Arifinsyah3
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Abstrak
Mereka yang tidak mengetahui dialek suku lain mungkin menjadi bingung atau
bahkan memperdebatkan kebenaran klaim ilmiah karena pengaruh dialek bahasa
dalam kehidupan sehari-hari menurut masing-masing suku, terlebih lagi ketika
membaca dengan teliti teks Al-Qur'an. Ini menjadi sebuah misteri bagi beberapa
individu. Hal ini oleh sejumlah kelompok dinilai oleh karena perbedaan penulisan
teks Al-Qur’an dari masa ke masa berdampak pada munculnya ragam bacaan yang
berbeda berdasarkan dialek masyarakat dari berbagai daerah pada saat itu. Dengan
demikian pula, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) memberikan definisi dari
tata cara qiraat; (2) menjelaskan, mendalami, dan mengungkap evolusinya dari
zaman Nabi Muhammad SAW hingga zaman kontemporer seperti sekarang; dan (3)
menyebarluaskan terminologi proses qiraat dan sebab-sebab utamanya. Untuk
mencoba menyatukan argumen-argumen penelitian tentang ketidaksepakatan antara
interpretasi bacaan yang beragam dari teks Al-Qur'an, penelitian ini menggunakan
perpustakaan penelitian (Library Search), yang terdiri dari penelitian deskriptif
analitis. Setelah itu, penulis melakukan penelitian dengan membaca literatur khusus,
mengumpulkan data dalam jumlah besar, dan kemudian mendeskripsikan dan
menganalisisnya secara kritis dalam tulisan. Pendekatan induktif digunakan untuk
menarik kesimpulan, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menarik kesimpulan
dari deskripsi tertentu ke dalam deskripsi. Cakupannya luasnya; premis sentral studi
ini adalah bahwa variasi qiraat muncul karena pro dan kontra yang berasal dari
zaman Nabi; dan bahwa, pada saat itu dalam sejarah, Nabi sendiri menjadi standar
untuk menjelaskan teks yang dibaca.
Kata Kunci: Qiraat, Sejarah, Teks, Al-Qur’an.
Abstract
Those who do not know the dialects of other tribes may become confused or even
debate the truth of scientific claims because of the influence of dialects in daily life
according to each ethnic group, especially when reading the verses of the holy
1 Mahasiswa Program Magister Ilmu Alquran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
2 Mahasiswa Program Magister Ilmu Alquran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam,
Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan.
| Husnul, Saidina.
PENDAHULUAN
Qara’a adalah merupakan akar istilah dari kata Al-Qur’an berarti “bacaan”,
dan berfungsi sebagai keajaiban, panduan, dan insentif bagi siapa saja yang
membacanya, baik mereka memahami makna atau maksud ayat tersebut atau tidak.
Fakta bahwa Al-Qur’an memiliki beberapa nama dibuktikan dalam banyak ayat
yang dengan sendirinya merujuk pada judul-judul tambahan untuk kitab tersebut,
Para ulama sepakat bahwa kitab yang diberikan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW disebut Al-Qur'an, namun dengan beberapa nama lain, antara lain
Al-Kitab, Al-Furqan, Adz-Dzikr, dan At-Tanzil.
Nabi Muhammad SAW adalah penerima wahyu Al-Qur’an secara pribadi.
Salah satu bagian dalam surah Al-Kahfi yang disinggung ini adalah ayat 109.
ن تَنفَ ََد َك ِل َٰ َمتَُ َر ِبي َولَ َۡو ِج ۡئنَا ِبم ِۡث ِل َِهۦ َمدَدٗ ا
َ ت َر ِبي لَنَ ِف ََد ٱ ۡل َب ۡح َُر قَ ۡب ََل أ
َِ َان ٱ ۡل َب ۡح َُر ِمدَادٗ ا ِل َك ِل َٰ َم
ََ قُل لَّ ۡوك
“Katakanlah: Sekiranya lautan jadi tinta buat (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, niscaya akan habislah lautan itu saat sebelum selesai habis ditulis
kalimat- kalimat Tuhanku, walaupun Kami datangkan tambahannya sebanyak itu
(pula)".
Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW dengan maksud
untuk menuntun manusia menjauh dari kepalsuan dan menuju jalan kebenaran yang
lurus.4 Semua wahyu Allah sebelumnya diringkas di dalam Al-Qur'an dan menjadi
penyempurna oleh padanya,5 dan sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Al-
4
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an, (Cet. III; t.tp.: Mansyurat al-
'Ashr al-Hadis, t.th.), h. 9.
5
Sa’dullah, Metode Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Sumedang: Ponpes Al-
Hikamussalafiyah, 2005), h. I.
