkan Nabi Saw ???


Nabi tidak menyalahkan salah
satu di antara mereka
Kepada Ibnu Mas’ud ia
berkata,”Laka Ajrani” (Bagimu
dua pahala)
Kepada Umar, Nabi saw
berkata,
“Ajzaatka Shalatuka”,
(shalatmu yang sekali itu
telah memadai (cukup), tak
perlu diulang lagi).
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat

Umar bin Khaththab


Umar dikenal sebagai tokoh inovatif dalam berijtihad
Banyak Ijtihad Umar
1. Kasus tanah Sawad di Iraq
2. Kasus tidak memberi zakat kpd Muallaf
3. Kasus tidak memotong tangan pencuri

Umar menggunakan Maslahah (Istishlah)


Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab

Umar tidak memberikan harta ghanimah (hasil


perang) kepada prajurit Islam, padahal menurut
Al-quran (Al-Anfal 41), bahwa 80 % hasil
tersebut harus diserahkan kepada prajurit Islam
yang telah berhasil membebaskan daerah tsb.

Alasan Rasional Umar :


1. Jika penduduk asli dibiarkan mengusainya,
maka mereka akan bayar kharaj yang menjadi
income untuk biaya menjaga perbatasan
daulah Islam
2. Jika ghanimah diberikan, Umar khawatir
para sahabat akan menjadi tuan-tuan
Tanah
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab

Umar tidak memberikan zakat kepada muallaf,


padahal menurut Al-Quran (5:60), mereka berhak
mendapat

Alasan Rasional Umar :


Dulu di masa Nabi dan Abu Bakar, Islam belum kuat dan
belum banyak jumlahnya, maka diperlukan upaya
pelunakan hati orang yang baru masuk Islam agar tertarik
kepada Islam dan makin banyak yang masuk Islam,
Tetapi di masa Umar, Islam telah kuat, tidak
begitu dibutuhkan lagi pelunakan hati melalui
Materi (dana zakat)
Praktek Ushul Fiqh di masa Sahabat Umar bin Khaththab

Umar tidak memotong tangan pencuri, padahal


menurut Al-quran (5:38) mereka harus dihukum.

Alasan Umar :
Karena pada masa itu suasana ekonomi sangat gawat
( paceklik), yang disebut dengan
Amul maja’ah, yaitu tahun kelaparan
Ijtihad Ali bin Abi Thalib

Ali menggunakan qiyas, yaitu mengqiyaskan orang


yang meminum khamar dengan hukuman orang yang
melakukan qazaf (menuduh berzina)
Hukuman pelaku qazaf ialah dera 80 kali,
Ali juga menghukum peminum khamar
dengan dera (pukul)
80 kali.
Apabila diperhatikan secara cermat, para sahabat
mengistimbath hukum, mula-mula dengan memperhatikan
teks-teks Al-Quran kemudian Sunnah.
Bila hukumnya tidak ditemukan di dalam keduanya, mereka
melakukan ijtihad dan mengumpulkan para sahabat
untuk bermusyawarah dan hasil kesepakatan mereka
dikenal dengan ijma’ sahabat.

Sahabat telah menggunakan metode qiyas dan istislah


dalam berijtihad. Mereka juga telah menggunakan
ijma’sebagai sumber hukum
Hirarki Penggunaan Dalil Oleh Sahabat

 Alquran
 Sunnah
 Ijtihad
 Ijma’

Qiyas
Istislah
Masa Tabi’in

Di masa tabiin, permasalahan hukum semakin kompleks.


Para Tabi’in melakukan ijtihad di berbagai wilayah Islam.

Di Madinah, ada Said bin Musayyab


Di Irak An-Nakhai dan Al-Laits

Metode ulama dalam mengistimbath hukum


bisa berbeda, ada yang menggunakan maslahat
dan ada yang menggunakan qiyas
Kelompok ulama inilah yang melahirkan
Aliran fikih ahli ra’yi dan ahli hadits
Ahli ra’yi lebih banyak menggunakan ra’y (rasio)
dibanding ahli hadits dalam mengistimbath hukum.

