Anda di halaman 1dari 10

NAME : Hesty Ardhinin Dita

CLASS : 4 A

NPM : 186310958

COURSE : Al-Islam III (Ulum Al-Quran-Al-Hadits)

TUGAS/LATIHAN

1. Mengapa para ulama tidak membolehkan tafsir harfiah yang leterlek?


Answer : 1.Tafsir harfiya yakni penerjemahan ayat Al-Qur’an secara kata
per kata dengan menggantinya dengan kata yang dianggap atau diyakini
sama dan semakna dalam bahasa lain, misalnya bahasa Indonesia,
disamping penerjemahan harus mengikuti susunan dan urutan kata per kata
itu dalam teks asli dari firman Allah yang diterjemahkan
Ada sebagian ulama yang membolehkan tarjamah tafsiriyah tapi melarang
dan tidak membolehkan tarjamah harfiyah. Alasannya adalah karena
tarjamah harfiyah itu tidak mungkin bisa dilakukan oleh siapapun, jika
maksudnya bahwa hasil terjemahan dari suatu ayat misalnya diyakini
benar-benar merupakan pemindahan kata per kata dari bahasa asli firman
Allah ke kata yang sama dan sepadan dalam bahasa lain. Yang mungkin dan
bisa dilakukan hanyalah upaya penjelasan makna dan maksud dari ayat
dengan bahasa apa saja yang dikehendaki sesuai kebutuhan. Dan itu adalah
tarjamah tafsiriyah. Jika kita renungkan sebenarnya dalam hal tarjamah
harfiyah ini masalahnya bukan terletak pada pertanyaan apakah boleh atau
tidak boleh? Tapi masalahnya adalah mungkin atau tidak mungkin
dilakukan? Tapi itu tergantung dan terkait dengan apa yang dimaksud
dengan tarjamah harfiyah itu? Jika yang dimaksud adalah terjemah
tekstual kata perkata dengan keyakinan bahwa, teks hasil terjemahan bisa
sama persis secara kata perkata dengan teks asli yang diterjemahkan,
maka jelas ini tidak mungkin dan tidak bisa dilakukan. Hal itu baik
untuk penerjemahan teks kata-kata manusia biasa maupun apalagi nash
firman Allah. Karena tiap bahasa memiliki karakteristiknya sendiri, dari
segi makna kata dan kalimat maupun aturan dan susunannya, yang tidak
mudah didapatkan padanannya secara persis pada bahasa lain.

2. Apakah terjemah Al-Quran versi Kementerian Agama RI boleh diubah?


answer : Tidak dapat diubah dikarenakan Penyempurnaan dan perbaikan
tersebut harus meliputi aspek bahasa, konsistensi pilihan kata atau
kalimat untuk lafal atau ayat tertentu, substansi yang berkenaan dengan
makna dan kandungan ayat, dan aspek transliterasi.
3. Apakah terjemah tafsiriyah dapat dikategorikan sebagai tafsir? Beri
alasan.

answe:Terjemah tafsiriyah ialah menerjemahkan bahasa Al-Quran ke bahasa


lain dengan memahami maknanya kemudian mengungkapkan maknanya itu ke bahasa
terjemahan sesuai dengan susunan, struktur dan ghaya bahasa yang digunakan
untuk menerjemahkan Menurut saya itu termaksud dalam kategori Tafsir karena
definisi tafsir ialah menjelaskan, menyingkap dan menampak-kan atau
menerangkan makna yang abstrak, jadı samasama menjelaskan

4. Identifikasilah Terjemah Al-Quran versi Kementerian Agama RI, kemudian


jelaskan termasuk klasifikasi mana terjemah tersebut? Beri alasan.

answer: setelah di identifikasi menurut saya, terjemahan alquran versi


kementrian agama adalah termasuk terjemahan makna wiyah. Mengapa? Karena
menurut saya terjemahan makna wiyah mengartikan kalimat alquran tanpa
mengubah makna dengan mengkaji makna- makna kata perkata dalam kalimat
alquran baru diterjemahkan. Itu lebih memudahkan seseorang dalam membaca
terjemahan,mengerti dan paham dalam bahasa sendiri yang telah di evaluasi
maksud yang terkandung didalam kata per kata dalam kalimat alquran.

TUGAS

1. Bacalah bahan kuliah ini dengan seksama bagian perbagian sebelum


melangkah ke bagian selanjutnya, kemudian cari dan catat benang merah
yang menghubungkan antar bagian agar diperoleh pemahaman yang utuh.

2. Identifikasilah konsep-konsep yang belum dipahami dengan baik. Cari


penjelasannya melalui internet atau buku-buku pustaka, kemudian catat
penjelasan yang diperoleh beserta sumbernya.
3. Tugas dan latihan dikirim paling lambat 3 April 2020 pukul 24.00 WIB
via WhatsApp.

answer:

Hubungan antara Terjemah dan Takwil dengan Tafsir Al-qur’an :

Pengertian Terjemah

Istilah terjemah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab tarjamah atau
turjumah yang secara harfiah berarti: mengalihkan bahasa yang satu ke bahasa
lain. Sedangkan yang dimaksud dengan tejemah dal;am arti terminology adalah:
Mengungkapkan makna suatu perkataan dari bahasa asal Al-Quran (Arab) ke
bahasa lain dengan memerhatikan semua makna dan maksud yang terkandung
dalam bahasa asalnya (Arab). Adapun macam-macam terjemah dibagi menjadi
dua, yaitu :

Terjemah Harfiyah: memindahkan kata-kata dari suatu bahasa yang sinonim dengan bahasa
yang lain yang susunan kata yag diterjemahkan sesuai dengan kata-kata yang
menerjemahkan, dengan syarat tertib bahasanya.

Terjemah Tafsiriah atau Maknawiyah: menjelaskan maksud kaliamat (pembicaraan) dengan


bahasa yang lain tanpa keterikatan dengan tertib kalimat aslinya atau tanpa memperhatikan
susunannya.

Pengertian Takwil

Istilah ta’wil ada yang mengatakan berasal dari aul yang bermakna kembali dan
berpaling, dan ada yang mengatakan berasal dari kata ail yang bermakna
memalingkan. Sedangkan yang diamksud dengan ta’wil menurut istilah adalah:
menguatkan sebagian makna dai beberapa makna yang tercakup dalam ayat Al-
Quran yang mungkin mempunyai beberapa makna. Juga berarti mengalihkan
makna ayat Al-Quran dari makna zahiratau tersurat (dinotatif) kepada makna yang
tesirat (konotatif) karena ada petunjuk atau indikasi yang menghendakinya, yang
memerlukan perenungan dan pemikiran mendalam untuk mengungkap
maksudnya. Ulama al-Quran bersikap toleran terhadap takwil-takwil sebagian
ulama sufi atas dasar bahwa takwil tersebut merupakan isyarat-isyarat dan
ekstase-ekstase (mawajid) yang tidak bertentangan dengan makna-makna aslinya.
Tidak disangsikan lagi di samping menolak takwil-takwil Syiah tetapi menerima
sebagian takwil-takwil kaum sufi sementara sebagian yang lain ditolak, tersirat
sikap idiologis yang mendukung kekuasaan. Akan tetapi, secara epistemologis
prinsip yang mendasari pembedaan yang mereka lakukan antara yang diterima dan
yang dibenci dalam wilayah takwil tetap valid dan tepat. Dan konsep implisit yang
kita diskusikan ini diharapkan dapat terkuak melalui analisis dari kata takwil itu
sendiri yang merupakan sisi lain dari teks dengan perangkat bahasa dalam
pemahaman kita sekarang. Ini dari satu segi, dan segi yang lainnya, kemunculan
kata takwil dalam al-Quran teks Arab yang tertua dan terpercaya.

Pengertian Tafsir

Dilihat dari segi bahasa atau etimologi, kata ‘tafsir’ berasal dari kata ‘fassara’,
yang berarti menerangkan, mengungkapkan, dan menjelaskan makna. Al-Jaziri
mendefinisikan Adapun yang dikmaksud dengan tafsir menurut istilah, terdapat
sejumlah definisi yang dikemukakan para ahli (ulama), di antaranya, menurut Az-
Zarkasyi, tafsir adalah; menerangkan makna-makna yang terkandung dalam Al-
Quran dan mengungkapkan hukum-hukum serta hikmah-hikmah (ajaran-ajaran)
nya. Sementara al-Kilby mendefinisikan tafsir dengan: menguariakn kandungan
isi Al-Quran, menerangkan dan menjelaskan makna-maknanya sesuai dengan
maksud oleh nas (tesks) dan indikator-indikatornya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari tafsir adalah
memahami makna-makna, hkum-hukum, dan petunjuk-petunjuk serta ajaran-
ajaran yang terkandung dalam Al-Quran.

Hubungan Tafsir, Takwil dan Terjemah

1. Perbedaan Tafsir dan Takwil

Tafsir Takwil
Menyangkut hal yang lebih umum Berkenaan dengan ayat-ayat yang
bersifat khusus, seperti pada ayat
mutasyabihat
Menguatkan salah satu makna dari
Bila ada dalil-dalil yang menguatkan sejumlah kemungkinan makna yang
penafsiran, boleh ditegaskan bahwa dipunyai oleh Al-Qur’an dengan tidak
demikianlah yang dikehendaki oleh meyakini bahwa demikianlah yang
Allah Swt. dikehendaki oleh Allah Swt.
Menerangkan makna ayat melalui Menerangkan makna ayat melalui
pendekatan riwayah pendekatan dirayah
Menerangkan makna yang tersurat Menerangkan makna yang tersirat
Menerangkan makna kalimat, baik Menerangkan makna batin atau hakikat
makna haqiqi maupun makna majazinya yang dikehendaki
Berhubungan dengan makna ayat yang Berhubungan dengan makna ayat yang
biasa saja suci
Penjelasan makna dalam tafsi telah Penjelasan makna dalam takwil
diberikan oleh Al-Qur’an sendiri diperoleh melalui eksplorasi keilmuan

Perbedaan Tafsir dengan Terjemah

Tafsir Terjemah
Selalu ada keterkaitan dengan bahasa Terjadi perpindahan bahasa dari bahasa
asalnya dan tidak selalu terjadi pertama kedalam bahasa terjemah dan
perpindahan bahasa bahasa pertama tidak melekat pada
bahasa terjemah
Harus dilakukan apabila usaha Tidak boleh menguraikan melebihi
menerangkan makna ayat baru dapat perpindahan bahasa
dicapai dengan penguraian secara
meluas
Adanya usaha menerangkan masalah Dituntut terpenuhinya semua makna dan
baik keterangan itu secara garis maksud yang ada dalam bahasa yang
besarnya ataupun terperinci diterjemahkan
Pengakuan didapatkan dari orang yang Penerjemah diakui sudah melakukan
sepaham dengan yang membaca hasil penerjemahan apabila ia berhasil
penafsiran memindahkan makna bahasa yang
pertama kedalam bahasa terjemah

Persamaan Tafsir, Takwil dan Terjemah

Persamaan dari tafsir, takwil dan terjemah yaitu ketiganya sama-sama menerangkan
makna ayat-ayat Al-Qur’an dan ketiganya sama-sama sebagai sarana yang dapat dilakukan
untuk memahami Al-Qur’an.