10
Judul Artikel Misykat Studi Islam |
Qur’an akan tetap menjadi teks utama bagi umat Islam dan sumber kebijaksanaan
dan bimbingan yang tidak pernah berakhir.
Oleh karena itu, sebagai umat yang diatur secara ketat oleh Al-Qur'an, salah
satu kewajiban umat Islam adalah memberikan perhatian khusus kepada Al-Qur'an
dan selalu berpartisipasi dengan Al-Qur'an sepanjang hidup mereka, baik dalam
proses pembelajaran maupun pembelajaran. untuk menafsirkan dan mengajarkan
teks dan dalam praktek apa yang diajarkan. Membaca atau juga yang disebut qiraat,
merupakan bagian integral dari tata cara ini dan tidak dapat diabaikan. 6 Karena
membaca sangat penting untuk pemahaman, dan karena makna Al-Qur’an adalah
untuk mendapatkan pengetahuan tentang pesan Allah, istilah "qiraat" itu sendiri
merupakan metafora yang cocok untuk mendekatkan maksud dari ayat-ayat Allah
tersebut.
Konsep ilmu al-qiraah perlu dipelajari dan diterapkan agar dapat membaca
Al-Qur'an dengan benar. Ulum al-Qur’an, di mana ilmu al-qiraah adalah subsetnya,
telah menjadi fokus utama umat Islam sejak masa munculnya Islam, sebagaimana
dibuktikan oleh banyak hadis yang membuktikan pengabdian para sahabat untuk
melestarikan agama. Kebenaran Al-Qur’an sebagai ringkasan moral. Diantaranya
ialah hadis dari Umar ibn Khattab r.a, ia berkata:
َ ُست َ َمعْت ْ سلَّ َمَ فَا
َ علَ ْيهَِ َو َ ََُللا َّ َصلَّى َ ََللا ََِّ َانَ فِيَ َحيَا ِةَ َرسُو ِل ِ َورةََ ا ْلفُ ْرق َ ُِيمَ يَ ْق َرأَُ س ٍ س ِمعْتُ َ ِهشَا َمَ بْنََ َحك َ
َُسا ِو ُره ُ
َ سَل َمَف ِكدْتُ َ أ َ َّ َ َِو
َ عل ْيه َ َ َُىََللاَّ صل َّ َ َََُللاِ َّ َاَرسُول ْ ْ
َ ِيرةٍَ ل ْمَيُق ِرثنِيه َ َ علىَ ُح ُروفٍ َ َكث َ ُ ْ َ
َ َِلق َِرا َءتِهَِف ِإذاَ ه َُوَيَق َرأ َ
ََس ِم ْعت ُكَ َ ت َ ْق َرأَُ قَال َ َورةََ الَّتِي َ س ُّ سلَّ َمَ فَلَبََّ ْبتُهَُ ِب ِردَائِهَِ فَقُ ْلتُ َ َم ْنَ أ َ ْق َرأَكَ َ َه ِذهَِ ال َ َصبَّ ْرتُ َ َحتَّى َ َ فِيَ الص َََّل ِةَ فَت
َ ْ َ
َسل َمَقدَْأق َرأنِي ََهاَ َّ َ َِو
َ عَل ْيه َ َ َُىََللا َّ صل َّ َ ََََللا ِ َّ َرسُول َّن َ َ
َ سل َمَفقلتُ َ َكذبْتَ َف ِإ ْ ُ َ َّ َ َِو َ عل ْيه َ َ َُىََللا
َّ صل َّ َ َََُللاِ َّ َاَرسُول َ أ َ ْق َرأَنِيه
َُس ِمعْتُ َ َهذَاَيَ ْق َرأ َ َسلَّ َمَفقُ ْلتُ َإِنَِي َ َ َِو َ علَ ْيه َ َُىََللا َّ َّصل َ َََللا ِ َّ ىَرسُو ِل َ َطلَ ْقتُ َبِهَِأقو ُدهَُإِل ُ َ َ ْ
َ غي ِْرَ َماَق َرأتَ َفا ْنَ َ َعلَى َ
َس ْلهَُا ْق َرأَْ َياَ ِهشَا ُم ر َ أ َ م َّ
ِ ْ َ َ َ ِ ْ ُ َّ لس َو َ
ه ي َ ل ع
َ َ ىََللا َّ ل ص َ
َ ِ َّ ََُللا لو س
ُ َ ََر لا َ ق َ ف ََا
ه ِي ن ْ ثر ْ
ق ُ ت َ
ِ ْ ٍُ ُ وف م َ ل َ ر ح َى َ ل ع َ َان َ ُ
ِ ْ ِ َ ُ ِب
قر ف ْ
ل َا ة ور س
ْ ْ َ ُ َ
َ سلَّ َمَ َكذلِكَََأ ْن َزلَتْ َث َّمَقالََاق َرأَيَا َ َ َِو َ علَ ْيه َ َُىََللا َّ َّصل َ َََُللاِ َّ ََرسُول َ ُ
َ س ِم ْعتُهَُيَ ْق َرأَفقَال َ َعلَ ْيهَِا ْلق َِرا َءةََالَّتِي َ ََفَقَ َرأ
َ َسلَّ َمَ َكذَ ِلكَ َ أ ُ ْن ِزلَتْ َ ِإنَّ َ َهذَاَا ْلقُ ْرآن َ َِو َ علَ ْيه َ َُىََللا َّ َّصلَ َََُللا
ِ َّ سول ُ ََر َ ع َم ُرَ فَقَ َرأْتُ َا ْلق َِرا َءةََالَّتِيَ أ َ ْق َرأَنِيَ فََقَال ُ
