Penulis:
Asep Syamsul M. Romli
Sejauh ini kita sudah punya kajian atau disiplin ilmu baru sebagai
pengembangan dari ilmu komunikasi, seperti komunikasi politik, komunikasi
budaya, komunikasi organisasi, dan komunikasi internasional. Komunikasi
dakwah muncul belakangan.
Semoga buku kecil ini turut memberikan sumbangsih pada dua dunia
sekaligus, yakni dunia komunikasi dan dunia dakwah, juga bermanfaat bagi
pembaca dan menjadi amal saleh bagi penulis. Amin!
Daftar Pustaka
Berikut ini definisi komunikasi yang bisa kita temukan dalam berbagai
literatur komunikasi.
Keempat fungsi itu pula yang diadopsi menjadi fungsi pers atau media
massa sebagai sarana komunikasi massa, dengan menambahkan satu fungsi
social control (pengawasan sosial).
Pengertian Dakwah
Secara etimologis, menurut para ahli bahasa, dakwah berakar kata da’a-
yad’u-da’watan, artinya ”mengajak” atau ”menyeru”.
Poin 1 lebih populer dengan sebutan da’wah bil lisan, da’wah bil qaul, atau
da’wah khithobah. Poin 2 populer disebut da’wah bil qolam atau da’wah bil
kitabah. Poin 3 lebih dikenal dengan sebutan da’wah bil hal dan da’wah bil
qudwah. Poin 4 bisa disebut jihad fi sabilillah atau jihad lil i’lai kalimatillah.
Menurut KHM. Isa Anshary (1984), setiap Muslim adalah da'i (jurdakwah).
Menjadi seorang Muslim, kata Anshary, otomatis menjadi jurudakwah,
menjadi mubalig, bila dan di mana saja, di segala bidang dan ruang.
Pesan itu disampaikan dengan sarana (media) yang tersedia untuk diterima
komunikan (receiver, penerima pesan, objek dakwah). Komunikan
menerjemahkan atau memahami simbol-simbol pesan dakwah itu
(decoding) lalu memberi umpan balik (feedback) atau meresponnya,
misalnya berupa pemahaman dan pengamalan pesan dakwah yang
diterimanya.
Dari segi proses, dakwah tiada lain adalah “komunikasi Islam”, yakni
menyampaikan pesan-pesan keislaman. Komunikator (da'i) menyampaikan
pesan ajaran Islam melalui lambang-lambang kepada komunikan (mad'u).
Mad'u menerima pesan itu, mengolahnya, lalu meresponnya. Dalam proses
itu terjadi transmisi pesan oleh da'i dan interpretasi pesan oleh mad'u (objek
dakwah).
Prinsip komunikasi dakwah meliputi dua hal, yakni dalam hal what to say (isi,
konten, substansi, materi, pesan) dan how to say (cara, metode).
Prinsip Isi
Secara garis besar, ajaran Islam meliputi ajaran tentang sistem credo (tata
keimanan atau tata keyakinan), sistem ritus (tata peribadatan), dan sistem
norma (tata kidah atau tata aturan yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam lain), yang
diklasifikasikan dalam ajaran tentang: akidah (iman), syariah (Islam), dan
akhlak (Ihsan).
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir Yakni ahli kitab dan orang-orang yang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya.
mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. (QS. Al-Bayinah:6).
Kedua, ‘Amar Ma’ruf Nahyi Munkar, ajakan kepada kebaikan (ma’rufat) atau
menegakkan kebaikan sekaligus mencegah dan melenyapkan kemunkaran
(munkarot) atau keburukan.
Ma'rufat adalah kebaikan, yakni segala kebaikan atau sifat-sifat baik yang
sepanjang masa telah diterima sebagai baik oleh hati nurani manusia.
Munkarat sebaliknya, yaitu segala dosa dan kejahatan yang sepanjang masa
telah dikutuk oleh watak manusia sebagai jahat (Abul A’la al-Maududi,
Nizhamul Hayat fi al-Islam).
Dalam Islam, ma'rufat adalah hal-hal yang wajib, sunat, dan mubah
dilakukan. Munkarat adalah hal-hal yang haram dan makruh dilakukan.
Cukup banyak hadits Nabi Saw tentang kewajiban ‘amar ma’ruf nahyi
munkar ini, antara lain:
Prinsip Cara
Dalam hal cara (how), prinsip komunikasi dakwah terkandung dalam QS. An-
Nahl:125-127.
Ada tiga cara dalam berdakwah menurut ayat tersebut, yakni bil-hikmah,
mau'idzatul hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan.
Ulama asal Arab Saudi, Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz. berdasarkan
penelitiannya menyimpulkan bahwa hikmah mengandung arti sebagai
berikut:
Kedua, Mau'idzatul hasanah yakni dengan ajaran, nasihat, dan didikan yang
baik-baik, lemah-lembut, dapat menyentuh akal dan hati (perasaan), dan
mudah dipahami. Cara tersebut berlaku bagi golongan awam, orang
kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam. Termasuk di
dalamnya memberikan motivasi, pujian, dan peringatan.
Ketiga, Mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, dialog,
diskusi, atau debat guna mendorong supaya berpikir secara sehat dan
menerima kebenaran (Islam) dengan cara mengemukakan argumentasi yang
lebih baik untuk mengatasi argumentasi lawan debat. Cara demikian cocok
buat golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua golongan
tersebut. Perdebatan disampaikan dengan cara yang lembut, bukan cara
yang keras dan kasar.
