Konsep-konsep yang dapat diidentifikasi dari bahan ajar tentang terjemah tafsir dan takwil
adalah sebagai berikut:
1. Terjemah Harfiah: Konsep terjemah harfiah adalah mentransformasikan teks Alquran secara huruf
demi huruf atau susunan kalimat bahasa aslinya ke dalam bahasa Indonesia. Namun, karena
susunan Alquran berbeda dengan bahasa Indonesia, terjemah harfiah sulit untuk menyampaikan arti
yang tepat. Terjemah harfiah lebih berfokus pada keterjemahan kata demi kata tanpa memperhatikan
konteks dan makna yang lebih dalam.
2. Terjemah Maknawiyah atau Terjemah Tafsir: Konsep terjemah maknawiyah atau terjemah
tafsir berbeda dengan terjemah harfiah. Terjemah ini lebih mengutamakan pemahaman dan
penjelasan makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Terjemah maknawiyah berusaha
menyampaikan makna yang tersirat dan memperhatikan konteks dan tujuan yang terkandung dalam
ayat tersebut. Hal ini sering ditemukan dalam kitab-kitab tafsir atau Alquran terjemah.
3. Tafsir: Konsep tafsir adalah ungkapan atau penjelasan makna yang masih sulit atau tersembunyi
dalam ayat-ayat Alquran. Tafsir bertujuan untuk mengungkapkan pemahaman yang lebih dalam dan
menyelami makna-makna yang terkandung dalam Alquran. Tafsir ini dapat dilakukan oleh penafsir
dengan menggunakan berbagai pendekatan, seperti pendekatan riwayat (berdasarkan hadis atau
riwayat lainnya) dan pemahaman penafsir itu sendiri.
4. Takwil: Konsep takwil memiliki kemiripan dengan tafsir, namun ada perbedaan pendekatan dan
fokusnya. Takwil berusaha untuk mengungkapkan makna yang batin atau yang lebih mendalam dari
ayat-ayat Alquran. Takwil juga dapat berarti mengembalikan ayat-ayat Alquran ke asalnya atau
menyelami makna yang tersirat di dalamnya. Beberapa ulama membedakan antara tafsir dan takwil,
dengan takwil lebih menekankan pada pemahaman makna batin.
Perlu dicatat bahwa konsep-konsep ini dapat lebih dipahami dan dieksplorasi melalui referensi seperti
kitab-kitab ulumul Quran atau karya-karya ulama dalam bidang ini, seperti "Ulumul Qur'an" oleh Abu
Abdirrahman Abdil Aziz bin Abdullah bin Baz atau "Tafsir al-Qur'an" oleh Prof. Quraish Shihab.
B. LAKUKAN KONTEKSTUALISASI ATAS PEMAPARAN MATERI DALAM BAHAN AJAR
DENGAN REALITAS SOSIAL;
Kontekstualisasi atas pemaparan materi dalam bahan ajar dengan realitas sosial merupakan suatu
pendekatan yang penting dalam proses pembelajaran, termasuk dalam memahami metode terjemah
tafsir dan takwil Alquran. Dalam bahan ajar ini, kita akan mencoba mengupasnya sedikit demi sedikit
untuk lebih memahami pendekatan ini.
1. Pertama-tama, mari kita bahas tentang terjemah dalam konteks ini. Menurut Irfan, terjemah adalah
proses mentransformasikan teks dari satu bahasa ke bahasa lain, dalam hal ini dari bahasa Arab ke
bahasa Indonesia. Terjemah ini penting karena bahasa Indonesia adalah bahasa kita sebagai
masyarakat Indonesia. Namun, terjemah secara harfiah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia
tidaklah mudah atau bahkan mustahil dilakukan, mengingat struktur bahasa Arab yang berbeda
dengan bahasa Indonesia.
2. Kedua, terdapat dua jenis terjemah menurut pendapat Husein, yaitu terjemah harfiah dan terjemah
maknawiyah. Terjemah harfiah mengacu pada penerjemahan secara huruf atau teks dari bahasa
aslinya, tetapi sulit untuk menerjemahkannya dengan arti yang tepat karena perbedaan struktur
antara Alquran dan bahasa Indonesia. Sementara itu, terjemah maknawiyah atau tafsir adalah
penerjemahan yang lebih memperhatikan makna dari teks tersebut. Tafsir ini sering kita temukan
dalam kitab-kitab terjemahan Alquran, dan meskipun maknanya tidak jauh berbeda dari susunan
kalimat aslinya, terjemah ini membutuhkan pemahaman lebih dalam dan penafsiran oleh seorang
ahli.