َ (س ََر ِمنهَُ(رواهَالبخارى ْ ْ َ
َّ َس ْبعَةَِأ ْح ُرفٍ َفاق َر ُءواَ َماَتََي َ َ َعلى َ َ ََأ ُ ْن ِزل
“Saya mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan di masa
hidup Rasulullah saw, kemudian saya mencermati bacaannya. Seketika dia
membacanya dengan teks yang beragam (qiraat yang lain) yang belum sempat
diajarkan oleh Rasulullah saw kepada saya. Nyaris saja saya menyerangnya dalam
shalat, namun saya bersabar (menunggunya) hingga ia salam. Kala ia salam saya
menarik leher bajunya seraya mengatakan: “Siapa yang sudah mengarahkan
kepadamu surah yang kau baca tadi?”. Hisyam menanggapi: “Rasulullah yang
sudah mengajarkannya kepadaku”. Aku mengoreksinya dengan berkata, "Kamu
bohong; sebenarnya Rasulullah telah membaca (mengarahkan) kepadaku (tetapi
tidak seperti apa yang kamu baca). Aku mengarahkannya ke Muhammad, utusan
Allah. Setelah itu saya mengatakan “Sebetulnya saya sudah mencermati orang ini
membaca surah al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak sempat Engkau bacakan
(ajarkan) padaku”. Lalu Nabi Muhammad SAW. Mengatakan "Umar, tolong
bebaskan! Hisham, tolong baca ayat itu dari Quran". Kemudian tolong baca surah
dengan cara yang sama seperti yang saya dengar sebelumnya. Kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beginilah surah ini diturunkan”, setelah itu
6
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an,.. h. 170.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Januari 2023 | 11
| Husnul, Saidina.
7
Abduh Zulfik Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 1996), h. 36.
12
Judul Artikel Misykat Studi Islam |
8
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at,.. 247.
9
Rosihan Anwar, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 147.
10
Muhammad Abu Al-Azhim Al-Zarqani, Manahilu Al-Irfan Fi Ulumil Qur’an,
(Beirut: Darul Fikri, 1988), 412
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Januari 2023 | 13
| Husnul, Saidina.
Penulis berkeyakinan bahwa definisi yang diberikan oleh Abdul Fatah al-
Qadi dalam al-Budur al-Zahirah fi Qira'at al-'Asyr al-Mutawatirah, yang dikutip
oleh Ahmad Fathoni dalam The Seven Qiraat Rules, adalah yang paling mudah
dipahami dan berguna:
علم يعرف به كيفية النّطق بالكلمات القرأنيّة و طريق ادائها اتّفاقا و اختالفا مع عزو
كل وجه لناقله
“Ilmu yang mengulas tentang cara pengucapan kata-kata Al-Qur’an berikut
cara penyampaiannya, baik yang disepakati maupun yang diikhtilafkan dengan
cara menyandarkan setiap bacaannya kepada salah seorang imam qira’at”.
Karena dua alasan utama—Penting agar sanad mutawatir sampai kepada
Nabi, saw, agar bacaannya diterima. Hal ini benar karena dua alasan: pertama, cara
membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang disepakati dan tidak disetujui oleh bacaan para
imam; dan kedua, pentingnya sanad mutawatir—definisi Abdul Fatah al-Qadi
sebenarnya sederhana dan jelas..
Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup qiraat adalah:
a) Untuk tujuan diskusi ini, istilah "qiraat" mengacu pada lafal bacaan
Al-Qur’an seperti yang telah dilafadzkan melalui lisan Nabi atau
dibacakan oleh seorang Sahabat di depan Nabi, setelah itu Nabi
mengulanginya yang dapat disebut juga dengan istilah taqrir.
b) Bagaimana Nabi menjelaskan perbedaan antara hazf, isbat, taskin,
wasl, dan ibdal, tahrik dan fasl yang semuanya merupakan metode
membaca Al-Qur'an.
c) Setelah transmisi Nabi kepada para imam qiraat, qiraat Al-Qur’an
pun diperoleh.
d) Hanya ada satu qiraat dalam Al-Qur’an, atau banyak qiraat,
tergantung pada konteksnya. Meskipun demikian, tidak selalu ada
ikhtilaf di antara para ulama tentang versi qiraat mana yang benar..
Selain defenisi, dalam Ilmu qiraat juga terdapat beberapa istilah-istilah yang
umum digunakan dalam bidang ilmu qiraat meliputi istilah-istilah berikut:
a. القراءات, dengan kata lain, qiraat yang dikaitkan dengan salah satu
Imam qiraat tertentu, seperti qiraat 'Ashim..
b. الرواية, yaitu apabila bacaan Al-Qur’an dinisbatkan kepada salah
seorang rawi qiraat Imam-nya seperti riwayat Qalun dari Nafi’.
c. الطريق, Secara khusus, dalam Tariq Nasyith dari Qalun, pembacaan
Al-Qur'an oleh seorang perawi dinisbatkan ke perawi lainnya.
d. الوجه, Dengan kata lain, ketika salah satu pembaca Al-Qur'an diberi
pujian atas bacaannya karena versi yang dia pilih untuk dinisbatkan
ke qiraat tertentu.
14
Judul Artikel Misykat Studi Islam |
11 Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, tahqiq Abdul Baqi, Juz 1, (Beirut: Dar al-Ihya Turats
Maka oleh Rasul dibenarkan kedua bacaan mereka. 12 Hal ini menjadi penjelas
bahwa perbedaan qiraat itu telah ada pada masa Rasulullah ﷺ.
Terkait metode pengambilan Al-Qur’an ketika itu ialah dengan jalan
periwayatan atau talaqqi dari orang-orang yang faqih, tsiqoh dan dipercaya metode
talaqqi ini yang menjadi alasan fundamental Al-Qur’an tetap terjaga kesahihan
periwayatannya dan menjadi kunci utama benarnya qiraat yang dibaca. Metode ini
pula yang diajarkan Nabi mulia Muhammad saw kepada para sahabatnya..13
Kiranya, hal ini menjadi penguat bagi kaum orientalis yang kemudian meragukan
kehujjahan Al-Qur’an disebabkan teks/ manuskrip Al-Quran yang dianggap mereka
telah berubah.14 Para orientalis melupakan bahwa inilah kunci jalan periwayatan
yakni diambil dari lisan-lisan yang terpercaya.
Hal yang perlu diketahui pula, bahwa pada masa Sahabat sekaligus Khalifah
‘Usman bin ‘Affan, mushaf yang disebar ke beberapa daerah tersebut memiliki
ragam penulisan Al-Qur’an sebagai berikut ;
1) Lafaz-lafaz Al-Qur’an yang tidak terdapat qiraat yang berbeda di dalamnya
dengan tulisan yang sama pula di tulis dalam mushaf.
2) Ketika sebuah kata dalam Al-Qur'an memiliki lebih dari satu qiraat tetapi
masih dapat ditulis dengan bentuk yang sama, maka ditranskripsikan
demikian pada semua mushaf. Hal ini memungkinkan pula, sebab pada
masa Usman teks Al-Qur’an masih berbentuk tanpa syakl.
3) Jika ada dua atau lebih kemungkinan bacaan qiraat untuk suatu ayat tertentu
dalam Al-Qur'an, ayat tersebut ditulis dalam satu mushaf menurut satu
qiraat tertentu dan di mushaf lainnya menurut qiraat yang lain. Ini hanya
satu contoh, lafaz َوصَّىَبِهَا
َ َوdalam Q.S. al-Baqarah (2):132 ditulis dengan ََو
أَوصَىَ ِبهَا15
2. Pada Masa Tabiin dan Imam Qiraat
Pada awal abad ke-2 H, ketika para qari telah menyebar ke seluruh pelosok
nusantara, menurut catatan sejarah, ini merupakan qiraat pertama kali muncul pada
masa tabiin. Para muslimin yang mendalami qiraat pada saat itu lebih cenderung
mengamalkan qiraat yang langsung diajarkan gurunya kepada mereka hingga qiraat
tersebut kian menyebar dan sampailah kepada imam qiraat yang tujuh, sepuluh
maupun empat belas. Adapun sebab mengapa terjadi perbedaan qiraat tersebut ialah
karena terjadinya perbedaan pendengaran dan lughat suatu kabilah dengan kabilah
lainnya.16
12 Lihat Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Edisi Revisi
h. 129.