Cara dakwah juga dikemukakan Nabi Muhammad Saw, seperti dalam sebuah
haditsnya:
Kedua, mengubah kemunkaran dengan lisan (bil lisan), yakni dengan ucapan,
perkataan, atau ungkapan pemikiran yang mengajak atau mempengaruhi
orang menuju kebenaran Islam. Ceramah di mimbar atau menulis di media
massa dapat masuk dalam kategori ini. Aksi-aksi demonstrasi, orasi,
pembuatan spanduk, poster, dan pamflet berisi seruan kebenaran (al-haq)
pun termasuk dalam kategori ini.
Ketiga, mengubah kemunkaran dengan hati (bil qolbi), yakni hati tidak
menyetujui kemunkaran yang ada, namun tidak memiliki kekuatan untuk
mengubahnya dengan tangan ataupun dengan lisan. Pilihan ketiga ini adalah
selemah-lemahnya iman (adh’aful iman). Artinya, jika pilihan ketiga ini pun
tidak dilakukan seorang Muslim, maka imannya harus dipertanyakan, karena
orang beriman pasti menolak terjadinya kemunkaran.
“Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS.
Al-Baqarah :83).
2. Qaulan Baligha –ucapan yang lugas, efektif, dan tidak berbelit-belit. Kata-
kata yang digunakan langsung dapat dipahami dengan mudah.
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam
hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka
pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha --perkataan yang
berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).
Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha
artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif,
mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan
tidak berbelit-belit atau bertele-tele.
Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan
hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.
Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam
tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan
cendekiawan.
Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di
depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan
bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa
jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass
communication).
3. Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik, santun, dan tidak kasar. Kata
Qaulan Ma`rufan yang disebutkan dalam sejumlah ayat Al-Quran artinya
perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran
(tidak kasar), tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan, serta
pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat).
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada
itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia,
kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa --perkataan
yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).
“Qulan Ma’rufa --perkataan yang baik-- dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika
kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah
Qaulan Ma’rufa --perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).
Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat
dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.
Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara
dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau
mengucapkan kata-kata yang sekiranya menyakiti hati mereka.
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar
berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina,
hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh
dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.
”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan
Maysura --ucapan yang mudah dan menyenangkan” (QS. Al-Isra: 28).
Rasulullah bertanya lagi, “Relakah kamu jika putrimu dizinai?” Lelaki itu
menjawab: “Tidak”. Rasulullah bersabda, ”Relakah kamu bila bibimu dizinai?”
Lelaki itu menjawab: “Tidak”.
Namun, yang tidak memiliki waktu luang bukan berarti tidak bisa menjadi
aktivis dakwah. Pasalnya, dakwah memiliki dimensi yang sangat luas, tidak
selalu berarti ceramah, khotbah, atau menjadi pengurus-anggota lembaga
dakwah.
Hal itu mengambil analogi dari sebuah hadits tentang perang di jalan Allah.
”Barangsiapa yang turut membantu persiapan perang, maka hakikatnya ia
turut terjun ke medan perang” (HR Muslim).
Dakwah memiliki dimensi yang luas. Menurut Fuad Amsyari (1993), ada
empat aktivitas utama dakwah:
Tentu saja, jauh lebih baik jika kita bergabung dengan lembaga dakwah dan
menjalankan aktivitas dakwah secara berjamaah. Dengan aktif di lembaga
dakwah, selain berjamaah yang berarti jauh lebih powerful, aktivitas dakwah
kita terprogram, terjadwal, fokus, dan lebih terarah.
Lazim dikemukakan, ada tiga jenis dakwah yang berkembang saat ini, yakni
dakwah bil Lisan/bil qoul, dakwah bil qolam/bil kitabah, dan dakwah bil hal.
Dakwah bil lisan yakni dakwah yang disampaikan dalam bentuk ceramah,
pengajian, khutbah, atau penyampaian dan ajakan kebenaran dengan kata-
kata (berbicara). Orasi dalam aksi demonstrasi bisa masuk dalam kategori
ini. Ilmu yang diperlukan untuk jenis ini adalah ilmu berbicara atau ilmu
retorika/pidato (public speaking).
Dakwah bil hal dipahami sebagai dakwah yang dilakukan melalui aksi atau
tindakan nyata, misalnya melalui aktivitas kelembagaan seperti ormas Islam,
lembaga pendidikan Islami, lembaga sosial-ekonomi (BMT dan Lembaga
Amil Zakat, Infak, dan Sedekah --LAZIS), bakti sosial, dan sebagainya.
Dakwah bil qalam yakni dakwah yang disampaikan melalui tulisan yang
diterbitkan atau dipublikasikan melaui media massa, buku, buletin, brosur,
spanduk, pamflet, dan sebagainya. Keahlian yang diperlukan untuk dakwah
jenis ini adalah kemampuan menulis (ilmu jurnalistik) atau ilmu komunikasi
tulisan.
Selain ketiga hal tersebut, ada juga yang disebut dakwah bil qudwah, yakni
dakwah melalui keteladanan sikap atau perilaku.
Metode dan pilihan jenis dakwah mana pun yang kita pilih, dapat dilakukan
secara sendirian ataupun melalui kelembagaan. Namun, jika melakukannya
sendirian, maka program, arah, dan kekuatan serta pengaruhnya tidak akan
sekuat dan sebaik berjamaah –bergabung dengan lembaga dakwah.
Kedua, bisa memilih peran, bagian, unit, atau bidang sesuai dengan
kemampuan kita (spesialisasi).
Berorganisasi, masuk dalam barisan jihad dan dakwah, atau amal jama'i
wajib hukumnya bagi kaum muslimin, apalagi bagi para aktivis dakwah. Amal
jama’i adalah suatu pekerjaan oleh orang-orang yang terstruktur, satu
komando, satu perintah, dan ada spesialisasi dakwah.
