Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qiraat merupakan salah satu cabang ilmu dalam Ulumul Quran, namun tidak
banyak orang yang tertarik dengan qiraat, karena ada beberapa faktor yang
menyebabkan orang tersebut tidak tertarik adalah ilmu qiraat ini tidak berhubungan
langsung dengan kehidupan dan muamalah manusia sehari-hari. Hal ini dikarenakan
ilmu qiraat tidak mempelajari masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan
haram atau halal atau hukum-hukum tertentu di kalangan masyarakat.
Meskipun demikian, qiraat sangat penting untuk diperhatikan dalam membaca alQuran karena qiraat sendiri bearti cara melafalkan ayat-ayat al-Quran. Munculnya
qiraat dikarenakan perbedaan dialek dalam membaca al-Quran dan ini merupakan hal
yang alamiah karena setiap suku atau golongan memiliki cara berkomunikasi yang
berbeda (dialek yang berbeda).
Dari perbedaan dialek tersebut memunculkan macam-macam qiraat, di mana
qiraat yang satu dengan qiraat yang lainnya mempunyai cara pelafalan al-Quran
tersendiri (namun tetap sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw).
Oleh sebab itu, melalui tugas makalah ini penulis ingin membahas secara lebih
jelas mengenai ilmu qiraat.
B. Pertanyaan
Rumusan pertanyaan dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi dari qiraat dan apa perbedaannya dengan riwayat
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

dan tariqah ?
Apa saja segi-segi perbedaan dalam qiraat ?
Bagaimana sejarah perkembangan ilmu qiraat ?
Siapa saja tokoh-tokoh ahli qiraat dan apa saja karya ilmiahnya ?
Bagaimana pembagian qiraat dan macam-macamnya ?
Siapa saja imam-imam qiraat ?
Apa saja syarat-syarat sahnya qiraat ?
Apa manfaat adanya perbedaan qiraat ?

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dari qiraat dan apa perbedaannya
dengan riwayat dan tariqah
2. Untuk mengetahui segi-segi perbedaan dalam qiraat
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan ilmu qiraat
1

4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ahli qiraat dan apa saja karya


5.
6.
7.
8.

ilmiahnya
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui
Untuk mengetahui

qiraat dan macam-macamnya


imam-imam qiraat
syarat-syarat sahnya qiraat
manfaat adanya perbedaan qiraat

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qiraat Dan Perbedaannya Dengan Riwayat Dan


Tariqah
Secara etimologi (bahasa), qiraat ( )adalah jamak dari
qiraah ( )yang bearti bacaan, dan merupakan isim masdar dari
kata qaraa ( )yang juga bearti bacaan. Dengan demikian qiraat
adalah bacaan atau cara membaca.1
1 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 257.
2

Sedangkan menurut terminologi (istilah), ada beberapa definisi


diantaranya :
1. Al-Zakarshi2
Qiraat
adalah
menyangkut

perbedaan

huruf-hurufnya

lafaz-lafaz

maupun

al-Quran

cara-cara

baik

pengucapan

huruf-huruf tersebut, seperti takhfit, tasydid dan lain-lain


2. Al-Dimyathi3
Dikutip oleh Abdul Hadi al-Fadli, mengumakakan bahwa qiraat
merupakan suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafazlafaz al-Quran baik yang disepakati maupun diikhtilafkan oleh
para

ahli

qiraat

seperti

hazf

(membuang

huruf),

isbat

(menetapkan huruf), takhrik (memberi harakat), taskin (memberi


tanda sukun), fashl (memisahkan huruf), washl (menyambung
huruf), ibdal (menggantikan huruf atau lafaz tertentu) dan lainlain yang diperoleh melalui indera pendengaran.
3. Az-Zarqani4
Qiraat adalah suatu mazhab yang dianut oleh seseorang
imam dari para imam qurra yang berbeda dengan yang lainnya
dalam pengucapan al-Quran al-Karim dengan kesesuaian riwayat
dan jalur-jalurnya baik perbedaan itu dalam pengucapan hurufhuruf ataupun pengucapan bentuknya.
4. Ibn Al-Jazari5
Dalam kitabnya Munjid al-Muqriin mengatakan :

2 Suarni, Sejarah Perkembangan Qiraat Al-Quran, Jurnal Al-Muashirah, 10:2,


(Juli, 2013), h.108.
3 Suarni, Sejarah Perkembangan Qiraat Al-Quran, Jurnal Al-Muashirah, 10:2,
(Juli, 2013), h.108.
4 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 257.
5 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 258.
3

Qiraat adalah pengetahuan tentang cara-cara melafalkan


kalimat al-Quran dan perbedaannya dengan menyandarkan
kepada penukilnya (perawinya).
Al-Jazari juga mengatakan bahwa setiap bacaan (qiraat)
harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan sesuai dengan
salah satu mushaf Uthmani dengan sanad yang sahih.
5. Manna al-Qaththan6
Qiraat adalah salah satu mazhab pengucapan al-Quran yang
dipilih oleh imam qurra sebagai suatu mazhab yang berbeda
dengan mazhab lainnya.
6. Al-Qasthalani7
Qiraat adalah sesuatu ilmu yang mempelajari hal-hal yang
disepakati

atau

diperselisihkan

ulama

yang

menyangkut

persoalan lughat, hadzaf, irab, itsbat, fashl dan washl yang


kesmuanya diperoleh secara periwayatan.
7. Ash-Shabuni8
Qiraat adalah suatu mazhab cara pelafalan al-Quran yang
dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang
bersambung pada Rasulullah SAW.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa qiraat
adalah cara melafalkan atau membaca al-Quran yang dipilih oleh
salah seorang imam qurra sebagai suatu mazhab (aliran) yang
berbeda dengan mazhab lainnya.
Untuk memahami lebih lanjut tentang qiraat, terlebih dahulu
perlu dipahami dan membedakan makna antara riwayat dan tariqah.
Berikut pemaparan maknanya9 :
1. Makna qiraat
6 Misnawati, Qiraat Al-Quran Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum,
Jurnal Mudarrisuna, 4:1, (Juni, 2014), h.62.
7 M. Zainul Fahmi, Al-Qurra, diakses dari
https://plus.google.com/108844543473409847640/posts/acfM8S44pGJ pada
tanggal 21 Oktober 2014
8 M. Zainul Fahmi, Al-Qurra, diakses dari
https://plus.google.com/108844543473409847640/posts/acfM8S44pGJ pada
tanggal 21 Oktober 2014
9 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 259.
4

Adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam


dari qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Seperti qiraat
Nafi, qiraat Ibn Kathir, qiraat Yaqub dan qiraat Abu Amr dan lain
sebagainya.
2. Makna riwayat
Adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang
perawi dari para qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas.
Misalnya, Nafi mempunyai dua orang perawi yaitu Qalun dan
Warsh maka disebut dengan riwayat Qalun dari Nafi atau
riwayat Warsh dari Nafi.
3. Makna tariqah
Adalah bacaan yang

disandarkan

kepada

orang

yang

mengambil qiraat dari periwayat qurra yang tujuh, sepuluh atau


empat belas. Misalnya, Warsh mempunyai dua murid yaitu alAzraq dan al-Asbahani maka disebut tariq al-Azraq an Warsh
atau riwayat Warsh min tariq al-Azraq atau bisa juga disebut
dengan qiraat Nafi min riwayati Warsh min tariq al-Azraq.
B. Segi-Segi Perbedaan Dalam Qiraat
Pada umumnya, segi perbedaan qiraat ada dua yakni10 :
1. Perbedaan dari tulisan itu sendiri, seperti : perbedaan irab
(harakat akhir kata), perbedaan harakat baik pada isim maupun
fiil, perbedaan huruf-huruf pada kata, perbedaan kata-kata dan
bentuk

tulisan,

mengakhirkan,

perbedaan
perbedaan

dalam

mendahulukan

atau

dalam

penambahan

atau

pengurangan
2. Perbedaan cara atau aturan membacanya, seperti : perbedaan
pengucapan huruf dan harakat misalnya takaran mad, takhfif,
tafkhim, dan lain-lain, perbedaan tempat waqaf.
Perbedaan qiraat dalam Al Quran kadang berpengaruh pada
perbedaan makna yang dikandung. Bahkan menurut Khalid Abd alRahman al-Ak menyatakan bahwa perbedaan qiraat berpengaruh
pada tafsir (bukan hanya makna).
10 Izza Rohman, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Penafsiran,
diakses dari https://quranicsciences.wordpress.com/2008/11/17/perbedaanqiraat-dan-pengaruhnya-terhadap-penafsiran/ pada tanggal 17 November
2008
5

Sedangkan menurut Ibn Qutaybah ada tujuh bentuk perbedaan


cara melafalkan Al Quran sebagai berikut11 :
1. Perbedaan dalam irab atau harakat kalimat tanpa perubahan
makna dari bentuk kalimat
Seperti dalam firman Allah Taala :
a. QS Hud : 78

Inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu


Ada yang membaca seperti ini :

b. QS Saba : 17

Kami tidak menjatuhkan azab melainkan hanya kepada


orang-orang yang sangat kafir
Ada yang membaca seperti ini :

c. QS An-nisa : 37

Dan mereka menyuruh orang lain berbuat kikir


Ada yang membaca seperti ini :

2. Perbedaan pada irab dan harakat (baris) kalimat sehingga


mengubah maknanya
Seperti dalam firman Allah Taala :
a. QS Saba : 19

Wahai Tuhan, jauhkanlah jarak perjalanan kami


Dan :

Yang artinya : tuhan kami menjauhkan di antara jarak


perjalanan kami
b. QS An-nur : 15

Di waktu kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut


Dan :

Yang artinya : kamu berbohong kepadanya


3. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan irab dan
bentuk tulisannya
11 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 260.
6

Seperti dalam firman Allah Taala :


a. QS Al-baqarah : 259




Lihatlah kepada tulang-belulang keledai itu bagaimana kami
menyusunnya kembali
Dan :

yang artinya : menyebarkannya


b. QS Saba : 1



Sehingga apabila telah dihilangkan

ketakutan dari hati

mereka
Dan :

Yang artinya : diturunkan


4. Perubahan pada kata dengan perubahan pada bentuk tulisannya
dan perubahan maknanya
Seperti dalam firman Allah Taala :
QS Al-waqiah : 29




Dan pohon pisang yang bersusun-susun buahnya
Dan :


Yang artinya : pohon pisang
5. Perbedaan

pada

kata

dan

bentuk

tulisan

tetapi

tidak

menyebabkan perubahan maknanya


Seperti dalam firman Allah Taala :
QS Yasin : 29

Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara


saja
Dan :

Yang artinya : satu teriakan saja


6. Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya
Seperti dalam firman Allah Taala :
QS Qaf : 19

Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya


7

Dan :

Yang artinya : dan datanglah sekarat kebenaran dengan maut


7. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf
Seperti dalam firman Allah Taala :
a. QS Yasin : 35



Dan apa yang diusahakan tangan mereka
Dan :





Yang artinya : dan apa

yang diusahakannya oleh tangan

mereka
b. QS Luqman : 26

Sesungguhnya Allah itu maha kaya lagi maha terpuji


Dan :

Yang artinya : sesungguhnya Allah itu maha terpuji lagi maha


kaya

C. Sejarah Perkembangan Ilmu Qiraat


Secara lahir, al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab dan
diturunkan

di

tengah-tengah

kehidupan

bangsa

Arab

yang

merupakan komunitas dari berbagai suku yang secara sporadis


tersebar di sepanjang jazirah Arab. Setiap suku memiliki format
dialek

atau

lahjah yang

berbeda.