14 Lihat M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi, (Jakarta:
Istinbath Hukum Dalam Al-Quran), Cet.1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995), h. 133- 134.
16 Khadijatus Sahalihah, Perkembangan Seni Baca Al-Qur’an Dan Qira’at Tujuh Di
1. Madinah Nafi’ (w. 785) Warsy (w. 812) Qalun (w. 835)
2. Makkah Ibn Katsir (w. 738) Al Bazzi (w. 864) Qunbul (w. 903)
3. Damaskus Ibn Amir (w. 736) Hisyam (w. 859) Ibn Dakhwan (w.
856)
4. Bashrah Abu Amr (w. 770) Al-Duri (w. 860) al-Susi (w. 874)
5. Kufah Ashim (w. 745/6) Hafsh (w. 796) Syu’bah (w. 808/9)
17 Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta: Kalimedia,
2020), h. 34.
18 Lihat Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati al-
‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Alamiyyah, t.th), h. 8-9.
19 Lihat Ratnah Umar, Qira’at Al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya Perbedaan
Berbicara mengenai qiraat sab’ah, maka perlu kiranya untuk diketahui bahwa
yang dimaksudkan dengan tujuan bacaan yang dibawa oleh tujuh imam yang
mutawatir ini ialah tujuh dialeh atau lahjah yang berasal dari lahjah Quraisy,
Huzhail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman.21
Adapun jika dikatakan qiraat asyir atau sepuluh, maka ditambah imam-
imam yakni22 ;
1) Yazid ibn al-Qa'qa', lebih sering dikenal dengan julukannya Abu Ja'far al-
Makhzumi al-Madani (w.747). Terkenal di wilayah Madinah. Abu al-Harith
Isa ibn Wardan, sering dikenal sebagai Imam Isa (w. 777), adalah salah satu
dari dua perawinya; yang lainnya adalah Sulaiman ibn Muslim ibn Jammaz
Abu al-Rabi' al-Zuhri, juga dikenal sebagai Ibn Jammaz (w. 786).
2) Ya'qub ibn Ishaq ibn Zayd ibn Abd Allah Abu Muhammad al-Hadhrami
adalah nama lengkapnya (wafat 820). Sangat disukai oleh orang-orang di
lingkungan Bashrah. Muhammad ibn Mutawakkil Abu Abd Allah al-Lu' lu'
I al Bashri, juga dikenal sebagai Ruways (w. 949), dan Abu alHasan ibn
Abd al-Mu'min al-Hudzali, juga dikenal sebagai Spirit (w. 848/9 ), adalah
dua perawi yang menceritakan bacaan Ya'qub.
3) Khalaf ibn Hisyam al-Bazzar, ataupun Khalaf. Satu diantara perawi qiraat
Hamzah yang terkenal di Kufah. Qiraat Khalaf diriwayatkan oleh Ishaq ibn
Ibrahim ibn Utsman Abu Abd Allah ibn Ya‘ qub, atau dikenal dengan Ishaq
(w. 899), dan Idris ibn Abd al-Karim al-Haddad Abu al-Hasan al-Baghdadi,
atau dikenal dengan Idris (w.904).
Selanjutnya empat imam setelahnya yang termasuk ke dalam qiraat
empat belas, ialah :23
1) Ibn Muhaishin. Nama lengkapnya ialah Muhammad ibn Abd al-Rahman al-
Makki (w. 740) dari kota Makkah.
2) Abu Muhammad Yahya ibn al-Mubarak, dikenal dengan al-Yazidi (w. 817)
dari kota Bashrah.
3) Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar, atau dikenal dengan al-Hasan al-Bashri (w.
728) dari kota Bashrah.
4) Abu Muhammad Sulaiman ibn Mihran, lebih dikenal sebagai al-A’masy (w.
765).
Menanggapi hadis Nabi terkait hanya angka tujuh yang diisyaratkan untuk
kearagaam bacaan Al-Qur’an namun nyatanya mengapa lebih dari itu jumlah qiraat
yang ada, maka orang Arab pada umumnya apabila menyebut angka tujuh, tujuh
puluh dan tujuh ratus, itu pada hakikatnya tidak bermaksud untuk menunjukkan
18
Judul Artikel Misykat Studi Islam |
jumlah sebenarnya melainkan menunjukkan angja majemuk atau banyak dan tak
terbatas.24 Demikian yang disebut Ibnu Jazuri dalam kitabnya.