Ali bin Abi Thalib pernag berkata, “Daki hidup berjamaah lebih saya cintai
daripada jernih sendiri”. Alasannya, banyak orang yang mampu untuk suci
sendiri, tetapi berapa banyak orang yang mampu bertahan dengan dinamika
amal jama’i? Masih kata Ali bin Abi Thalib: “Sebuah kebenaran yang tidak
terorganisasi akan dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisasi”.
Moralitas
Meski setiap Muslim adalah da’i, namun saat ini da’i juga merupakan sebuah
“profesi”, yakni orang yang secara khusus beraktivitas dalam bidang dakwah,
khususnya dakwah dengan lisan (ceramah). Seorang da’i biasanya bergelar
ustadz, kyai, atau ulama karena penguasaan ilmu agamanya sangat luas dan
baik.
Karena tugasnya mengajak dan menyeru orang lain ke jalan Tuhan (Islam),
maka aspek moralitas da’i sangatlah penting demi efektivitas dakwahnya.
Kompetensi
Atraksi adalah daya tarik komunikator, seperti daya tarik fisik dan
keramahan, juga gaya berbicara atau gaya bahasa. Da’i humoris, sebagai
contoh, memiliki daya tarik tinggi, demikian pula da’i yang berparas tampan
atau da’iyah berparas cantik. Atraksi juga dapat disiasati dengan cara
berpakaian (wardrobe) dan teknik vokal (speaking technique).
Mengacu kepada “teori kekuasaan” John Frenc dan Bertam Raven (1959),
kekuasaan da’i dapat dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, dan
keahliannya dalam bidang agama serta kemampuan dalam
mengkomunikasikannya (expert power); kekuatan informasi (informational
power) yang disampaikan karena bersumberkan –misalnya—ayat Quran dan
hadits sahih; keteladanan sang da’i sehingga ia menjadi panutan atau
rujukan (referent power).
Ethos terdiri dari pikiran yang baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik
(good sense, good moral character, good will).
Komunikan, objek dakwah, sasaran dakwah, atau mad’u adalah orang atau
publik yang menerima pesan dakwah. Perannya adalah menerima,
menerjemahkan, memahami, dan menyikapi atau mengamalkan pesan
tersebut.
Secara umum, mad’u adalah seluruh manusia sebagai makhluk yang harus
tunduk kepada aturan Sang Pencipta (Khaliq), yakni Allah SWT. Pesan
dakwah yang disampaikan kepada mereka adalah aturan Sang Khaliq
tersebut, yakni ajaran agama Islam.
Posisi atau status manusia di muka bumi ini adalah sebagai hamba Allah
(’abid), wakil Allah di muka bumi (khalifah), dan makhluk kepercayaan atau
pengemban amanah-Nya. Pesan-pesan dakwah bertujuan menyeru manusia
untuk mampu dan mau melaksanakan tugasnya di bumi sebagai abid,
khalifah, dan pengemban amanah tersebut.
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu melainkan untuk beribadat”. (QS. Az-
Zariat:56)
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian
dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan
mengkhalifahkan mereka (menjadikan mereka berkuasa) di muka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-
Merujuk kepada QS. Al-Fathir:30, kaum mukmin atau umat Islam terbagi ke
dalam tiga golongan, yakni golongan yang menganiaya diri sendiri (dzalimu
Golongan Mad’u
Sebagai mad’u, manusia dibagi tiga golongan juga. Berdasarkan QS. An-
Nahl:125, Syaikh Muhammad Abduh (dalam M. Natsir, 1987), membagi objek
dakwah kedalam tiga golongan.
Kedua, ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi.
Mereka ini dipanggil dengan mau'idzatul hasanah, dengan ajaran dan
didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
Dalam konteks komunikasi massa –dalam hal ini komunikasi dakwah melalui
media massa, mad’u terbagi dalam empat kategori massa, yakni massa
pembaca (media cetak), netter atau user (media online), pendengar (radio),
dan pemirsa (televisi).
Pesan dakwah adalah isi atau materi dalam komunikasi dakwah berupa
informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa
dimengerti objek dakwah.
Pesan atau materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam (syari’at Islam). QS.
An-Nahl: 125 menyebutnya sebagai “jalan Tuhan” (sabili rabbika). Artinya,
pesan dakwah adalah informasi keislaman yang menunjukkan sekaligus
mendorong objek dakwah menuju syariat Islam.
Fondasi Islam adalah tauhid (keesaan Tuhan), yakni menjadikan Allah SWT
sebagai satu-satunya tujuan, Dzat yang harus disembah. Para ulama merinci
konsep tauhid menjadi dua bagian, yakni Tauhid Tububiyah dan Tauhid
Uluhiyah.
Tauhid Rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah yang Rab (Tuhan)
yang menciptakan dan mengatur alam semesta dan segala urusan. Hanya
Allah yang memberi rezeki, menghidupkan, dan mematikan. Oleh karena itu,
hubungan antara manusia dengan Allah (hablum minallah) harus ditandai
dengan kepasrahan, ketundukan, dan ketaatan.
“Karena sesungguhnya Allah. Dialah yang hak dan sesungguhnya apa saja
yang mereka seru selain Allah itulah yang batil...” (Q.S. 22:62, 31:30).
Lawan tauhid adalah syirik, menyekutukan Allah SWT, meyakini Tuhan lebih
dari satu, atau meyakini ada sesuatu yang setara kekuatan dan kharismanya
dengan Tuhan. Dan dosa syirik ini tidak diampuni-Nya.
Secara garis besarnya, ajaran Islam meliputi ajaran tentang sistem credo
(tata keimanan atau tata keyakinan), sistem ritus (tata peribadatan), dan
sistem norma (tata kidah atau tata aturan yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam lain),
yang diklasifikasikan dalam ajaran tentang: Akidah/Iman, Syari'at/Islam, dan
Akhlak/Ihsan (Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung,
1978).