Perbedaan

dialek

tersebut

tentunya sesuai dengan letak geografis dan sosio-kultural dari


masing-masing suku. Namun demikian, setiap suku telah menjadikan
bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berbagai hal baik
berkomunikasi, berniaga atau yang lainnya. Perbedaan dialek
merupakan suatu sebab yang dapat melahirkan bermacam-macam
qiraat (bacaan) dalam melafalkan al-Quran12. Dengan kata lain,
lahirnya

bermacam-macam

qiraat

merupakan

akibat

dari

12 Suarni, Sejarah Perkembangan Qiraat Al-Quran, Jurnal Al-Muashirah,


10:2, (Juli, 2013), h.109.
8

beragamnya dialek. Adanya keberagaman dialek merupakan sesuatu


yang bersifat alami, artinya fenomena tersebut tidak dapat dihindari
karena setiap bangsa, suku tetap memiliki dialek atau lahjah yang
berbeda.
Sebenarnya perbedaan qiraat sudah muncul sejak zaman Nabi.
Hal ini terlihat dari beberapa riwayat yang berkaitan dengan hadits
Al-Ahruf al-Sabah13. Nabi sangat memahami keberagaman atau
perbedaan-perbedaan dialek tersebut. Akibat beragamnya dialek di
tanah Arab, Nabi berusaha menjaga umatnya dari berbagai kesulitan
dan memberikan kemudaha untuk memahami al-Quran. Hal ini
tercermin ketika malaikat Jibril datang membawa perintah kepada
Nabi untuk membacakan al-Quran kepada umatnya dengan satu
bacaan. Nabi dengan memohon ampun kepada Allah melalui
malaikat Jibril meminta agar hurufnya ditambah. Selain itu, hurufnya
ditambah hingga tujuh bacaan. Beberapa hadits dijelaskan seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas r.a14.

Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Malaikat Jibril telah


membacakan al-Quran kepadaku dengan satu cara membaca
tetapi saya mintta dia mengulanginya sehingga saya selalu
minta dia menambah cara bacaannya dan diapun selalu
menambah bacaan kepadaku sehingga sampai berjumlah tujuh
bacaan
Di sisi yang lain, beberapa ahli juga berpendapat dalam

menentukan waktu dan tempat diturunkannya qiraat. Ada dua


pendapat tentang hal ini yakni15 :

13 Misnawati, Qiraat Al-Quran Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum,


Jurnal Mudarrisuna, 4:1, (Juni, 2014), h.63.
14 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 262.
9

1. Qiraat mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya


al-Quran
Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Quran
adalah Makiyah di mana terdapat juga di dalamnya qiraat
sebagimana yang terdapat pada surat-surat Madaniyah. Hal ini
menunjukkan bahwa qiraat itu sudah mulai diturunkan sejak di
Makkah.
2. Qiraat mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa hijrah
Di mana orang-orang masuk islam sudah banyak dan saling
berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini
dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
Muslim, an-NasaI, Turmudhi, Abu Daud dan Malik bersumber dari
Umar bin Khattab r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda16 :




Bahwa sesungguhnya al-Quran ini diturunkan atas tujuh
huruf (bacaan) maka bacalah yang kalian anggap mudah dari
ketujuh bacaan tersebut.
Demikian juga Ibn at-Tabari dalam kitab tafsirnya. Berikut

adalah arti kandungan haditsnya17 :


Ketika Nabi berada di dekat parit Bani Ghaffar, beliau
didatangi

malaikat

memerintahkanmu

Jibril
agar

seraya

mengatakan

mengucapkan

al-Quran

Allah
kepada

umatmu dengan satu huruf. Belia menjawab : aku memohon


kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya karena umatku
tidak dapat melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril
datang lagi untuk yang kedua kalinya dan berkata : Allah
memerintahkanmu

agar

membacakan

al-Quran

kepada

umatmu dengan dua huruf. Nabi menjawab : aku memohon


15 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 261.
16 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 262.
17 Suarni, Sejarah Perkembangan Qiraat Al-Quran, Jurnal Al-Muashirah,
10:2, (Juli, 2013), h.110.
10

kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, umatku tidak


kuat melaksanakannya. Jibril datang lagi untuk yang ketiga
kalinya,

lalu

mengatakan

Allah

memerintahkan

agar

membacakan al-Quran kepada umatmu dengan tiga huruf.