Contoh bacaan yang beragam juga dapat dilihat pada setiap suku, misalnya
kelompok al-Asadiy membaca sebelum rasul “tiswaddu wujuhun” 25, menambahkan
huruf ta pada “tiswaddu”, sedang pada qiraat Indonesia dipakai biasanya dengan
menggunakan “taswaddu wujuh.” dan “alam i'had ilaikum” 26 dibaca dengan huruf
hamzah kasrah pada “i’had”. Jadi para rasul tidak menyangkal bacaan mereka.
Demikian pula, kelompok at-Tamimiy diperbolehkan membunyikan
hamzah dan kelompok a-Qursiy tidak membunyikan hamzah, karena kedua cara
tersebut juga digunakan. Masuk akal juga ketika orang mengucapkan "wa iza qila
lahum"27 dan "Gidalmaau"28 dalam qi la dan gida dengan bunyi antara u dan i,
karena penggunaan bunyi ini disebut isymam.
Juga, ketika seseorang mengucapkan "hazihi bida 'atuna rudat ilaina"
dengan bunyi antara kasrah dan dammah dalam "ruddat" itu diperbolehkan karena
begitulah pengucapan dan penggunaannya. Demikian pula, kalimat "Maa laka la ta"
"manna"29 (diucapkan dengan bunyi antara u dan i dan asimilasi huruf mim
"ta'manna") diperbolehkan, karena bunyi seperti itu memang ada, jika harus
diucapkan jika tidak akan sulit.
Demikian juga beberapa kata, seperti 'alaihum' dan 'fihum', akan masuk akal
jika seseorang melafalkannya dengan dhammah, sementara yang lain melafalkan
'alaihimu' dan 'fihimu' dengan bunyi panjang pada 'mu', karena dengan demikian
pembacaan juga ada. .30 Demikian juga untuk “qad aflaha” dan “qui uhiya” dan
“khalau ila” adalah wajar jika seseorang mengucapkannya dengan menghilangkan
bunyi hamzah karena tekanan.
Selanjutnya pula, kata-kata seperti "Musa", "Isa" dan "Saba" dengan
kecenderungan ke arah c disebut imalah, dan ada juga yang membaca dengan ringan
malah diperbolehkan, karena bacaan seperti itu juga ada dalam aksennya .
Kata "khabiran" dan "basiran" juga masuk akal jika diucapkan dengan huruf
kecil ra, karena bunyi seperti itu juga ditemukan dalam aksennya.
Demikian pula kata “as-salawatu” dan “at-talaqu” diucapkan dengan suara
parau, yang juga masuk akal karena pengucapannya sama. Itulah beberapa contoh
bacaan qiraat yang beragam, yang nyatanya masih banyak dijumpai hingga saat ini.
24 Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati al-‘Asyru,
tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2,… h. 25-26.
25 Lihat QS. Ali-Imran ayat 106.
26 Lihat QS. Yasin ayat 60.
27
Lihat QS. Al-Baqarah ayat 11.
28 Lihat QS. Hud ayat 44.
29 Lihat QS. Yusuf ayat 11.
30 Ibrahim al-Byasi, Sejarah Al-Qur’an terj.Tarikh Al-Qur’an, Penerj.Ramli Harun, (Jakarta:
Pandangan Orientalis
Pada era kontemporer ini pula, banyak bermunculan anggapan mengenai
qiraat Al-Qur’an. Salah satunya yang menarik ialah pendapat orientalis Jeffery
terkait tanda syakl yang tidak ada namun kemudian dibuat berdasarkan ijtihad
ulama. Ia mengatakan bahwa ini membuat celah untuk pembaca membacanya
menurut bacaannya sendiri seperti kata َتعلمه,َنعلمه, يعلمهatau .33بِعلم َه
Membandingkan teori dengan kenyataan sejatinya hanya akan menunjukan
kesalahan hipotesis mereka.