“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Akhir, serta percaya kepada ketetapan Allah
(takdir), baik yang bagus maupun yang buruk” (H.R. Muslim dari Umar).
Yang pertama dikenal pula dengan sebutan ibadah mahdhah, yakni ibadah
shalat, zakat, puasa, dan haji; sedangkan yang kedua dikenal dengan sebutan
ibadah ghair mahdhah dan mu'amalah, meliputi ajaran tentang aspek
kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, keluarga, dan aspek kehidupan
duniawi lainnya.
Ibadah mahdhoh disebut pula lima fondasi Islam (Rukun Islam, Arkanul
Islam), yakni ikrar syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan kelima hal
itulah keislaman seseorang dibangun.
“Islam itu dibangun oleh lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain
Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan, dan beribadah haji” (H.R. Bukhori dan Muslim),
Sistematika Pesan
Media atau medium berarti “perantara”, yaitu alat atau sarana yang
digunakan komunikator dakwah untuk menyampaikan pesannya kepada
komunikan. Dalam definisi komunikasi Harold D. Laswell, media disebut
“saluran” (channel) untuk memudahkan penyampaian pesan.
Media yang biasanya digunakan sebagai saluran untuk pesan vokal misalnya
telefon, interkom, pengeras suara, radio, dan sebagainya. Media yang
berfungsi sebagai saluran tertulis misalnya surat, internet (email, facebook,
twitter, website), memo, suratkabar, majalah dinding, buletin, buku, majalah,
dan sebagainya.
Media Dakwah
Konsep dan strategi komunikasi lisan juga sudah menjadi ”ilmu” tersendiri
yang disebut retorika, yakni “seni atau keterampilan berbicara” untuk
menyampaikan pesan secara efektif. Retorika disebut pula “seni berpidato”,
“keterampilan berbicara di depan umum” (public speaking), bahkan “seni
bersilat lidah”. Ungkapan “itu hanya retorika” dipahami sebagai “kata-kata
tak bermakna” –biasanya untuk berkelit, beralibi, dan menutupi sebuah
realitas.
Seseorang yang “tidak berani” ceramah layaknya da’i, melalui media modern
bisa pula berperan layaknya penceramah dengan menyebarkan pesan-
poesan dakwah dan sampai kepada orang banyak, bahkan audiensnya bisa
lebih banyak dari jamaah sebuah pengajian.
Media Massa
Media massa (mass media) adalah saluran, sarana, atau alat yang digunakan
dalam proses komunikasi massa (mass communication), yakni komunikasi
yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication).
Komunikasi massa biasa dimaknai sebagai “berkomunikasi melalui media”
(communicate with media).
Media massa paling populer adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan
film sebagai “The Big Five of Mass Media” (Lima Besar Media Massa) sebelum
kehadiran media internet atau media online (cybermedia).
Pertama, kelompok media cetak (printed media), yakni media yang dicetak
dalam lembaran kertas. Dari segi format dan ukuran kertas, media cetak
meliputi koran/suratkabar, tabloid, majalah, buku, “surat berita” (newsletter),
buletin, dan buku.
Ketiga, media online (online media, cybermedia), yakni media yang dapat
kita temukan di internet, seperti website, email, skype, termasuk situs
jejaring sosial seperti facebook dan twitter, serta radio dan televisi online.
Isi media massa lazimnya adalah karya jurnalistik berupa berita, opini, dan
feature. Berita adalah laporan peristiwa. Opini adalah tulisan berisi
Karakteristik
Dari sisi fungsi, media massa memiliki fungsi yang sejalan dengan fungsi
komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut:
Efek: Perubahan
Karakter masyarakat Islami pada masa Nabi Saw ini, antara lain dilukiskan
dalam al-Quran, yaitu keras/tegas terhadap orang kafir, kasih-mengasihi
sesama Muslim, dan taat beribadah mengharap ridha Allah; selalu bertobat,
beribadah, menegakkan amar ma'ruf nahyi munkar dan memelihara hukum-
hukum Allah; beriman dan sebagian menjadi penolong bagi sebagian yang
lain (QS. Al-Fath:29, At-Taubah:71, 112).
Ketiga, keadilan sosial dan kejujuran harus ditegakkan (asas keadilan, Q.S.
5:8).
Sifat-sifat umum dari suatu kehidupan masyarakat Islam, menurut Abul A'la
al-Maududi, antara lain:
d. seluruh anggota masyarakat hidup sebagai saudara satu sama lain; tidak
saling berpikiran jahat, saling cemburu, saling benci, dan saling tantang
tanpa perlu;
Komunikasi Efektif
Sedikitnya ada lima sasaran pokok dalam proses komunikasi. Jika kelima hal
ini tercapai, sebuah komunikasi dapat dikatakan efektif.
1. Menguasai pesan/materi.
2. Mengenali karakter komunikan/audiens.
3. Kontak Mata (Eye Contact)
4. Ekspresi Wajah.
5. Postur/Gerak Tubuh
6. Busana yang sesuai dengan suasana.*
http://www.on-spot-communication.co.za
Persiapan adalah salah satu kuncu sukses PS. Tanpa persiapan, sebuah PS
tidak akan berlangsung maksimal dengan dampak minimal, bahkan mungkin
gagal. Persiapan meliputi persiapan mental, fisik, dan materi pembicaraan.
3. Kenali pula apa harapan dan kebutuhan audiens sehingga tema yang
dibicarakan sesuai dengan kondisi psikologis dan intelektual mereka.
1. Pastikan kondisi badan dan suara fit, segar, dan normal. Kondisi fisik
akan berpengaruh pada daya pikir dan konsentrasi selama berbicara.
