web Republika
Oleh:
Asriani 11190120000007
Perlu dipaparkan lebih awal bahwa penerjemahan adalah memindahkan gagasan, ide
atau pikiran dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain.1 Proses pemindahan
pesan yang telah diungkapkan dalam satu bahasa ke bahasa yang lain secara sepadan
dan wajar dalam pengungkapannya, sehingga tidak menimbulkan kesalahan presepsi
dan kesan asing dalam menangkap makna yang telah dialihbahasakan tersebut2
Berikut beberapa kutipan penerjemahan Ayat Al-qur’an, Hadits dan Perkataan ulama
dalam sebuah web Republika.co.id
ِ ان واِيتاۤ ِٕى ِذى الْ ُقرىٰب ويْن ٰهى ع ِن الْ َفحش
ٓاء َوا لْ ُمْن َك ِر َوا لَْب ْغ ِيۚ يَعِظُ ُك ْم ٰ ِ
َْ َ ََ ْ َْ َ ِ الع ْد ِل وا اْلِ ْح َس
َ ِا َّن اللّهَ يَأْ ُمُر ب
لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُر ْو َن
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh berbuat adil dan berbuat kebajikan [ihsan],
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.
1
Nur Mufid, Kaseruan AS. Rahman, Buku Pintar Menerjemahkan Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progessif, 2007), h.8.
2
Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, (Tangerang
Selatan: Al-kitabah, 2014) h.17
keaslian suatu makna yang terkandung sehingga proses menerjemahkannya berpijak
pada penerjemahan kata demi kata namun tetap menggunakan berbagai strategi
penerjemahan. Jika terdapat kata dalam suatu penerjemahan yang masih bersifat
umum, maka dengan adanya tafsir Al-qur’an serta adanya hadits dan pendapat para
ulama untuk mencapai makna yang mudah ditangkap oleh pendengar dan pembaca.
tersebut atau objeknya. Dan pada lafadz يَعِظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُر ْو َنterlihat bahwa yang
menjadi objeknya adalah kalian, kalian (kamu lebih dari 2 orang)yang dimaksud
yakni “pembaca/manusia”. Pada terjemahan tersebut tidak digunakan beberapa
strategi penerjemahan yang dapat membantu pembaca memahami makna yang
terkandung dalam ayat. Teks tersebut memang betul-betul teks yang setia kepada
Bsu. Kemudian dalam kaidah bahasa Indonesia maupun bahasa Arab, ketika di awal
telah disebutkan siapa subjeknya dengan jelas, maka kata selanjutnya cukup
menggunakan kata ganti. Namun dalam ayat tersebut lafadz Allah disebutkan
sebanyak dua kali. “Sesungguhnya Allah menyuruh berbuat adil dan berbuat
kebajikan [ihsan], memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan
keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.” Lafadz Allah bisa digantikan dengan kata ganti “Dia”
dan setelah kata “menyuruh” bisa ditambahkan dengan objek “kamu” sehingga jelas
objek yang diperintah. Dan melahirkan terjemahan yang lebih baik yakni
2. Membuang salah satu makna sebuah kata karena dinilai sudah jelas
4. Menggantikan sesuai dengan kelaziman kata yang dapat dipahami oleh kalangan
pembaca.
Semuanya ini tanpa mengubah amanat yang ada dalam suatu ayat Al-qur’an dan teks
lainnya.
إذا كنتم ثالثة فال يتناجى اثنان دون صاحبهما؛ فإ ّن ذلك حيزنه
"Jika kalian bertiga, maka janganlah dua orang dari kalian berbisik tanpa
menyertakan orang ketiga, sebab hal itu akan membuatnya sedih" (HR Ibnu Majah).
Hadits juga memiliki struktur yang berbeda dengan teks lainnya. Teks hadits
mempunyai karakter tersendiri yang tidak ditemukan dalam teks kegamaan lainnya.
Seorang penerjemah harus memahami teologi islam, budaya serta bahasa Arab.
Menurut penulis penerjemahan hadits tersebut sudah menggunakan strategi
penerjemahan, mengganti terjemahan kata yang sifatnya kaku dan masih
menimbulkan kebingungan ketika dibaca oleh orang awam. Proses penerjemahan
menurut H. Datuk Tombak Alam dalam bukunya yang berjudul Metode
Menerjemahkan al- Qur’an al-Karim 100 kali Pandai4 menyatakan ada beberapa
proses yang perlu dilalui yakni:
1. Menerjemahkan secara harfiyah
2. Membuang kata-kata
4
Lukman Hakim, Metode dan Strategi Terjemahan Al-qur’an. Ciputat, 2015. H.28
3. Menggeser atau menyusun kalimatnya untuk mencapai terjemahan dalam bahasa
Indonesia yang baik. Bisa masuk didalamnya taqdim wa ta’khir.
Proses penerjemahan ini bisa diterapkan pula dalam penerjemahan teks lainnya.
