ULUMUL QUR'AN
Disusun Oleh :
Erika selviani (2101010010)
Fika muflikhatul ngulya (2101010006)
Penulis
2
DAFTAR ISI
Judul……………………………………………………………………………..1
Kata Pengantar....................................................................................2
Daftar Isi.............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A.Pendahuluan.................................................................................................4
B.Rumusan masalah........................................................................................5
C.Tujuan Masalah ...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.Apa maksudmakna muhkam dan mutsyabih…………………………...…6
B.Perbedaam pendapat dalam mengetahui mutasyabih…………………….6
C.Takwil metode mengetahui ayat ayat mutasyabih………………………...7
D.Ilmu tentang muhkam dan mutsyabih…………………………………….8
E.Sikap ulama menghadapi ayat ayat mutasyabih…………………………..8
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................11
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat
Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh
dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul Quran. Dan
menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas
tentang Muhkam Mutasyabihat ayat.Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-
Naisabari pernah mengemukakan tiga pendapat mengenai kaitan ayat-ayat Al-Qur’an
terhadap muhkam-mutasyabih. Pertama, seluruh ayat Al-Qur’an adalah muhkam berdasarkan
firman Allah dalam QS. Hud : 1, sebagai berikut :
Artinya: (Inilah) Kitab yang ayat-a: yatnya disusun dengan rapi, kemudian dijelaskan secara
terperinci (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana, Maha Teliti.Kedua, seluruh ayat
Al-Qur’an adalah mutasyabih berdasarkan firman Allah dalam QS. Az-Zumar : 39, sebagai berikut :
Artinya : Katakanlah (Muhammad), “Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, Aku pun
berbuat (Demikian). Kelak kamu akan mengetahui.Ayat Muhkam dan Mutasyabihat hendaknya dapat
dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal yang termasuk dalam objek penting dalam
kajian/pemahaman Alquran. Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya
perbedaan pendapat antara firqah (Golongan atau kaum yang mengikuti pemahaman atau pendapat
yang keluar dari pemahaman jama'ah muslimin) satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah
pemahaman tentang ayat muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas
(muhkam) dan yang belum jelas (mutasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat
muhkam mutasyabih) terdapat perbedaan-perbedaan.Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalam
memahami ayat-ayat Al-Quran khususnya dalam ranah Muhkam Mutasyabbih, maka kelompok kami
menyusun makalah yangmembahas tentang kedua hal tersebut dengan judul “ Al-Muhkam Al-
Mutasyabih ”.
4
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Masalah
5
BAB 11
PEMBAHASAN
6
saling kontradiktif tersebut, ta’wil merupakan suatu alternatif jawaban yang dapat
mengkompromikan antara keduanya. Sebab, dengan ta’wil akan
Kita dapat mengatakan, semua ayat al-qur’an adalah muhkam, kalau yang kita
maksud dengan “muhkam” itu adalah kuat, kokoh, rapih, inda susunannya dan sama
sekali tidak mengandungn kelemahan baik dalam hal lafadz-lafadznya rangkaian
kalimatnya maupun maknanya. Berdasarkan makna itulah Allah berfirman:“Kitab
yang ayat-ayatnya tersusun rapih” (Hud, 1)Kita pun dapat pula mengatakan bahwa
semua ayat al-qur’an mustasyabih, kalau “mutsyabih” itu dimaksudkan sebagai
“kesamaan” ayat-ayatnya dalam hal balaghah dan i’jaz serta dalam hal kesukaran
membedakan mana bagian-bagian al-qur’an yang lebih afdhal. Berdasarkan
pengertian itulah Allah berfirman:“Allah telah menurunkan tutur kata (berupa) kitab
7
(al-qur’an) yang serupa (mutu-utu ayatnya), lagi berulang-ulang (az-zumar g,
23).”Akan tetapi makna “muhkam” dan “mutsyabih” yang terdapat di dalam dua ayat
tersebut di atas, bukanlah yang menjadi maksud pembhasan kami. Soal “muhkam” dn
“mutasyabih” yang menjadi arah pembahasan kami ialah yang pengertiannya yang
terdapat di dalam firman Allah:
Dialah (Allah) yang menurunkan al-kitab (al-qur’an) kepada kalian. Diantara
(sisi)-nya terdapat ayat-ayat muhkamat. Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an, dan yang
lain adalah ayat-ayat mutasyabihat adapun orang yang dalam hatinya terdapat
kecenderungan sesat, mereka itu mengikuti ayat-ayat mutasyabihat (dengan maksud)
untuk menimbulkan fitnah (kekacauan) untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak
ada yang mengetahui ta’wilnya selain Allah. Sedang orang-orang yang berilmu
mendalam (pasti) berkata : “Kami mengimani ayat-ayat mutasyabiha, (karena)
semuanya itu (yang muhkamat & yang mutasyabihat) datang dari sisi Tuhan kami”.
4“Dan sungguh tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (dari semuamya itu)
kecuali orang-orang yang berakal” (AS. Ali-Imran, 7)
5. Sikap ulama menghadapi ayat-ayat mutasyabihat
Dalam Al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat Mutasyabihat yang menjelaskan
tentang sifat-sifat Allah. Contohnya Surat ar-rahman[55]:27:
)27(وينقي وجه ربك ذو وا الجلل واالكرا م
Terjemahan: Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran
dankemuliaan. Atau dalam Q.S. Taha [20]: 5 Allah berfirman:
)5(الرحمن علي العرش استوي
jemahan:(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yangbersemayam di atas 'Arsy.
Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua
mazhab.19:
a. Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat
Mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka
mencucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan
mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan
mengetahui hakikatnya kepada Allahsendiri. Karena mereka menyerahkan urusan
mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab
Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia
berkata : Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul),mempertanyakannya
bidah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini
dari majelis saya.Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap
orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pastibukan dimaksudkan oleh
ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada asyabih (penyerupaan Tuhan
dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini
Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud
yang sebenarnya menurut syari’at dipandangbidah (mengada-ada).Kesahihan mazhab
ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas : Dan tidak mengetahui
takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami
mempercayai”. (dikeluarkan oleh Abd. al-Razzaq dalam tafsirnyadari al-Hakim dalam
mustadraknya).20
b. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menkwilkan lafal yang makna
lahirnyamustahil
8
kepada makna yang laik dengan zat Allah, karena itu mereka disebut pula
Muawwallah atau Mazhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang
abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas
hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah
dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan
kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistempenafsiran ayat-ayat
Mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf. Alasan mereka berani menafsirkan
ayat-ayat Mutasyabihat, menurut mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah
memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan
manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil
kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk
melakukannya. 22 Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka
juga mengemukakan dalil naqli berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis
riwayat Ibnu al-Mundzir yangberbunyi : “dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan
tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”.
Berkata Ibnu Abbas:”saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya.(H.R.
Ibnu al-Mundzir)23Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa
Ibnu Daqiq al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas.
Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu jauh maka kita tawaqquf (tidak
memutuskan).Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta
mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya. Adapun penulis makalah ini
sendiri lebih sepakat denganmazhab kedua, mazhab khalaf. Karena pendapat mazhab
khalaf lebih dapat memenuhi tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari
semakin berkembang, dengan syarat penakwilan harus di lakukan oleh orang-orang
yang benar-benar tahu isi Al-Qur’an, ataudalam bahasa Al-Qur’an adalah ar-
rasikhuna fil ‘ilmi dan dikuatkan oleh doa nabi kepada Ibnu Abbas.Sejalan dengan ini,
para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena tidak
dikhawatirkan jatuh kedalam penafsiran dan penakwilan yang menurut
Tuhansalah.Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan
pendapatnya dengan argumen aqli.
9
Kesimpulan
Adapun yang dapat penulis simpulkan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita membacanya,
sehingga tidak menimbulkan keraguan dan memerlukanpentakwilan.
2. Sedangkan mutasyabih adalah ayat yang perlu ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan
baru kita dapat memahami tentang maksud ayat-ayat itu.
3. Ayat-ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam alqur’an yang
para ulama menilainya dengan alasannya masing-masing menjadi dua macam, yaitu
pendapat ulama Salaf dan Khalaf.
4. Kita dapat mengatakan bahwa semua ayat al-Qur’an itu Muhkam. Jika maksud
Muhkam adalah kuat dan kokoh. Tetapi kita dapat pula mengatakan bahwa semua
ayat itu adalah Mutasyabih, jika maksud Mutasyabih itu adalah kesamaan ayat
ayatnya dalam hal Balaghah dan I’jaznya.
10
DAFTAR PUSTAKA
11