3. Jangan memakan keju, mentega, atau minum susu, soda, teh, kopi,
sekurang-kurangnya sejam sebelum tampil. Semua jenis minuman itu
akan berpengaruh pada kondisi mulut dan tenggorokan yang harus
”bebas gangguan” –seperti lendir atau dahak—selama berbicara.
5. Jaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah. Siapkan selalu air
mineral. Jangan ragu meminumnya saat tenggorokan terasa kering.
2. Susun pointer, outline, atau poin-poin yang akan disampaikan. Hal itu
agar pembicaraan berlangsung sistematis dan fokus.
Teknik Penyampaian
1. Start Low and Slow. Awali pembicaraan dengan nada rendah dan
pelan.
Penutup Pembicaraan
Oleh karena itu, seornag pembicara yang baik akan langsung menutup
pembicaraanya jika materi pembicaraan sudah disampaikan atau waktu
sudah habis, misalnya dengan:
2. Mohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di hati audiens.
3. Mengucapkan salam.
Teknik Vokal
Kontak Mata
3. Jika hadirin tampak tidak bisa mendengar suara kita, keraskan suara
atau minta volume microfon ditambah.
5. Jika kita lihat mereka bingung, ulangi dan/atau rephrase apa yang
haru saja kita katakan.
Gesture
Gerakan tubuh meliputi ekspresi wajah, gerakan tangan, lengan, bahu, mulut
atau bibir, gerakan hidung, kepala, badan, kaki.
8. Makin besar jumlah hadirin, kian besar dan lambat gerakan tubuh
yang kita lakukan. Jika kita berbicara di depan hadirin dalam jumlah
Humor
Humor adalah bumbu dalam public speaking dan selalu berhasil membuat
sebuah pembicaraan menjadi menarik. Namun, sebagaimana bumbu yang
berlebihan membuat makanan malah jadi tidak enak, humor pun harus
proporsional, tidak berlebihan, dan “timing”-nya pas.
2. Parodi –meniru gaya suatu karya serius (lagu, pepatah, puisi) dengan
penambahan agar lucu, misalnya mengubah lirik lagu dengan kata-
kata baru bernada humor;
Para ahli komunikasi dan pakar public speaking bersepakat, kunci sukses
utama pembicara adalah ringkas dan fokus.
Pada akhir musim semi tahun 2005, trainer public speaking, Elliot Essman,
menulis buku You Have A Voice: Key Rules For Public Speaking Success.
Posisi Tangan
Saat public speaking, di mana kita “menyimpan” kedua tangan? Jika tangan
kanan memegang mike, tangan kiri memegang kertas “contekan” materi
pidato, kita aman.
Lalu, di mana dong posisi tangan saat tidak digerakkan? Arms at your side!
Posisikan kedua tangan di samping tubuh.
2. Mempermainkan mike
3. Meremas-remas jari
4. Menggaruk-garuk kepala
Berbicara di ruang siaran radio membutuhkan skill tersendiri. Kita tidak bisa
melihat pendengar, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, berbicara di radio atau ketika siaran, lakukanlah dan miliki
hal-hal berikut:
1. Visualize!
2. Gaya Ngobrol.
Radio bukan podium. Radio pun sifatnya personal. Pendengar adalah orang
per orang, bahkan harus dibayangkan hanya sendiri. Membayangkan adanya
seorang pendengar di depan kita, akan membantu kita berkomunikasi
secara alamiah, gaya ngobrol (conversational way)”. “Bicara kepada satu
orang” adalah prinsip dasar siaran radio atau berbicara di radio.
3. Smile!
“Senyumlah! Meskipun kita tidak bisa melihat orangnya (yang jadi teman
bicara)”. Kehangatan pembicaraan dapat dibangun dengan senyum. Senyim
ketika berbicara (siaran) di radio, senilai dengan kontak mata (eye contact).
1. Menentukan tema dan fokus pada tema tersebut, kecuali saat dialog
interaktif yang bisa membuka ruang bagi pendengar untuk bertanya
apa saja.
2. Membaca salam dan ”iftitah” (hamdalah dan shalawat) yang ringkas.
3. Menyapa penyiar pendamping dan pendengar.
4. Dapat membawa kitab, buku-buku, atau referensi yang sekiranya
diperlukan untuk mengantisipasi masalah yang ditanyakan penyiar
Jamaah Shalat Jumat seringkali dibuat “jengkel” oleh khotbah yang lama,
panjang-lebar lagi tak fokus. Akibatnya, alih-alih menerima “wasiat takwa”
dan pesan Islam yang disampaikan khotib, jamaah malah “menggerutu” di
lubuk hati terdalamnya”, bahkan sebagian “oknum” jamah itu malah lelap
tertidur –minimal diserang kantuk-- saat khotbah berlangsung.
Dari Abul Yaqdlan ‘Ammar bin Yasir r.a. berkata: “Saya mendengar
Rasulullah Saw bersabda:
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya
memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
Para ahli public speaking mengingatkan, “One of the worst mistakes you can
make as a public speaker is talking too long.” Kesalahan terburuk public
speaker (pembicara) adalah berbicara terlalu lama.
“Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D. “Berabad lalu,
pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini audiens lebih
suka pembicaraan singkat, to the point, dan mudah dimengerti. Karenanya,
berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek
pula.”
Pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah
dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele.
Apakah itu artinya khotib menjadi ”untouchable”? Benar, jamaah tidak bisa
protes kecuali –lazim terjadi di banyak masjid—“oknum” jamaah tiba-tiba
mengatakan “Aaminnn...!” jika khotib dirasa terlalu lama menyampaikan
khotbah. Khotib memiliki kekuasaan ”absolut” di atas mimbar Jumat.
Lamanya khotbah hanyalah satu dari tiga keluhan utama jamaah Jumat.
Keluhan lainnya adalah soal:
Dalam hal teknik vokal, sebagai salah satu elemen Public Speaking, kita
mengenal intonasi (nada bicara), aksentuasi (penekanan pada kata-kata
tertentu yang dianggap penting), speed, artikulasi (kejelasan pelafalan kata
atau pronounciation), dan infleksi –lagu kalimat. Selain itu, ada elemen Eye
Contact (sapuan pandangan ke seluruh audience), dan Gesture (gerakan
tubuh).
Di berbagai literatur kita bisa menemukan adab atau tata cara khotbah
Jumat Rasulullah Saw dan nasihat para ulama sebagai berikut.
“Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Saw jika
berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, bagaikan
seseorang yang sedang marah. Seolah-olah beliau komandan pasukan yang
memperingatkan tentara dengan mengatakan “Musuh akan menyerang
kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore”
(HR. Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya
memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
Inti pesan dakwah dalam khotbah Jumat adalah nasihat atau wasiat takwa,
yakni mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah SWT. Itu pula yang
dilakukan Rasulullah Saw.
“Rasulullah Saw biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua
khotbah, membaca beberapa ayat, dan memberi nasihat kepada jamaah”
(HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
Dari segi tema, materi khotbah sebaiknya masalah aktual dan/atau masalah
Islam dan kaum Muslimin kekinian. Arahnya tetap, khotib memberikan
nasihat menyikapi masalah tersebut secara Islami sebagai manifestasi
ketakwaan.
”Sebagian orang yang mulia telah berkata: khotbah yang paling tepat adalah
yang sesuai dengan zaman, tempat, dan keadaan. Ketika ‘Idul Fithri, khothib
menjelaskan hukum-hukum zakat fithrah. Di daerah yang penduduknya
berselisih, menjelaskan persatuan. Atau orang-orang malas menuntut ilmu,
khothib mendorong mereka menuntut ilmu.
Kondisi Jamaah
Dari segi latar belakang, jamaah Jumat di sebuah masjid –terutama masjid di
kota-kota besar- umumnya heterogen. Mereka berasal dari berbagai
kalangan, tua-muda, kaya-miskin, berpendidikan tinggi ataupun rendah,
berpangkat ataupun orang biasa, dan seterusnya.
Selain itu, jamaah berada keadaan suci secara jasmani (berwudhu) dan rohani (niat
beribadah shalat Jumat). Kondisi demikian idealnya membuat pesan dakwah dalam
khotbah Jumat dapat masuk atau diterima dengan baik (efektif).
Dampak tulisan lebih kuat dari lisan. Daya tahan dakwah tulisan juga lebih
kuat dari dakwah lisan. Demikian pula dari segi audiens (jamaah). Objek
dakwah tulisan lebih banyak ketimbang dakwah lisan di mimbar pengajian
atau majelis-majelis taklim.
Dakwah tulisan juga lebih luas dari sisi geografis. Sebuah tulisan bisa
menjangkau luar pulau dan negara alias ”go international”.
Sebuah tulisan atau karya tulis dapat berpengaruh sangat luas dan membuat
penulisnya sangat populer. Salman Rushdie begitu mendunia namanya
karena tulisannya, buku Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan), yang dianggap
melecehkan Islam. Pemerintah Iran bahkan memvonis hukuman mati
baginya.
Tulisan atau goresan pena seorang penulis dapat menjadi pelopor suatu
pemikiran, keyakinan, ide, cita-cita, bahkan revolusi (KHM Isa Anshary,
1984:33-41). Revolusi Prancis bergerak di bawah cahaya pikiran dan cetusan
pandangan yang dirintis J.J. Rousseau dan Montesquieu. Revolusi Amerika
dibimbing “Declaration of Independent” (Fatwa Kemerdekaan) yang hingga
kini dijadikan pedoman besar bangsa Amerika.
Revolusi Rusia dan perjuangan kaum Komunis di seluruh dunia sampai kini
dipimpin oleh Manifesto Kumunis (Communistish Manifest) karya Kalr Marx
dan Engels. Nazi Jerman bergerak di bawah petunjuk buku Mein Kamf karya
Adolf Hitler. Revolusi Tiongkok berpedoman pada San Min Chu I karangan
Sun Yat Sen.
”Malas” dan ”tidak menguasai topik” biasanya berada di urutan teratas daftar
hambatan menulis. Tidak sempat (kendala waktu), bingung memulai, takut
jelek, dan ”suka tidak fokus” adalah hambatan menulis lainnya.
Hambatan lain adalah ”tidak punya ide”. Itu persepsi yang salah karena ide
ada di mana-mana. Jika tidak tahu harus menulis apa, solusinya antara lain
dengan ”Iqra’”, membaca, yakni dengan menermati peristiwa aktual,
mengkritisinya, menanggapinya, dan tuliskan opini kita tentang peristiwa
atau isu tersebut.
Soal waktu, semua orang memiliki waktu 24 jam per hari. Jadi, masalahnya
hanya soal ”manajemen waktu”, yakni meluangkannya untuk menulis. Orang
yang termotivasi untuk menulis akan meluangkan waktu untuk menulis,
sesempit apa pun waktu yang teralokasikan itu.
Tidak menguasai topik adalah hambatan berikutnya. Kiranya, itu bukan lagi
hambatan karena ada begitu banyak literatur, buku-buku, bahkan ”data
online” di internet tinggal sekali klik.
Tulisan tentang keislaman lebih mudah lagi, yaitu awali dengan ta’rif
(definisi), kutipan ayat Quran atau hadits, dilanjutkan dengan ”penafsiran”
atau komentar penulis tentang definisi atau ayat/hadits tadi.