Ahli hadits dalam menyelesaikan berbagai


kasus berusaha mencari illat hukum, sehingga dengan
Illat ini mereka dapat menyamakan hukuman kasus
yang dihadapi dengan kasus yang ada nashnya

Mereka juga sering mencari rahasia dan maqashid


suatu dalil syara, seperti benda zakat yang bisa diganti
dengan uang
Masa Imam Mujtahid/Imam Mazhab
(Masa Pembukuan Ilmu Ushul Fiqh)

Para Imam Mujtahid :


• Imam Abu Hanifah (80—150H)
• Malik bin Anas (93-179 H)
• Imam Syafi’I (150-204 H)
• Ahmad bin Hanbal (164-241 H)
Mengapa pembukuan
Ushul fiqh
Diperlukan ?

Salah satu pendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqh


adalah perkembangan wilayah Islam yang makin luas,
yang berimplikasi bagi munculnya berbagai
persoalan baru yang membutuhkan jawaban hukum syara.
Untuk itu para ulama sangat membutuhkan kaidah-kaidah
yang standar dan sudah terbukukan untuk
dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum
Siapakah penyusun
Buku Ushul Fiqh
Pertama?

Para pengikut mazhab masing-masing mengklaim gurunya


(pendiri mazhabnya) sbg penyusun pertama Ushul fiqh.
1.Golongan Hanafiyah mengklaim Abu Hanifah, Abu Yusuf
dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani sebagai orang
pertama menyusun ilmu ushul fiqh
Alasannya, Abu Hanifah adalah orang pertama yang
menjelaskan metode istimbath dalam buku Ar-Ra’y, sedangkan
Abu Yusuf menyusun tulisan Ushul Fiqh.
Demikian pula Muhammad bin Hasan
Menyusun Kitab Ushul Fiqh sebelum Syafi’i
2. Golongan Malikiyah juga mengklaim
Imam Malik sebagai orang
pertama berbicara ilmu ushul fiqh
Tapi mereka tidak mengklaim Imam Malik sbg orang
Pertama menyusun kitab Ushul Fiqh
3. Syi’ah Imamiyah juga mengklaim Muhmmad Baqir
Ibnu Ali Ibn Zainal Abidinkemudianm diteruskan putranya
Ja’far Shodiq,
4. Golongan Syafi’iyah juga mengklaim Imam Syafi’i
sebagai orang pertama menyusun
Kitab Ushul Fiqh dengan nama Ar-Risalah
Klaim Hanafiyah dibantah Ali Abdul Raziq,
bahwa Abu Yusuf
Dan Asy-Syabani menyusun ushul fiqh sangat
Cendrung untuk mendukung
metode istihsan gurunya yang sangat ditentang ahli hadits.
Orang yang menyusun ilmu ushul fiqh secara lengkap
dan komprehsnif dan tidak sektarian adalah
Imam Syafi’ dengan karya Ar-Risalah
Klaim Malikiyah wajar,Namun harus dicatat,
Bahwa pembahasan ushul fiqh dengan metodologi
ushul juga sudah terjadi di masa sahabat dan tabi’in,
Jadi bukan Imam Malik yang pertama membicarakan
Ushul Fiqh
Imam Syafii dianggap sebagai ulama pertama menyusun
Ilmu ushul fiqh, karena beliau secara komprehensif
telah merumuskan kaidah-kaidah fiqhiyyah bagi setiap bab
dalam bab-ban fiqh, menganalisisnya serta meng
aplikasikan kaedah-kaedah itu atas masalah furu’.
Imam Syafii dalam Ar-Risalah berhasil merumuskan
kaidah-kaidah yang dapat menolong ulama
untuk mengistimbath hukum
dari sumber-sumber syar’i, tanpa terikat
pendapat seorang faqih(ulama) tertentu, sehingga ushul
fiqhnya betul-betul independen dan sempurna
Jalaluddin Al-Suyuthi berkata,
“Disepakati bahwa Asy-Syafii adalah peletak batu pertama
Ilmu ushul fiqh yang lengkap dan independen. Dia orang
pertama yang menulis ilmunya secara tersendiri.
Adapun Malik dalam Al-Muwaththa hanya menunjukkan
sebagian kaedah-kaedah, demikian pula Abu Yusuf dan
Muhammad Hasan Syaibani.
Ushul Fiqh Pasca Asy-Syafii