3. Ketiga, kita dapat melihat contoh tafsir dalam kitab "Risalah al-Arwah" yang berasal dari kata "al-
mashru" yang artinya menjelaskan. Menurut dosen Anda, tafsir adalah upaya untuk mengungkap
makna-makna yang masih sulit dipahami. Dalam tafsir ini, sejauh mana pemahaman seorang
penafsir, maka sejauh itu pula makna yang dapat diungkap. Dalam konteks ini, tafsir mengungkap
maksud atau makna tersurat dari teks Alquran.
4. Keempat, terdapat istilah takwil yang berasal dari kata "Aur" yang artinya kembali kepada asalnya.
Beberapa ulama menganggap tafsir dan takwil sebagai hal yang sama, seperti pendapat Muhammad
Abduh. Namun, terdapat perbedaan antara keduanya. Tafsir mengungkap makna yang dhohir atau
tersurat, sedangkan takwil mengungkap makna yang batin atau tersirat. Pendekatan dalam tafsir
menggunakan pendekatan riwayat, sementara takwil menggunakan pendekatan dirayat. Selain itu,
tafsir lebih fokus pada makna yang tersurat, sedangkan takwil lebih fokus pada makna yang tersirat.
ANALISIS KB 2
KRITERIA KE-SHAHIH-AN HADIS MENURUT AL-KHATHIB AL-BAGHDADI DALAM KITAB AL-
KIFAYAH FI ‘ILM AL-RIWAYAH
Nama : Muhsin, M.Pd.I
Assalamu‘Alaikum, Wr. Wb.
Bapak Dosen yang terhormati
Setelah membaca materi Artikel 2, maka saya dapat menganalisis dan menyimpulkan materi bahan
ajar yaitu sebagai berikut:
Komponen Analisa bahan ajar :
a. Tuliskan minimal 3 (tiga) konsep beserta deskripsinya yang Anda temukan di dalam bahan ajar;
b. Lakukan kontekstualisasi atas pemaparan materi dalam bahan ajar dengan realitas sosial;
c. Merefleksikan hasil kontekstualisasi materi bahan ajar dalam pembelajaran bermakna
Jawaban
A. Tuliskan minimal 3 (tiga) konsep beserta deskripsinya yang Anda temukan di dalam bahan
ajar;
1. Pernyataan pertama menekankan bahwa hadis diterima sebagai hujjah apabila hadis tersebut
sanad-nya bersambung dan tidak terputus, yang diriwayatkan oleh periwayat yang tidak majhul dan
tidak majruh dalam meriwayatkan hadis tersebut. Pada pernyataan kedua, al-Khathib menambahkan
istilah periwayat yang tsiqah dan sanad tersebut berakhir pada Rasulullah Saw, beliau juga
menyinggung pembahasan ada’ wa tahammul al-hadits, yaitu al-kitabah. Pernyataan ketiga
menjelaskan tentang thabaqat al-sanad (tingkatan sanad), dimulai dari al[1]mukharrij yang shalih, dari
tabi’ al-tabi’in yang shalih, dari tabi’, dari shahabi, dari Rasulullah Saw, dari Jibril As, dan berakhir
pada Allah Swt yang dikenal dengan istilah hadis qudsi. Al-Khathib juga menguraikan istilah musnad,
mursal, mu’dhal, marfu’, mawquf, munqathi’, mudallas, tadlis al-syuyukh. Semua istilah ini berkaitan
erat dengan unsur bersambung atau tidaknya sebuah sanad
2. Tentang perawi bersifat adil, Al-Khathib menyatakan bahwa ‘adl yang dimaksud adalah ‘adl yang
merujuk pada konsistensi seseorang dalam beragama, bermazhab salim, jauh dari sifat fasiq, dan
apa-apa yang akan menjatuhkan ke-‘adalah-annya, baik dari perbuatan lima panca indra ataupun
perbuatan hati.51 Beliau juga merujuk pada hadis Nabi Saw
3. Menurut al-Khathib, suatu matan hadis jika tidak diriwayatkan secara tawatur akan dapat
dibenarkan bila akal menunjukkan akan kebenarannya, seperti adanya sang pencipta, perihal
barunya wujud manusia, dan juga dapat dilihat dari tanda-tanda kebenaran yang diperlihatkan oleh
Allah Swt melalui tangan para Nabi dan RasulNya dan ini akan menuntut akal untuk mengakui
kebenarannya. Dari keterangan di atas terlihat al-Khathib melakukan pengujian matan hadis dengan
akal sehat manusia. Al-Khathib menyatakan kewajiban menolak hadis yang terdapat di dalamnya
sesuatu yang mustahil (tidak masuk akal) dan diingkari oleh akal manusia dengan berpedoman
kepada sebuah hadis