Hambatan lain, ”takut tulisan jelek”. Tidak ada tulisan jelek selama ide dan isi
tulisannya orisinil hasil pemikiran penulis. Tulisan jelek hanyalah hasil
plagiarisme (plagiat, mencontek karya tulis orang lain).
Jenis Tulisan
Secara umum, tulisan dibagi ke dalam dua bagian, yakni tulisan fiksi dan
nonfiksi.
Tulisan fiksi yaitu tulisan berbasis khayalan atau imajinasi, bukan fakta atau
data nyata. Umumnya tulisan ini merupakan karya sastra, seperti cerita
pendek, novel, puisi, dan drama.
Tulisan nonfiksi yaitu tulisan yang berbasis fakta dan data, seperti berita,
artikel, feature, essay, dan resensi. Tulisan nonfiksi disebut pula ”karya
jurnalistik” atau naskah jurnalistik yang biasa dimuat di media massa.
Naskah jurnalistik sendiri dibagi kedalam tiga kelompok besar, yaitu berita
(news) –laporan peristiwa aktual, opini atau pandangan (views) –tulisan
berisi pendapat penulis tentang suatu masalah atau peristiwa, dan karangan
khas (feature) –paduan berita, opini, dengan tema ”ringan” dan menghibur,
serta menggunakan gaya bahasa sastra.
Kolom adalah tulisan berisi pendapat penulis yang ahli di bidangnya. Kolom
agama diisi oleh ahli agama (ulama, ustadz, da’i).
Karena keterbatasan ruang itu, maka sangat penting bagi penulis untuk
menguasai ”bahasa jurnalistik” (langguage of mass media), yakni bahasa
yang biasa digunakan wartawan dalam menulis berita di media, berciri khas
singkat, padat, jelas, danlugas berdasarkan prinsip ”hemat kata” (economy of
words).
Namun, sebaiknya tulisan artikel ataupun kolom itu ringkas saja, antara
4.000-5.000 karakter (huruf) atau 700-800 kata. Pasalnya, tulisan pendek
lebih mudah dipahami dan menarik ketimbang tulisan panjang. Jika banyak
hal yang harus dijelaskan, bisa dituliskan secar bersambung atau dibagi
dalam beberapa tulisan.
Tahapan Menulis
1. Ide/Tema.
2. Referensi.
3. Outlining.
4. Free writing
5. Editing.
Biasanya sebuah ide, tema, atau topik muncul terinspirasi sebuah peristiwa
atau isu aktual yang berkembang di masyarakat atau yang diekspos media
massa. Tema tulisan juga bisa tentang aktivitas sehari-hari dan merkenalkan
ilmu atau temuan baru.
Free writing adalah menyusun naskah awal atau naskah kasar (composing
rough/first draft). Pada tahap ini, tuliskan saja apa yang ada di pikiran, yang
ingin disampaikan, dan abaikan dulu akurasi ejaan, kata, kalimat, bahkan
data. Yang penting, tuliskan dulu yang ingin disampaikan!
Setelah itu, memasuk tahap akhir yakni editing sekaligus tulis ulang
(rewriting). Penulis yang baik adalah juga penulis ulang yang baik (a good
writer is also good rewriter), revisi, sesuaikan dengan outline. Edit dan
koreksi kata, ejaan, kalimat, dan sistematika tulisan berdasarkan outline
yang sudah disusun sebelumnya.
Sistematika
Prinsip Menulis
Tidak ada teori baku tentang menulis. Teori sekaligus teknik dan panduan
menulis hanya satu, yaitu menulis.
Menulis juga ibarat berenang. Sesering apa pun Anda membaca buku-buku
atau menyimak ceramah tentang teknik berenang, Anda tidak akan bisa
menjadi perenang jika tidak “nyebur” langsung di kolam renang dan berlatih.
Kejelasan adalah kunci tulisan yang baik. Untuk mencapainya antara lain
gunakan bahasa sederhana, mudah dimengerti, bahasa orang awam, bukan
bahasa akademis, birokratis, dan teknis yang hanya dipahami kalangan
tertentu.*
Gaya Penulisan
Perhatian utama pembaca biasanya pada judul dan lead. Keduanya harus
dibuat semenarik mungkin sehingga ”eye catching” (menarik perhatian dan
minat baca).
Umumnya, lead adalah alinea pertama dari artikel berita tersebut, walau
tidak mesti demikian –bisa dibuat tersendiri misalnya menampilkan isi berita
paling menarik sebagai ”eye cacther”.
Body atau tubuh berita biasanya diformat dalam bentuk singkat dan padat
karena informasi terus mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun,
kelengkapan informasi tetap terjaga karena antara berita yang satu dengan
berita yang lain bisa dikaitkan (linkage) hanya dengan satu klik.
Para ahli dari Stanford University dan The Poynter Institute pernah
melakukan penelitian tentang perilaku pembaca situs berita. Hasilnya tidak
jauh berbeda dari penelitian serupa yang dilakukan oleh Jakob Nielsen yang
menyimpulkan: perilaku pembaca media internet (user) adalah seperti
berikut:
1. Pertama kali melihat teks (78%), bukan foto atau grafik. Secara umum,
user pertama kali tertarik pada judul, ringkasan tulisan, atau caption.
2. Tidak membaca kata per kata, tetapi lebih banyak memindai (scan)
(79%, hanya 16% yang membaca kata per kata) tampilan situs,
terutama kata-kata yang di-highlight, jenis huruf berbeda, penyajian
dengan butir-butir (numerik/bullet/numbering).
3. Lebih menyukai judul yang tepat pada sasaran (straightforward)
dibandingkan judul yang lucu atau cantik.