Tahap Tahap
Tahap Awal Penyempurnaan
Perkembangan
(Abad 3 H) (abad 5-6 H)
(Abad 4 H)

1.Ar-Risalah 1.Pintu ijtihad


Ditutup 1.Penulisan ushul
sbg rujukan
2.Mensyarah, Fiqh terpesat
2.Aktivitas
Memperjelas 2.Lahir buku-buku
pensyarahan
Illat hukum, Standar yang
Ushul fiqh
3.Mentarjih Lbh sempurna
dimulai
4. Pengandaian2 3. Kristalisasi
3.Muncul 2
5.Corak filsafat aliran ushul
aliran
Tahap Awal

1. Ar-Risalah sebagai rujukan utama para ulama


2. Pasca Ar-Risalah banyak lahir kitab ushul, tetapi
tetap tergantung pada Ar-Risalah Asy-Syafi’i,
bukan pemikiran orisinil, seperti :
-Itsbat al-Qiyas, Khabar Wahid : Isa Ibnu Iban (w.221H)
-An-Nakt oleh Ibrahim An-Nazzam (w.221H)
-Kitab Ushul oleh Daud Zahiry (w.270 H)
Zahiri juga menulis Al-Ijma’, Ibthalut Taqlid,
Ibthalul Qiyas, Al-Khusus wal Umum, dll
3. Muncul aliran-aliran ushul fiqh : Syafi’iyah (Mutakal
limin dan Aliran Hanafiyah
Tahap Awal

1. Maraknya aktivitas pensyarahan kitab ushul


menunjukkan kajian ilmiah tetap hidup,
dinamis dan berkembang,
sehingga teori ushul fih makin rinci, jelas dan
komprehensif. Jadi meskipun pintu ijtihad
muthlak telah mulai ditutup,, tetapi hal itu
tidak melemahkan kajian pengembangan
Ushul fiqh
Tahap Perkembangan

1. Pintu Ijtihad tertutup


2. Kegitan ilmiah di bidang Ushul
hanya untuk menyempurnakan
pemikiran pendahulunya dalam bentuk pensyarahan,
pentarjihan yang cendrung untuk membela dan
Memperkuat pendapat mazhabnya
3. Memperbanyak pengandaian2 dalam masalah hukum
Berupa prediksi hukum di masa depan
untuk memberi jawaban hukum yang mungkin terjadi
in the future. Contoh, jika kambing melahirkan
manusia, bolehkah anak itu disembelih jadi kurban?
Bolehkan ia menjadi Imam Shalat ?
4. Ushul Fiqh diwarnai filsafat
Pada abad ke 4 H ini muncul kitab-kitab Ushul :
1.Kitab Ushul Al-Kharkhiy ditulis Abu Hasan
UbaidillahAl-Karkhiy
2.Kitab Fushul fil Ushul oleh Al-Jashshaah
3. Bayan Kasyful Ahfaz oleh M.Badaruddin
Mahmud Al-Lamisi al-Hanafi

Catatan : Kajian kitab ini lebih sempurna,bersifat utuh


dan spesifik ushul
Tahap Penyempurnaan/Takmil

1.Penulisan ushul Fiqh terpesat


yang ditandai oleh lahirnya buku-buku Standar
yang sempurna :
-Kitab Al-Mughniy : Qadhi Abd Jabbar (w.415 H)
-Al-Mu’amad fi Ushul Fiqh :Abul Husain Al-Bashri (w.436 H)
-Al-Iddaf fi ushul Fiqh :Al-Farra’ (w. 458 H)
-Al-Burhan fi Ushul Fiqh : Al-Juwaini Imam Harmain (w.478H)
Menurut Ibnu Khaldun ini kitab standar Ushul Fiqh
-Al-Mustasfa : Al-Ghazali w505 H), juga kitab standar
2. Kristalisasi aliran ushul
3. Interelasi/Interkoneksi berbagai aliran ushul
Tahap Penyempurnaan/Takmil