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tafsir, takwil dan tejemah sama-sama
menerangkan makna ayat Al-Qur’an serta menjadi sarana yang dilakukan agar memahami
Al-Qur’an. Adapun secara garis besar pengertian dari ketiganya adalah :

Tafsir menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang panjang lebar, lengkap dengan
penjelasan hokum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat tersebut yang seringkali disertai
dengan kesimpulan kandungan ayatnya.
Takwil mengalihkan lafal ayat Al-Qur’an dari ati yang lahir dan rajah kepada arti yang lain
yang samar
Terjemah hanya mengubah kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain tanpa mengubah
kandungannya

DAFTAR PUSTAKA

Https://yuliantihome.wordpress.com/makalah/ulumul-Qur’an-Tafsir-ta’wil/ di
akses pada tanggal 10 Februari 2017
Ma’ruf Amari dan Hadi Nur, Mengkaji Ilmu Tafsir. (Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2014)
Https://navia.wordpress.com/makalah/tafsir-takwil-dan-terjemah/ di akses
pada tanggal 10 Februari 2017

https://zahranaa.blogspot.com/2017/07/pengertian-tafsir-takwil-dan-terjemah.html?m=1
LATIHAN
Setelah mempelajari bahan kuliah ini, jawablah pertanyaan berikut:

1.Apa manfaat yang saudara peroleh dengan mempelajari berbagai kategori


tafsir?
Answer:Mengetahui makna kata atau ayat dalam Al – Qur’an, menjelaskan
kandungan atau maksud dari makna tiap tiap ayat Al – Qur’an. Untuk
menemukan hukum serta hikmah yang terkandung dalam Al – Qur’an. Serta
menyampaikan maksud dan ajaran Allah swt untuk manusia, agar tidak
tersesat.

2.Dalam Al-Quran dikatakan bahwa tugas rasul adalah menjelaskan Al-Quran,


tapi apakah rasul telah menafsirkan seluruh ayat Al-Quran. Beri alasan

Answer : Ada sebagian ulama yg berbeda pendapat, Pertama, Ulama golongan


pertama berpendapat bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah
menjelaskan dan menafsirkan semua bagian yang ada dalam Al-Quran
berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nahl ayat ke 44 yang artinya,
“Dan telah kami turunkan kepadamu (Muhammad) ad-Dzikra untuk menjelaskan
kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka supaya mereka berpikir.”

Kedua, Penjelasan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam– terhadap semua


makna Al-Quran adalah suatu hal yang sulit dan tidak mungkin kecuali
terhadap beberapa ayat saja. Sebab penjelasan makna adalah hasil istimbat
berdasarkan tanda-tanda dan dalil-dalil, dan Allah tidak memerintahkan
rasul-Nya untuk menjelaskan semua makna Al-Quran karena Allah ingin
manusia berpikir dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendapatkan
penjelasan terhadap makna Al-Quran.

Pendapat pertengahan

Ustadz Muhammad Husain ad-Dzahabi, seorang ulama tafsir al-Azhar,


menjelaskan dalam karyanya at-Tafsir wa al-Mufasirun bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menafsirkan banyak ayat dalam Al-Quran
sebagaimana yang kita jumpai dalam hadis-hadis tentang tafsir ayat.
Tetapi, yang perlu kita ketahui bersama adalah, Nabi –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- tidak menjelaskan semua ayat Al-Quran. Sebab dari ayat-ayat Al-
Quran, ada yang maknanya hanya Allah ta’ala yang tahu, seperti ayat-ayat
mutasyabihat. (Husain ad-Dzahabi, at-TafsÎr wa al-Mufasirun 1/42)

3.Al-Quran adalah firman Allah, kandungan isinya dapat dipahami oleh semua
lapisan masyarakat, tapi mengapa para ulama masih menafsirkan Al-Quran?

ANSWER:
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. melalui malaikat
Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di
dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah
syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam
berpikir dan beramal. Namun, Allah SWT tidak menjamin perincian-perincian
dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal Al-Qur'an yang membutuhkan
tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang singkat namun luas
pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat terhimpun sekian banyak
makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa tafsir Al-Qur'an.
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫ )تفسير القرآن‬adalah ilmu pengetahuan
untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan
isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang
arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di
pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an,
sehingga makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh,
merupakan hal yang mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan
dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya.
Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya
pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang
menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut
dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-
Qur'an).