a. Contoh pertama (dalam kolom pertama, kata yang diragukan diberi tanda
dengan warna yang berbeda; kolom tengah adalah rujukan surah : ayat):
ين
َِ َمالِكََِيَ ْو ِمَال ِد 1:4 Some recite مالكand some ك
َ مل
َ ِ َّاسَ*َ ِإلَهَِالن
اس ِ ََّملِكََِالن 114:2-3 Unanimously read ك
َ مل
Kata yang berwarna dalam tiga ayat dapat dibaca menurut konteksnya seperti مالك
atau ملك
b. Contoh kedua
ش َِد
ْ ََالر َ ََوإِنْ َيَ َر ْوا
ُّ سبِيل 7:146 Some read شدا
َْ ُرothers شدا
ََ ََر
ش ًدَا
َ اَر َ ألَ ْق َر
َ َبَمِ نْ َ َهذ 18:24 Unanimously read شدا
ََ ََر
َش ِد
ْ ىَالر
ُّ َيَ ْهدِيَإِل 72:2 Unanimously read شدا
َْ ُر
ش ًدَا
َ َر َ أَ ْمَأَ َرادََبِ ِه ْم
َ َربُّ ُه ْم 72:10 Unanimously read شدا
ََ ََر
ش ًدَا
َ َر َ ََلَأَ ْملِكُ َلَكُ ْمَض ًَّر
َ اَو ََل 72:14 Unanimously read شدا
ََ ََر
Secara kosakata (leksikografi) kedua-dua bentuk adalah sah pada setiap kasus.
c. Contoh ketiga
33 Lihat M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi,… h. 153.
Misykat, Volume 04. Nomor 01, Januari 2023 | 21
| Husnul, Saidina.
َ ًضَنَ ْفع
اَوَلَض ًَّرَا ُ َلَيملكَبَ ْع
ٍ ضكُ ْمَ ِلبَ ْع 34:42 Unanimously read ضرا
ً
Sekali lagi, menurut leksikografi kedua-dua bentuk ini adalah sah pada setiap ayat. 34
Maka, dapat disimpulkan penyebab pertama orientalis ini menolak qiraat dan
Al-Qur’an adalah karena mereka skeptis terhadap keorisinilan penambahan atau
perubahan bentuk dari pada manuskrip Al-Qur’an itu sendiri kemudian penyebab
kedua adalah karena mereka tidak mempercayai keabsahan jalur sanad dari suatu
periwayatan.35 Kedua hal tersebut tentu dapat dibantah dengan bahwa Al-Qur’an
dan periwayatab qiraatnya menggunakan jalur talaqqi yang sangat terjaga. Bukanlah
orang sembarangan yang mampu mengemban amanah periwayatan ini.
Hikmah Adanya Qiraat Al-Qur’an
Adapun dengan menilik pada pembahasan di atas maka hikmah terdapatnya
beragam bacaan qiraat adalah sebagai berikut:36
a) Dapat mempersatukan ummat Islam karena dengan bergamnya
bacaan dapat mewaikili lagham para muslimin terdahulu.
b) Adanya perbedaan qiraat sejatinya merupakan bentuk kemudahan dan
keringanan bagi umat Islam secara keseluruhan.
c) Menunjukkan sisi kemukjiazatan Al-Qur’an dalam aspek lughawinya.
d) Berpengaruh pada tafsir Al-Qur’an hingga membantu mufassirin
dalam menafsirkan Al-Quran.
e) Menjadi suatu fadhl atau keutamaan dan kemuliaan atas ummat Nabi
Muhammad saw atas kemukjizatan keberagaman cara qiraat Al-
Qur’an ini, sebab pada ummat terdahulu tidak didapati hak
keistimewaan ini.
KESIMPULAN
Qiraat mengacu pada bacaan Al-Qur'an Nabi (saw), atau bacaan Al-Qur'an
seorang sahabatnya di hadapannya dan kemudian pula beliau mentaqrirkannya.
Adapun pembagiannya ulama sepakai bahwa yang mutawatir ialah seperti qiraat
sab’ah, asyirah, arba’ata asyara atau qiraat dari tujuh, sepuluh, dan empat belas
34 Untuk kajian yang lebih tentang topik ini, Lihat Abdul Fattah ‘Al-Qira’at fii Nazhar al-
h. 153-159.
36 Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at,… , h. 54.
22
Judul Artikel Misykat Studi Islam |
imam. Mengenai awal mula munculnya qiraat ini ialah suda hada sejak zaman Nabi
saw tatkala dua sahabat datang kepada beliau untuk mengadukan dua bacaan
mereka yang berbeda, kemudian Nabi saw mentaqrirkannya, artinya menganggap
benar kedua bacaan tersebut.
Perkembangan qiraat juga terus berlanjut tatkala masa sahabat dan para
khulafur rasyidin, ditandai dengan ketika kekhalifahan Utsman, mushaf yang
disebar ke beberapa tempat sudah memiliki ciri khas tersendiri. Manuskripnya pun
sudah berbeda dengan yang ada padan sebelumnya. Baru pada abad ke 2 H hingga 4
H qiraat semakin berkembang hingga menjadi cikal bakal suatu ilmu yang
kemudian dengan persebaran bacaan yang berbeda yang ulama berpendapat tujuh
bacaan yang dimaksud dalam hadis Nabi saw ialah dialek atau lahjah dari bangsa
Quraisy, Huzhail, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamim dan Yaman. Para qurra’ dari
daerah tersebut turut menyebarluaskan qiraat mereka hingga pada saat ini dapat
ditemui pula beragam macam qiraat tersebut.