Para ulama mutaakhkhirin (generasi belakangan)


memperdalam ilmu ushul dengan lintas mazhab.
Ulama Syafii, Maliki dan Hanbali, misalnya banyak
menyusun ushul fiqh menurut /memasukkan metode
Hanafiyah,seperti Al-Qarafi yang berasal dari mazhab
Maliki. Ia menggunakan metode mazhab Hanafi dan
Maliki. Demikian pula Imam Asnawi yang berasal
dari Asy-Syafii, Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim
dari mazhab Hanbali.
Bahkan Syiah Imamiyah dan Zaidiyah juga menggunakan
metode mazhab Hanafi
Aliran-aliran Ushul
Aliran-aliran UshulFiqh
Fiqh

1 Aliran Syafi’iyah atau Mutakallimin

2 Aliran Hanafiyah

3 Aliran Mutaakhkhirin
Aliran Syafi’iyah/Mutakallimin
Aliran-aliran Ushul Fiqh

Disebut aliran Syafi’iyah karena Imam Syafii adalah tokoh


pertama yang menyusun ushul fiqh dengan menggunakan
sistem ini

Disebut mutakallimin karena dalam metode pembahasannya


menggunakan falsafah dan mantiq
dan tidak terikat pada mazhab tertentu
Dan mereka yang banyak memakai metode ini berasal dari
ulama mutakallimin
Ciri Aliran Syafi’iyah/Mutakallimin
Aliran-aliran Ushul Fiqh

Dalam menyusun ushul fiqh aliran ini menetapkan


Kaedah dengan didukung oleh alasan-alasan yang kuat,
baik Al-quran, Sunnah maupun akal pikiran

Penyusunan kaedah tidak terikat kepada penyesuaian


dengan furu’ (masalah hukum), sehingga persoalan furu’
bisa dikuatkan dengan kaedah dan
adakalanya melemahkan furu’ mazhab
Aliran Hanafiyah
Aliran-aliran Ushul Fiqh

Dalam menyusun ushul fiqh, aliran ini banyak


mempertimbangkan masalah furu’ yang terdapat
dalam mazhab mereka.
Mereka menyusun ushul fiqh hanya untuk
memperkuat pendapat mazhab yang mereka anut.
Oleh karena itu, sebelum mereka menyusun kaedah,
terlebih dahulu mereka menganalisis secara mendalam
terhadap hukum furu’ yang ada dalam
mazhab mereka
Ciri Aliran Hanafiyah
Aliran-aliran Ushul Fiqh

Ciri lain aliran Hanafiyah ini ialah bahwa kaedah yang


disusun dalam ushul fiqh semuanya bisa diterapkan,
Hal ini logis karena mereka telah terlebih dahulu
menyesuaikannya dengan hukum furu’
yang ada dalam mazhab mereka
AliranMutaakhkhirin
Aliran-aliran Ushul Fiqh

Aliran yang menggabungkan kedua metode yang dipakai


Syafi’iyah dan Hanafiyah. Mereka melakukan tahqiq
terhadap kaedah yang dibuat kedua aliran di atas,
Lalu meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk
Mendukung aliran mereka dan berusaha
Menarapkannya pada furu’ fiqhiyyah
Kitab Ushul Fiqh yang menggunakan metode
Aliran ini ialah :
1. Jam’ul Jawami’ oleh Imam As-Subky (w.771H)
2. At-Tahrir oleh kamal bin Kamal Al-hanafi (w.861 H)
3. Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syawkany (w.1255)
4. Ushul Fiqh oleh Khudry Beik (1345 H)
5. Ilmu Ushul Fiqh oleh A.Wahhab Khallaf
6. Ushul Fiqh oleh Muhammad Abu zahroh
Pengaruh Mantiq Aristo