4.Apakah tafsir Al-Quran yang telah dihasilkan ulama terdahulu sudah cukup
sehingga tidak dibuituhkan tafsir barui lagi? Beri alasan.
ANSWER:
Tafsir al quran mengalami proses yang panjang untuk menjadi tafsir yang
menjadi pedomona umat muslim. Tafsir selalu mengalami refisi dalam beberapa
tahun karena islam adalah agama yang universal dan mengikuti zaman.
5.Identifikasilah tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab dan tafsir Al-Azhar
karya Hamka, bandingkan kedua tafsir itu kemudian klasifikasikan termasuk
kategori tafsir mana kedua tafsir itu? Beri alasan.
ANSWER:
Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Quran lengkap 30 Juz pertama dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir. Warna keindonesiaan penulis memberi warna
yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk memperkaya khazanah
pemahaman dan penghayatan umat Islam terhadap rahasia makna ayat Allah
SWT.Sekilas Tentang Isi Tafsir .M. Quraish Shihab memulai dengan
menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia
dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya
dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-
Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat,
kecederungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di tuntut
untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan
masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai
petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap
probelam kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus
kesalah pahaman terhadap al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.

M. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam


sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan
kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada
bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karier Nabi Muhammad
saw.Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah: QS. Al-Ghasyiyah.
Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka,
kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat.Kemudian dia
mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti: Fakhruddin
ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim
Ibn Umar al-Biqa’i (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn
Abdullah Az-Zarkasyi (w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat
al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran. /.;Ada beberapa
prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik
tahlîlî maupun mawdhû‘î, di antaranya bahwa al-Qur’an merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Mishbâh, dia tidak pernah luput
dari pembahasan ilmu al-munâsabât yang tercermin dalam enam hal:
-keserasian kata demi kata dalam satu surah;
-keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat (fawâshil);
-keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya;
-keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya;
-keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya;
- Keserasian tema surah dengan nama surah.

Tafsîr al-Mishbâh banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’ terhadap sejumlah


mufasir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif,
argumentatif. Tafsir ini tersaji dengan gaya bahasa penulisan yang mudah
dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi hingga masyarakat luas.
Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan yang semakin menarik
atensi pembaca untuk menelaahnya.Begitu menariknya uraian yang terdapat
dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M.
Federspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab
pantas dan wajib menjadi bacaan setiap Muslim di Indonesia sekarang. Dari
segi penamaannya, al-Mishbah berarti “lampu, pelita, atau lentera”, yang
mengindikasikan makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh
cahaya al-Qur’an. Penulisnya mencitakan al-Qur’an agar semakin
‘membumi’ dan mudah dipahami. Tafsîr al-Mishbâh merupakan tafsir Al-Quran
lengkap 30 juz pertama dalam 30 tahun terakhir, yang ditulis oleh ahli
tafsir terkemuka Indonesia: Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Ke-Indonesiaan
penulis memberi warna yang menarik dan khas serta sangat relevan untuk
memperkaya khasanah pemahaman dan penghayatan kita terhadap rahasia makna
ayat-ayat Allah. Mari terangi jiwa dan keimanan kita dengan Tafsîr al-
Mishbâh sekarang juga.

Buya Hamka dan Tafsir al-Azhar

Penulis Kaula Fahmi -31 Desember 201714777

BincangSyariah.Com – Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, selanjutnya lebih masyhur
dengan akronimnya, HAMKA. Buya Hamka, begitu beliau biasa dikenal publik masyarakat
Indonesia sebagai salah seorang ulama yang berpengaruh hingga saat ini, meski beliau telah
wafat lebih dari 30 tahun yang lalu.

Hamka, yang sebelum wafatnya menjabat sebagai ketua pertama Majelis Ulama Indonesia
(MUI), lembaga yang didirikannya pada awal pemerintahan Orde Baru, lalu kemudian
mundur dari jabatan itu, bisa dikatakan sebagai ulama yang sangat produktif.

Beliau dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, pernah menjadi wartawan di
masa muda hingga menjelang kemerdekaan, sampai menjadi politisi di era orde lama
membuat sosok Hamka mampu berinteraksi dengan banyak pihak dan bisa menggugah
mereka lewat siraman-siraman rohaninya.

