Majelis Tarjih (dan Tajdid) saat itu diketuai Prof. KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A.
(w. 1994) yang di periode selanjutnya menjadi Ketua Umum PP
Muhammadiyah 1990-1995
SEJARAH RUMUSAN MANHAJ TARJIH
1912: Muhammadiyah berdiri, ketarjihan langsung ditangani Hoofdbestuur
1927: Majelis Tarjih sejak kali pertama berdiri tahun 1927 (Hasil Kongres
Muhammadiyah ke-16 tahun 1927 di Pekalongan) dengan ketua pertama KH.
Mas Mansyur (w. 1946)
1940: Masalah ke-21 dari Kitab Masail Syatta [HPT (I/302-303)] tentang
Ushul Fiqh, hasil beberapa Muktamar Khususi Tarjih 1940
1955: Kitab Al-Masail Al-Khams [HPT (I/277-280)], hasil Muktamar Khususi
Majelis Tarjih di Yogyakarta
1986: Rumusan 16 Pokok Manhaj Majelis Tarjih (Amanat Muktamar
Muhammadiyah ke-41 tahun 1985 di Solo)
POKOK-POKOK INI DAPAT DIRUJUK DI:
1. Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi
Hlm. 12-14
Prof. Dr. Asjmuni Abdurrahman
Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2002
Berbeda dengan MTT PWM Jawa Barat yang memutuskan tahun 1973 bahwa takbir saat salat ‘Id sama seperti salat biasa, sekali.
“IJTIHAD DAN ISTINBATH ATAS DASAR ILLAH TERHADAP
HAL-HAL YANG TIDAK TERDAPAT DALAM NASH , DAPAT
DILAKUKAN. SEPANJANG TIDAK MENYANGKUT BIDANG
TA’ABBUDI, DAN MEMANG HAL YANG DIAJARKAN
DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA.
DENGAN PERKATAAN LAIN, MAJELIS TARJIH MENERIMA
IJITIHAD , TERMASUK QIYAS, SEBAGAI CARA DALAM
MENETAPKAN HUKUM YANG TIDAK ADA NASHNYA
SECARA LANGSUNG.”
PETIKAN POKOK MANHAJ TARJIH DI ATAS
MEMPERJELAS PUTUSAN KITAB MASAIL KHAMS
BERIKUT BAHWA IBADAH MAHDHAH ADALAH YANG
TA’ABBUDI:
ومتى استدعت الظروف عند مواجهة أمور وقعت ،ودعت الحاجة إلى
العمل بها ،وليست هي من أمور العبادات المحضة ،ولم يرد في حكمها
نص صريح من القرءان والسنة الصحيحة ،فالوصول إلى معرفة حكمها
عن طريق االجتهاد واالستنباط من النصوص الواردة على أساس تساوي
العلل كما جرى عليه العمل عند علماء السلف والخلف
])[HPT (I/280
PARA ULAMA SENDIRI SEDIKIT BERBEDA DALAM
PENGGUNAAN ISTILAH “IBADAH MAHDHAH”
As-Sarakhsi (w. 483) menyatakan:
بخلف بناء الرباط والمسجد فالعمل هناك ليس بعبادة محضة بدليل أنه يصح من
الكافر
[Al-Mabsuth (IV/158), cet. Darul Ma’rifah, Beirut: 1993]
“Adapun mengenai ‘umuru ghairut-ta’abbudiy, boleh dilakukan sekalipun Nabi saw tidak pernah
mengerjakannya, dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.” [HPT
(VI/134)]
Kegiatan ini termasuk ‘umuru ghairut-ta’abbudiy, bukan ibadah yang langsung ditujukan kepada Allah
swt, karena itu boleh dilakukan. [HPT (VI/135)]
CONTOH DALAM PUTUSAN/FATWA
MUHAMMADIYAH (3):
“Sebetulnya soal tahlilan yang sudah melekat pada sebagian besar masyarakat kita
itu termasuk masalah khilafiyah, diperselisihkan oleh para ‘ulama. Bagi mereka yang
melaksanakan tahlilan, mereka beranggapan ada tuntunan dari agama, disamakan
dengan doa. Mereka itu berpendapat bahwa dalam soal ta’abbudi boleh dimasuki
ijtihad.” [HPT (VI/139)]
وأما أفاضل أصحاب أبي حنيفة ومالك فما قلدوهما فإن خلف ابن
وهب وأشهب وابن الماجشون والمغيرة وابن أبي حازم لمالك
أشهر من أن يتكلف إيراده وقد خالفه أيضا
ابن القاسم وكذلك خلف أبي يوسف وزفر ومحمد والحسن بن
زياد ْلبي حنيفة أشهر من أن يتكلف إيراده وكذلك خلف أبي ثور
والمزني للشافعي رحمه هللا
][ibid.
PARA ULAMA MADZHAB PUN SERING MENYELISIHI
MADZHAB JIKA NAMPAK TAK SESUAI DALIL (2)
Ibnu Taimiyyah menyatakan:
وبما أن المجلس يرة أن صورة اْلستاذ العالم أحمد دحلن مؤسس الجمعية المحمدية يخاف منها
قرر مجلس الترجيح بحرمة اتخاذها زينة،الفتنة
Tahun 1968 [HPT (I/316)]:
“Bunga bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku termasuk perkara musytabihat.
(…) Terhadap hal-hal yang masih mutasyabihat (…) dianjurkan agar kita sekalian berlaku hati-hati (…) kecuali apabila ada suatu kepentingan
masyarakat (…) yang sesuai dengan maksud-maksud daripada tujuan agama Islam pada umumnya, maka tidak ada halangan perkara
mutasyabihat tersebut kita kerjakan sekedar sesuai dengan kepentingan-kepentingan itu.”
Tahun 2006 [HPT (III/197-204), cet. Suara Muhammadiyah, Jogja: 2018 dan TJA (VIII/141-152]:
“Mengenai masalah bunga, khususnya bunga bank, perlu dikaji secara lebih mendalam dan sebagai
penyikapan sementara dicukupkan dengan fatwa Majelis Tarjih (…): “Bunga (interest)
adalah riba karena merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan.”
CONTOH RALAT PUTUSAN/FATWA
MUHAMMADIYAH (3)
Putusan tentang hukum merokok
Tahun 1986 [TJA (I/162)]:
“Atas dasar pengamatan sementara, maka Tim mengambil kesimpulan bahwa MEROKOK ITU
MAKRUH HUKUMNYA dalam arti bahwa merokok bukanlah termasuk perbuatan yang
terpuji, kalau tidak dikatakan perbuatan yang patut dihindari.“
Tahun 2005 [Fatwa no. 30/SM/MTT/III/2005]: