Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
Ilham Hidayatullah, Lc., MA.
Terjemah adalah kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik
verbal maupun non verbal, dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya. Menurut Anwar
Nurul Yamin “Yang di maksud penerjemahan di sini adalah pengalihbahasaan Al-
Qur’an dari bahasa aslinya, yakni bahasa Arab ke dalam bahasa si penerjemah,
misalnya ke dalam bahasa inggris atau bahasa Indonesia”.1
Terjemah ialah menjelasakan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa
asalnya, bahkan detail-detail teks aslinya, untuk di alihbahasakan kedalam teks
penerjemah. Sebagai contoh, kadangkala sebuah ungkapan tidak untuk menunjukkan
makna, melainkan untuk menampakkan penyesalan atau menampakkan kesedihan dan
lain sebagainya. Terjemahan itu harus sedemikian akurat hingga bisa
mengalihbahasakan makna penyesalan dan kesedihan, tidak hanya memindahkan
makna hakiki, atau majasi suatu lafazh.
Terkadang sebuah kata bisa dimengerti ketika berada dalam susunan kalimat.
Oleh karena itu syarat penerjemah ialah harus mengerti dua bahasa untuk bisa
mengartikulasikan secara mendetail maksud dari kalimat yang akan dialihbahasakan
dengan sempurna. Ringkasnya naskah hasil terjemahan harus mencerminkan naskah
aslinya secara sempurna agar tidak terjadi kekurangan sedikit pun.
B. Urgensi Terjemah Al-Qur’an sebagai Sarana Dakwah
1
Anwar Nurul Yamin, Taman Mini Ajaran Islam Alternatif Mempelajari Al-Qur’an, (Bandung:
PT Remaja Rosdaskarya, 2004), hal. 101
2
Muhammad Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-quran..., hal. 275-276
adalah menterjmahkan ayat-ayat al-Quran dan mengenalkan hakikat-hakikat dan
ilmu-ilmu Al-Qur’an berikut syarah dan tafsirnya kepada penduduk dunia. Sejatinya
penduduk dunia ingin mengetahui hakikat-hakikat Al-Quran yang terbukti membuat
bangsa-bangsa dengan budaya beraneka ragam menjadi satu bangsa dan menjadikan
mereka bersatu menghadapi orang-orang zalim.
Dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an itu sangat perlu diterjemahkan kesemua
bahasa-bahasa dunia untuk bisa mereka miliki agar mengambil manfaat dari Al-
Qur’an secara langsung. Tentunya pekerjaan ini harus mendapat bimbingan dari
orang-orang ahli dan saleh.
4
Konsep padanan formal dan bentuk ini dekat sekali dengan konsep terjemahan harfiah.
5
Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek (Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti,
PPLPTK, 1989), h. 8.
6
Eugene A. Nida dan Charles R. Taber The Theory and Practice of Translation (Leiden: E.J.
Brill, 1982), h. 22.
konteks golongan penerima zakat. Kemudian, penggunaan kemiskinan dalam
terjemahan ayat tersebut lebih bermakna dan mudah diterima oleh pembaca Bsa
daripada kefakiran, karena istilah-istilah yang banyak digunakan dan
diperdengarkan oleh masyarakat Indonesia adalah kemiskinan, misalnya
pengentasan kemiskinan, di bawah garis kemiskinan, dan sebagainya.
3. Terjemahan Idiomatis
Terjemahan jenis ini tidak jauh berbeda dengan terjemahan harfiah. Si
penerjemah sangat berperan dalam menentukan apakah terjemahan itu harfiah
atau idiomatis. Jadi penerjemah berusaha menciptakan kembali makna dalam
BSu, yakni makna yang diinginkan penulis atau penutur asli, di dalam kata atau
kalimat yang luwes di dalam BSa. Terjemahan yang betul-betul idiomatis tidak
akan terasa seperti terjemahan, tetapi terasa seperti tulisan atau ungkapan asli.
Oleh karena itu, menurut Larson, tujuan akhir setiap terjemahan hendaknya
terjemahan idiomatis dan seorang penerjemah yang baik adalah penerjemah yang
selalu berusaha menciptakan terjemahan idiomatis. Di dalam contoh berikut,
dilihat dari struktur BSu maupun BSa sama persis. Jadi terjemahan ini sudah
memadai dalam ragam terjemahan harfiah maupun idiomatis.