Ar-Risalah Imam Syafii banyak


menggunakan metode deduksi filsafat,
yaitu menyusun kaedah-kaedah kulliyah
(umum) yang dapat diaplikasikan dalam
masalah-masalah juz’iy (khusus), Karena
itu ada yang menilai Syafii terpengaruh
filsafat Aristo,

Metode qiyas yang paling banyak


dikembangkan Syafii, mirip dgn
Sillogisme Filsafat Yunani, Namun
anggapan itu kurang kuat, karena Imam
Syafii sendiri membenci filsafat Aristo
(As-sami an-Nasiy 1978 : 70)
Contoh Implementasi Qiyas
5
1 2
Illatnya :
Bagaimana
sama-sama
Khamar itu Dengan
Memabukkan dan
Haram Arak or
Merusakkan
narkoba ?
akal
4
3
Ada dalil Tidak ada
Quran Dalil Quran
6

Kesimpulan hukum syara’ untuk Arak/Tuak/Narkoba ialah


haram, karena sama-sama memabukkan dan merusakkan akal
(illatnya sama)
Cari contoh Qiyas yang lain
 Penyalahgunaan Narkoba
 Formalin
 Korupsi
 Bunga Bank
Meskipun Ushul Fiqh Imam Syafii belum dipengaruhi teori filsafat
Aristo, tetapi pada perkembangan selanjutnya, para pengikutnya
mulai mewarnai ushul fiqh dengan corak pemikiran kalam
yang bernuansa filsafat

Ulama yang paling getol menerima mantiq adalah Al-Ghazali.


dalam muqaddimah kitab Al-Mustashfa ia secara jelas
mengemukakan teori-teori manthiq.
Ia mengatakan bahwa manthiq Aristo sebagai syarat ijtihad
dan fardhu kifayah mempelajarinya.
Ia mengatakan :
“Siapa yang tidak mengetahui manthiq, maka tak dipercayai Ilmunya”.
Masuknya pengaruh manthiq Aristo ke dalam ushul fiqh dimulai
semenjak Al-Juwaini (Imam Al-Harmain)
Pengaruh ini terjadi sejak abad ke 5 H dan karena itu banyak
ulama yang tidak setuju dengan Al-Ghazali
Ulama yang paling keras menentangnya adalah
Ibnu Taymiyah dan Ibnu Shalah (643H) , juga Imam Nawawi
Pada abad 8 H, muncul Abu Ishak Asy-Syatibi
(w.790H) dengan bukunya Al-Muwafaqat.

Pemikirannya yang sangat berlian adalah Maqashid asy-Syari’ah,


yaitu memperhatikan tujuan-tujuan syari’ah dalam
menetapkan hukum, selain memperhatikan aspek-aspek
kebahasaan.
Setiap permasalahan dan kaedah-kaedah kebahasaan
yang ia kemukakan senantiasa dikaitkan dengan Maqashid
Syari’ah dalam menetapkan hukum
Dengan demikian, ia memberikan warna baru di bidang
ushul fiqh yang selama ini kurang menjadi perhatian para ulama

Para ahli ushul fiqh komtemporer menganggap kitab


Al-Muwafaqat tulisan Asy-Syatibi ini sebagai kitab
Ushul Fiqh yang komprehensif dan akomodatif untuk
zaman sekarang
Hampir seluruh pakar ekonomi Islam dewasa ini
menggunakan teori maqashi Syari’ah Asy-Syatibi,
seperti Umar Chapra, Masusudul Alam Chuodhury,
M.N.Shiddiqy, dll
SEKIAN
TERIMA
KASIH
 1.Asal
 2.Furu’
 3. Illat (sifat yang menjadi motiv)
 4. Hukum Asal

Anda mungkin juga menyukai