Nabi menjawab : aku memohon kepada Allah ampunan dan
maghfirah-Nya, sebab umatku tidak dapat melaksanakannya.
Kemudian Jibril datang lagi untuk yang keempat kalinya
seraya berkata : Allah memerintahkan kepadamu agar
membacakan al-Quran kepada umatmu dengan tujuh huruf,
dengan huruf mana saja mereka baca, mereka tetap benar
(HR. Muslim)
Hadits di atas menunjukkan tentang waktu dibolehkannya
membaca al-Quran dengan tujuh huruf yaitu sesudah hijrah
sebab hadits tersebut dalam riwayat Ubay bin Kaab menyebut
sumber air Bnai Ghaffar yang terletak di dekat kota Madinah18.
Kuatnya pendapat yang kedua tidak bearti menolak
membaca surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh
huruf, karena ada hadits yang menceritakan tentang adanya
perselisihan dalam bacaan surat al-Furqon yang termasuk dalam
surat Makiyah. Jadi bahwa dalam surat-surat Makiyah juga
terdapat tujuh huruf.
Dari hadits di atas bahwa kemudahan dan kelonggaran yang
diberikan Nabi Muhammad kepada sahabat dan umatnya untuk
membaca al-Quran lebih dari satu huruf (dialek). Kemudahan ini
menimbulkan berbagai macam bentuk bacaan di kalangan para
sahabat. Para sahabt lalu menyebar ke seluruh wilayah islam untuk
mengajarkan al-Quran kepada umat yang lain. Mereka mengajarkan
bacaan sebagaimana mereka terima dari Nabi. Penduduk Syam
(Syiria) menerima qiraat Ubay bin Kaab, Kuffah mengikuti qiraat
Ibnu Masud, selain Syiria dan Kuffah mengikuti qiraat Abu Musa alAsyari.
Perbedaan tersebut

hingga

masa

pemerintahan Umar

bin

Khattab belum menimbulkan dampak negative di tengah-tengah


18 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 262.
11

masyarakat. Karena para sahabat memahami dengan baik latar


belakang terjadinya perbedaan bacaan al-Quran.
Sekitar enam tahun setelah Usman bin Affan menjadi khalifah
mulai timbul persoalan yang berakhir dengan percekcokan yang
tajam di tengah masyarakat. Bahkan antara satu aliran qiraat
dengan qiraat lainnya saling mengkafirkan. Terjadinya perselisihan
tersebut erat hubungannya dengan makin jauhnya mereka dari
masa Nabi. Mereka tidak memahami dan menghayati dengan baik
apa yang membuat qiraat itu bervariasi. Kondisi ini diperburuk lagi
oleh heterogennya umat. Berbagai suku berbondong masuk islam,
sementara mereka memiliki latar belakang agama yang berbeda. Di
samping itu, semakin meluasnya penyebaran islam sampai keluar
Jazirah Arab, pembaruan antara Arab asli dan non Arab semakin
meningkat. Terjadinya transformasi bahasa dan akulturasi akibat
persentuhan dengan bangsa-bangsa non Arab merupakan penyebab
perbedaan qiraat semakin meningkat pula.
Di sisi al-Quran ketika masih dalam bentuk tulisan kufi yang tidak
berbaris dan tidak pula bertitik. Hal ini berpeluang besar bagi umat
untuk melahirkan perbedaan qiraat dalam membaca al-Quran.
Dengan

beragamnya

perbedaan

ini,

masing-masing

kelompok

membenarkan bacaannya sendiri sehingga membawa umat islam


hampir ke pintu perpecahan.
Akibatnya khalifah Usman bin Affan segera mengambil kebijakan.
Beliau melakukan penyeragaman tulisan dan bacaannya dalam satu
mushaf

induk,

dengan

bersumberkan

mushaf

Abu

Bakar,

peninggalan Umar bin Khattab yang tersimpan di tanga Hafsah. Tim


penulisan atau pengumpulan al-Quran diketuai oleh Zayd bin Tsabit,
dengan anggotanya Abdulloh bin Zubayr, Said bin Ash dan Abdul
Harits bin Hisyam.
Dengan dibukukan al-Quran pada tahap kedua di masa Usman
bin Affan ini maka perbedaan qiraat yang pada mulanya amat
menonjol dan dalam variasi bacaan yang sangat beragam menjadi
berkurang dan terkendali secara baik. Hal ini disebabkan oleh
mushaf tersebut tidak ada tanda baca seperti titik, harakat dan
sebagainya. Karena tanpa tanda baca tersebut, maka ayat al-Quran
12

dapat dibaca dengan berbagai qiraat tentunya sesuai dengan yang


diajarkan Nabi.
Mushaf-mushaf tersebut disebarkan atau dikirim ke Mekkah,
Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah dan Kuffah. Masing-masing daerah
mendapatkan

satu

eksemplar.

Setelah

mushaf

disebarkan,

muncullah para qurra yang ahli dalam membaca al-Quran. Mereka


menjadi panutan di daerahnya dan menjadi pedoman dalam
membaca al-Quran.
Periwayatan dan talaqqi (si guru membaca dan murid mengikuti
bacaan tersebut) dari orang-orang yang thiqqah dan dipercaya
merupakan kunci utama pengambilan qiraat al-Quran secara benar
dan tept sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi kepada para
sahabatnya. Para sahabat berbeda-beda ketika menerima qiraat dari
Nabi. Di antara para sahabat Nabi tersebut ada tujuh sahabat Nabi
yang terkenal mengajarkan qiraat yakni Usman bin Affan, Ubay bin
Kaab, Ali bin Abi Thalib, Zayd bin Tsabit, Ibnu Masud, Abu Musa alAsyari, dan Abu al-Darda.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri
islam dengan membawa qiraat masing-masing. Hal ini menyebabkan
berbeda-beda juga ketika Tabiin mengambil qiraat dari para
sahabat. Begitu juga dengan Tabi at-Tabiin yang berbeda-beda
dalam mengambil qiraat dari para Tabiin.
Ahli-ahli qiraat di kalangan Tabiin juga telah menyebar di
berbagai kota diantaranya19 :
1. Di Madinah
Antara lain Ibn al-Musayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abd alAziz, Sulaiman dan Ata (keduanya putra Yasar), Muadh bin Harith
yang terkenal dengan Muadh al-Qari, Abd al-Rahman bin
Hurmuz al-Araj, Ibn Shihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan zayd
bin Aslam.
2. Di Makkah
Antara lain Ubayd bin Umair, Ata bin Abu Rabah, Tawus,
Mujahid, Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
3. Di Kufah
19 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 264.
13

Antara lain Alqamah al-Aswad, Masruq, Ubaydah, Amr bin


Shurabhil, al-Haris bin Qays, Amr bin Maimun, Abu Abd arRahman as-Sulami, Said bin Jabir, an_NakhaI dan ash-Shabi.
4. Di Basrah
Antara lain Abu Aliyah, Abu Raja, Nasr bin Asim, Yahya bin
Yamar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
5. Di Sham
Antara lain al-Mugirah bin Abu Shihab al-Makhzumi pemilik
mushaf Uthman, Khulayd bin Said pemiliki mushaf Abi ad-Darda
dan lain-lain.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam
qiraat yang termasyhur yang mengkhususkan diri dalam qiraatqiraat tertentu dan mengajarkan qiraat mereka masing-masing. Di
antaranya imam yang terkenal adalah tujuh imam yakni Abu Amr
bin Ala, Nafial-Madani, Asim al-Kufi, Hamzah al-Kufi, al-Kisai al-Kufi,
Ibn Amir asy-Syami dan Ibn Kasir 20. Namun ada tiga imam dan
empat imam yang menyempurnakan imam qiraat tujuh.
Perkembangan selanjutnya ditanda dengan munculnya masa
pembukuan ilmu qiraat. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang
yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Imam Abu Ubayd
al-Qasim bin Salam (wafat 224 H). beliau menulis kitab yang diberi
nama al-Qiraat yang menghimpun qiraat dari 25 perawi. Pendapat
lain menyebutkan, yang pertama kali menyusun ilmu qiraat adalah
Abu Umar Hats bi Umar al-Muqri ad-Darir (wafat 246 H). Pendapat
yang lain lagi mengatakan bahwa yang pertama kali menghimpun
ilmu qiraat dalam sebuah kitab tersendiri adalah Abu Bakr bin
Mujahid al-Baghdadi (wafat 324 H).
Sedangkan ulama yang popular pada abad ke lima hijriyah
adalah Abu Amr Uthman bin Said ad-Dani (wafat 444 H). beliau
memliki sejumlah karya tentang ilmu qiraat dan yang terpenting
adalah kitabnya yang berjudul at-Taysir. Selanjutnya ulama yang
popular pada abad ke enam hijriyah adalah al-Qasim bin Fuyyirah
bin Khalaf ash-Shatibi (wafat 590 H). karya beliau tentang ilmu
qiraat lebih popular dengan sebutan ash-Shatibiyah.
20 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran by Mudzakir (Jakarta : PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 259.
14

Dari sejumlah pandangan mengenai penyusunan pertama ilmu


qiraat

dapat

dikatakan

bahwa

yang

paling

awal

memulai

menghimpun ilmu qiraat adalah imam Abu Ubayd al-Qasim bin


Salman (wafat 224H). Pandangan ini diperkuat oelh al-Hafiz adhDhahabi bahwa pada masa itu belum ada satupun kitab semacam
ilmu qiraat yang ditulis oleh orang-orang Kufah selain karya al-Qasim
tersebut. Sedangkan yang lainnya adalah imam-imam yang popular
pada masanya.
D. Tokoh-Tokoh Ahli Qiraat Dan Karya Ilmiahnya
Perkembangan ilmu qiraat yang semakin pesat, mengakibatkan
munculnya banyak tokoh ahli qiraat yang membukukan ilmunya
dalam bentuk karya tulis, diantaranya21 :
1. Makki bin Abu Talib al-Qaisi (wafat pada tahun 437 H)
Beliau menyusun kitab :
al-Ibanah an Maani al-Qiraat
al-Kashf an Wujuh al-Qiraati as-Sabi Wa Ilaliha
2. Abd ar-Rahman bin Ismail (lebih dikenal dengan nama Abu
Shamah, wafat pada tahun 665 H)
Beliau menyusun kitab :
Ibraz Maani min Harz al-Amani
Sharh Kitab ash-Shatibiyah
3. Ahmad bin Muhammad ad-Dimyati (wafat pada tahun 117 H)
Beliau menyusun kitab :
Ittihafu FudalaI al-Bashari fi al-Qiraatal-Arbai Ashar
4. Muhammad al-Jazari (wafat pada tahun 832 H)
Beliau menyusun kitab :
Tahbir at-Taisir fi al-Qiraat al-Ashar min Tariq ash-Shatibiyah
wa ad-Durrah
5. Ibn al-Jazari
Beliau menyusun kitab :
Taqrib an-Nashr fi al-Qiraatal-Ashar
An-Nashr fi al-Qiraat al-Ashar
6. Husayn bin Ahmad bin Khalawayh (wafat pada tahun 370 H)
Beliau menyusun kitab :
al-Hujjat fi Qiraat as-Sabi
Mukhtasar Shawadz al-Quran
7. Ahmad bin Musa bin Mujahid (wafat pada tahun 324 H)
Beliau menyusun kitab :
Kitab as-Sabah
21 Tim Reviewer MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 267.
15

8. Ash-Shatibi (wafat pada tahun 548 H)


Beliau menyusun kitab :
Harz al-Amani wa Wajh an-Nahani Nazam fi Qiraatas-Sabi
9. Ali an-Nawawi as-Safaqisi
Beliau menyusun kitab :
Ghaith an-Nafi fi al-Qiraat as-Sabi
10.
Abu Amr ad-Dani (wafat pada tahun 444 H)
Beliau menyusun kitab :
at-Taysir fi al-Qiraat as-Sabi