انا احبها
BSa : i love her
BSa : Aku mencintainya
Karena kesamaan struktur dalam BSu dan BSa pada contoh di atas,maka
terjemahan tersebut dapat dikategorikan pada terjemahan kata-demi-kata (word-
for-word) Akan tetapi dalam banyak kasus, struktur ini tidak bisa diterima di
dalam BSa. Misalnya:
ما اسمك
BSu : what is your name
Harfiah : apa nama kamu
Idomatis : siapa nama kamu
Terjemahan harfiah di atas tidak bisa berterima bagi orang
Indonesia,karena pertanyaan tentang nama tidak diungkapkan dengan ungkapan
Apa namamu? Melainkan dengan ungkapan siapa namamu? Masih banyak lagi
contoh-contoh terjemahan idiomatis, seperti ungkapan-ungkapan BSu yang
disampaikan saat berjumpa atau berpisah dengan teman atau saudara : yaitu,
ahlan wa sahlan “selamat datang”, Sabah al khair “selamat pagi”, masa al khair
“selamat sore”, kaifa haluk “bagaimana kabarmu”, bi al khair “baik-baik saja”,
syukran “terima kasih”, ma'a al Salamah “selamat jalan” dan sebagainya.
Ada beberapa ungkapan Al Quran yang identik dengan ungkapan di atas
Yang dapat diterjemahkan menurut terjemahan idiomatis seperti ayat 54 surah Al
An'am : فقل سالم عليكم
Maka katakanlah : salam sejahtera untuk kamu. Ungkapan salam ‘alaikum
banyak ditemukan di dalam al-Quran Hingga 19 tempat. Kemudian, ungkapan ini
dapat juga dialihkan makna Bsa Menjadi salam sejahtera. Pengalihan makna
tersebut bisa saja terjadi dalam terjemahan menurut ragam terjemahan idiomatis,
karena ungkapan salam sejahtera sudah menjadi ungkapan resmi dalam bahasa
lisan maupun tulisan di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam terjemahan, ragam
terjemahan idiomatis jarang sekali terjadi secara keseluruhan. Yang sering adalah
campuran antara terjemah harfiah, terjemah idiomatis; sebagian diterjemahkan
secara harfiah karena memang sudah cukup dan sebagian yang lain diterjemahkan
secara idiomatis.
Kesimpulan
7
Peter Newmark, Approaches to Translation (Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 51
Al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab.
Secara Teologis, secara teologis versi Al-Qur’an dalam bahasa Arablah yang
dianggap sebagai Al-qur’an yang asli, firman yang berasal langsung dari Allah,
dan dibaca dalam praktik ibadah. Tidak satupun terjemahan yang bisa disejajarkan
dengan Al-Qur’an, atau sebagai firman Allah, dan tidak ada satupun terjemahan
itu yang memiliki status yang sama dengan versi Arabnya.
Terjemahan hanya dipandang kaum muslimin hanya sebagai alat untuk
memahami makna-makna Al-Qur’an. Semua muslim Arab maupun non Arab
dengan maksud mendapatkan kepuasan dan berkah pengucapan firman suci;
firman inilah yang terucap dari mulut Nabi dan dibaca oleh sahabat-sahabatnya,
maupun oleh generasi muslim berikutnya, di negeri-negeri yang berbeda dan di
sepanjang era Islam.
Dapat disimpulkan Al-Qur’an sangat perlu diterjemahkan ke semua
bahasa-bahasa dunia untuk bisa mereka miliki agar dapat mengambil manfaat dari
Al-Qur’an secara langsung. Tentunya harus mendapat bimbingan dari orang-orang
ahli dan shaleh.
Adapun mengenai Sifat-sifat Terjemahan Al-Qur’an terbagi empat sifat
yakni terjemahan harfiah (Literal Translation), terjemahan dinamis, selanjutnya
terjemahan bersifat idiomatis, terakhir yaitu terjemahan semantis dan terjemahan
komunikatif.
Dan untuk Terjemahan Al-Quran Departemen Agama Republik Indonesia
bersifat semantis. Kecenderungan terjemahan semantis dapat diketahui dari
objektifitasnya, yakni tidak terikat dengan Bsu maupun Bsa secara penuh. Struktur
Bsu (padanan struktural bahasa Al-Quran), makna dan gaya bahasanya tetap
dipertahankan dalam terjemahan Bsa (padanan struktural bahasa Indonesia),
sehingga terjemahan al-Quran masih tetap terasa sedikit kaku tetapi tidak sekaku
terjemahan harfiah.
Referensi :
Eugene A. Nida dan Charles R. Taber The Theory and Practice of Translation (Leiden:
E.J.Brill, 1982)
Peter Newmark, Approaches to Translation (Oxford: Pergamon Press, 1981)
Suryawinata, Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek (Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti,
PPLPTK, 1989)
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005).