Adapun tujuh Imam Qiraat ialah Imam Nafi’, Ibn Katsir, Ibn Amir, Abu
Amr, Ashim, Hamzah dan al-Kisa’’i. Imam qiraat sepuluh maka penambahannya
adalah Abu Ja’far, Yaqub dan Khalaf. Qiraat empat belas ditambah dengan Imam
Ibn Muhaishin, Yahya ibn al-Mubarak, al-Hasan ibn Yasar, atau dikenal sebagai al-
Hasan al-Bashri dan Sulaiman ibn Mihran. Contoh qiraat seperti kata "alaihum" dan
"fihum" yang dibaca dengan dhammah, ataupun dibaca dengan "'alaihimu" dan
"fihimu" dengan bunyi panjang pada "mu".
Qiraat pada masa ini jauh lebih berkembang baik melalui media cetak
maupun elektronik. Bahkan sebelum merebak jauh saat ini, qiraat juga sudah
menjadi perhatian banyak golongan. Orientalis salah satunya. Bahkan Jeffery, salah
satu tokoh orientalis menuduh bahwa Al-Qur’an bisa jadi telah mengalami ketidak
orisinilan. Sebab teks awal Al-Qur’an yang tanpa baris kemudian dibubuhi syakl
membuat celah bagi siapapun dapat salah dalam menuliskannya, juga
ketidakyakinan mereka terhadap keabsahan jalur periwayatan qiraat tersebut.
Segala anggapan orientalis dan juga siapapun kiranya yang terbesit hal
serupa kiranya dapat terbantahkan dengan penegasan bahwa Al-Qur’an adalah teks
yang tidak hanya baku tertulis sebagaimana yang ada pada zaman Rasul namun ia
terus diriwayatkan oleh orang-orang yang sangat terpercaya dan disampaikan
melalui talaqqi hingga sangat tidak memungkinkan teks Al-Qur’an itu dapat salah.
Hikmah adanya perbedaan qiraat juga salah satunya ialah memnbuktikan bahwa Al-
Qur’an itu benar dan luar biasa dengan kemukjizatan dalam aspek lughawinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh Zulfidar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’at, Cet.I (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1996)
Hasanuddin A.F, Anatomi Al-Qur’an (Perbedaan Qira’at Dan Pengaruhnya
Terhadap Istinbath Hukum Dalam Al-Quran), Cet.I, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1995)
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati
al-‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 1, (Beirut: Dar al-Kitab
al-‘Alamiyyah, t.th)
Ibnu al Jazuri Muhammad bin Muhammad bin Yusuf, An Nasr fii al-Qira’ati
al-‘Asyru, tahqiq ‘Ali Muhammad Adh-Dhuba’i, Juz. 2. (Beirut: Dar al-Kitab
al-‘Alamiyyah, t.th)
Ibrahim al-Byasi, Sejarah Al-Qur’an terj.Tarikh Al-Qur’an, Penerj. Ramli
Harun, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996)
Khadijatus Sahalihah, Perkembangan Seni Baca Al-Qur’an Dan Qira’at
Tujuh Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983)
Khairunnas Jamal dan Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qira’at, (Yogyakarta:
Kalimedia, 2020)
M.M Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi,
(Jakarta: Gema Insanin, 2014)
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi 'Ulum al-Qur’an, (Cet. III; ttp.
Mansyurat al- ‘Ashr al-Hadits, t.th.)
Muhammad ‘Ali Ash-Shabuny, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Jakarta: Dar
al-Kutub al-Islamiyah, 2003)
Muhammad Abu Al-Azhim Al-Zarqani, Manahilu Al-Irfan Fi Ulumil
Qur’an, (Beirut: Darul Fikri, 1988)
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Edisi
Revisi Cet. I, (Beirut: Dar Ibnu Kaṡir, 2002)
Muslim bin al Hajjaj, Shahih Muslim, tahqiq Abdul Baqi, Juz 1, (Beirut: Dar
al-Ihya Turats al-‘Arabi, t.th)
Ratnah Umar, Qira’at Al-Qur’an (Makna dan Latar Belakang Timbulnya
Perbedaan Qira’at) dalam Jurnal AL-ASAS, Vol.3 No.2, 2019.
Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)
Sa’dullah, Metode Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Sumedang: Ponpes Al
Hikamussalafiyah, 2005)
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta: Divisi
Muslim Demokratis, 2011)
24