4. Membaca ringkasan atau tulisan pendek karena membaca di layar
monitor komputer 25% lebih lambat dibandingkan membaca media
cetak.
5. Tidak berlama-lama di satu situs. User tidak sabaran, memiliki
wewenang penuh untuk pindah atau tetap di satu situs.
6. Kunjungan selama 10 menit sudah termasuk lama.
Pada saat yang sama, jangan lupa bahwa aturan tradisional penulisan juga
berlaku di media online.
Salah satu solusinya adalah dengan menggunakan struktur cerita “Model T”.
Dalam model ini, teras cerita (story’s lead) –garis horizontal dalam huruf T–
merangkum cerita dan, idealnya, mengatakan mengapa cerita itu penting.
Lead tidak perlu mencantumkan ending atau akhir cerita, tapi hanya
memberikan alasan untuk terus membaca.
Menurut Roy Peter Clark, cerita apa pun dapat diceritakan dalam 800 kata —
pedoman yang baik untuk tulisan online.
Tapi jadikan itu sebagai pedoman, bukan aturan. Pembaca akan setia
meneruskan bacaannya, meski tulisannya panjang, jika ada alasan menarik
untuk itu dan jika isi tulisan itu terus memikat perhatian mereka.
Informal dan interaktif adalah ciri khas tulisan di website atau media online.
“Penulis online dapat berkomunikasi dengan pembaca mereka dalam bentuk
yang lebih variatif dari tulisan tradisional,” kata Robert Niles dalam
artikelnya, ”How to write for the Web”, di situs The Online Journalism Review
(ojr.org).
”Blog, wiki, dan forum diskusi online merobohkan penghalang antara penulis
dan pembaca, menciptakan lingkungan menulis lebih informal dan
interaktif,” tegasnya.
Tulisan di website, kata Niles lagi, menggunakan kalimat aktif dan bergaya
percakapan (active and conversational style), utamanya di blog dan forum
diskusi online (discussion board).
Nile memberi resep buat para blogger. Katanya, tuliskan di blog Anda yang
Anda ketahui, termasuk pengalaman. “Bila Anda tidak tahu sesuatu, jangan
takut mengakuinya. “Blogger hebat memandang posting mereka ebagai
Secara umum, berikut ini resep Niles tentang cara menulis yang baik di
website:
Uraian di atas membawa kita pada kesimpulan, tulisan di media online harus
ringkas, padat, dan jelas.
Dari sisi tampilan naskah (teks), tulisan di media online hendaknya mudah
dipindai (scannable) dan ramah pengguna (user friendly) dengan
memperhatikan hal-hal berkut ini:
Buku-buku lain yang sudah ditulisnya antara lain Jurnalistik Praktis untuk Pemula
(Rosdakarya Bandung 1999), Demonologi Islam (Gema Insani Jakarta 2000),
Panduan Menjadi Penulis (Baticpress Bandung 2002), Jurnalistik Dakwah
(Rosdakarya Bandung 2003), Jurnalistik Terapan (Baticpress Bandung 2004),
Broadcast Journalism (Nuansa Bandung 2005), Amerika, Terorisme, dan
Islamophobia (Nuansa Bandung 2005).
Kang Romel juga menulis buku Lincah Menulis Pandai Bicara: Teknik Menulis dan
Public Speaking (Nuansa Bandung 2005), Kiat Memandu Acara: Teknik MC dan
Moderator (Nuansa Bandung 2006), Kembalikan Nasyid pada Khitahnya (Nuansa
Bandung 2007), Broadcast for Teen (Nuansa Bandung 2007), Kamus Jurnalistik
(Simbiosa Bandung 2008), Bahasa Media: Panduan Praktis Bahasa Jurnalistik
(Baticpress Bandung 2009), Dasar-Dasar Siaran Radio: Basic Announcing (Nuansa
Bandung 2009), dan Islamic Broadcasting (KPI UIN SGD Bandung 2009).
Arifin. 1994. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi. Bumi Aksara, Jakarta.
Amrullah Achmad. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Prima Duta,
Yogyakarta.
Asep Syamsul M. Romli. 2005. Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan
Kepanulisan, Batic Presss, Bandung.
_________________.2003. Lincah Menulis Pandai Bicara. Nuansa Cendekia, Bandung.
_________________. 2005. Broadcast Journalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter,
dan Scriptwriter. Nuansa Cendekia, Bandung.
Dan Nimmo, 1982. Komunikasi Politik, Rosdakarya, Bandung.
Daud Rasyid. 1998. Islam dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani Press, Jakarta
Deddy Mulyana. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi, Rosdakarya Bandung.
___________, 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Denis McQuail. 1987. Mass Communication Theory (Teori Komunikasi Massa),
Erlangga, Jakarta.
Endang Saifuddin Anshari. 1987. Kuliah Al-Islam, Pustaka Bandung.
Ensiklopedi Islam. 1993. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta
Ibrahim Abu Abbah. 1997. Hak dan Batil dalam Pertentangan, Gema Insasi Press,
Jakarta.
Munawir Sjadzali. 1990. Islam dan Tata Negara, UI-Press, Jakarta
Onong Effendy, 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
M. Natsir. 1983. Fiqhud Dakwah: Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Dakwah, Media
Dakwah, Jakarta.
Rusjdi Hamka & Rafiq (ed.). 1989. Islam dan Era Informasi, Pustaka Panjimas,
Jakarta.
Thahir Luth. 1999. Muhammad Natsir, Dakwah dan Pemikirannya, Gema Insani
Press, Jakarta.
William R. Rivers at.al. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern, Prenada Media,
Jakarta.
Yusuf Al-Qaradhawi. 2004. Retorika Islam, Khalifa, Jakarta.