E. Pembagian Qiraat Dan Macam-Macamnya


Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qiraat menjadi enam macam,
yakni:
1. Qiraat Mutawatir
Yaitu qiraat yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin terjadi
kesepakatan di antara mereka untuk berbuat kebohongan. 22 Dari sejumlah orang
yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya yakni
Rasulullah. Dan inilah yang umum dalam hal qiraat.23 Contoh untuk qiraat
mutawatir ini ialah qiraat yang dikeluarkan oleh Al-Hakim dari jalur Ashim AlJahdariy, dari Abu Bakrah, bahwasanya Nabi Muhammad Saw pernah membaca :

Mereka bertelekan pada bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan


permadani-permadani yang indah. (QS Al-Rahman[55]: 76)
Qiraat yang Mutawatir berbunyi :



Jadi,
bukannya dan
dan

2. Qiraat Masyur
Yaitu qiraat yang sahih sanadnya karena diriwayatkan oleh tokoh yang adil,
dhabith yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab tetapi tidak mencapai derajat

Mutawatir, yaitu suatu informasi yang disampaikan oleh orang banyak dan kepada
22 Tim Penyusun MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2013), h. 202.
23 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran by Mudzakir (Jakarta : PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 256.
16

orang banyak pula. Misalnya, qiraat yang diriwayatkan oleh satu dari tujuh qari
terkemuka yang diinventarisasi Ibnu Mujahid, sementara tokoh-tokoh qari
lainnya tidak meriwayatkan qiraat tersebut.24
3. Qiraat Ahad
Yaitu qiraat yang sahih sanadnya tetapi menyalahi rasam Usmani, menyalahi
kaidah bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya qiraat masyur yang telah
disebutkan. Qiraat macam ini tidak termasuk qiraat yang dapat diamalkan
bacaannya.25 Dan qiraat Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membaca al-Quran
dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Quran. Contohnya seperti yang
diriwayatkan dari Abu Barkah, bahwa nabi membaca QS. ar-Rahman : 76


Dan yang diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa ia membaca QS. at-Taubah : 128










Dengan dibaca fathah pada huruf nya
4. Qiraat Syaz
Yaitu qiraat yang tidak sahih sanadnya dan tidak bersambung sampai kepada
Rasulullah Saw. Hukum qiraat ini tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar
shalat.
Contohnya seperti bacaan

26

(QS. al-Fatihah [1] :

4) dengan bentuk fiil madi dan menasabkan


5. Qiraat Maudu
Yaitu qiraat yang hanya dibua-buatdinisbahkan kepada orang tanpa asal usul
yang pasti, bahkan tanpa asal usul sama sekali. Misalnya, qiraat yang
dikumpulkan oleh Muhammad bin Jafar Al-KhuzaI dan Ia mengatakan
bersumber dari Abu Hanifah, padahal bukan Al-Khuzai yang membaca firman
Allah Swt yang berbunyi (QS. Fathir [35] : 28)

sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya


hanyalah para ulama
24 Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
h.139.
25 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran by Mudzakir (Jakarta : PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 256.
26Tim Penyusun MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2013), h. 254.

17

Harakat (baris) fathah pada lafaz Allah (

)dan dhammah pada lafaz Ulama

dibalik. Ia fathah-kan dan ia dhammah-kan kata

sehingga bila potongan

ayat yang harokatnya diubah akan diterjemahkan menjadi: Allah takut kepada
hamba-hamba-Nya yang ulama. Kata Al-Ulama (

)yang seharusnya

fail (subjek) diubah menjadi maful (objek).27


6. Qiraat Mudraj
Yaitu bacaan yang sesungguhnya sekedar penafsiran, tetapi dianggap
qiraat.28 Misalnya seperti qiraat Ibn Abbas pada QS al-Baqarah: 198 dengan
bacaan (QS. Al-Baqarah [2] : 198)

Tidak mengapa bagi (atas)-mu mencari kelebihan (rezeki) dari Tuhanmu.


Di akhir ayat ini terdapat tambahan kalimat

(di

musim haji) adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.


Dari segi jumlah, macam-macam qiraat dapat dibagi menjadi tiga macam yakni29 :
1. Qiraat sabah
Adalah qiraat yang dinisbahkan kepada para imam qurra yang tujuh yang
termashur. Beliau adalah Nafi, Ibn Kathir, Abu Amr, Ibn Amir, Asim, Hamzah
dan Kisai.
2. Qiraat asharah
Adalah qiraat sabah yang ditambah dengan tiga qiraat lagi yang disndarkan
kepada Abu Jafar, Yaqub dan Khalaf al-Ashir.
3. Qiraat arba asharah
Adalah qiraat asharah yang ditambah dengan empat qiraat lagi yang
disandarkan kepada al-Hasan al-Basri, Ibn Muhaysin, Yahya al-Yazidi dan ashShanbudhi.

27 Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),


h.140.
28 Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
h.140.
29 Tim Penyusun MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2014), h. 272.
18

F. Mengenal Imam-Imam Qiraat


Ulama qiraat memilih orang-orang yang dianggap ahli, terpecaya, masyhur dan
mempunyai pengalaman yang cukup lama dalam pengajaran qiraat. Mereka memilih
ahli qiraat dari setiap negeri yang bisa mewakili bacaan penduduk negeri tersebut
yang bersama mereka dikirim mushaf Usmani. Dipilihlah tujuh orang imam yang
dapat mewakili setiap negeri, mereka yaitu:30
1. Ibnu Amir
Nama aslinya adalah Abdullah al-Yahshubi, beliau seorang qadhi di
Damaskus pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abd. Malik, nama panggilannya
yaitu Abu Imran. Ia seorang tabiin dan mengambil qiraat dari al-Mughirah Abi
Syihab al-Makhzumi dari Usman bin Affan dan dari Rasulullah Saw. Beliau
wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan
Ibn Zakwan.
2. Ibnu Katsir
Dia adalah Abu Muhammad, nama aslinya yaitu Abdullah bin Katsir al-Dari
al-Makki. Dia juga seorang tabiin dan bertemu dengan Abdullah bin Zubair, Abu
Ayyub al-Anshari dan Anas in Malik. Beliau wafat di Mekkah tahun 120 H. Dua
orang perawinya adalah al-Bazi dan Qunbul.
3. Ashim al Kufi
Adalah Ashim bin Abi al-Najud al-Asadi dan dinamakan pula dengan Ibnu
Bahdalah, Abu Bakar. Beliau adalah seorang tabiin dan wafat di Kufah tahun 128
H. Dua orang perawinya adalah Syubah dan Hafsh.
4. Abu Amr
Dia adalah Abu Amr Zabban bin al-Ala bin Ammar al-Bashari. Ada yang
mengatakan bahwa namanya adalah Yahya dan dikaakan bahwa namanya adalah
kunyahnya. Beliau wafat di Kufah tahun 154 H. Dua orang perawinya adalah alDauri dan al-Susi.
5. Hamzah al-Kufi
Ia adalah Hamzah bin Habib bin Imarah al-Zayyat al-Fardhi al-Taimi. Ia
diberi gelar dengan Abu Imarah dan beliau wafat di Halwan tahun 156 H pada
masa pemerintahan Abu Jafar al-Manshur. Dua orang perawinya adalah Khalaf
dan Khalad.
6. Nafi
30 Misnawati, Qiraat Al-Quran Dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum,
Jurnal Mudarrisuna, 4:1, (Juni, 2014), h.74.
19

Dia adalah Abu Ruwaim Nafi bin Abdurrahman bin Abu Nuaim al-Laitsi.
Beliau berasal dari Isfahan dan wafat di Madinah tahun 169 H. Dua orang
perawinya adalah Qalun dan Warasy.
7. Al-Kisai
Beliau adalah Ali bin Hamzah, seorang imam ilmu Nahwu di Kufah. Beliau
di beri gelar dengan Abu al-Hasan. Dinamakan al-Kisai karena beliau memakai
kisa ketika ihram. Dia wafat di Barnabawaih, sebuah desa di Ray ketika menuju
ke Khurasan bersama dengan Rasyid tahun 189 H.

G. Syarat-Syarat Sahnya Qiraat


Para ulama menetapkan tiga syarat sah dan diterimanya qiraat, yaitu:
1. Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab
Kesesuaian qiraat dengan kaidah bahasa Arab sekalipun dalam satu segi,
baik segi itu fasih maupun lebih fasih, sebab qiraat ialah sunah yang harus
diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad,
bukan rayu (penalaran).
2. Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Uthmani, walaupun hanya tersirat
Sebab, dalam penulisan mushaf-mushaf itu para sahabat telah bersungguhsungguh dalam membuat rasm (cara penulisan mushaf) sesuai dengan macammacam dialek qiraat yang mereka ketahui.31
3. Harus shahih sanadnya
Maksud dari shahih sanadnya ini para ulama berbeda pendapat, sebagian
cukup menganggap dengan sahih saja dan sebagian yang lain mensyaratkan harus
mutawatir.32

H. Manfaat Adanya Perbedaan Qiraat


Adanya bermacam-macam qiraat yang telah disebutkan diatas memiliki berbagai
manfaat, antara lain:33
31Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran by Mudzakir (Jakarta : PT.
Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 254.
32 Tim Penyusun MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2013), h. 212
33 Tim Penyusun MKD, Studi Al-Quran (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press,
2013), h. 213.
20

1. Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Quran


Keringanan ini sangat dirasakan khususnya oleh penduduk Arab pada masa
awal diturunkannya al-Quran.
2. Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya al-Quran dari perubahan dan
penyimpangan padahal al-Quran ini mempunyai banyak segi bacaan yang
berbeda-beda.
3. Dapat menjelaskan hal-hal yang mungkin masih global atau samar dalam qiraat
yang lain, misalnya qiraat mutawatir, qiraat masyhur ataupun shadh.
4. Bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan maknanya, karena setiap qiraat
menunjukkan suatu hukum syara tertentu tanpa perlu adanya pengulangan lafaz.
5. Meluruskan aqidah sebagian orang yang salah.
6. Mendukung autentisitas al-Quran, karena akan terhindar dari cara baca yang
menyimpang.
7. Perbedaan qiraat bisa berakibat pada perbedaan huruf, bentuk kata, susunan
kalimat, irab, penambahan dan pengurangan kata yang melahirkan perbedaan
makna dan pengaruhnya kepada hukum yang diproduknya.
8. Fleksibilitas terhadap pembacaan al-Quran oleh Nabi Saw pada masanya, karena

itu pada masa kinipun fleksibilitas yang sama harus tersedia dalam pemahaman dan
penafsiran firman Tuhan sejalan dengan kebutuhan Muslim saat ini.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Qiraat adalah cara melafalkan atau membaca al-Quran yang
dipilih oleh salah seorang imam qurra sebagai suatu mazhab

(aliran) yang berbeda dengan mazhab lainnya.


Makna qiraat, riwayat dan tariqah
Makna qiraat
21

Adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam


dari qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Seperti qiraat
Nafi, qiraat Ibn Kathir, qiraat Yaqub dan qiraat Abu Amr dan lain
sebagainya.
Makna riwayat
Adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang
perawi dari para qurra yang tujuh, sepuluh atau empat belas.
Misalnya, Nafi mempunyai dua orang perawi yaitu Qalun dan
Warsh maka disebut dengan riwayat Qalun dari Nafi atau
riwayat Warsh dari Nafi.
Makna tariqah
Adalah bacaan yang

disandarkan

kepada

orang

yang

mengambil qiraat dari periwayat qurra yang tujuh, sepuluh atau


empat belas. Misalnya, Warsh mempunyai dua murid yaitu alAzraq dan al-Asbahani maka disebut tariq al-Azraq an Warsh
atau riwayat Warsh min tariq al-Azraq atau bisa juga disebut

dengan qiraat Nafi min riwayati Warsh min tariq al-Azraq.


Menurut Ibn Qutaybah ada tujuh bentuk perbedaan cara
melafalkan Al Quran yakni :
1. Perbedaan dalam irab atau harakat kalimat tanpa perubahan
makna dari bentuk
2. Perbedaan pada irab dan harakat (baris) kalimat sehingga
mengubah maknanya
3. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan irab dan
bentuk tulisannya
4. Perubahan pada kata

dengan

perubahan

tulisannya dan perubahan maknanya


5. Perbedaan pada kata dan bentuk

tulisan

pada
tetapi

bentuk
tidak

menyebabkan perubahan maknanya


6. Perbedaan dalam mendahulukan dan mengakhirkannya
7. Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf
Sejarah munculnya qiraat berawal dari perbedaan dialek atau
lahjah. Perbedaan dialek tersebut tentunya sesuai dengan letak

sosio-kultural dari masing-masing suku


Tokoh-tokoh ahli qiraat dan karya ilmiahnya
1. Makki bin Abu Talib al-Qaisi (wafat pada tahun 437 H)
Beliau menyusun kitab :
al-Ibanah an Maani al-Qiraat
al-Kashf an Wujuh al-Qiraati as-Sabi Wa Ilaliha
22

2. Abd ar-Rahman bin Ismail (lebih dikenal dengan nama Abu


Shamah, wafat pada tahun 665 H)
Beliau menyusun kitab :
Ibraz Maani min Harz al-Amani
Sharh Kitab ash-Shatibiyah
3. Ahmad bin Muhammad ad-Dimyati (wafat pada tahun 117 H)
Beliau menyusun kitab :
Ittihafu FudalaI al-Bashari fi al-Qiraatal-Arbai Ashar
4. Muhammad al-Jazari (wafat pada tahun 832 H)
Beliau menyusun kitab :
Tahbir at-Taisir fi al-Qiraat al-Ashar min Tariq ashShatibiyah wa ad-Durrah
5. Ibn al-Jazari
Beliau menyusun kitab :
Taqrib an-Nashr fi al-Qiraatal-Ashar
An-Nashr fi al-Qiraat al-Ashar
6. Husayn bin Ahmad bin Khalawayh (wafat pada tahun 370 H)
Beliau menyusun kitab :
al-Hujjat fi Qiraat as-Sabi
Mukhtasar Shawadz al-Quran

7. Ahmad bin Musa bin Mujahid (wafat pada tahun 324 H)


Beliau menyusun kitab :
Kitab as-Sabah
8. Ash-Shatibi (wafat pada tahun 548 H)
Beliau menyusun kitab :
Harz al-Amani wa Wajh an-Nahani Nazam fi QiraatasSabi
9. Ali an-Nawawi as-Safaqisi
Beliau menyusun kitab :
Ghaith an-Nafi fi al-Qiraat as-Sabi
10. Abu Amr ad-Dani (wafat pada tahun 444 H)
Beliau menyusun kitab :
at-Taysir fi al-Qiraat as-Sabi
Macam-macam qiraat yakni :
Qiraat mutawatir
Qiraat masyur
Qiraat ahad
Qiraat syaz
Qiraat maudu
Qiraat mudraj
Dari segi jumlah, qiraat dibagi menjadi tiga yakni :
Qiraat sabah
Qiraat asharah
23

Qiraat arba asharah


Imam-imam qiraat
Ibnu Amir
Ibnu Katsir
Ashim al Kufi
Abu Amr
Hamzah al-Kufi
Nafi
Al-Kisai

Syarat-syarat sahnya qiraat, yakni :


Sesuai dengan salah satu kaidah bahasa Arab
Sesuai dengan tulisan pada salah satu mushaf Uthmani, walaupun hanya
tersirat
Harus shahih sanadnya
Manfaat adanya perbedaan qiraat
Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al

Quran
Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya al-Quran dari perubahan
dan penyimpangan padahal al-Quran ini mempunyai banyak segi bacaan

yang berbeda-beda.
Dapat menjelaskan hal-hal yang mungkin masih global atau samar dalam

qiraat yang lain


Bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan maknanya
Meluruskan aqidah sebagian orang yang salah.
Mendukung autentisitas al-Quran, karena akan terhindar dari cara baca yang

menyimpang.
Perbedaan qiraat bisa berakibat pada perbedaan huruf, bentuk kata, susunan
kalimat, irab, penambahan dan pengurangan kata yang melahirkan perbedaan

makna dan pengaruhnya kepada hukum yang diproduknya.


Fleksibilitas terhadap pembacaan al-Quran oleh Nabi Saw pada masanya,

24

Anda mungkin juga menyukai