Strategi yang digunakan dalam terjemahan hadits tersebut yakni menggantikan arti
beberapa lafadz menuju arti yang lain yang sekiranya lebih mudah untuk dipahami.
Lafadz صاحبهما فال يتناجى اثنان دونketika diartikan kata perkata menjadi “maka
janganlah berbisik-bisik berduaan tanpa sahabat keduanya” akan lebih susah untuk
dipahami dan kurang komunikatif serta ekuivalen. Menurut penulis ada baiknya
menggunakan strategi mengganti dan menyusun kalimatnya serta menambahkan agar
menjadi lebih jelas. Sebagaimana terjemahan berikut “Maka janganlah dua orang
berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga”
Firanda Andirja, M.A. lafadz اآلخر فال يتناجى اثنان دونditerjemahkan “maka janganlah
dua orang berbicara berbisik-bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak”
maka bisa kita lihat bahwa lafadz ini menjadi lebih lengkap dibandingkan
penerjemahan secara harfiyah dan kata demi kata. Untuk hal ini perlu penafsiran lebih
jauh mengenai terjemahan suatu kata sehingga dapat menerjemahkan sebaik
mungkin.
Ada teknik yang harus diketahui seorang yang hendak menerjemahkan hadits
(Hidayatullah, 2010: 58)5
1. Penerjemahan matan sebaiknya tidak ditulis miring
2. Penulisan ra (radhiyallaahu ‘anh) dicantumkan dibelakang nama sahabat,
meskipun di Tsu tidak ada
5
Penerjemahan Hadis Sebagai Teks Keagamaan
https://www.researchgate.net/publication/311487514_Penerjemahan_Hadis_sebagai_Teks_Keagaman
diakses pada Jam 01.00 tanggal 10 November 2021
3. Penerjemahan nama kompilator dituliskan sesuai dengan kelaziman yang
dipakai seperti (HR Al-Bukhari)
Pada hadits di atas tidak dicantumkan sanad hadits, ada baiknya untuk
mencantumkan sanad sehingga seseorang mengetahui tingkat keshahihan suatu hadits
dan menuliskan matan hadits secara lengkap. Hal ini diniatkan untuk memperkuat
suatu pemahaman dan tidak adanya misscomunication terkait makna yang ingin
disampaikan oleh suatu hadits. Pada hadits di atas matan serta nama kompilator telah
diterjemahkan sebagaimana teknik yang dipaparkan sebelumnya. Penulis menjumpai
Hadits yang serupa dan lebih lengkap dari periwayat yang masyhur yakni Imam
Bukhari dan Muslim.
Syaikh Ibnu Mubarak, seorang ulama yang sangat shalih berkata “Thalabtul adab
tsalatsina tsanah wa thalabtul ‘ilmi ‘isriina sanah”
Terjemahan: Aku belajar adab 30 tahun lamanya, sedang aku belajar ilmu hanya 20
tahun lamanya
Terjemahan di atas terlihat lebih panjang dibandingnkan dengan teks arab. Penulis
beranggapan bahwa terjemahan tersebut dimaksudkan sejelas mungkin untuk
memahamkan para pembaca. Jika diterjemahkan secara literal dan kata per kata maka
akan dijumpai terjemahan yang kurang memahamkan dan pembaca tidak secara jelas
menangkap makna dari suatu teks. Contohnya ketika saya menerjemahkan طلبت
dengan menggunakan kamus atau berdasarkan pada pemakaian kata secara
hakikatnya maka akan diterjemahkan “saya telah menuntut atau mencari” dan jika
perkataan dari Syaikh Ibnu Mubarak diterjemahkan secara literal akan menjadi “ saya
telah mencari adab 30 tahun, dan saya telah mencari ilmu 20 tahun”. Penerjemahan
tersebut lebih terasa kaku dan tidak mengedepankan prinsip kesepadanan dan
ekuivalen. Dari terjemahan tersebut dapat dirasakan bahwa Syaikh Ibnu Mubarak
ingin membandingkan bahwa beliau lebih lama belajar adab daripada belajar ilmu.
Dapat diterjemahkan: “Aku belajar adab 30 tahun lamanya sedangkan ilmu hanya 20
tahun”
Menilai dari ketiga penerjemahan di atas yang dikutip dari web Republika maka
dijumpai ketiga-tiganya belum mengedepankan strategi penerjemahan dan
memperhatikan dengan seksama bagaimana kualitas dari terjemahan yang dikutip.
Maka ada baiknya sebelum penguploadan suatu artikel, perlu adanya seorang yang
ahli dalam bidang terjemahan atau mengutip terjemahan yang berkualitas. Demi
pencapaian pada kebenaran suatu ilmu.
Sumber:
10. https://www.republika.co.id/berita/r0u4bx320/runtuhnya-rezim-umayyah-dan-
cacian-untuk-ali-bin-abi-thalib