Hamka adalah di antara putra Minang yang punya kontribusi besar bagi bangsa Indonesia.
Seperti yang diakuinya, ia tidak pernah menamatkan sekolah formal. Ia sempat bersekolah
madrasah di bawah bimbingan ayahnya, namun ia tidak pernah kerasan dan memilih keluar.

Namun, ia adalah orang yang hobi membaca banyak buku, di masa kecilnya ia sudah
menghatamkan karya-karya sastrawan Mesir seperti al-Manfaluti. Keluasannya dalam
bacaan berbahasa Arab ini, kemudian ditambahnya lewat pergaulan luas lewat dunia
keulamaan dan jurnalistik, akhirnya mengantarkannya sebagai ulama yang mendunia.
Ia adalah orang Indonesia kedua, setelah Ir. Soekarno yang menerima anugerah Doktor
Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar di tahun 1960-an dibidang pemikiran Islam. Salah
satu karya monumentalnya adalah Tafsir Al-Azhar.

Tafsir Al-Azhar adalah di antara karya otentis dari putra bangsa Indonesia yang setara
dengan karya tafsir lainnya dengan bahasa Arab misalnya. Pernyataan ini tidak berlebihan,
maka didasarkan pada bobot tafsir ini yang sama tebalnya dengan tafsir-tafsir lain yang
ditulis dengan bahasa Arab. 30 Juz bisa terselesaikan oleh beliau.

Tafsir ini pada awalnya – seperti pengakuan Hamka – sendiri sebenarnya sudah beliau
selesaikan di tahun 1960-an. Ketika ia bernisiatif membangun Masjid di Jalan
Sisingamangaraja, Kebayoran Baru – dan ketika peresmiannya mengundang Syekh Mahmud
Syaltout, Grand Sheikh Al-Azhar. Sehingga masjid ini diberikan nama yang sama – ia
langsung menjadi Imam Masjid itu dan telah membuka pengajian tafsir. Namun, keinginan
untuk menyelesaikan tafsir itu belum juga terwujud.

Musibah sempat terjadi ketika beliau tiba-tiba di sekitar tahun 1964, ditangkap oleh Ir.
Soekarno atas tuduhan makar, dan dituduh sebagai “gerakan subversif”. Sampai beliau
dibebaskan tahun 1966, tidak ada bukti yang jelas mengapa Hamka bisa disebut melakukan
“gerakan subversif” selain tuduhan kalau Hamka pernah bertemu Yang Dipertuan Agung
(istilah untuk Sultan) Malaysia di tahun 1964.

Fakta ini – boleh jadi – disebabkan karena Indonesia sedang bergesekan dengan Malaysia
soal daerah Serawak dan Sabah, hingga muncul slogan yang disampaikan Pak Karno,
“Ganyang Malaysia !”. Pertemuan itu dijadikan dalil kalau Hamka bekerjasama dengan
Malaysia, meski tidak pernah terbukti.

Seperti yang diakui Hamka – dalam pembukaan Tafsir Al-Azhar – ia awalnya begitu terpukul
dengan peristiwa itu. Dipenjara di tahanan Rumah di Megamendung, namun disinilah
muncul hikmahnya.

Hamka perlahan menentramkan diri dengan terus membaca Quran dan menafsirkannya
setiap hari. Karena tidak ada kegiatan apa-apa selama di penjara, ia habiskan dengan
menulis dan membaca tafsir – yang menurutnya tak sempat ia lakukan saat di penjara.

Setelah masa bebas, ia melanjutkan penulisan dan editing buku tafsirnya ini. Pada
penerbitan pertama, beliau hanya merilis Juz 1-4 yang diterbitkan oleh Pembimbing Masa
pimpinan H. Mahmud. Penerbitan kedua adalah juz 15-30 yang dioper penerbitan kepada
Pustaka Islam, Surabaya. Dan sisanya, juz 5-14 dicetak oleh Yayasan Nurul Islam, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai